BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Body Mass Index (BMI) Body Mass Index (BMI) merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan atau membandingkan berat badan dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan βindeksβ, BMI sebenarnya adalah rasio yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter).12 Interpretasi BMI tergantung pada umur dan jenis kelamin anak, karena anak lelaki dan perempuan memiliki lemak tubuh yang berbeda. Berbeda dengan orang dewasa, BMI pada anak berubah sesuai umur dan sesuai dengan peningkatan panjang dan berat badan.13 BMI digunakan untuk penilaian obesitas akan tetapi bukan merupakan indeks adipositas karena tidak membedakan jaringan tanpa lemak (lean tissue) dan tulang dari jaringan lemak. Untuk ketepatan dalam riset diperlukan dual x-ray absorptiometry yang dapat menentukan secara tepat komposisi tubuh.14 The World Health Organization (WHO) pada tahun 1997, The National Institute of Health (NIH) pada tahun 1998 dan The Expert Committee on Clinical Guidelines
for
Overweight
in
Adolescent
Preventive
Services
telah
merekomendasikan Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai baku pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas usia 2 tahun. BMI merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan berat badan berdasarkan Indeks Quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)).14 Body Mass Index (BMI) dapat diperoleh dengan perhitungan rumus sebagai berikut:14-16 BMI =
berat badan (kg) tinggi badan (m) x tinggi badan (m)
BMI mempunyai keunggulan utama yakni dapat menggambarkan lemak tubuh
yang berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar. Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan,
Universitas Sumatera Utara
yang keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan. Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan secara individual.13 Selain itu, keterbatasan yang lain dari BMI adalah tidak bisa membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. BMI juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa penelitian menyatakan bahwa standard cut off point untuk mendefinisikan obesitas berdasarkan BMI mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis.13 Pengukuran BMI yang dilakukan dalam penelitian ini adalah BMI Anak yaitu Indeks Massa Tubuh per Umur (IMT/U). Biasanya BMI tidak meningkat dengan bertambahnya umur seperti yang terjadi pada berat badan dan tinggi badan, tetapi pada bayi peningkatan BMI naik secara tajam karena terjadi peningkatan berat badan secara cepat relatif terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. IMT menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5 tahun.15 Cara menentukan IMT/U adalah dengan menentukan terlebih dahulu BMI anak dengan rumus BMI.15,16 Setelah nilai BMI diperoleh, bandingkan nilai BMI hasil perhitungan pada diagram BMI for age sesuai dengan jenis kelamin dan umur anak. Penentuan kriteria anak disesuaikan dengan memperhatikan nilai Z score pada diagram WHO. Z score merupakan indeks antopometri yang digunakan secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan.15 Untuk pengukuran Z score populasi yang distribusinya normal, umumnya digunakan pada indikator panjang atau tinggi badan anak. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :15 ππ π π π π π π π π π π =
nilai yang diamati β nilai referensi median ππ π π π π π π π π π π populasi referensi (SD)
Universitas Sumatera Utara
Untuk populasi yang distribusinya tidak normal : ππ π π π π π π π π π π =
nilai yang diamati β M L LxS
Keterangan : M = nilai angka median referensi yang diperoleh dari estimasi rata-rata populasi L = nilai angka yang diperlukan untuk mentransformasikan data dalam rangka untuk mengurangi kemencengan kurva S = koefisien variansi
Rumus di atas M, L, dan S adalah nilai dari populasi referensi. Rumus ini juga disebut rumus LMS, biasanya untuk menghitung Z score berat badan per umur (BB/U), berat badan per panjang badan/ tinggi badan (BB/PB atau BB/TB), dan indeks massa tubuh per umur (IMT/U). Untuk melihat kriteria BMI anak, lihat nilai BMI anak hasil perhitungan pada diagram BMI for age kemudian sesuaikan dengan nilai Z score sesuai dengan jenis kelamin dan umur anak (Gambar 1 dan 2). Penjelasan diagram WHO untuk BMI for Age (BMI terhadap Umur) terlihat pada Tabel 1.15
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Kategori Status Gizi Berdasarkan Z score Indikator Pertumbuhan Z-score Di atas 3
PB/U atau TB/U Lihat Catatan 1
Di atas 2
BB/U
Lihat Catatan 2
Di atas 1
BB/PB atau BB/TB Sangat Gemuk (Obes) Gemuk (Overweight) Resiko Gemuk (Lihat Catatan 3)
IMT/U Sangat Gemuk (Obes) Gemuk (Overweight) Resiko Gemuk (Lihat Catatan 3)
0 (Angka Median) Di bawah -1 Di bawah -2
Di bawah -3
Pendek (Stunted) (Lihat Catatan 4) Sangat Pendek (Severe Stunted)
BB Kurang (Underweight)
Kurus (Wasted)
Kurus (Wasted)
BB Sangat Kurang (Severe Underweight)
Sangat Kurus (Severe Wasted)
Sangat Kurus (Severe Wasted)
Sumber: WHO MGRS, 2005
Catatan : 1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak menjadi masalah kecuali anak yang sangat tinggi mungkin mengalami gangguan endokrin seperti adanya tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan. Rujuklah anak tersebut jika diduga mengalami gangguan endokrin (misalnya anak yang tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan tinggi orangtua normal. 2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada kategori ini, kemungkinan mempunyai masalah pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U
Universitas Sumatera Utara
3. Hasil
ploting
di
atas
1
menunjukkan
kemungkinan
risiko.
