BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tumbuhan Pinang
Tumbuhan pinang (Areca catechu L.) adalah salah satu jenis palma atau palem yang tumbuh dan tersebar luas di wilayah India, Malaysia, Taiwan, Indonesia, dan negara Asia lainnya, baik secara individu maupun populasi serta memiliki banyak kegunaan antara lain untuk dikonsumsi, bahan industri kosmetik, kesehatan, dan bahan pewarna pada industri tekstil (Jaiswal, et.al., 2011). Diantara semua bahan serat alam, pinang merupakan suatu bahan yang menjanjikan karena tidak mahal, secara bebas tersedia, dan berpotensi sebagai tanaman tahunan yang sangat tinggi (Rajan, et.al., 2005). Berbeda dengan jenis palem lainnya yang memiliki famili Arecaceae seperti palem merah, salak, sagu, palem raja dan sebagainya.Pinang memiliki ciri-ciri batang lurus langsing, dapat mencapai ketinggian 25 m dengan diameter 15 cm, meski ada pula yang lebih besarsepertipada gambar 2.1.Pelepah daun berbentuk tabung dengan ujung sobek dan bergerigi.Tongkol bunga dengan seludang (spatha) yang panjang dan mudah rontok.Buah buni bulat telur terbalik memanjang, merah jinggadengan dinding buah yang berserabut seperti pada gambar 2.2.
Gambar 2.1.Foto Pohon Pinang
Gambar 2.2.Foto Buah Pinang
Universitas Sumatera Utara
Adapun klasifikasi ilmiah dari pinang menurut Cronquist (1981), sebagai berikut : Kingdom :Plantae Division : Magnoliophyta Classis
: Liliopsida
Ordo
: Arecales
Family
: Arecaceae
Genus
: Areca
Species
: Areca catechu L.
Pinang mudah tumbuh di daerah tropis dan biasa ditanam di pekarangan, taman, atau dibudidayakan karena memiliki banyak kegunaan mulai dari batang, biji, sabut, daun, hingga pelepahnya. Bijinya dikenal sebagai salah satu campuran orang makan sirih, selain gambir dan kapur. Pelepah daun yang seperti tabung digunakan sebagai pembungkus kue-kue dan makanan. Batangnya kerap diperjual belikan sedangkan batang pinang tua yang dibelah dan dibuang tengahnya digunakan untuk membuat talang atau saluran air. Sabut pinang pada gambar 2.3 khususnya dapat secara tradisional digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan (dyspepsia), sembelit, edema dan beri-beri. Bahan ini memiliki filamen berukuran 4 cm yang rata-rata terlalu pendek dibandingkan dengan serat alam lainnya.Sabut buah pinang yang selama ini dianggap sebagai limbah kini dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti sumber selulosa. Hal ini dikarenakan kandungan selulosanya sebesar 70% (Panjaitan, 2008), lignin sekitar 13% serta sisanya mengandung flavonoid, pektin, dan hemiselulosa.Dari 70% selulosa tersebut 53,2 % merupakan alfa selulosa.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3.Foto Sabut Buah Pinang Penelitian terdahulu menemukan bahwa sabut buah pinang dapat digunakan sebagai komposit serat alam yang dipakai dalam pabrik pembuat badan mobil (Chikkol, et.al., 2010). Pada tahun 2015, Lukita memanfaatkan ekstrak etanol sabut buah pinang menjadi selulosa mikrokistal sebagai bahan tambahan dalam tablet antidiare.
2.2.
Selulosa
Selulosa adalah salah satu biopolimer yaitu polimer karbohidrat yang tersusun atasD-glukopiranosa berikatan β(1→4) dengan jumlah berlimpah di alam serta bersifat dapat diperbaharui, mudah terurai, tidak beracun. Senyawa ini berbentuk seperti serabut, liat, tidak larut dalam air dan ditemukan didalam dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan.Strukturnya terdiri dari tiga gugus hidroksi per anhidroglukosa
menjadikan
selulosa
memiliki
derajat
fungsionalitas
yang
tinggi.Sebagai materi yang diperbaharui, selulosa dan turunannya dapat dipelajari dengan baik (Coffey,et.al., 1995). Payen pertama kali menentukan komposisi unsur dari selulosa sekitar tahun 1838 dimana ditemukan bahwa selulosa mengandung 44 sampai 45% karbon, 6 sampai 6,5% hidrogen dan sisanya adalah susunan oksigen. Berdasarkan data tersebut, rumus empirisnya menjadi C6H10O5 (Staudinger, 1960).
