BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Buta Warna Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta
warna juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya (Karina, 2007). Abnormalitas penglihatan warna tidak banyak mempengaruhi kehidupan awal manusia seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai oleh kelainan tajam penglihatan. Abnormalitas penglihatan warna mulai mempengaruhi ketika seseorang dihadapkan pada persyaratan untuk masuk jurusan tertentu yang buta warna menjadi salah satu kriteria seperti kedokteran, teknik, desain grafis, dan lain-lain. Oleh karena hal tersebut, identifikasi dini kelainan buta warna perlu dilakukan untuk membimbing anak dalam menentukan jenjang pendidikannya kelak (Ilyas,2012).
2.2.
Etiologi Buta Warna Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah
OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau (Deeb dan Motulsky, 2005). Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik. Pada kelainan retina ditemukan cacat relatif penglihatan warna biru dan kuning,sedang pada kelainan saraf optik kelainan yang didapat adalah melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2012). Buta warna merah-hijau adalah kelainan genetik yang timbul hampir hanya pada laki-laki. Gen-gen pada kromosom X perempuan menyandi untuk masing-masing sel kerucut. Namun buta warna hampir tidak pernah terjadi pada perempuan karena setidaknya satu dari dua kromosom X hampir selalu memiliki gen normal untuk setiap jenis sel kerucut. Karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X, gen yang hilang dapat menyebabkan buta warna.
Universitas Sumatera Utara
Karena kromosom X pada laki-laki selalu diturunkan dari ibu, dan tidak pernah dari ayahnya, buta warna diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya dan ibu tersebut dikatakan sebagai carrier buta warna. Keadaan tersebut terjadi pada sekitar 8 persen dari seluruh perempuan (Guyton, 2008).
Gambar 2.1 Bagan X-linked Dikutip dari : Howard Hughes Medical Institute,2006. Colour Blindness: More Prevalent Among Males. Available from: http://hhmi.org/senses/b130.html.
2.3.
Anatomi Retina Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak rata. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,5 mm pada kutub posterior. Di tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5-5,6 mm yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal (Vaughan, 2012). Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah
Universitas Sumatera Utara
lonjong kekuningan yang disebut makula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat paling jelas. Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen dengan lapisan silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi prosessus dan belakang iris (Snell, 2006). Permukaan luar retina sensorius bertumpuk dengan lapisan-lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran bruch, koroid, dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina, dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan dalam korpus siliaris dan permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior. Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus (Vaughan, 2012). Retina menerima darah dari dua sumber khorio kapilaria yang berada tepat diluar membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua pertiga dalam retina (Vaughan, 2012). Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: (Ilyas, 2012) 1.
Membrana limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
2.
Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
3.
Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari neuron kedua.
4.
Lapisan
pleksiformis
dalam,
yang
mengandung
sambungan-
sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel ganglion.
Universitas Sumatera Utara
5.
Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6.
Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
7.
Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan sel batang.
8.
Mambrana limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
9.
Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.
Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel kerucut yang berfungsi untuk penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih serta penglihatan di dalam gelap. Pada umumnya, sel batang lebih pipih dan lebih panjang daripada sel kerucut, namun tidak selalu demikian. Pada bagian perifer retina, sel batang berdiameter 2 sampai 5 mikrometer, sedangkan diameter sel kerucut sebesar 5 sampai 8 mikrometer. Pada bagian tengah retina, yakni di dalam fovea sel batang dan sel kerucut lebih ramping dan memiliki diameter 1,5 mikrometer (Guyton, 2008).
2.4.
Fisiologi Mata Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai
suatu alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital (Vaughan,2011). Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan
Universitas Sumatera Utara
warna baik. Keduanya memerlukan pencahayaan yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola. Sementara retina sisanya terutama dipergunakan untuk penglihatan gerak kontras, dan penglihatan malam (skotopik) (Vaughan, 2012). Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua daerah di retina, kecuali fovea. Lapisan bipolar dan ganglion tertarik ke samping, sehingga cahaya secara langsung mengenai fotoreseptor (Sherwood, 2003). Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina yang berperan penting dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina (Vaughan, 2012).