Bila
kecenderungannya menuju garis z-score +2 berarti risiko lebih pasti. 4. Anak yang pendek atau sangat pendek kemungkinan akan menjadi gemuk bila mendapatkan intervensi gizi yang salah.
Gambar 1. Diagram BMI for Age untuk anak laki-laki usia 5-19 tahun.
Gambar 2. Diagram BMI for Age untuk anak perempuan usia 5-19 tahun.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Karies Gigi 2.2.1 Definisi Karies Gigi Axellson pada tahun 1999 dan WHO pada tahun 2003 menyatakan bahwa karies gigi merupakan proses infeksi yang memiliki keterkaitan dengan kesehatan dan status gizi serta dapat bertindak sebagai fokal infeksi yang dapat menimbulkan penyakit di organ tubuh lainnya. Infeksi oral dapat berpengaruh pada kesehatan sistemik.3 Karies gigi juga dapat dialami oleh setiap orang serta dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa.17 Karies gigi dapat terjadi dengan diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis pada permukaan gigi. Plak terdiri dari komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa gula dan glukosa), untuk menghasilkan asam, menyebabkan pH plak akan turun menjadi di bawah 5 dalam 1-3 menit. Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga akan meningkatkan pH dan pengambilan mineral dapat berlangsung. Keadaan ini disebut dengan remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan remineralisasi dapat menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies dapat terbentuk. Dari
uraian
ini
menjadi
jelas
bahwa
proses
karies
dapat
terjadi
di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami. Pembentukan biofilm dan aktivitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah, akan tetapi perkembangan penyakit dapat dikendalikan sehingga lesi klinis yang terbentuk tidak terlihat. Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga menyebabkan rasa sakit.18
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Etiologi Karies Panjaitan pada tahun 1997 serta Harris dan Christen pada tahun 2005 menyatakan bahwa karies gigi memiliki faktor penyebab multifaktorial, yaitu adanya 3 faktor utama yang saling mempengaruhi. Ketiga faktor tersebut adalah:3 a. Tuan rumah (host): gigi dan saliva b. Agen (agent): mikroorganisme c. Substrat: lingkungan Selain ketiga faktor ini, ada juga faktor waktu yang mempengaruhi terjadinya karies. Agar karies dapat terjadi, maka kondisi dari setiap faktor harus saling mendukung yaitu adanya tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama.10 Jadi, karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu.19,20 Secara lebih jelas, faktor etiologi karies gigi adalah sebagai berikut (Gambar 3):19 a. Faktor host atau tuan rumah Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten.19 Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah
Universitas Sumatera Utara
mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristalkristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Mungkin alasan ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.17,19 b. Faktor agen atau mikroorganisme Plak gigi memegang peranan peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis dan Streptococcus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi berkisar 104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptococcus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena Streptococcus mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).19 Plak tampak sebagai massa globular berwarna putih, keabu-abuan atau kuning. Plak gigi mulai terbentuk sebagai kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel dan mencapai ketebalan pada hari ketiga puluh. Penelitian-penelitian membuktikan bahwa penambahan karbohidrat pada makanan hanya menyebabkan akumulasi plak yang sangat tebal. Penumpukan plak sudah dapat terlihat dalam waktu 1-2 hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur kebersihan mulut, sedangkan waktu yang dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu lubang pada gigi cukup bervariasi, diperkirakan antara 6-48 bulan.3 c. Faktor substrat atau diet Pola diet merupakan salah satu hal yang paling penting dalam proses terjadinya karies. Kebiasaan diet berguna untuk melihat risiko karies pada anak. Untuk memperbaiki pola diet menjadi benar bukan merupakan hal yang mudah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pola diet, yaitu:21
Universitas Sumatera Utara
1. Frekuensi diet lebih penting daripada kuantitas diet secara keseluruhan untuk mencegah terjadinya karies. 2. Menghindari kebiasaan mengemil diantara jam makan. 3. Menghindari mengonsumsi minuman ringan karena tidak hanya kariogenik tetapi juga bersifat erosif. 4. Membatasi mengonsumsi makanan manis. 5. Mengonsumsi makanan alternatif yang tidak mengandung gula.
