BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) kini telah menjadi
pembunuh utama di Indonesia, khususnya hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner. Menurut WHO, penyakit kardiovaskular merupakan 28% penyebab kematian di negara-negara Asia- Pasifik, dimana penyakit ini banyak menyerang golongan usia produktif, terutama di negara-negara berkembang sehingga berpotensi mengurangi GDP (Gross Domestic Product) dan menambah angka kemiskinan. Di Indonesia sendiri penyakit jantung merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas paling tinggi, hal tersebut seiiring dengan meningkatnya umur harapan hidup, adanya perubahan pola gaya hidup, makin tinggi paparan faktor risiko, dan adanya kondisi lingkungan yang merugikan kesehatan seperti pencemaran
udara
dan
rendahnya
kondisi
sosial
ekonomi
masyarakat.(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Di Amerika Serikat sejak tahun 1960 tingkat kematian penyakit jantung koroner (PJK) berdasarkan usia
sudah mengalami penurunan secara terus
menerus. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan angka kematiaan akibat PJK ini, termasuk pengontrolan yang baik akan faktor risiko yang menyebabkan penurunan insidensi PJK, ditambah lagi ada nya kemajuan dalam terapi yang dilakukan. Di tahun 2010, prevalensi terjadinya penyakit jantung koroner meningkat pada usia ,65 tahun (19,8%), diikuti dengan usia 45-64 tahun (7,1%), dan usia 18-44 tahun (1,2%). Prevalensi penyakit jantung koroner juga meningkat pada laki-laki (7,8%) dibandingkan dengan wanita (4,6%), tetapi akan terjadi peningkatan yang drastis pada wanita setelah menopause.(CDC, 2011). Kenyataan lain menunjukkan bahwa, di Inggris penyakit kardiovaskular membunuh satu dari dua penduduk dalam populasi, dan menyebabkan hampir sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998. Satu dari empat laki-laki dan satu dari lima perempuan meninggal setiap tahun karena PJK, yang mempersentasikan sekitar setengah kematian akibat penyakit kardiovaskular. Merupakan konsep
yang salah bahwa PJK jarang terjadi pada perempuan, faktanya tidak banyak perbedaan antara perempuan dibandingkan laki-laki dalam insiden penyakit ini dihitung berdasarkan harapan hidup yang lebih panjang. Meskipun PJK tetap merupakan penyebab utama kematian dini di inggris, tingkat kematian turun secara progresif selama 20 tahun terakhir. Penurunan ini terutama pada kelompok usia yang lebih muda, dimana, sebagai contoh, terdapat penurunan sebesar 33% pada laki-laki berusia 35-74 tahun dan penurunan sebesar 20% pada perempuan dengan kisaran usia serupa dalam 10 tahun terakhir.(Gray et al., 2005)
2.2.
Pengertian Menurut National Library of Medicine (NLM 2012) penyakit jantung
koroner (coronary heart diseases) merupakan suatu penyempitan dari pembuluh darah kecil yang menyuplai darah dan oksigen ke jantung. Penyakit jantung koroner juga disebut penyakit arteri koroner. Menurut
National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI 2011),
penyakit jantung koroner, disebut juga penyakit arteri koroner, yaitu suatu kondisi dimana terbentuknya plak pada bagian dalam arteri koronaria. Arteri ini menyuplai darah yang kaya akan oksigen untuk otot jantung. Penyakit jantung koroner (PJK) sendiri dapat diartikan sebagai penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteri koronaria. Penyempitan terbanyak dari penyempitan tersebut adalah arterosklerosis yang merupakan suatu kelainan yang terdiri atas fibrilipid dalam bentuk plak yang menonjol atau penebalan pada tunika intima dan pada bagian dalam tunika media. Proses arterosklerosis ini sudah dimulai pada masa kanak-kanak dan menjadi nyata secara klinik pada kehidupan dewasa. Lebih dari setengah insiden penyakit ini dapat diterangkan kejadiannya oleh hiperkolesterolemia, hipertensi, dan merokok. Terdapat beberapa faktor risiko lain yang juga berperan akan tetapi dalam derajat yang lebih kecil misalnya obesitas, dan aktiviitas fisik yang kurang. Pengendalian terhadap faktor risiko kardiovaskular dihubungkan dengan pencegahan PJK harus sudah dimulai sedini mungkin sebelum terjadi perubahan yang irreversibel pada dinding pembuluh darah. (Siregar dan Lubis, 2006).