Universitas Sumatera Utara
Polimer ini memiliki struktur molekul yang memperlihatkan unit selobiosa sebagai penyusun ulang serta unitglukopiranosa yang berotasi 180o yang berkaitan satu sama lain (Haworth, 1932). Setiap penyusun glukopiranosa memiliki tiga gugus hidroksil (OH) pada posisi C-2, C-3 dan C-6. Monomer glukopiranosanya dihubungkan sau sama lain dengan ekuatoial-ekuatorial. Strukturnya seperti pada gambar 2.4.
HOH2C
HOH2C
O
O HO
HOH2C
O
O
O
O HO
OH
HO OH
OH
Gambar 2.4. Struktur selulosa (Fesenden, 1986) Untuk esterifikasi, gugus hidroksil primer (HO-6) memiliki reaktifitas yang lebih tinggi sedangkan untuk eterifikasi, gugus hidroksil sekunder (HO-2) biasanya paling mudah bereterifikasi. Aksesibilitas berarti kemudahan relatif gugus-gugus hidroksil untuk dicapai oleh pereaksi-pereaksi gugus (HO-6) reaktifitasnya lebih tinggi terhadap substituen-substituen yang besar dari pada gugus-gugus hidroksil yang lain karena paling sedikit halangan steriknya (Fengel, et.al., 1995). Berbeda dengan hemiselulosa, selulosa dapat bersifat kristalin maupun amorf,
sukar
larut
dalam
alkali,
dan
menghasilkan
D-glukosa
jika
dihidrolisis.Sementara hemiselulosa yang terdiri dari berbagai unit gula bersifat amorf, bukan merupakan serat panjang, mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam dan menghasilkan D-xilosis jika dihidrolisis (Sitorus, 2010). Selulosa dapat diisolasi dari tanaman.Untuk mengoptimalkan pengambilan serat selulosa dari beberapa tahapan metode pengisolasian dapat diaplikasikan, seperti metode mekanis sederhana, campuran metode kimiawi dan mekanik, serta pendekatan metode enzim. Proses isolasi selulosa dari sabut buah pinang menggunakan metode kimiawi meliputi tahap prehidrolisis, delignifikasi, pemutihan dan pengeringan. Tahap prehidrolisis bertujuan untuk mempercepat penghilangan
Universitas Sumatera Utara
hemiselulosa dalam bahan baku pada waktu pemasakan (cooking) menggunakan air lunak (soft water) atau larutan asam encer (Tarmansyah, 2007). Tahap delignifikasi dilakukan dengan larutan NaOH, karena larutan ini dapat menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan amorf, memisahkan lignin serta menyebabkan penggembungan struktur selulosa (Enari, 1983). Proses pemutihan bertujuan untuk melarutkan sisa senyawa lignin yang dapat menyebabkan perubahan warna, dengan cara mendegradasi rantai lignin yang panjang oleh bahan-bahan kimia pemutih menjadi rantai-rantai lignin yang pendek, maka lignin dapat larut pada saat pencucian dalam air atau alkali (Fengel, et.al., 1995). NaOCl secara tradisional digunakan untuk memutihkan warna dari suatu zat. Selanjutnya adalah proses penghilangan β-selulosa dan γ-selulosa dengan menggunakan larutan NaOH 17,5%. Hal ini sesuai dengan pembagian selulosa berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% (Tarmansyah, 2007) yaitu : a.
α-selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP 600-1500
b.
β-selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% ataubasa kuat dengan DP 15 – 90, dapat mengendap bila dinetralkan.
c.