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.19 d. Faktor waktu Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan. Secara singkat proses terjadinya karies adalah sebagai berikut :22 1. Fermentasi karbohidrat menjadi asam organik oleh mikroorganisme dalam plak pada permukaan gigi. 2. Pembentukan asam yang cepat, yang menurunkan pH pada permukaan email di bawah tingkat pH kritis di mana email akan larut.
Universitas Sumatera Utara
3. Ketika karbohidrat tidak lagi tersedia pada plak mikroorganisme, pH dalam plak akan naik karena difusi asam dari sebelah luar dan juga diakibatkan metabolisme mikroorganisme sehingga demineralisasi email gigi dapat terjadi. 4. Karies gigi berlangsung hanya
bila demineralisasi
lebih sering terjadi
daripada remineralisasi. Keseimbangan demineralisasi dan remineralisasi adalah kunci untuk memahami dinamika lesi karies dan pencegahannya.
* Karbohidrat yang dapat di fermentasi ** Streptococcus mutans Gambar 3. Karies sebagai penyakit multifaktorial yang disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu.19
2.2.3 Indeks Karies Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/ kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks Klein dan indeks WHO, namun belakangan ini diperkenalkan indeks Significant Caries (SiC) untuk melengkapi indeks WHO sebelumnya.19 Dalam penelitian ini indeks yang dipakai adalah indeks Klein. Indeks ini diperkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk
Universitas Sumatera Utara
mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi (DMFT) dan permukaan gigi (DMFS). Semua gigi diperiksa kecuali gigi molar tiga karena gigi molar tiga biasanya tidak tumbuh, sudah dicabut atau tidak berfungsi. Indeks ini tidak menggunakan skor; pada kolom yang tersedia langsung diisi kode D (gigi yang karies), M (gigi yang hilang) dan F (gigi yang ditumpat) dan kemudian dijumlahkan sesuai kode. Untuk gigi permanen dan gigi susu hanya dibedakan dengan pemberian kode DMFT (Decayed Missing Filled Tooth) atau DMFS (Decayed Missing Filled Surface) sedangkan deft (decayed extracted filled tooth) dan defs (decayed extracted filled surface) digunakan untuk gigi susu. Rata-rata DMF adalah jumlah seluruh nilai DMF dibagi atas jumlah orang yang diperiksa. Indeks DMF terdiri atas:19 a. DMFT Beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1. Semua gigi yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D. 2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D. 3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D. 4. Semua gigi yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M. 5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M. 6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F. 7. Gigi sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F. 8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M. b. DMFS 1. Permukaan gigi yang diperiksa adalah gigi anterior dengan empat permukaan, fasial, lingual, distal dan mesial sedangkan gigi posterior dengan lima permukaan yaitu fasial, lingual, distal, mesial dan oklusal. 2. Kriteria untuk D sama dengan DMFT.
Universitas Sumatera Utara
3. Bila gigi sudah dicabut karena karies, maka pada waktu menghitung permukaan yang hilang dikurangi satu permukaan sehingga untuk gigi posterior dihitung 4 permukaan dan 3 permukaan untuk gigi anterior. 4. Kriteria untuk F sama dengan DMFT c. deft, defs Pengukuran ini digunakan untuk gigi susu. e dihitung bila gigi susu dicabut karena karies. Pengukuran lain yang dibutuhkan dalam survei karies gigi adalah 1) prevalensi karies, yaitu persentase dari orang-orang dengan kerusakan gigi (DMF) akibat karies, 2) PTI (Performance Treatment Index), yaitu persentase yang melakukan penambalan (F) dari orang-orang dengan pengalaman karies (DMF), diperlukan untuk mengukur motivasi seseorang didalam mempertahankan gigi tetapnya.3
2.3 Hubungan Body Mass Index (BMI) dan Karies Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya karies, yaitu kebersihan rongga mulut, komposisi dan frekuensi diet, status sosio ekonomi, kandungan imunoglobulin dalam saliva untuk melawan bakteri, dan asupan fluoride.2 Hubungan kesehatan mulut yang buruk dengan obesitas akan cenderung dikaitkan dengan kualitas diet. Hal ini terbukti dari literatur ilmiah bahwa kesehatan umum memiliki dampak besar pada kesehatan mulut dan sebaliknya.8 Hubungan antara BMI dan karies adalah berat badan yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan lesi karies karena memiliki kecenderungan pola diet yang tinggi.5 Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan.19 Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetraliser asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman berkarbohidrat terlalu
Universitas Sumatera Utara
sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.19
2.4 Kerangka Konsep
Body Mass Index (Z score): 1. Gemuk
1. Skor dft
a. Obesitas
2. Skor DFT
b. Gemuk
3. Pengalaman karies gigi susu dan permanen (dft+DFT)
2. Normal 3. Kurus a. Kurus b. Sangat kurus
Universitas Sumatera Utara