xv 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tidur 2.1.1. Definisi Tidur Tidur adalah suatu keadaan reversible dimana terjadi perceptual disengagement dan unresponsiveness terhadap lingkungan. Tidur juga merupakan suatu gabungan kompleks dari proses tingkah laku dan proses fisiologis. Tidur biasanya disertai dengan posisi tidur, tingkah laku yang tenang, mata tertutup, dan indikator-indikator lainnya yang secara umum berhubungan dengan tidur. (Carskadon & Dement, 2011) Sebagian orang mungkin mengira bahwa otak kita mengalami penurunan aktivitas ketika tidur. Akan teapi, menurut Sherwood (2014), tidur merupakan suatu proses aktif dimana tingkat aktivitas otak tidak mengalami penurunan. Bahkan, pada beberapa tahap tertentu dalam tidur, Penyerapan oksigen oleh otak mengalami peningkatan dibandingkan tingkat normal saat terjaga. Hal serupa disampaikan oleh Widodo dan Soetomenggolo (2000) yang menyebutkan bahwa tidur bukanlah suatu manifestasi dari tidak aktifnya sistem saraf pusat. Sebaliknya, tidur terjadi karena adanya aktivasi suatu area di otak dimana area ini berperan dalam menurunkan masukan sensoris pada korteks serebri.
2.1.2. Fisiologi Tidur 2.1.2.1. Siklus Bangun-Tidur National Sleep Foundation (2006) menyebutkan bahwa siklus bangun tidur terdiri dari 8 jam nocturnal sleep dan 16 jam waktu terjaga. Siklus ini dipengaruhi oleh dua hal yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri, yaitu homeostasis tidur dan circadian rhythm. Homeostasis
adalah
suatu
proses
dimana
tubuh
berusaha
mempertahankan kondisi internal tubuh agar tetap dalam steady state. Homeostasis juga berperan dalam mempengaruhi tubuh kita. Ketika kita bangun,
xvi 4
homeostatic drive
untuk tidur berakumulasi dan akan mencapai titik
maksimumnya pada malam hari dimana kebanyakan individu akan tertidur pada saaat ini (National Sleep Foundation,2006). Meskipun neurotransmitter yang berperan dalam proses homeostasis tidur tidak begitu dipahami, ada bukti yang menunjukkan bahwa ada suatu bahan kimia yang menginduksi tidur, yaitu adenosin. Selama kita terjaga , jumlah adenosin dalam darah terus meningkat yang menyebabkan kebutuhan tidur meningkat dan semakin sulit untuk ditolak. Sebaliknya, ketika tidur, level adenosin menurun yang menyebabkan menurunnya kebutuhan untuk tidur (National Sleep Foundation,2006). Faktor lainnya yang mempengaruhi siklus bangun tidur adalah circadsian rhythm. Circadian rhythym adalah perubahan yang bersifat siklis seperti fluktuasi suhu tubuh, hormon, dan tidur. Circadian rhythms ini terus berlangsung selama 24 jam yang diatur oleh jam biologis otak kita. Pada manusia jam biologis ini terdiri dari sekelompok neuron di hipotalamus. (National Sleep Foundation,2006).
2.1.2.2. Tahap-tahap Tidur Terdapat dua macam tahap besar dalam tidur, yaitu Rapid Eye Movement (REM) dan Non Rapid Eye Movement (NREM) dimana NREM sendiri terbagi menjadi 4 tahap. (Carskadon & Dement, 2011) Suatu episode tidur dimulai dengan suatu periode pendek NREM tahap 1 yang bergerak menuju NREM tahap 2 kemudian diikuti oleh tahap 3 dan 4 dan pada akhirnya sampai pada tahap REM. Porsi tidur NREM biasanya adalah sebesar 75-80% dari total waktu tidur. Sementara, tidur REM adalah sebesar 2025%. Lama siklus tidur NREM-REM rata-rata adalah selama 70-100 menit. Sementara itu pada siklus kedua dan seterusnya, lama siklus tidur NREM-REM menjadi lebih panjang yaitu sekitar 90-120 menit. (Carskadon & Dement, 2015 dalam Colten & Altevogt, 2006)
xvii 5
2.2.
