BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
2.1.1 Sejarah STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan hasil adopsi dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kamal Kar terhadap program air dan sanitasi yang dilaksanakan oleh WaterAid Bangladesh dan organisasi mitra lokal setempat yang bernama VERC’a (Village Education Resource Centre). Program ini telah dilaksanakan di Bangladesh sejak akhir tahun 1999 sampai di awal tahun 2000. Hal ini menandai dimulainya pendekatan CLTS (community Led Total Sanitation) yang berfokus pada penggunaan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) yang membuka peluang komunitas setempat melakukan analisa bersama mengenai keadaan sanitasi mereka. Sejak tahun 2000, melalui pelatihan yang langsung dilakukan oleh Kamal Kar, dan didukung oleh banyak lembaga serta dilakukan melalui kunjungan lintas negara, mampu menyebarluaskan CLTS ke organisasiorganisasi lain di Bangladesh. Selain itu CLTS juga berkembang dinegara lainnya di Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah. Hingga saat ini, CLTS telah mengarah pada skala peningkatan cakupan area yang paling besar di Bangladesh, India, Kamboja, Indonesia dan Pakistan. Telah diperkenalkan pula pelatihan-pelatihan CLTS yang bervariasi di berbagai tingkatan sebagai upaya untuk memulai CLTS seperti di China, Mongolia, dan Nepal. Baru-baru ini telah digagas dengan awal kegiatan yang menjanjikan seperti yang terjadi di Ethiopia, Kenya,
1
Zambia dan negara-negara Afrika lainnya, juga di Bolivia, Amerika Selatan, dan Yaman di Timur Tengah. Lembaga atau instansi-instansi yang mensponsori pelatihan - pelatihan yang dilakukan oleh Kamal Kar ini meliputi antara lain, WSP-World Bank, CARE, Concern, WSLIC II (Water and Sanitation for Low Income Community) di Indonesia), TSSM (Total Sanitation and Sanitation Marketing) yang didanai oleh the Bill and Melinda Gates Foundation di Jawa Timur, Dana Sosial untuk Pembangunan di Yaman, Vita Internasional NGO Irlandia untuk Pemulihan Pengungsi yang bergerak di Ethiopia, Plan International dan UNICEF. (Kar, K and Chambers, R, 2008). Lahirnya konsep strategi pendekatan STBM tidak terlepas dari mulai dikenalnya suatu metode pendekatan untuk merubah perilaku masyarakat yang berbasis pada PRA yaitu metode CLTS (Community Led Total Sanitation). Pelaksanaan CLTS di Indonesia dimulai dengan
kunjungan pembelajaran oleh
beberapa pelaku sanitasi ke Bangladesh dan India yang diinisiasi oleh WSP-EAP pada tahun 2004, dilanjutkan dengan mengundang pakar CLTS Kamal Kar ke Indonesia untuk mengadakan rapid assessment untuk menilai apakah metode CLTS dapat diterapkan di Indonesia atau tidak. Kamal Kar juga diminta sebagai narasumber pada TOT metode CLTS pertama pada awal mei tahun 2005 yang berlokasi di Lumajang. Setelah pelaksanaan TOT dilanjutkan dengan uji coba penerapan metode CLTS pada 6 kabupaten yang berada pada propinsi yang berbeda yaitu : Lumajang di Jawa Timur, Sumbawa di NTB, Sambas di Kalimantan Barat, Muara Enim di Sumatra Selatan, Muaro Jambi di Jambi, dan Bogor di Jawa Barat. Setelah enam bulan kemudian dilaksanakan evaluasi dan hasil uji coba tersebut dinilai sangat baik sehingga dilakukanlah perumusan sebuah konsep strategi nasional