γ-selulosasama dengan beta selulosa, tetapi DP nya kurang dari 15. Proses selanjutnya adalah pemutihanmenggunakanhidrogen peroksida
karena merupakan pemutihyang ramah lingkungan. Di samping itu, hidrogen peroksida juga mempunyai beberapa kelebihan antara lain bahan yang diputihkan mempunyai ketahanan yang tinggi serta penurunan kekuatan serat sangat kecil. Pada kondisi asam, hidrogen peroksida sangat stabil.Peruraian hidrogen peroksida juga dipercepat oleh naiknya suhu.Zat reaktif dalam sistem pemutihan dengan hidrogen peroksida dalam suasana basa adalah perhidroksil anion (HOO-) (Dence, et.al., 1996). Ada dua jenis selulosa yaitu selulosa termodifikasi dan selulosa tidak termodifikasi.Secara umum, selulosa tidak termodifikasi tidak larut dalam air dan
Universitas Sumatera Utara
pelarut organik.Hal ini berdasarkan ikatan hidrogen yang kuat antara molekul selulosa berantai lurus.Sehingga kelarutan dari selulosa dapat diperbaiki dengan turunan yang dimodifikasi. Serat selulosa secara umum memiliki banyak gugus fungsi yang mampu mengikat logam.Karena itu banyak yang sudah mencoba untuk menggunakan selulosa sebagai pembersih logam melalui beberpa turunannya.Beberapa di antaranya berdasarkan penambahan gugus dengan kemampuan mengkompleks seperti gugus karboksilat dan amin.Seperti halnya kitosan dan juga alginate maka selulosa ini juga memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan unsur logam yang memiliki d-orbital back donation, serta sekaliguas adanya ether linkage C1 –C4 yang ekuatorial-ekuatorial (Kaban dkk,2005).Konsep pembentukan kompleks ini dapat digunakan juga untuk menjelaskan terjadinya penyerapan terhadap logam berat seperti khrom, kobalt, nikel, seng, kadmium dan tembaga. Selulosa dapat berinteraksi dengan logam berat melalui mekanisme penukar ion yaitu dengan gugus –OH sementara itu juga memungkinkan untuk mekanisme pembentukan kompleks karena atom oksigen pada gugus –OH memiliki elektron bebas (Mohamad, 2012).
2.3.
Asam Suksinat
Asam suksinat (asam butadenoat, 1,2-asam etana dikarboksilat) merupakan suatu asam dikarboksilat dengan rumus kimia (CH2)2(COOH)2yang sangat berpotensial sebagai suatu wadah industri kimia (Vaswani, 2010). Senyawa ini berwarna putih, dan berupa padatan tidak berbau.Dalam larutan air, terionisasimembentuk anion.Hanya saja berbeda dengan asam karboksilat lainnya yang memiliki gugus karboksilat lebih banyak seperti asam sitrat maka kelarutannya lebih kecil dibandingkan asam sitrat.Sifat fisiknya yaitu berat molekul 118, titik lelehnya 185oC dan titik didihnya 235oC.Secara normal ditemukan pada jaringan hewan dan tumbuhan.Pada tubuh manusia, senyawa ini berperan penting dalamsiklus Krebs
Universitas Sumatera Utara
sebagai suatu metabolisme perantara.Secara fisik larut dalam air, etanol, eter dan gliserin. Senyawa ini dominan dihasilkan dari hidrokarbon empat karbon melalui anhidrida maleat, memanfaatkan fraksi nafta n-butana yang diawali dengan hidrogenasi diikuti oleh hidrasi di sekitar berat total 15.000 ton per tahun dan merupakan salah satu fermentasi produk akhir metabolisme anaerobik.Struktur asam suksinat adalah seperti gambar 2.5 berikut. O OH HO O
Gambar 2.5.Struktur Kimia Asam Suksinat atau Asam Butadenoat (O’neil,et.al., 2001) Karena memiliki nilai kimia cukup tinggi, senyawa ini termasuk kunci dalam memproduksi lebih dari 30 produk komersial penting seperti asam adipat.Aplikasi dalam industri seperti makanan, obat-obatan, polimer, cat, kosmetik, dan tinta.Hal ini juga digunakan sebagai surfaktan, deterjen extender, anti busa, dan ion-chelator. Asam suksinat sudah pernah dipilih untuk memodifikasi selulosa karena memperbaiki fungsi gugus hidroksil dari selulosa serta menghasilkan larutan encer yang tinggi viskositasnya. Selain itu digunakan pada proses esterifikasi dikarenakan kemampuannya
untuk
melengkapi
daur
ulang
hidrolisis
asam
(Vaswani,
2010).Banyak turunan yang dapat dihasilkan dari asam suksinat secara kimia seperti pada gambar 2.6 berikut.