2.5.
Fisiologi Mata Melihat Warna Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen
terutama
cis
aldehida
A2.
Penglihatan
warna
merupakan
kemampuan
membedakan gelombang sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang gelombang yang terletak antara 440-700 nm (Ilyas, 2012). Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kerucut sehingga sel kerucut/ conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna biru, merah, dan hijau. Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi. Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya.
Universitas Sumatera Utara
Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2003).
Gambar 2.2 Panjang Gelombang Persepsi Warna Dikutip dari:Guyton, A.C & Hall, J.E (2008) Textbook of Medical Physiology, Philadephia: Elsevier Sauders. 2.6.
Klasifikasi Buta Warna Mata merupakan corak gelombang dengan kejenuhannya pada warna
putih. Dikenal warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua), dan tritos (ketiga). Adapun klasifikasinya sebagai berikut: (Ilyas,2012) 1.
Trikomat yaitu keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi penglihatan. Pasien buta warna dapat melihat
Universitas Sumatera Utara
berbagai warna akan tetapi dengan interpretasi berbeda dari normal,yang paling sering ditemukan adalah: • Trikomat
anomali, dimana pasien mempunyai ketiga pigmen
kerucut akan tetapi satu tidak normal. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal. • Deutronomali dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau karena terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau. • Protanomali di mana diperlukan lebih banyak warna merah untuk menggabungkan menjadi kuning baku pada anomaloskop, yang pada pasien terdapat buta berat terhadap warna hijau merah dimana merah lebih banyak terganggu. Protanomalia dan deutronomali diturunkan X-linked dan di Amerika terdapat pada 5% anak lak-laki. Bentuk keempat disebut akromatopsia atau buta warna total, di mana seseorang hanya dapat membedakan warna dalam bentuk hitam putih saja. 2.
Dikromat, adalah pasien yang mempunyai 2 pigmen kerucut dan mengakibatkan sukar membedakan warna tertentu. • Protanopia, keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat warna merah hijau. • Deutronopia, kurang pigmen hijau. • Tritanopia, dimana terdapat kesukaran membedakan dengan warna merah dari kuning.
3.
Monokromat atau akromatopsia dimana hanya terdapat satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Bentuk-bentuk buta warnanya dikenal juga: • Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga dengan suatu akromatopsia dimana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat
Universitas Sumatera Utara
kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja/ malam, dengan kelainan refraksi yang tinggi. • Monokromatisme cone (kerucut), dimana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal tidak terdapat nistagmus.
Gambar 2.3 Persepsi Warna Pada Gangguan Mata Dikutip dari:Guyton, A.C & Hall, J.E (2008) Textbook of Medical Physiology, Philadephia: Elsevier Sauders.
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Diagnosis Buta Warna Tes yang umum digunakan untuk tes buta warna adalah uji Ishihara,
Hardy-Rand Rittler, City University, Farnsworth-Munsell 100 Hue, Farnsworth D 15 hue discrimation. a.
Ishihara Test Merupakan uji untuk mengetahui defek penglihatan warna didasarkan pada
penentuan angka yang ada pada kartu dengan berbagai warna. Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri titik bola kecil dengan warna dan besar yang berbeda, sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya. Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian atau sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10 detik (Ilyas, 2012). Ishihara merupakan alat yang sering digunakan untuk screening buta warna yang banyak dipakai dibanyak Negara (Miyahara, 2007).
Gambar 2.4. Uji Ishihara Dikutip dari: Ilyas,Sidarta. 2012. Edisi ketiga. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI b.
Hardy Rand Rittler Hardy Rand Rittler Test merupakan tes yang dikembangkan oleh
Hardy,Rand, dan Rittler dan dipublikasi di American Optical Company tahun 1955 untuk menguji defisiensi warna protan, deutan, dan tritan (Cole,2005).