untuk perluasan akses sanitasi pedesaan. (STBM Indonesia, “Sejarah STBM”, Available :http://www.stbm-indonesia.org / accesed : 2016 Januari 15 ). 2.1.2 Pengertian STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah suatu pendekatan untuk mengubah perilaku hygiene dan sanitasi masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan yaitu membuat masyarakat merasa jijik, malu, takut dosa, dan takut sakit sebagai dampak dari perilaku tidak sehat yang mereka lakukan. STBM merupakan suatu pendekatan partisipatif yang mengajak masyarakat untuk mengalisa kondisi sanitasi mereka melalui suatu proses pemicuan, sehingga masyarakat dapat berpikir dan mengambil tindakan untuk meninggalkan kebiasaan buang air besar di tempat terbuka dan sembarang tempat. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM dapat menyerang/menimbulkan rasa ngeri dan malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya. Melalui pendekatan ini akan membangun kesadaran untuk mengubah perilaku dan kondisi lingkungan yang sangat tidak bersih dan tidak nyaman. Dari pendekatan ini juga menimbulkan kesadaran bahwa kebiasaan BAB di sembarang tempat adalah masalah bersama karena dapat berimplikasi kepada semua masyarakat sehingga pemecahannya harus dilakukan dan dipecahkan secara bersama. (Kemenkes , 2014) Prinsip pendekatan STBM adalah non subsidi. Masyarakat akan di “bangkitkan” kesadarannya bahwa masalah sanitasi adalah masalah masyarakat sendiri dan bukan masalah pihak lain. Dengan demikian yang harus memecahkan permasalahan sanitasi adalah masyarakat sendiri. Diharapkan dengan bermula dari STBM, kemudian dilanjutkan dengan program kesehatan lainnya seperti program
kampanye cuci tangan, dan program kesehatan lainnya, sehingga upaya peningkatan kesehatan masyarakat melalui perilaku hidup bersih dan sehat dapat terwujud. Desa STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) adalah desa yang sudah Stop BABS minimal 1 dusun, mempunyai tim kerja STBM atau natural leader, dan telah mempunyai rencana kerja STBM atau rencana tindaklanjut. Sanitasi total berbasis masyarakat sebagai pilihan pendekatan strategi dan program untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan metode pemicuan dalam rangka mencapai target MDGs. Jumlah desa STBM mengalami peningkatan dari 6.235 menjadi 11.165 desa pada tahun 2011. Target desa STBM pada tahun 2013 adalah sebanyak 16.000 desa dan yang tercapai sebanyak 16.228 desa. Jika dilihat jumlah desanya, maka yang terbanyak adalah di Jawa Timur yaitu 3.618 desa, diikuti soleh Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. (Kemenkes, 2013 ) 2.1.3 Prinsip – prinsip dasar STBM Prinsip – prinsip dasar yang harus dianut dan ditegakan dalam setiap pelaksanaaa program STBM adalah : 1.
Tanpa subsidi kepada masyarakat
2.
Tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban
3.
Masyarakat sebagai pemimpin
4.
Totalitas; seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan perencanaan – pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan Community lead tidak hanya dalam sanitasi, tetapi juga dapat di terapkan
dalam hal lain seperti dalam pendidikan, pertanian, dan sektor lainnya dengan memperhatikan hal – hal berikut :
1.
Inisiatif masyarakat
2.
Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci utama.
3.
Solidaritas masyarakat (laki – laki / perempuan, kaya / miskin) sangat terlihat dalam pendekatan ini.
4.
Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya akan muncul“natural leader”.
2.1.4 1.
Lima Pilar STBM Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) adalah suatu kondisi ketika
setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu: a.
Tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan
b.
Dapat mencegah masuknya vektor penyakit untuk menyebar kuman dan penyakit pada pemakai dan lingkungan sekitarnya. (Permenkes,2014)
2.
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air
bersih yang mengalir. a. Langkah-langkah CTPS yang benar : 1)
Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.
2)
Gosokkan sabun pada kedua telapak tangan sampai berbusa lalu gosok kedua punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena busa sabun.
3)
Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.
4)
Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa sabun hilang.