Universitas Sumatera Utara
HO
O
OH
NH2
O
butanadiol
H2N
N H
O
Pirolidon
suksiniamida NH2
O O
O
H2N
butirolakton
OH HO
diaminobutana O
O
asam suksinat
N
tetrahidrofuran N
suksinonitril
O OCH3
O H3CO N H3C
O Dibasic Ester (DBE)
N-metil pirolidon
Gambar 2.6 Beberapa turunan asam suksinat (Vaswani, 2010)
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Ester Selulosa
Selulosa dapat secara kimia dimodifikasi menghasilkan turunan yang secara luas dipergunakan pada berbagai sektor industri termasuk aplikasi konvensional. Seperti salah satu contohnya, pada tahun 2003, 3,2 juta ton bahan ini digunakan sebagai material mentah untuk produksi serat dan film regenerasi termasuk turunannya (Klemm, 2005). Pembentukan ester selulosa melalui proses esterifikasi terhadap gugus hidroksi alkohol, yang umum menggunakan asam klorida atau asam anhidrat lainnya sebagai agen yang meningkatkan derajat esterifikasi secara signifikan. Beberapa contoh senyawa turunan dari ester selulosa adalah seperti gambar 2.7.. O
O
H O
H O H H
H O
H
O
HO H
O
H
O
HO
O
H
OH
O
H
OH
H
H
(b)
H
(c)
OH
N2 H O
O
O
O OH
H
H
(a)
O
HO
H O
H O H
H
O
HO H
O
H
OH
H
H
(d)
O
HO
O OH
H
H
(e)
Gambar 2.7. Struktur (a) selulosa-asetat, (b) selulosa-butirat, (c) selulosa benzoat, (d) selulosa ftalat, dan (e) selulosa antranilat (Granstrom, 2009). Secara umum ester selulosa dihasilkan pada kondisi reaksi yang heterogen menggunakan asam dan anhidrat asam sebagai reagen melalui reaksi esterifikasi yaitu suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol yang dapat dilakukan tanpa katalis dengan satu molekul asam karboksilat dan satu pereaksi secara berlebih (Yan, 2001).Namun, asam polikarboksilat memiliki kelebihan untuk membentuk
Universitas Sumatera Utara
intermediateanhidrat, yang dianggap lebih efektif dalam esterifikasi daripada asam karboksilat bebas. Pada tahun 1996, Yang dan Wang mengklaim bahwa hanya asam karboksilat yang membentuk siklik intermediet anhidrida ester selulosa. Pendapat lain menyatakan bahwa kelompok karboksil dapat diesterifikasi selulosa tanpa intermediet anhidrat (Gagliardi, et.al., 1963). Hal ini berakhir setelah teori asam dikarboksilat terakhir, karena asam dikarboksilat hanya memiliki kemampuan untuk membentuk satu anhidrat siklik.
2.4.1.
Ester Selulosa Melalui Asilasi
Asilasi selulosa dapat dibuat dalam keadaan homogen maupun heterogen. Pada kondisi heterogen, gugus hidroksil dari unit anhidroglukosa memiliki pencapaian yang rendah dan reaksinya dapat terjadi pada permukaan selulosa (Freire,et.al., 2006). Dalam medium homogen, tiga gugus hidroksil dari unit anhidroglukosa semuanya tercapai oleh bahan asetilasi, dimana dapat memperoleh suatu derajat substitusi yang lebih tinggi dan suatu distribusi seragam dari gugus fungsi yang dimiliki rantai polimer (Nagel ,et.al., 2010). Asilasi biasanya menggunakan asam karboksilat baik yang berantai panjang seperti asam lemak dalam larutan ionik maupun yang berantai pendek seperti anhidrat. Anhidrat organik siklik dari anggota lima merupakan pereaksi yang baik, dimana pertama termasuk ketiga gugus hidroksil dari penyusun selulosa (bertindak sebagai nukleofil), untuk memperoleh ester dan gugus reaktif dari asam karboksilat. Turunan selulosa yang memiliki gugus karboksil bebas disiapkan dengan mereaksikan selulosa dengan suksinat, maleat atau ptalat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.1. Ester Selulosa menggunakan Asam Karboksilat Alifatis Rantai Panjang
Hanya sedikit publikasi dari asilasi selulosa dengan asam karboksilat alifatis rantai panjang (misalnya asam lemak) dalam media rekasi larutan ionik yang sudah pernah dipublikasikan. Hal ini kemungkinan dikarenakan kelarutan yang rendah dari turunan asam alifatis berantai panjang dalam beberapa larutan ionik pada kelarutan heterogen. Reaksi dengan asam lemak sebagai reagen asilasi dalam larutan ini harus disesuaikan dengan sistem LiCl.