Gangguan Tidur
2.2.1. Definisi Gangguan Tidur Gangguan tidur adalah gangguan yang berhubungan dengan tidur, yaitu sulit untuk tidur, sulit untuk tetap tertidur, tertidur pada saat yang tidak tepat, terlalu banyak tidur, atau adanya kebiasaan buruk saat tidur (UMM,2012).
2.2.2. Klasifikasi Gangguan Tidur Menurut International Classification of Sleep Disorder 2 (ICSD-2) dalam Thorpy (2012), terdapat delapan kategori mayor gangguan tidur: 1. Insomnia 2. Sleep-related Breathing Disorders 3. Hypersomnia of Central Origin 4. Circadian Rhythm Sleep Disorder 5. Parasomnia 6. The Sleep-related Movement Disorder 7. Isolated Symptoms 8. Other Sleep Disorders
2.2.2.1. Insomnia AASM (2008) menyebutkan bahwa insomnia merupakan keluhan menyangkut tidur yang paling umum dimana dapat dijumpai salah satu atau lebih dari keluhan berikut ini: -Sulit untuk memulai tidur -Sulit untuk tetap tertidur, sering terbangun di malam hari -Terbangun terlalu awal dan tidak dapat tertidur kembali -Kualitas tidur yang buruk
2.2.2.2. Sleep-related Breathing Disorder Sleep-related Breathing Disorder terbagi menjadi 4 tipe mayor yaitu central
apnoe
syndroms,
obstructive
apnoe
syndromes,
xviii 6
hypoventilation/hipoxemia syndromes associated with sleep dan undefined/ nonspecific sleep disorder (ICSD-2 dalam Tsara,2009).
2.2.2.3. Hypersomnia of Central Origin Hypersomnia of Central Origin adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu untuk mempertahankan kondisi awas ketika dalam keadaaan bangun dan kondisi ini tidak disebabkan oleh sleep-related breathing disorder , circadian rhythm disorder ataupun penyebab lainnya yang menyebabkan terganggunya tidur seseorang pada malam hari. (Malhotra, Kushida, 2013)
2.2.2.4. Circadian Rhythm Sleep Disorders Circadian Rhythm Sleep Disorders memiliki beberapa tipe yaitu Delayed Sleep Phase Disorder, Advance Sleep Phase Disorder, Jet Lag Disorder, Shiftwork Disorder, Irregular Sleep-wake Rhythm, dan Free-runnning type. (AASM,2008)
2.2.2.5. Parasomnia Parasomnia adalah suatu gangguan berupa perilaku yang tidak diinginkan untuk terjadi ketika seseoorang tidur, sedang dalam keadaan transisi dari bangun ke tidur atau dalam transisi dari tidur ke bangun. (Matwiyoff, Lee-Chiong, 2010)
2.3.
Gangguan Mental Emosional
2.3.1. Definisi Gangguan Mental Emosional Kesehatan mental menurut WHO (2014) didefinisikan sebagai keadaan dimana seorang individu menyadari potensinya, dapat mengatasi masalah kehidupan yang lazim, dapat berkerja secara produktif dan dapat berkontribusi untuk komunitasnya. Gangguan mental adalah suatu kondisi yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan mood seseorang. Selain itu, gangguan mental juga berpengaruh terhadap fungsi sehari-hari individu dan kemampuan individu tersebut dalam berinteraksi dengan orang lain (NAMI,2015).
xix7
Beberapa gangguan mental yang umum adalah gangguan mood seperti depresi; gangguan kecemasan; gangguan perilaku seperti Oppositional Defiant Syndromes atau Conduct Disorder; Eating Disorders seperti Anorexia nervosa dan bulimia; Addictive Disorders, dan berbagai kelainan lainnya yang sering dijumpai pada anak-anak dan remaja seperti autisme, gangguan belajar dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Sementara itu, gangguan mental yang paling umum diderita oleh remaja adalah depresi, gangguan kecemasan, Attention Deficit Hyperactivity Disorder dan penggunaan obatobatan terlarang. (Knopf, Park, Mulye, 2008)
2.3.2.