5)
Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk bersih, atau kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.
b. Waktu penting perlunya CTPS, antara lain: 1)
Sebelum makan
2)
Sebelum mengolah dan menghidangkan makanan
3)
Sebelum menyusui
4)
Sebelum memberi makan bayi/balita
5)
Sesudah buang air besar/kecil
6)
Sesudah memegang hewan/unggas
c. Kriteria Utama Sarana CTPS
3.
1)
Air bersih yang dapat dialirkan
2)
Sabun
3)
Penampungan atau saluran air limbah yang aman (Permenkes,2014)
Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT) PAMM-RT merupakan suatu proses pengolahan, penyimpanan, dan
pemanfaatan air minum dan pengelolaan makanan yang aman di rumah tangga. Tahapan kegiatan dalam PAMM-RT, yaitu:
a.
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga 1)
Pengolahan air baku
Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal: pengendapan dengan gravitasi alami, penyaringan dengan kain, dan pengendapan dengan bahan kimia/tawas. 2)
Pengolahan air untuk minum
Pengolahan air minum di rumah tangga dilakukan untuk mendapatkan air dengan kualitas air minum. Cara pengolahan yang disarankan, yaitu: air untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kuman dan penyakit melalui : a)
Filtrasi (penyaringan), contoh : biosand filter, keramik filter, dan sebagainya.
3)
b)
Klorinasi, contoh : klorin cair, klorin tablet, dan sebagainya.
c)
Koagulasi dan flokulasi (penggumpalan), contoh : bubuk koagulan
d)
Desinfeksi, contoh : merebus, sodis (Solar Water Disinfection)
Wadah Penyimpanan Air Minum
Setelah pengolahan air, tahapan selanjutnya menyimpan air minum dengan aman untuk keperluan sehari-hari, dengan cara: a)
Wadah bertutup, berleher sempit, dan lebih baik dilengkapi dengan kran.
b)
Air minum sebaiknya disimpan di wadah pengolahannya.
c)
Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang bersih dan selalu tertutup.
d)
Minum air dengan menggunakan gelas yang bersih dan kering atau tidak minum air langsung mengenai mulut/wadah kran.
e)
Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang bersih dan sulit terjangkau oleh binatang.
f)
Wadah air minum dicuci setelah tiga hari atau saat air habis, gunakan air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir.
4)
Hal penting dalam PAMM-RT a)
Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah makanan siap santap.
b)
Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga.
c)
Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah siap santap serta untuk mengolah makan siap santap.
d)
Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah menjadi air minum.
e)
Secara periodik meminta petugas kesehatan untuk melakukan pemeriksaan air guna pengujian laboratorium.
b.
Pengelolaan Makanan Rumah Tangga Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menyebabkan
gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara pengelolaan makanan yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip higiene dan sanitasi makanan. Pengelolaan makanan di rumah tangga, walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah tangga juga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan. Prinsip higiene sanitasi makanan :
1)
Pemilihan bahan makanan Pemilihan bahan makanan harus memperhatikan mutu dan kualitas serta
memenuhi persyaratan yaitu untuk bahan makanan tidak dikemas harus dalam keadaan segar, tidak busuk, tidak rusak/berjamur, tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan beracun serta berasal dari sumber yang resmi atau jelas. Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan, mempunyai label dan merek, komposisi jelas, terdaftar dan tidak kadaluwarsa. 2)
Penyimpanan bahan makanan Menyimpan bahan makanan baik bahan makanan tidak dikemas maupun
dalam kemasan harus memperhatikan tempat penyimpanan, cara penyimpanan, waktu/lama
penyimpanan
dan
suhu
penyimpanan.
Selama
berada
dalam
penyimpanan harus terhindar dari kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya serta bahan kimia berbahaya dan beracun. Bahan makanan yang disimpan lebih dulu atau masa kadaluwarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih dahulu. 3)
Pengolahan makanan Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat mempengaruhi proses
pengolahan makanan, oleh karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu : a)
Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan serta dapat mencegah masuknya serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya.
b)
Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompel dan mudah dibersihkan.
c)
Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan prioritas Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan higiene dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan bakteriologis.
d)
Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak menderita penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan sehat.