2.3.
Patogenesis Arterosklerosis Lesi arteriosklerosis terutama terjadi pada lapisan paling dalam dinding
arteri yaitu lapisan intima. Lesi tersebut meliputi Fatty streak. Fibrous plaque, Advance (complicated) plaque. 1. Fatty streak Fatty streak yaitu lesi yang terdiri dari makropag dan sel otot polos yang mengandung lemak yaitu kolesterol dan kolesterol oleat yang berwarna kekuningan. Fatty streak mula-mula tampak pada dinding aorta yang jumlahnya semakin banyak pada usia 8-18 tahun dan baru nampak pada arteri koronaria pada usia 15 tahun. 2. Fibrous plaque Fibrous plaque merupakan kelanjutan dari fatty streak dimana terjadi proliferasi sel, penumpukan lemak lebih lanjut dan terbentuknya jaringan ikat serta bagian dalam yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris sebagai akibat dari proses nekrosis. Lesi yang semakin matang ini dapat tampak pada usia sekitar 25 tahun. Pada fase ini terjadi proliferasi otot polos dimana sel ini akan membentuk fibrous cap. Fibrous cap ini akan menutup timbunan lemak ekstraseluler dan sel debris. 3. Advance (complicated) lesion Pada lesi yang telah lanjut (advance) jaringan nekrosis yang merupakan inti dari lesi semakin membesar dan sering mengalami perkapuran (calcified), fibrous cap menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan mengalami ulserasi dan perdarahan serta terjadi thrombosis yang dapat menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah.(Joewono, 2003) Selain dari proses lesi arteriosklesrosis tersebut ada berbagai pendapat lain sehubungan dengan patogenesis terjadinya arteriosklerosis pada dinding pembuluh darah
koroner yaitu berawal dari sel-sel darah putih yang secara
normal terdapat dalam sistem peredaran darah. Sel-sel darah putih ini menembus lapisan dalam pembuluh darah dan mulai menyerap tetes-tetes lemak, terutama kolesterol. Ketika mati, sel-sel darah putih meninggalkan kolesterol dibagian
dasar
dinding arteri , karena tidak mampu “mencerna “ kolesterol yang
diserapnya itu. Akibatnya lapisan dibawah garis pelindung arteri berangsur-angsur mulai menebal dan jumlah sel otot meningkat, kemudian jaringan parut yang menutup bagian tersebut terpengaruh oleh skelrosis. Apabila jaringan parut itu pecah, sel-sel darah yang mulai beredar mulai melekat ke bagian dalam yang terpengaruh. Tahap berikutnya gumpalan darah dengan cepat terbentuk pada permukaan lapisan arteri yang robek. Kondisi ini dengan cepat mengakibatkan penyempitan dan penyumbatan arteri secara total. Apabila darah mengandung kolesterol secara berlebihan, ada kemungkinan kolesterol tersebut mengendap dalam arteri yang memasok darah kedalam jantung (arteri koroner). Akibat yang dapat terjadi ada bagian otot jantung (myocardium) yang mati dan selanjutnya akan diganti dengan jaringan parut. Jaringan parut ini tidak dapat berkontraksi seperti otot jantung. Hilangnya daya pompa jantung tergantung pada banyaknya otot jantung yang rusak. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya pasokan darah ke seluruh tubuh maupun ke otot-otot jantung itu sendiri.(Anies, 2006).