Jenis-jenis Gangguan Mental Emosional
2.3.2.1. Depresi Depresi adalah suatu kata yang menggambarkan bahwa ada suatu gangguan mental yang serius seperti major depression atau clinical depression. Tidak seperti emosi-emosi normal seperti kesedihan, perasaan kehilangan atau passing mood states, major depression merupakan emosi yang persistent atau menetap dan dapat mengganggu pikiran, perilaku, mood, aktivitas dan kesehatan fisik remaja (Duckworth, Gruttadaro, & Markey, 2010)
2.3.2.2. Gangguan Kecemasan Menurut Duckworth & Freedman (2012), gangguan kecemasan adalah sekelompok gangguan mental yang menyebabkan seseorang merasa ketakutan, menderita atau gelisah ketika berada di dalam keadaan dimana lazimnya orang normal tidak merasakan perasaan takut, menderita ataupun gelisah seperti yang dirasakan oleh penderita gangguan kecemasan.
2.3.2.3. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Attention Deficit Hyperactivity Disorder adalah kelainan pada masa anakanak yang dapat berlanjut kemasa remaja dan dewasa. Gejala ADHD dapat
xx 8
berupa kesulitan untuk fokus dan memperhatikan sesuatu, sulit mengontrol perilaku, dan hiperaktif (NIMH,2015).
2.3.2.4.Penggunaan obat-obatan terlarang Menurut WHO (2015), substance abuse adalah penggunaan yang bersifat membahayakan dari zat-zat psikoaktif, termasuk alkohol dan obat-obatan terlarang.
Penggunaan
menyebabkan,
zat-zat
munculnya
psikoaktif
sindroma
secara
berulang-ulang
ketergantungan,
yaitu
dapat
sekelompok
fenomena yang berkaitan dengan perilaku, kognitif dan fisiologis individu. Sindroma
ini
biasanya
mengkonsumsi
zat
penggunaannya,
tetap
juga
mencakup
tersebut,
keinginan
ketidakmampuan
menggunakannya
yang kuat untuk
meskipun
untuk
mengontrol
berbahaya,
lebih
memprioritaskan untuk mengunakan zat tersebut dibandingkan dengan melakukan aktivitas dan kewajiban lainnya, meningkatnya toleransi dan terkadang adanya keadaan withdrawal fisik.
2.4.
Hubungan Gangguan Tidur terhadap Gangguan Mental Emosional Penelitian yang dilakukan oleh Roane dan Taylor (2008) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara Insomnia dengan Gangguan Mental. Penelitian ini
juga
mengatakan
bahwa
Insomnia
dapat
meningkatkan
resiko
berekembangnya gangguan mental bahkan meningkatkan keparahannya. Penelitian yang dilakukan oleh Tanaka et al (2002) yang dilakukan pada orang tua menyatakan bahwa perbaikan kualitas tidur diikuti oleh kesehatan mental yang membaik. Dalam World Health Report oleh WHO (2001), disebutkan bahwa kesehatan mental dan kesehatan fisik saling mempengaruhi melalui dua cara yaitu melalui sistem fisiologis tubuh dan perilaku sehat. Perilaku sehat mencakup beberapa hal dan salah satunya adalah tidur yang cukup. Sehingga
xxi 9
dapat disimpulkan bahwa tidur yang terganggu dapat mempengaruhi kesehatan mental. Organisasi MIND (2013) mengatakan bahwa gangguan tidur yang parah dapat menyebabkan masalah mental atau dapat memperburuk masalah mental yang memang sudah ada sebelumnya. Organisasi ini juga mengatakan bahwa gangguan tidur dapat menyebabkan: 1. Kesulitan untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan normal. Kelelahan dapat menurunkan kemampuan untuk menghadapi situasi-situasi sulit yang terkadang muncul dalam kehidupan kita. Hal ini dapat menyebabkan penurunan rasa percaya diri dan menurunkan kesehatan mental kita. 2. Merasa kesepian. Kelelahan dapat menyebabkan seorang individu tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-harinya seperti biasa termasuk aktivitas yang membutuhkan sosialisasi. Hal ini dapat menyebabkan individu tersebut seperti terisolasi dimana hal ini dapat berujung terjadinya depresi atau kecemasan pada individu tersebut. 