4)
Penyimpanan makanan matang Penyimpanan makanan yang telah matang harus memperhatikan suhu,
pewadahan, tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat baik suhu dingin, sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama penyimpanan sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan matang. 5)
Pengangkutan makanan Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang harus
memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara pengangkutan, lama pengangkutan, dan petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis. 6)
Penyajian makanan
Makanan dinyatakan layak santap apabila telah dilakukan uji organoleptik atau uji biologis atau uji laboratorium, hal ini dilakukan bila ada kecurigaan terhadap makanan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan: a)
Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur) menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan layak santap.
b)
Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda-tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman
c)
Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan
sampel
makanan
yang
diambil
mengikuti
standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu tempat penyajian, waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang sampai dengan disajikan dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat) jam dan harus segera dihangatkan kembali terutama makanan yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh dan berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan. (Permenkes,2014)
4.
Pengamanan Sampah Rumah Tangga Tujuan pengamanan sampah rumah tangga adalah untuk menghindari
penyimpanan sampah dalam rumah dengan segera menangani sampah. Pengamanan sampah yang aman adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan atau pembuangan dari material sampah dengan cara yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan. Prinsip-prinsip dalam Pengamanan sampah: a.
Reduce Reduce yaitu mengurangi sampah dengan mengurangi pemakaian barang
atau benda yang tidak terlalu dibutuhkan. Contohnya: mengurangi pemakaian kantong plastik, mengatur dan merencanakan pembelian kebutuhan rumah tangga secara rutin misalnya sekali sebulan atau sekali seminggu, mengutamakan membeli produk berwadah sehingga bisa diisi ulang, memperbaiki barang-barang yang rusak (jika masih bisa diperbaiki) dan membeli produk atau barang yang tahan lama. b.
Reuse Reuse yaitu memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai tanpa
mengubah bentuk. Contohnya: sampah rumah tangga yang bisa dimanfaatkan seperti koran bekas, kardus bekas, kaleng susu, wadah sabun lulur, dan sebagainya. Barangbarang tersebut dapat dimanfaatkan sebaik mungkin misalnya diolah menjadi tempat untuk menyimpan tusuk gigi, perhiasan, dan sebagainya, memanfaatkan lembaran yang kosong pada kertas yang sudah digunakan, memanfaatkan buku cetakan bekas
untuk perpustakaan mini di rumah dan untuk umum, menggunakan kembali kantong belanja untuk belanja berikutnya. c.
Resycle Recycle yaitu mendaur ulang kembali barang lama menjadi barang baru.
Contohnya: sampah organik bisa dimanfaatkan sebagai pupuk dengan cara pembuatan kompos atau dengan pembuatan lubang biopori, sampah anorganik bisa di daur ulang menjadi sesuatu yang bisa digunakan kembali, seperti mendaur ulang kertas yang tidak digunakan menjadi kertas kembali, botol plastik bisa menjadi tempat alat tulis, bungkus plastik detergen atau susu bisa dijadikan tas, dompet, dan sebagainya, sampah yang sudah dipilah dapat disetorkan ke bank sampah terdekat, kegiatan pengamanan sampah rumah tangga dapat dilakukan dengan cara sampah tidak boleh ada dalam rumah dan harus dibuang setiap hari dan pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah. Pemilahan sampah dilakukan terhadap 2 (dua) jenis sampah, yaitu organik dan nonorganik. Untuk itu perlu disediakan tempat sampah yang berbeda untuk setiap jenis sampah tersebut serta tempat sampah harus tertutup rapat. Pengumpulan sampah dilakukan melalui pengambilan dan pemindahan sampah dari rumah tangga ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu. Sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu diangkut ke tempat pemrosesan akhir. 5.
Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga Proses pengamanan limbah cair yang aman pada tingkat rumah tangga
untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Untuk menyalurkan limbah cair rumah tangga
diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang berupa tinja dan urine disalurkan ke tangki septik yang dilengkapi dengan sumur resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang dihasilkan dari buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan disalurkan ke saluran pembuangan air limbah. Prinsip pengamanan limbah cair rumah tangga adalah: a.
Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan air dari jamban
b.
Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor
c.
Tidak boleh menimbulkan bau
d.
Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan rawan kecelakaan
e.
Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan.
1.1.5 Pilar Pertama STBM Pilar Pertama STBM adalah Stop buang air besar sembarangan. Pesan yang ingin disampaikan pada masyarakat dari pilar pertama STBM adalah : a.
Buang air besar sembarangan akan mencemari lingkungan dan akan menjadi sumber penyakit.
b.
Buang air besar dengan cara yang aman dan sehat berarti menjaga harkat dan martabat diri dan lingkungan.
c.
Jangan jadikan kotoran yang dibuang sembarangan untuk penderitaan orang lain dan diri sendiri.
d.
Cara hidup sehat dengan membiasakan keluarga buang air besar yang aman dan sehat berarti menjaga generasi untuk tetap sehat. Berdasarkan konsep dan definisi MDGs, akses sanitasi layak yaitu apabila
penggunaan fasilitas tempat buang air besar milik sendiri atau bersama, dengan jenis kloset leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septik atau sarana pembuangan air limbah (SPAL). Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut : 1.
Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
2.
Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
3.
Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
4.
Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
5.
Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benarbenar diperlukan harus dibatasi seminimal mungkin
6.
Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
7.
Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal. (Depkes, 2013)
1.
Indikator Pilar Pertama STBM Indikator suatu Desa/Kelurahan dikatakan telah mencapai status SBS
adalah: a.
Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban yang sehat dan membuang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat (termasuk di sekolah).
b.
Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.
c.
Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian BAB di sembarang tempat.
d.
Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuat masyarakat untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat.
e. 2.
Ada upaya atau strategi yang jelas untuk dapat mencapai sanitasi total.
Pelaku Pemicuan Pilar Satu STBM a.
Tim Fasilitator STBM Desa/Kelurahan yang terdiri dari sedikitnya relawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dengan dukungan kepala desa, dapat dibantu oleh orang lain yang berasal dari dalam ataupun dari luar Desa tersebut
b.
Bidan desa, diharapkan akan berperan sebagai pendamping, terutama ketika ada pertanyaan masyarakat terkait medis, dan pendampingan lanjutan serta pemantauan dan evaluasi
c.
Posyandu diharapkan dapat bertindak sebagai wadah kelembagaan yang ada di masyarakat yang akan dimanfaatkan sebagai tempat edukasi, pemicuan, pelaksanaan pembangunan, pengumpulan alternatif pendanaan sampai dengan pemantauan dan evaluasi
d.
Kader Posyandu diharapkan juga dapat sebagai fasilitator yang ikut serta dalam kegiatan pemicuan di desa,
e.
Natural Leader dapat dipakai sebagai anggota Tim Fasilitator STBM Desa untuk keberlanjutan STBM.
3.
Langkah-langkah pemicuan STBM pilar satu Proses Pemicuan dilakukan satu kali dalam periode tertentu, dengan lama
waktu pemicuan antara 1-3 jam, hal ini untuk menghindari informasi yang terlalu banyak dan dapat membuat bingung masyarakat. Pemicuan dilakukan berulang
sampai sejumlah orang terpicu. Orang yang telah terpicu adalah orang yang tergerak dengan spontan dan menyatakan untuk merubah perilaku. Biasanya sang pelopor ini disebut dengan Natural Leader. a.
Pengantar pertemuan 1)
Memperkenalkan diri beserta semua anggota tim dan membangun hubungan setara dengan masyarakat yang akan dipicu.
2)
Menjelaskan tujuan keberadaan kader dan atau fasilitator. Tujuannya adalah untuk belajar tentang kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan.
3)
Menjelaskan bahwa kader dan atau fasilitator akan banyak bertanya dan minta kesediaan masyarakat yang hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jujur.