Universitas Sumatera Utara
Hardy Rand Rittler merupakan tes yang hampir sama seperti pada Ishihara, hanya saja pada Hardy Rand Rittler menggunakan pola dan simbol yang harus dibaca pada latar belakang berwarna dengan yang terdiri dari banyak titik-titik (American Academy Opthalmology, 2001).
Gambar 2.5. Hardy Rand Rittler Dikuti dari: Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier
Universitas Sumatera Utara
c.
City University Uji yang terdiri dari 10 platelet yang berisi satu warna pada bagian sentral
dan 4 warna yang ada pada bagian pinggir. Cara melalukannya, pasien diminta untuk mencocokan satu warna pada bagian pinggir dengan warna pada bagian sentral (American Academy of Opthalmology,2001).
Gambar 2.6. City University Dikutip dari: Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier.
d.
Farnsworth-Munsell 100 Hue Permeriksaan Farnsworth-Munsell 100 Hue ini adalah untuk
melihat
kemampuan seseorang menyusun kecerahan warna. Susunan terdiri dari atas 4 sajian dimana terdapat 85 topi yang dapat dipindah-pindah. Warna dari topi mempunyai kecerahan bertambah yang mempunyai nomor dibelakangnya (Ilyas, 2012).
Farnsworth-Munsell
ini
digunakan
untuk
mengukur
chromatic
discrimination, mengidenfikasi kelainan buta warna karena kongenital, perubahan karena penyakit neurologis atau efek samping dari pemberiaan obat (Kinnear, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Farnsworth-Munsell Dikutip dari: Departement of Pathology and Opthalmology, University of Britol.1991. Colour Perception in Pathologist: the Farnsworth Munsell 100 Hue Test e.
Farnsworth D-15 Pemeriksaan Farnsworth D-15 merupakan modifikasi sederhana dari
Farnsworth-Munsell 100 hue. Prinsip kerjanya pun hampir sama dengan cara meyusun kecerahan warna, hanya saja pada permeriksaan Farnswoth D-15 jumlah topi warna yang akan disusun hanya 15 topi (Kanski, 2007).
Gambar 2.8 Farnsworth D-15 Dikutip dari: Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier. 2.8.
Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengobati masalah gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu. Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter warna khusus yang
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali warna. Gangguan penglihatan warna yang diturunkan tidak dapat diobati atau dikoreksi. Beberapa gangguan penglihatan warna yang didapat dapat diobati, bergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh jika katarak merupakan penyebab gangguan penglihatan warna, operasi untuk mengangkat katarak dapat mengembalikan penglihatan warna menjadi normal. Beberapa cara untuk membantu gangguan penglihatan warna, antara lain: 1.
Memakai lensa kontak berwarna. Hal ini dapat membantu membedakan warna, tetapi lensa ini tidak menjadikan penglihatan menjadi normal dan objek yang dilihat dapat terdistorsi.
2.
Memakai kacamata yang memblok sinar yang menyilaukan. Orang dengan masalah penglihatan dapat membedakan warna lebih baik saat ada penghalang sinar yang menyilaukan (stiles,2006).
2.9.
Pencegahan Tidak ada cara untuk mencegah buta warna genetik. Tidak ada cara juga
untuk mencegah buta warna didapat yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer, diabetes mellitus, leukemia, penyakit hati, degenerasi makular, multipel sklerosis, penyakit Parkinson, anemia sel bulan sabit, dan retinitis pigmentosa. Membatasi penggunaan alkohol dan obat, seperti antibiotik, barbiturat, obat antituberkulosis, pengobatan tekanan darah tinggi, dan beberapa pengobatan yang digunakan untuk penyakit saraf dan psikologis, ke level yang dibutuhkan untuk keuntungan terapeutik dapat membatasi buta warna didapat. Pencegah peningkatan kasus buta warna misalnya dengan melakukan konseling pranikah. Kejadian buta warna juga meningkat pada pool genetic dengan perkawinan di antara satu komunitas terisolir (Daniel, 2002).
Universitas Sumatera Utara