Gambar 2.1 Proses Aterosklerosis Sumber: http://medicastore.com/penyakit/137/Aterosklerosis_Atherosclerosis.html
2.4.
Manifestasi Klinis Manifestasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) bervariasi tergantung
pada derajat aliran darah koroner. Bila aliran koroner masih mencukupi kebutuhan jaringan tak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan normal, dimana arteri koroner tidak mengalami penyempitan atau spasme, peningkatan kebutuhan jaringan otot miokard dipenuhi oleh peningkatan aliran darah, sebab aliran darah koroner dapat ditingkatkan sampai 5 kali dibandingkan saat istirahat, yaitu dengan cara meningkatkan frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup seperti saat melakukan aktifitas fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan
aliran koroner mengusahakan agar pasokan maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang agar oksigenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu melakukan fungsinya secara optimal.(Rilantono et al., 2003) Seseorang kemungkinan mengalami serangan jantung, karena terjadi iskemia miokard atau kekurangan oksigen pada otot jantung, yaitu jika mengeluhkan adanya nyeri dada atau nyeri hebat diulu hati (epigastrium) yang bukan disebabkan oleh trauma, terjadi pada laki-laki berusia 35 tahun atau perempuan berusia < 40 tahun. Sindrom koroner akut ini biasanya berupa nyeri seperti tertekan benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas atau rasa seperti terbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri dirasakan dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yang menyebar keseluruh dada. Rasa nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung dan lengan kiri. Keluhan lain dapat berupa rasa nyeri atau tidak nyaman di ulu hati yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan. Sebagian kasus disertai mual dan muntah, disertai sesak nafas, banyak berkeringat, bahkan kesadaran menurun. Tiga bentuk penyakit jantung ini adalah serangan jantung ( infark miokardium), angina pektoris, serta gangguan irama jantung (aritmia).(Anies, 2006)
2.4.1. Angina Pektoris Istilah angina pektoris memiliki arti nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terdapat tiga varian utama angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak-stabil. 1. Angina pektoris tipikal atau stabil mengacu pada nyeri dada episodik saat pasien berolahraga atau mengalami bentuk stress lainnya. Angina pektoris stabil biasanya disebabkan oleh penyempitan aterosklerotik tetap (biasanya 75% atau lebih) satu atau lebih arteria koronaria. Nyeri biasanya mereda dengan istirahat (penuruna kebutuhan) atau dengan pemberian nitrogliserin (obat yang dapat meningkatkan aliran darah ke miokardium melalui vasodilatasi koroner) 2. Angina Prinzmetal atau varian mengacu pada angina yang terjadi saat istirahat atau, pada beberapa kasus membangunkan pasien dari tidurnya. Pemeriksaan
angiografik memperlihatkan bahwa angina prinzmetal berkaitan dengan spasme arteri koronaria. Walaupun biasanya terjadi didekat suatu plak arterisklerotik, spasme dapat mengenai pembuluh normal. 3. Angina pektoris tak-stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo, ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat. Serangan cenderung dipicu oleh olahraga yang semakin ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama daripada episode angina pektoris stabil. Angina tak-stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark. (Kumar et al., 2007).