4)
Menjelaskan bahwa kedatangan kader dan atau fasilitator bukan untuk memberikan bantuan dalam bentuk apapun (uang, semen dan lain-lain), melainkan untuk belajar.
b.
Pencairan suasana 1)
Pencairan suasana dilakukan untuk menciptakan suasana akrab antara fasilitator dan masyarakat sehingga masyarakat akan terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi di kampung tersebut.
2)
Pencairan suasana bisa dilakukan dengan permainan yang menghibur, mudah dilakukan oleh masyarakat, melibatkan banyak orang.
c.
Identifikasi istilah-istilah yang terkait dengan sanitasi 1)
Fasilitator dan/atau kader dapat memulai dengan pertanyaan, misalnya “Siapa yang melihat atau mencium bau kotoran manusia
pada hari ini?” “Siapa saja yang BAB di tempat terbuka pada hari ini?” 2)
Setelah itu sepakati bersama tentang penggunaan kata BAB dan kotoran manusia dengan bahasa setempat yang kasar, misalkan “berak” untuk BAB dan “tai” untuk kotoran manusia. Gunakanlah kata-kata ini selama proses analisis.
d.
Pemetaan sanitasi 1)
Melakukan pemetaan sanitasi yang merupakan pemetaan sederhana yang dilakukan oleh masyarakat untuk menentukan lokasi rumah, sumber daya yang tersedia dan permasalahan sanitasi yang terjadi, serta untuk memicu terjadinya diskusi dan dilakukan di ruangan terbuka yang cukup lapang.
2)
Menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lokasi (daun, batu, batang kayu, dan lain-lain) untuk membuat peta.
3)
Memulai pembuatan peta dengan membuat batas kampung, jalan desa, lokasi pemicuan, lokasi kebun, sawah, kali, lapangan, rumah penduduk (tandai mana yang punya dan yang tidak punya jamban, sarana cuci tangan, tempat pembuangan sampah, saluran limbah cair rumah tangga).
4)
Memberi tanda pada lokasi-lokasi biasanya digunakan untuk membuang tinja, sampah dan limbah cair rumah tangga. Selanjutnya membuat garis dari lokasi pembuangan ke rumah tangga.
5)
Melakukan diskusi tentang peta tersebut dengan cara meminta peserta untuk berdiri berkelompok sesuai dengan dusun/RT. Minta
mereka mendiskusikan dusun/RT mana yang paling kotor? Mana yang nomor 2 kotor dan seterusnya. Catat hasil diskusi di kertas dan bacakan. 6)
Memindahkan pemetaan lapangan tersebut kedalam kertas flipchat atau kertas manila karton, karena peta ini akan dipergunakan untuk memantau perkembangan perubahan perilaku masyarakat.
e.
Transect Walk (Penelusuran Wilayah) 1)
Mengajak anggota masyarakat untuk menelusuri desa sambil melakukan pengamatan, bertanya dan mendengar.
2)
Menandai lokasi pembuangan tinja, sampah dan limbah cair rumah tangga dan kunjungi rumah yang sudah memiliki fasilitas jamban, cuci tangan, tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan limbah cair.
3)
Penting sekali untuk berhenti di lokasi pembuangan tinja, sampah, limbah cair rumah tangga dan luangkan waktu di tempat itu untuk berdiskusi.
f.
Diskusi
1)
Alur kontaminasi a)
Menanyangkan
gambar-gambar
yang
menunjukkan
alur
kontaminasi penyakit. b)
Tanyakan: Apa yang terjadi jika lalat-lalat tersebut hinggap di makanan anda? Di piring anda? Di wajah dan bibir anak kita?
c)
Kemudian tanyakan: Jadi apa yang kita makan bersama makanan kita?
d)
Tanyakan: Bagaimana perasaan anda yang telah saling memakan kotorannya sebagai akibat dari BAB di sembarang tempat?
e)
Fasililator tidak boleh memberikan komentar apapun, biarkan mereka berfikir dan ingatkan kembali hal ini ketika membuat rangkuman pada akhir proses analisis.