2.4.1.2
Ester Selulosa menggunakan Asam Karboksilat lainnya
Beberapa asilasi yang sudah sukses terjadi dengan hasil derajat subtitusi yang tinggi diantaranya menggunakan klorida asam, klorida pentanoil, klorida heksanoil dan klorida benzoil. Dalam hal ini, katalis piridin sangatlah membantu mengefisiensikan proses asilasi. Selain reagen di atas, ftalat anhidrat dan suksinat anhidrat juga dapat digunakan dalam asilasi. Selulosa ftalat merupakan suatu material berpotensi yang dapat di degradasi untuk penyerapan logam berat dari pembuangan alternatif air dikarenakan kemampuannya sebagai pengkhelat logam. Strukturnya seperti pada gambar 2.7(c) . Ftalat aseto selulosa sudah digunakan dalam industri farmasi sebagai pembungkus tablet dan kapsul. Sementara itu
asam
suksinat akan
membentuk anhidrat
sebagai
intermediateketika terjadi pemanasan dan kemudian bereaksi dengan selulosa. Asilasi menggunakan asam suskinat ini disebut juga suksinilasi menghasilkan suksinoil selulosa.Beberapa penemuan juga sudah menunjukkan bahwa reaksi suksinilasi merupakan suatu alternative yang dapat digunakan untuk menambahkan kemampuan karboksilat ke dalam selulosa.Karnitz,et.al., pada 2007 menambahkan gugus karboksilat dalam ampas tebu melalui suksinilasi untuk meningkatkan kemampuannya mengadsorpsi ion logam berat.
Universitas Sumatera Utara
Reaksi asilasi menggunakan anhidrat dari asam maleat, ptalat dan suksinat dapat dilihat seperti pada gambar 2.8.Asilasi dapat berlangsung dengan adanya pemanasan dimana diperlukan pelarut yang sesuai. a
O
O OH H
H
HO H
O
H
HO H
O
O H
OH H
H
O
O
OH
O
H O
H O O O
OH
b
O
O OH H
H
HO H
O
H
HO H
O
O H
OH H
H
O
O
OH
O
H O
H O O O
OH
c
O
O OH H
H
HO H
O
H O
H
OH
OH H
H O
HO O
H
O
O
H O
H O O
COOH
Gambar 2.8. Reaksi asilasi selulosa menggunakan : a) Anhidrat Asam Maleat, b) Anhidrat Asam Suksinat dan c) Anhidrat Asam Ptalat (Bezerra,et.al., 2015). Selain itu untuk ester selulosa berikutnya yaitu klorida 2-furoil dan dikenal dengan nama furoat selulosa yang telah disintesis dalam 1-butil-3-metilimidazolium klorida seperti pada gambar 2.9a. Ester selulosa dari asam ini merupakan material
Universitas Sumatera Utara
yang menarik ditinjau dari kemampuannya untuk membentuk membran pertahanan pada gambar 2.9.Reaksinya menggunakan dua jalur 1-butil-3-metilimidazolium klorida. Pada jalur pertama selulosa bereaksi dengan klorida 2-furoil dalam piridin, dimana pada jalur kedua asam karboksilat 2-furan diaktivasi dengan N,N’karbonildiimidiazole (Köhler , et.al., 2007).