2.4.2. Infark Miokardium Miokardium akut, yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian di negara industri. Infark miokardium ini meningkat secara progresif seumur hidup. Antara usia 45 dan 55, laki-laki memiliki kemungkinan terkena MI empat sampai lima kali dibandingkan perempuan. Namun untuk penyakit jantung koroner secara umum, risiko penyakit menjadi sama untuk kedua jenis kelamin setelah usia 80 tahun. (Kumar et all, 2007) Gejala utama serangan jantung berupa nyeri terus menerus pada dada, lengan dan rahang, yang berlangsung selama bebrapa menit sampai beberapa jam. Nyeri timbul secara mendadak dan sangat sakit sehingga kerja jantung menjadi tidak efisien, akibatnya pasokan darah ke otot jantung berkurang. Kondisi ini sangat berbahaya karena jantung hanya dapat berfungsi tanpa pasokan ini dalam waktu pendek, hanya sekitar 20 menit.(Anies, 2006)
2.4.3. Gangguan Irama Jantung Jantung memiliki pacemaker yang secara otomatis dan secara teratur mengeluarkan impuls. Impuls ini merangsang otot jantung untuk berkontraksi dengan irama teratur. Pembentukan impuls ini diakibatkan karena adanya perpindahan ion-ion positif seperti natrium, kalium atau kalsium masuk keluar
membrane sel otot jantung, membentuk apa yang disebut fase depolarisasi dan repolarisasi. Apabila terjadi gangguan suplai darah dan oksigen pada otot jantung akibat penyempitan arteri koroner, maka pacemaker dan jaringan konduksi jantung bisa terganggu sehingga timbul gangguan irama jantung. Banyak nama kedokteran untuk menyebutkan nama gangguan irama jantung ini, yang paling sering adalah ekstrasistol, kemudian atrial fibrilasi, atau blok, dan yang paling berbahaya adalah takikardi ventricular yang biasanya mengakibatkan kematian, karena pada takikardi ventricular, jantung hanya bergetar dan praktis tidak bisa memompa lagi. Adapun jenis gangguan irama nya, keluhan pasien biasanya sama, yaitu berdebar-debar dan napas pendek (tersengal-sengal). Gangguan irama dapat disebabkan oleh banyak hal yang bukan berasal dari jantung. Sebagai contoh: stress, menggunakan obat-obat golongan adrenergik seperti obat asma, obat kurus (penurunan berat badan) dan yang tidak kalah penting adalah ektasi. Beberapa jenis jamu, kopi, teh, dan minuman sehat yang mengandung kafein juga menyebabkan gangguan irama pada orang yang sensitive. Jadi, untuk mengetahui debaran yang dialami apakah disebabkan oleh PJK atau bukan, pertama-tama semua faktor pencetus jantung berdebar harus dihindari, apabila masih berdebar barulah berkonsultasi ke dokter ahli jantung. (Kabo, 2008)
2.5.
Faktor risiko Penyakit Jantung Koroner merupakan suatu penyakit jantung yang
menyangkut gangguan dari pembulu darah koroner yang dalam mengenal dan menanganinya membutuhkan perhatian
serta pengenalan dari berbagai faktor
risiko yang ada pada penderita serta tindakan yang segera dapat diambil terhadap penderita tersebut dalam waktu yang singkat agar tidak terjadi komplikasi yang dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.(Djohan, 2004) Dari hasil epidemiologi lebih kurang 30 tahun yang lalu diketahui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan merangsang terbentuknya arterosklerosis. Faktor-faktor ini disebut faktor risiko. Faktor risiko ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang
penting yang dapat dimodifikasi adalah: merokok, hiperkolesterolemia dan hiperlipoproteinemia, hipertensi, diabetes mellitus, dan kegemukan (obesitas). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia (laki-laki ≥ 45 tahun; perempuan ≥ 55 tahun atau menopause premature tanpa terapi penggantian esterogen (Price, Wilson, 2005)), jenis kelamin (pria), riwayat keluarga dengan penyakit aterosklerosis.(Rilantono et al., 2003)
2.5.1. Merokok Merokok merupakan salah satu penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling mencolok selain dari pola makan yang salah. Kebiasaan merokok dikalangan penduduk pria jumlahnya 52,9%, sedangkan wanita 3,9%. Bahkan penelitian yang dilakukan di tujuh sekolah di Jakarta menunjukkan bahwa anak pria sudah merokok sejak usia 10 tahun. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2004, kebiasaan merokok pada remaja usia 15-19 tahun telah meningkat sebanyak 2%, pada tahun 2001 dan 2003, menjadi 60%. Padahal merokok merupakan faktor primer penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah. Berbagai hasil penelitian telah membuktikan bahwa pecandu rokok memiliki faktor dominan terkena penyakit kanker dan serangan jantung. Bahan dalam asap rokok yang membahayakan kesehatan jantung adalah nikotin dan CO(karbon). Setiap batang rokok yang dibakar akan menghasilkan 3-6% karbonmonoksida dan sekitar 0,5 mg nikotin. Kadar CO dalam darah seorang perokok bisa mencapai 5%. Keadaan ini akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Akibatnya, perokok memiliki risiko 3 kali lebih besar tekena penyakit jantung dibandingkan dengan yang bukan perokok. Kenyataan membuktikan bahwa rokok dapat menyebabkan kematian dua kali lebih sering bagi mereka yang sebelumnya pernah terkena serangan jantung. (Djohan, 2004) Jumlah rokok yang dihisap dapat dihitung dalam satuan batang, bungkus atau pak per harinya. Jenis perokok sendiri dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu: 1. Perokok ringan yaitu apabila menghisap rokok kurang dari 10 batang per hari. 2. Perokok sedang yaitu apabila menghisap rokok 10-20 batang per hari
3. Perokok berat yaitu apabila menghisap rokok lebih dari 20 batang per hari ( Bustan, 2000 dalam Jode, 2011) Menurut penelitian, pengurangan jumlah batang rokok bagi pecandu rokok berat sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dan hanya melakukan pengurangan risiko sedikit sekali terhadap bahan beracun berbahaya tembakau. Hal ini disebabkan si perokok berat agaknya menghirup lebih sering dan lebih dalam dari setiap batang yang mereka hisap, mencoba untuk mendapatkan nikotin sejumlah tubuh mereka bisa dapatkan. Untuk itu penting sekali, bagi para pecandu rokok, menyadari bahwa mengurangi jumlah batang rokok yang diisap setiap harinya tidak akan secara otomatis meningkatkan kodisi kesehatan tubuh (Sudjaswadi, 2008). Sedangkan jika berhenti merokok penurunan risiko PJK akan berkurang 50% pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti yang tidak merokok setelah behenti merokok 10 tahun.
2.5.2. Hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor risiko utama PJK disamping hipertensi dan merokok. Kadar kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya risiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah: a. Kolesterol Total Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah (200mg/dl, bila > mg/dl berarti risiko untuk terjadinya PJK meningkat.
Tabel 2.1. kadar kolesterol total Kadar kolesterol total Normal
Agak tinggi
< 200 mg/dl
200-239 mg/dl
Tinggi ≥ 240 mg/dl
b. LDL Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) control merupakan jenis kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol): karena kadar LDL yang meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadal LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui risiko PJK dari pada kolesterol total. (NCEP mengajukan panduan pengobatan pada tahun 1993 (Adult treatment Panel II [ATP II]) yang menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner (Price dan Wilson,2005)
Tabel 2.2. Kadar LDL Kolesterol Kadar LDL kolesterol Normal
Agak tinggi (pertengahan)
Tinggi
<130 mg/Dl
130-159 mg/dL
≥160 mg/dL
c. HDL Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol): karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk dibuang sehingga mencegah penebalan
dinding
pembuluh
darah
atau
mencegah
terjadinya
proses
aterosklerosis.
Tabel 2.3. kadar HDL Kolesterol Kadar HDL Kolesterol Normal
Agak
Tinggi Tinggi
(pertengahan) < 45 mg/dl
35-45 mg/dl
>35 mg/dl
Jadi , makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok. d. Rasio Kolesterol Total : HDL Kolesterol
Rasio kolesterol total : HDL kolesterol sebaiknya (4,5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan). Semakin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol semakin meningkat pula risiko PJK.
e. Kadar Trigliserida Trigliserida didalam yang terdiri dari tiga jenis lemak yaitu lemak jenuh, lemak tidak tunggal dan lemak jenuh ganda. Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko untuk terjadinya PJK.
Tabel 2.4. Kadar Trigliserida Kadar Trigliserid Normal
Agak tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
<150 mg/dl
150-250 mg/dl
250-500 mg/dl
> 500mg/dl
Kadar trigliserida perlu diperiksa pada keadaan sbb: bila kadar kolesterol > 200 mg/dl, PJK, ada keluarga menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar trigliserida yang tinggi, ada penyakit DM & pancreas. ( Djohan, 2004)
2.5.3. Hipertensi Di
Indonesia
belum
ada
penelitian
nasional
multisenter
yang
menggambarkan preevalensi secara tepat. Boedhi Darmojo dalam tulisannya yang dikumpulkan dari berbagai penelitian melaporkan bahwa 1,8-28,6% penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah pasien hipertensi. Pada umumnya prevalensi hipertensi berkisar antara 8,6-10%. Terlihat adanya kecenderungan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan, seperti pada penelitian Susalit E laporan yang mendapatkan angka 14,2% pada masyarakat di pinggiran kota Jakarta. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.(Yusuf, 2008)
Table 2.5. Klasifikasi Tekan Darah untuk Dewasa berdasarkan JNC-7 2003 Klasifikasi tekanan darah
TDS(mmHg)
TDD(mmHg)
Normal
<120
dan <80
Prehipertensi
120-139
atau 80-89
Hipertensi derajat 1
140-159
atau 90-99
Hipertensi derajat 2
≥ 160
atau 100
Risiko PJK secara langsung berhubungan dengan tekanan darah: untuk setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg risiko PJK berkurang sekitar 16%. (Houn et al.,2005). Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung berat dan lamanya hipertensi. Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner yang dapat menyebabkan angina pektoris. Penelitian Framingham menunjukkan penderita hipertensi yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar daripada penderita yang normotensi dengan miokard infark. (Djohan, 2004)
2.5.4
OBESITAS Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan
akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adipose sehingga dapat mengganggu kesehatan. Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik atau syndrome resistensi insulin. Pengukuran kadar lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai penggantinya dipakai Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk menentukan berat badan lebih atau obesitas pada orang dewasa. Mortalitas yang berkaitan denagan obesitas, terutama obesitas sentral, sangat erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolic merupakan suatu wkelompok kelainan metabolic yang selain obesitas meliputi,
resistensi insulin, gangguan toleransi-glukosa, abnormalitas trigliserida, difungsi endotel, dan hipertensi yang kesemuanya secara sendiri-sendiri atau bersam-sama merupakan faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis dengan manifestasi penyakit jantung koroner (PJK) dan/ stroke.(Sudoyo et al., 2006)
Tabel 2.6. Klasifikasi IMT (WHO dalam The Asia –Pacific Perspective;2000). Klasifikasi IMT
Kg/m2
BB kurang (underweight)
<18,5
Normal
18,5-23,9
BB lebih (overweight)
≥23
Obesitas, kelas I
23-24,9
Obesitas, kelas II
25,0-29,9
Obesitas ekstrim, kelas III
≥30
2.5.5. Diabetes Melitus Penderita diabetes menderita PJK yang lebih berat, lebih progresif, lebih kompleks dan lebih difus dibandingkan kelompok kontrol dengan usia yang sesuai. Secara umum, penyakit jantung koroner terjadi pada usia lebih muda pada penderita diabetes dibandingkan pada penderita nondiabetik. Pada diabetes tergantung insulin (IDDM), penyakit koroner dini dapat dideteksi pada studi populasi sejak dekade keempat, dan pada usia 55 tahun hingga sepertiga pasien meninggal karena komplikasi PJK; adanya mikroalbuminemia atau nefropati diabetic meningkatkan risiko PJK secara bermakna. Risiko terjadinya PJK pada pasien NIDDM adalah dua hingga empat kali lebih tinggi daripada populasi umum dan tampaknya tidak terkait dengan derajat keparahan atau durasi diabetes, mungkin karena adanya resistensi insulin dapat mendahului onset gejala klinis 15-25 tahun sebelumnya.(Huon, Keith, John, dkk,2004). Penelitian lain menunjukkan laki-laki yang menderita DM risiko PJK 50% lebih tinggi daripada orang normal, sedangkan pada perempuan risikonya menjadi 2x lipat.(Djohan,2004)