2)
Simulasi air yang terkontaminasi a)
Siapkan 2 gelas air mineral yang utuh dan minta salah seorang anggota masyarakat untuk minum air tersebut. Lanjutkan ke yang lainnya, sampai mereka yakin bahwa air tersebut memang layak diminum.
b)
Minta 1 helai rambut kepada salah seorang peserta, kemudian tempelkan rambut tersebut ke tinja yang ada di sekitar kita, celupkan rambut ke air yang tadi diminum oleh peserta.
c)
Minta peserta yang minum air tadi untuk meminum kembali air yang telah diberi dicelup rambut bertinja.
d)
Minta juga peserta yang lain untuk meminumnya. Ajukan pertanyaan: Kenapa tidak yang ada berani minum?
e)
Tanyakan berapa jumlah kaki seekor lalat dan beritahu mereka bahwa lalat mempunyai 6 kaki yang berbulu. Tanyakan: Apakah lalat bisa mengangkut tinja lebih banyak dari rambut yang dicelupkan ke air tadi?
g.
Menyusun rencana program sanitasi
1)
Jika sudah ada masyarakat yang terpicu dan ingin berubah, dorong mereka untuk mengadakan pertemuan untuk membuat rencana aksi.
2)
Pada saat pemicuan, amati apakah ada orang-orang yang akan muncul menjadi Natural Leader.
3)
Mendorong orang-orang tersebut untuk menjadi pimpinan kelompok, memicu orang lain untuk mengubah perilaku.
4)
Tindak lanjut setelah pemicuan merupakan hal penting yang harus dilakukan, untuk menjamin keberlangsungan perubahan perilaku serta peningkatan kualitas fasilitas sanitasi yang terus menerus.
5)
Mendorong natural leader untuk bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana aksi dan perubahan perilaku terus berlanjut.
6)
Setelah tercapai status 100% (seratus persen) STBM (minimal pilar 1), masyarakat didorong untuk mendeklarasikannya, jika perlu memasang papan pengumuman.
7)
Untuk menjamin agar masyarakat tidak kembali ke perilaku semula, masyarakat perlu membuat aturan lokal, contohnya denda bagi anggota masyarakat yang masih BAB di tempat terbuka.
8)
Mendorong masyarakat untuk terus melakukan perubahan perilaku higiene dan sanitasi sampai tercapai Sanitasi Total. (Permenkes,2014)
2.2.
Evaluasi Program
2.2.1 Pengertian Evaluasi Program Evaluasi adalah penilaian secara keseluruhan keberhasilan suatu program kesehatan masyarakat yaitu dengan melihat dan memberi nilai keberhasilan program seutuhnya. Evaluasi merupakan bagian terpenting dari pelaksanaan suatu program kesehatan karena dengan adanya evaluasi diperoleh feed back dari program yang
dijalankan. Tanpa evaluasi terhadap sebuah program yang dijalankan, maka akan sulit mengetahui sejauh mana tujuan yang diinginkan tercapai. Menurut Perhimpunan Ahli Kesehatan Amerika, evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan serta mencakup hal – hal sebagai berikut : a.
Menetapkan atau memformulasikan apa yang akan di evaluasi
b. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan program yang akan dievaluasi c. Menentukan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan d. Melaksanakan evaluasi, mengolah, dan menganalisis data hasil evaluasi e. Menentukan keberhasilan program kerja yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang ditetapkan tersebut, serta memberikan penjelasannya. f. Menyusun rekomendasi atau saran – saran tindak lanjut terhadap program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut. (Prasetyawati, 2011 : 208-209) 2.2.2 Macam – Macam Evaluasi Dalam melakukan evaluasi ada dua macam evaluasi yaitu : a. Evaluasi formatif , dilakukan ketika program sedang berjalan dan biasanya digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan program. b. Evaluasi sumatif, dilakukan setelah semua program selesai dan dilakukan penilaian.