OH H
H
HO
a
H
O
H O
H
O
O
C
O
OH H
H
HO
b
H
O
H
H
O
O H
H O
O
O
OH H
H
HO
H
O
O
C
C
O
O
cahaya UV
O
O
C
C O
O
O H H
OH
O
H
HOO
H H
O
O H H
OH
H
HOO
H H
Gambar 2.9.a) Struktur furoat selulosa, b) Ikat silang furoat selulosa untuk membentuk membran (Granstrom, 2009). Asam karboksilat lainnya yang paling sering digunakan dalam alkilasi adalah asam asetat melalui reaksi asetilasi.Asetilasi adalah salah satu reaksi yang paling signifikan yang diperlukan untuk turunan atau modifikasi selulosadengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan asam asetat anhidrat atau asetat klorida sebagai reagen (Bogan,et.al., 1979). Selulosa asetat merupakan salah satu turunan selulosa yang sangat penting karena aplikasinya
yang menjanjikan pada industri tekstil, film plastik,
pembungkusan dan penyaring rokok.Meskipun penelitian asetilasi selulosa dipublikasikan pada tahun 1950. Selulosa dapat diasetilasi secara langsung melalui esterifikasi gugus hidroksil atau transesterifikasi, menggunakan substituen primer sebagai gugus pergi.Asam asetat tidak cukup baik untuk mengesterkan selulosa, namun dapat didukung dengan penambahan asam yang lebih reaktif seperti asam asetat anhidrat.Asetilasi selulosa berlangsung dalam reaksi setimbang, namun adanya air berlebih dapat menimbulkan terjadinya deasetilasi dan juga dipengaruhi hadirnya asam dari katalis. Pada proses asetilasi, selulosa yang telah diaktivasi umumnya direaksikan dengan asetat anhidrat berlebih (Klemm,et.al., 1998). Secara
umum,
asetat
selulosa
yang
direaksikan
dengan
asetatanhidridaberlebih menggunakan asam sulfat atau asam perklorat sebagai katalis. Karena sifat reaksi yang heterogen sehingga mustahil untuk menghasilkan asetat selulosa sebagian secara langsung.Cairan ionik sudah ditemukan bukan hanya sebagai pelarut tetapi juga sebagai katalis basa dalam reaksi asetilasi. Kebalikannya, asetilasi selulosa dalam cairan ionik dapat dikendalikan untuk menghasilkan turunan dari nilai DS yang bervariasi. Mekanisme reaksi asetilasi alkohol dalam pelarut organik dengan hadirnya piridin dapat dilihat pada gambar 2.10. Dimana piridin berfungsi sebagai katalis dalam reaksi dengan menyerang gugus karbonil dari asam asetat anhidrat dan kemudian menghasilkan
suatuintermediate yang kereaktifannya tinggi dimana
alcohol akan menyerang pembentukan turunan O-asetoil bersamaan dengan asam asetat. Piridin kemudian terbentuk kembali ke siklus katalitik dengan deprotonasi anion asetat.
Universitas Sumatera Utara
O
O O O
O
O
+ CH3COO-
N
N O
N
O R
H O N O R
H
O
O H
R
N
O
+
N
O
R
H O
O-
O
OH
Gambar 2.10. Mekanisme reaksi asetilasi suatu alkohol menggunakan katalis piridin (Granstrom, 2009)
2.4.2.
Ester Selulosa Melalui Sulfonasi
Sulfonasi homogen dari serat selulosa dipelajari dalam 1-butil-3-metilimidazolium klorida termasuk menemukan selulosa sulfat antikoagulan aktif.Material ini berpotensial untuk menggantikan heparin sebagai zat antikoagulan. Aktivitas heparin sebagai suatu antikoagulan efektif yang secara umum bergantung pada gugus fungsi sulfat yang memiliki massa jenis polianionik yang tinggi (Wang, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Pelajaran sebelumnya pada sulfonasi selulosa sudah dilakukan dalam sistem heterogen dimulai dengan suatu aktivasi suspensi selulosa, atau dalam sistem homogen dimulai dengan suatu substitusi parsial turunan selulosa dalam larutan.Permasalahan pada sistem heterogen sudah digambarkan dan pada kebalikannya, nilai derajat subtitusi dalam reaksi homogen yang terbatas dengan adanya gugus hidroksil sebagai permulaan reaksi dengan turunan yang tersubtitusi. Sulfonasi dari selulosa dalam 1-butil-3-metilimidazolium klorida yang terjadi menggunakan kompleks dimetilformamida sulfutrioksida (DMF-SO3) sebagai suatu agen sulfonasi dihasilkan dari asam klorosulfonik (ClSO3H).Kompleks yang direaksikan dengan selulosa dalam larutan 1-butil-3-metilimidazolium klorida pada 30oC selama 1 sampai 2 jam. Suatu selulosa yang sudah dikeringkan direaksikan dengan larutan dimetilformamidadari asam sulfamik pada suhu 80oC dengan reaksi sebagai berikut (Huang, et.al., 2010). Selulosa-OH + NH2SO3H → Selulosa-O-SO3+NH32.4.3.