Diabetes mskipun merupakan faktor risiko independen untuk PJK, juga berkaitan dengan adanya abnormalitas dengan metabolism lipid, obesitas, hipertensi sistemik, dan peningkatan trombogenesis (peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan kadar fibrinogen). Hasil CABG jangka panjang tidak terlalu baik pada penderita diabetes, dan pasien diabetik memiliki peningkatan mortalitas dini serta risiko stenosis berulang pasca angioplasti koroner.(Gray et al, 2004)
2.5.6. Jenis Kelamin dan Hormon Seks Morbiditas akibat PJK pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidensi pada laki-laki. Perokok mengalami menopause lebih dini daripada bukan perokok.(Gray et al., 2005) Di Amerika serikat gejala PJK umur 60 tahun didapatkan pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini menunjukkan risiko PJK lebih tinggi daripada perempuan.(Djohan, 2004) Gejala PJK pada perempuan dapat atipikal: hal ini, bersama dengan bias jender, kesulitan dalam interpretasi pemeriksaan standart (misalnya tes latihan treadmil) menyebabkan perempuan lebih jarang diperiksa dibandingkan laki-laki. Selain itu, manfaat prosedur revaskularisasi lebih menguntungkan pada laki-laki dan berhubungan dengan tingkat komplikasi periopratif yang lebih tinggi pada perempuan. Penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan risiko PJK sekitar tiga kali lipat tetapi beberapa bukti menunjukkan bahwa risiko preparat generasi ketiga terbaru lebih rendah. Terdapat hubungan sinergis antara pengguna kontrasepsi oral dan merokok, dengan risiko relatif infark miokard lebih dari 20:1. (Gray et al, 2005)
2.5.7. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga PJK pada keluarga yang langsung berhubungan darah yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor independen untuk terjadinya
PJK, dengan rasio odd dua hingga empat kali lebih besar daripada populasi kontrol. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat. (Gray et al., 2005) Riwayat penyaki jantung koroner dalam keluarga (yaitu, saudara laki-laki atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya arterosklerosis prematur. Keturunan dari seseorang penderita penyakit jantung koroner prematur diketahui menyebabkan perubahan dalam penanda arterosklerosis awal, misal reaktivitas arteria brakialis dan peningkatan tunika intima arteria karotis dan penebalan tunika media. Adanya hipertensi, seperti peningkatan homosistein dan peningkatan lipid, ditemukan pada individu tersebut. Penelitian yang telah dilakukan mengesankan bahwa adanya riwayat dalam keluarga mencerminkan suatu predisposisi genetik terhadap disfungsi endotel dalam arteria koronaria.(Price dan Wilson,2005)
2.5.8. Alkohol Menurut Levintha (1996), istilah ketergantungan terhadap alkohol merupakan suatu istilah yang digunakan oleh para professional. Namun , secara umum ketergantungan terhadap alkohol lebih dikenal sebagai alkoholisme. Alkoholisme adalah kondisi dimana konsumsi alkohol telah menimbulkan masalah besar area psikologi, fisik, sosial, dan pekerjaan yang ditandai dengan kecenderungan untuk meminum lebih dari pada yang direncanakan, kegagalan usaha untuk menghentikan minum-minuman keras dan terus meminum-minuman keras
walaupun
dengan
konsekuensi
social
dan
pekerjaan
yang
merugikan.(Hawari, 2004 dalam widodo, 2007) Penggunaan alkohol secara berlebihan dan dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan berbagai masalah serius. Antar lain adalah kemunduran psikologis dan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yaitu, malnutrisi, kanker hati (cirrbosis), kerusakan pada kelenjar endokrin dan pancreas, gagal jantung, hipertensi, stroke, penyumbatan pembuluh darah, bahkan memusnakan sel-sel otak.(prabowon dan Riyanti, 1998 dalam widodo, 2007)
Meskipun ada satu dasar teori mengenai efek protektor alkohol dosis rendah hingga moderat, hal ini masih kontroversial. Alkohol dalam dosis rendah dapat meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, namun tidak semua literature mendukung konsep ini. Peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hiperetnsi sistemik, dan kardiomiopati dilatasi.(Gray et al., 2005)
2.5.9. Usia Semua
bentuk
penyakit
kardiovaskular
meningkat
frekuensinya
berhubungan dengan usia, bahkan faktor risiko kardiovaskular ini belum banyak diketahui, menunjukkan bahwa proses penuaan dapat mengubah fungsi vaskuler. Dalam beberapa studio relaksasi endothelium-dependent oleh asetilkolin menurun karena proses penuaan. Pada manusia, peningkatan aliran darah koroner disebabkan oleh infuse asetilkolin akan menurun seiring usia. (Sargowo, 2003) Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause (45-0 tahun) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi daripada laki-laki.(Djohan, 2004)
2.6.
Diagnosis PJK Prof .Dr.dr.Idris,SpJP.FESC. Untuk memberikan pengobatan seorang
dokter harus mngetahui dulu penyakit/diagnosis pasiennya yaitu dengan cara mengumpulkan sebanyak mungkin keterangan baik subjektif maupun objektif untuk kemudian mengambil kesimpulan. Pengumpulan keterangan dilakukan melalui anamnesa (wawancara), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dengan menggunakan alat .
Anamnesis/wawancara -
Keluhan yang dirasakan si pasien Penyakit ini timbul dengan keluhan dada seperti diikat atau nyeri seperti ditekan di bagian tengah dada yaitu angina atau infark miokard. Yang lebih jarang, keluhan yang timbul adalah aritmia atau gangguan konduksi, atau gagal jantung. (Rubenstein et al., 2005).
-
Faktor risiko PJK
Pemeriksaan fisik -
Dengan menggunakan stetoskop
Pemeriksaan penunjang Tergantung kebutuhannya, bergam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis PJK dan menentukan derajatnya. Dari yang sederhana sampai yang invasive sifatnya. -
Elektrokardiogram (EKG)
-
Foto rontgen dada
-
Pemeriksaan laboratorium (kadar kolesterol dan kenaikan enzim jantung)
Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan, biasanya dokter jantung/kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan: -
Treadmill
-
Kateterisasi jantung “Gold Standard” untuk PJK, karena dapat terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arteri koroner, apakah ringan ,sedang, atau berat bahkan total. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatan lengan atau melalui pembuluh darah dilengan bawah. Kateter didorong dengan tuntunan alat rontgen langsung ke muara pembulu koroner, setelah tepat dilubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi pembulu koroner. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau malah mungkin tidak ada penyumbatan.
2.7.
Penatalaksanaan Atas dasar hasil kateterisasi jantung yang dilakukan akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. -
Obat-obatan (aspirin, penyekat
, antagonis kalsium, nikorandil dan
terapi penurun lipid) dan melakukan pencegahan serta pengendalian faktor risiko (merokok, diet dan penurunan berat badan, olahraga serta gaya hidup).( Gray et al., 2005) -
Balonisasi
-
Pemasangan stent, semacam penyangga seperti cincin untuk mencegah kembalinya penyempitan, ataupun
-
Coronary Artery Bypass Graft (CABG). (Arief, 2007)