Dalam suatu program kesehatan masyarakat, evaluasi dilakukan terhadap tiga hal berikut : a. Evaluasi proses ditujukan terhadap pelaksanaan program yang menyangkut penggunaan sumber daya yang meliputi tenaga kerja, dana, dan fasilitas yang lain. b. Evaluasi hasil program ditujukan untuk menilai sejauh mana program tersebut berhasil. Misalnya meningkatnya cakupan imunisasi, meningkatnya cakupan jamban keluarga, dan lain sebagainya. c. Evaluasi dampak program ditujukan untuk menilai sejauh mana program itu mempunyai dampak terhadap peningkatan status kesehatan masyarakat. Dampak tercermin dari meningkat atau menurunnya indikator – indikator kesehatan masyarakat,
misalnya
meningkatnya
status
gizi
balita,
menurunnya angka kesakitan diare, dan lain sebagainya. 2.2.3 Pemantauan dan Evaluasi Penyelenggaraan STBM Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan STBM dilakukan untuk mengukur
perubahan
dalam
pencapaian
program
serta
mengidentifikasi
pembelajaran yang ada dalam pelaksanaannya, mulai pada tingkat komunitas masyarakat di desa/kelurahan. Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan STBM di setiap tingkat pemerintahan secara berjenjang dilakukan melalui sistem informasi pemantauan yang dilaksanakan dengan tahapan: 1.
Pengumpulan data dan informasi;
2.
Pengolahan dan analisis data dan informasi; dan
3.
Pelaporan dan pemberian umpan-balik.
Capaian Indikator Pemantauan dan Evaluasi: 1.
Desa/Kelurahan yang melaksanakan STBM
Indikator bahwa suatu Desa/Kelurahan dikatakan telah melaksanakan STBM adalah: a.
Minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam desa/kelurahan tersebut.
b.
Ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi intervensi STBM seperti disebutkan pada poin pertama, baik individu (Natural Leader) ataupun bentuk kelompok masyarakat.
c.
Sebagai respon dari aksi intervensi STBM, kelompok masyarakat menyusun suatu rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmen perubahan perilaku pilar STBM, yang telah disepakati bersama.
1.3
Puskesmas
2.3.1 Pengertian Puskesmas Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. (Permenkes No. 75 Tahun 2014) Puskesmas merupakan salah satu unit pelaksana pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care) yang dicanangkan oleh pemerintah dalam upaya
pengembangan
pelayanan
kesehatan
dasar.
Pembangunan
kesehatan
yang
diselenggarakan di Puskesmas adalah untuk mendukung terwujudnya kecamatan sehat yaitu dengan mewujudkan kehidupan masyarakat seperti hal berikut memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, hidup dalam lingkungan sehat; dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. 2.3.2 Prinsip Puskesmas Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi: 1.
Paradigma sehat yaitu Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
2.
Pertanggungjawaban
wilayah;
yaitu
Puskesmas
menggerakkan
dan
bertanggung jawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. 3.
Kemandirian masyarakat; yaitu Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
4.
Pemerataan; yaitu Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.
5.
Teknologi tepat guna; yaitu Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.
6.
Keterpaduan dan kesinambungan yaitu Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan yang didukung dengan manajemen Puskesmas
2.3.3 Fungsi Puskesmas Puskesmas sebagai ujung tombak upaya kesehatan dalam melaksanakan tugas penyelenggaraannya memiliki fungsi: a.
Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanyas 1)
Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
2)
Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;
3)
Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;
4)
Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;
5)
Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;
6)
Melaksanakan
peningkatan
kompetensi
sumber
daya
manusia
Puskesmas; 7)
Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
8)
Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan cakupan pelayanan kesehatan; dan
9)
Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.
b.
Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya. Yang berfungsi untuk: 1)
Pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara korehensif, berkesinambungan dan bermutu;
2)
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif;
3)
Menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
yang berorientasi
pada
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat; 4)
Menyelenggarakan pasien, petugas dan pengunjung;
5)
Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi;
6)
Melaksanakan rekam medis;
7)
Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses pelayanan kesehatan;
8)
Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
9)
Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
10)
Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem rujukan
c.
Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan tenaga kesehatan.