Ester Selulosa Melalui Karbanilasi
Selulosa trikarbanilat dengan beragam gugus fungsi pada cincin aromatisnya dijelaskan membentuk fase kristalin cairan liotrofik, dan dapat digunakan untuk memisahkan
enantiomer
(Zugenmaier,et.al.,
1997).Karbanilasi
selulosa
menggunakan derajat polimerisasi selulosa yang rendah dan tinggi yang bersumber dari kapas, kertas dan selulosa bacterial dalam larutan 1-butil-3-metilimidazolium klorida.Reaksi ini sudah dipelajari untuk keadaan homogen menggunakan LiCl seperti gambar 2.11 berikut.
Universitas Sumatera Utara
H
OH
HO
H
O
H O
H O
H
O O HN
Gambar 2.11. Struktur selulosa karbanilat (Granstrom, 2009)
2.5.
Logam Tembaga (Cu)
Tembaga adalah
suatu unsur
kimia dalam tabel
periodik yang
memiliki
lambang Cu dan nomor atom 29 dan massa atom 63.546gr/mol . Namanya berasal dari
bahasa
latin
yaitu
cuprum.
Massa
jenisnya
8.94
g·cm−3.Tembaga merupakan konduktor panas dan listrik yang baik dengan titik lebur 1084.62 °C dan titik didihnya 2562 °C.Selain itu unsur ini memiliki korosi yang cepat sekali.Tembaga murni sifatnya halus dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga kemerahan.Tembaga dicampurkan dengantimah untuk membuat perunggu. Ion tembaga (II) dapat berlarut ke dalam air, di mana fungsi mereka dalam konsentrasi tinggi adalah sebagai agen anti bakteri,fungisida, dan bahan tambahan kayu. Dalam konsentrasi tinggi maka tembaga akan bersifat racun, tapi dalam jumlah sedikit tembaga merupakan nutrien yang penting bagi kehidupan manusia dan tanaman tingkat rendah. Tembaga merupakan salah satu jenis logam berat yang memiliki tingkat toksisitas tinggi.Polutan logam berat tersebut dapat menimbulkan resiko yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup apabila dibuang langsung ke lingkungan. Disamping itu, penyebaran logam berat tersebut dapat dipengaruhi oleh siklus alamiah di alam seperti rantai makanan dan daur alami (Donghee, et.al.,2004).
Universitas Sumatera Utara
Logam inisering ditemukan dalam limbah industri dan tidak dapat terdegradasi secara alamiah, selain itu tersebarnya logam ini di atas ambangbatas yang diizinkan akan menimbulkankeracunan pada manusia dan dapatmenyebabkan kematian. Oleh karena itu,diperlukan usaha-usaha yang serius untukmenanggulangi masalah pencemaran agarkonsentrasi Cu dalam air limbah dalam batasaman.Usahausaha
pengendalian
danpengolahan
limbah
logam
belakangan
inisemakin
berkembang, yang mengarah padaupaya-upaya pencarian metode-metode baruyang murah, efektif, dan efisien. Dewasa ini dikembangkan metode penyerapan tembaga menggunakan interaksi dengan adsorben seperti selulosa.Penyerapan ini selalu bergantung pada jenis ion logam yang hadir, dimana ikatannya dapat terjadi melalui penukar ion misalnya ion kalsium atau melalui penukaran ligan misalnya logam berat. Jenis kation logam yang masuk dan dipilih akan menentukan mekanisme reaksi yang terjadi dan kemampuan mengikat dari selulosa melalui reaksi penukaran ligan sehingga memungkinkan kadar ion logam yang masuk akan meningkat sampai level tertinggi misalnya tembaga dalam 5000 mg/kg serat selulosa (Kottelnikova, et.al., 2007). Untuk logam berat dengan d-orbital back donation seperti kalsium, magnesium, nikel, tembaga, timbal dan sebagainya maka memiliki kemampuan mekanisme interaksi elektrostatis (penukaran ion) dengan turunan selulosa seperti misalnya adanya gugus karboksil. Dengan kata lain, selulosa maupun turunannya bertindak sebagai ligan dalam larutan dan logam tembaga sebagai atom pusat (Bahar, et.al., 2009). Di mana konfigurasi elektron dari ion tembaga (II) adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 3d9 dengan kata lain bahwa orbital d pada tembaga masih ada yang kosong sehingga memungkinan untuk berikatan dengan unsur lain. Sebagai salah satu logam transisi maka tembaga ini mampu membentuk kompleks dengan suatu polimer fungsional yang sangat atraktif melalui ikatan koordinasi (Jabli, et.al., 2013).Ion Cu2+ akan berinteraksi kuat dengan anion yang bersifat basa kuat seperti –OH
Universitas Sumatera Utara
dimana pasangan elektron bebas dari O pada OH akan berikatan dengan logam Cu2+ dalam ikatan kovalen koordinasi sehingga orbital d menjadi terisi penuh.