3. Mood yang buruk. Tidur yang terganggu dapat mempengaruhi mood seseorang. Ketika tidur yang terganggu tersebut berlangsung lama, maka akan berdampak buruk pada kesehatan mental. 4. Pikiran Negatif Kelelahan dapat menimbulkan gangguan pada kemampuan sesorang dalam bersikap rasional ketika menghadapi kecemasan dan pikiran yang irrasional sehingga dapat menyebabkan munculnya pola pikir negatif yang berhubungan dengan gangguan mental. 5. Episode Psikotik Dapat menyebabkan perburukan gejala pada pasien psikotik.
Dilansir dari website Universitas Stanford, kurang tidur
dapat
mengganggu memori remaja dan menghambat kreativitasnya dimana hal ini dapat
xxii 10
menyebabkan timbulnya kesulitan untuk belajar. Masa remaja merupakan masa dimana individu berjuang untuk mengatasi stres dan mengontrol emosinya. Dengan adanya kurang tidur maka masa-masa ini akan terasa semakin sulit. Kurang tidur
juga dapat memperburuk hal-hal yang memang secara lazim
terdapat pada remaja, seperti sikap remaja yang mudah marah, kurang percaya diri dan cenderung berubah mood. Selain hal-hal diatas, kurang tidur yang bersifat kronis juga dapat menyebabkan munculnya depresi (Stanford, 1999) Penelitian yang dilakukan oleh Short et al (2013) menunjukkan bahwa kualitas tidur memiliki efek yang sangat besar terhadap mood. Disisi lain, kualitas tidur yang buruk juga memiliki hubungan terhadap rasa depresi yang lebih besar dan kurang awasnya seorang individu di siang hari. Penelitian yang hampir senada juga dilakukan oleh Selvi (2007) dimana hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa efek dari kurang tidur terhadap mood depresi bergantung pada tipe circadian masing-masing individu. Pada individu dengan tipe M-chronotypes, mood depresi mereka akan semakin memburuk sementara mood depresi individu dengan tipe E-chronotypes akan membaik. Hasil penelitian mereka juga menyatakan bahwa adanya perbedaan efek kurang tidur pada individu yang sehat kemungkinan ada hubungannya dengan circadian rhythm dan sleep-wake habits individu tersebut. Pada penelitian yang sama juga diungkapkan bahwa Total Sleep Deprivation (TSD) dan Partial Sleep Deprivation (PSD) memiliki efek yang berbeda terhadap mood seseorang. PSD tidak begitu efektif dalam mengubah mood individu tipe M-Chronotypes sementara TSD memperburuk mood depresi tipe ini. Pada individu tipe E-chronotypes, baik PSD maupun TSD malah menyebabkan perbaikan pada mood. (Selvi, 2007) Selain penelitian-penelitian di atas, disebutkan oleh Division of Sleep Medicine at Harvard Medical School (2007) bahwa terdapat suatu daerah di otak yang bernama Korteks Prefrontal yang bertanggungjawab atas fungsi-fungsi kognitif tingkat tinggi dan bersifat sensitif terhadap kurang tidur. Sehingga, ketika seseorang mengalami gangguan tidur maka ia akan kesulitan untuk melakukan aktivitas yang memerlukan logika dan pemikiran yang bersifat kompleks.