2.6.
Adsorpsi
Akumulasi partikel pada permukaan zat padat disebut adsorpsi atau penjerapan.Zat yang mengadsorpsi disebut adsorben dan material yang dijerap disebut adsorbat atau substrat. Proses adsorpsi terdiri atas dua jenis, yaitu adsorpsi kimia (kemisorpsi) dan fisika (fisisorpsi). Pada adsorpsi kimia, suatu molekul menempel ke permukaan melalui pembentukan ikatan kimia.Sementara itu dalam adsorpsi fisika, adsorbat menempel pada permukaan melalui interaksi antarmolekul yang lemah (ikatan van der Waals). Faktor-faktor yang memengaruhi proses adsorpsi antara lain sifat fisik dan kimia adsorben seperti luas permukaan, ukuran partikel, dan komposisi kimia. Adsorpsi merupakan metode yang paling umum dipakai karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah prosesnya relatif sederhana, efektifitas dan efesiensinya relatif tinggi serta tidak memberikan efek samping berupa zat beracun dan juga ekonomis (Volesky, et.al.,2005). Proses adsorpsi yang paling berperan adalah adsorben. Dewasa ini adsorben organik yang sering digunakan adalah tumbuhantumbuhan
hasil
makanan.Penggunaan
dari
limbah
adsorben
ini
pertanian,
perkebunan,
banyak
diaplikasikan
dan karena
industri selain
ketersediaannya yang berlimpah, bahan bakunya juga mudah didapat dan biayanya relatif murah.Namun demikian kapasitas dan afinitas dari adsorben organik terhadap logam berat relatif rendah dan kurang spesifik. Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan adsorben organik tersebut adalah dengan memodifikasi permukaan
Universitas Sumatera Utara
adsorben melalui pengikatan gugus-gugus pembentuk kompleks dengan logam seperti ester, amina, polietilamin (Kim.dkk., 2006). Salah
satu
contoh
adsorben
organik
adalah
selulosa
dan
turunannya.Modifikasi turunan selulosa cukup dalam penyerapan dari berbagai penyebab kontaminasi air. Sebagai contoh modifikasi dengan maleat anhidrat efektif mengadsorpsi logam divalensi seperti Co2+ dan Ni2+ dimana mekanisme adsorpsinya adalah pembentukan kompleks di antara pusat dasar dari gugus karboksil dan kation divalensi seperti pada gambar 2.12. Pada reaksinya menunjukkan suatu counterionmenetralisasi muatan kation bebas sehingga kation dapat berekasi dengan gugus karboksil atau dua pusat dasar yang berbeda. O
O
M
O
2+
M
O
O
O
O
O
O
2+
M O
NO3-
M O
O
O
2+
NO3-
M O
NO3-
O
NO3-
2+
NO3-
2+
M2+ O
NO3-
Gambar 2.12 Pembentukan kompleks selulosa maleat dengan logam divalensi (Bezerra et al., 2015) Kehadiran gugus karboksilat dalam bahan alam berarti secara signifikan menaikkan penyerapan.Untuk memfasilitasi pembentukan kompleks ini maka pH harus diminimumkan. Dengan kata lain, pengaruh pH mendeprotonasi gugus karboksil, suatu keadaan dimana akan mampu membentuk ikatan kovalen dan secara langsung kapasitas serapan pada logam akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara