BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Ikan merupakan biota akuatik yang bersifat mobil atau nekton yang hidup di perairan baik sungai, danau, ataupun di lautan. Hewan ini sudah lama menjadi salah satu sumber daya pangan yang dimanfaatkan oleh manusia karena mempunyai nilai ekonomis yang besar. Dengan sifatnya yang mobil, dalam batas tertentu ikan dapat memilih bagian perairan yang layak bagi kehidupannya (Fachrul, 2007). Menurut Lalli dan Parson (1993) dalam Wahyuningsih dan Barus (2006), ikan dibagi menjadi tiga kelas utama berdasarkan taksonominya yaitu : a. Kelas Agnatha, meliputi ikan primitif seperti Lamprey, berumur 550 juta tahun yang lalu dan sekarang tinggal 50 spesies. Karakteristik ikan ini tidak memiliki sirip-sirip yang berpasangan tetapi memiliki satu atau dua sirip punggung dan satu sirip ekor. b. Kelas Chondroichthyes, memiliki karakteristik adanya tulang rawan dan tidak mempunyai sisik, termasuk kelas primitif umur 450 juta tahun yang lalu dan sekarang tinggal 300 spesies. Misalnya ikan pari dan ikan hiu. c. Kelas Osteichthyes, meliputi ikan teleostei yang merupakan ikan tulang sejati, merupakan kelompok terbesar jumlahnya dari seluruh ikan yaitu melebihi 20.000 spesies dan ditemukan pada 300 juta tahun lalu. Selain berdasarkan taksonominya ikan dapat dikelompokkan melalui pola makannya. Menurut Kottelat et al., (1993), pola makan ikan dibagi atas tujuh kelompok yaitu: a. Herbivora A (endogenus) : memakan bahan tumbuhan yang hidup di air atau di dalam lumpur seperti alga, hifa jamur, dan alga biru. b. Herbivora B (eksogenus) : memakan bahan makanan dari tumbuhan yang jatuh ke dalam air seperti buah-buahan, biji-bijian, dan daun. c. Predator 1 (endogenus) : memakan binatang-binatang air kecil seperti nematoda, rotifera,endapan plankton dan invertebrata lainnya berupa detritus di dalam lumpur atau air. d. Predator 2 (endogenus) : memakan larva serangga atau binatang air kecil lain.
Universitas Sumatera Utara
e. Predator 3 : memakan binatang air yang lebih besar seperti udang, siput, dan kepiting kecil, umumnya di dekat dasar air. f. Predator 4 : memakan ikan lainnya. g. Omnivora : memakan bahan makanan yang berasal dari binatang dan tumbuhan.
2.1.1 Biologi Ikan Ikan termasuk hewan berdarah dingin, ciri khasnya adalah mempunyai tulang belakang, insang dan sirip, dan terutama ikan sangat bergantung atas air sebagai medium dimana tempat mereka tinggal dan hidup serta berkembang. Ikan memiliki kemampuan di dalam air untuk bergerak dengan menggunakan sirip untuk menjaga keseimbangan tubuhnya sehingga tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh arah angin (Burhanuddin, 2008). Untuk mengatur keseimbangan, tubuh ikan memiliki alat yang disebut sebagai gurat sisik atau yang disebut garis lateral (lateral line). Selain itu ikan mempunyai gelembung udara yang berfungsi sebagai alat mengapung, melayang dan membenamkan diri pada dasar perairan (Fachrul, 2007). Ikan
memiliki
variasi
warna
menurut
spesies,
jenis
kelamin,
perkembangan masa birahi, atau sebagai bentuk penyamaran. Warna tersebut dapat berubah bila terjadi gangguan kesehatan. Ikan juga merupakan hewan yang memiliki sisik. Sisik dijumpai baik pada ikan bertulang rawan maupun bertulang keras. Sisik dapat dengan mudah terlepas dari kulit tanpa menyebabkan stress yang berlebihan. Sisik juga dapat menjadi petunjuk usia ikan. Sisik pada ikan berdasarkan ciri-ciri morfologi dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu sisik plakoid, kosmoid, stenoid, ganoid, dan sikloid (Irianto, 2005) Menurut Wibisono (2005), pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di perairan. Penentuan ukuran ikan juga diperlukan untuk mengetahui status kesehatan dan pertumbuhan ikan. Panjang total ikan yaitu ukuran panjang maksimum ikan dari ujung anterior pada keadaan mulut terkatup dan sirip ekor terkatup. Pada
Universitas Sumatera Utara
ikan-ikan laut ukuran yang biasa digunakan yaitu panjang porok yaitu ukuran panjang dari ujung anterior pada kondisi mulut terkatup hingga ujung ekor pada bagian cekung sirip ekor terendah. Ukuran standar yaitu ukuran panjang dari ujung anterior pada keadaan mulut terkatup hingga pangkal sirip ekor. Lingkaran tubuh dapat diukur menggunakan pengukur kain atau menggunakan benang yang dilingkarkan ke tubuh selanjutnya ditera dengan penggaris atau meteran biasa. Pengukuran lingkaran tubuh sangat penting untuk melihat status atau kondisi relatif dari ikan yang hidup diperairan tersebut (Irianto, 2005). Pemahaman tentang biologi ikan sangatlah penting dimulai dengan pengetahuan yang baik tentang perkembangan awal daur hidup ikan, baik ekologi maupun kehidupannya. Pentingnya aspek ini karena mempunyai keterkaitan dengan fluktuasi ikan, bahkan kelangsungan hidup dari spesies itu sendiri. Seperti diketahui pada tahap awal daur hidup ikan mempunyai mortalitas yang tinggi karena kepekaan terhadap predator, ketersediaan makanan, dan juga perubahan lingkungan yang terjadi di alam (critical period). Dengan terganggunya tahaptahap awal dari kehidupan ikan maka hal ini memberi dampak negatif bagi populasi ikan (Anwar, 2008). Cara pencuplikan ikan dan hewan yang aktif lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan alat penangkap ikan yang biasa digunakan oleh nelayan. Alat yang dapat digunakan adalah jala tebar, jaring ingsang dengan berbagai ukuran, bubu, dan dengan shock fishing dengan listrik. Untuk menangkap ikan juga dapat dilakukan dengan daya tarik cahaya seperti yang digunakan nelayan (Suin, 2002). Keanekaragaman dan kelimpahan ikan ditentukan oleh karakteristik habitat perairan. Karakteristik habitat di sungai sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran tersebut ditentukan oleh perbedaan kemiringan sungai, keberadaan hutan atau tumbuhan di sepanjang daerah aliran sungai yang akan berasosiasi dengan keberadaan hewan-hewan penghuninya (Ross 1997 dalam Yustina, 2001).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Habitat Ikan Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukkan ke dalam filum Chordata yang hidup dan berkembang di dalam air dengan menggunakan insang. Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai anggota tubuh berupa sirip untuk menjaga keseimbangan dalam air sehingga ia tidak tergantung pada arus atau gerakan air yang disebabkan oleh angin (Sumich (1992). Ikan dapat hidup di segala perairan mulai dari yang air tawar sampai air asin. Beberapa habitat ikan menurut Kottelat et al., (1993) yaitu: a. Jeram atau sungai-sungai kecil di gunung yang memiliki ciri khas yaitu adanya gesekan keras yang terus-menerus antara air dan batu-batu besar dan hanya sedikit tumbuh-tumbuhan yang hidup. Banyak ikan yang hidup di lingkungan seperti ini memiliki adaptasi berbentuk pelekat untuk menempel pada batu supaya tidak terhanyut. b. Sungai dan muara merupakan habitat yang airnya tidak jernih sepanjang waktu karena selalu ada tanah yang terhanyut. Banyak ikan yang menempati merupakan ikan yang memiliki sungut unutk membantu meraba makanan dan arah gerakannya. Semakin ke muara komunitas ikan semakin besar dan ditempati oleh suku yang umumnya ada di laut seperti Hemiramphidae, Eleotrididae, Gobiidae, Percoidei dan Tetraodontidae, walaupun sebelumnya beberapa jenis hanya ada di air tawar saja. c. Danau dapat berupa sungai yang dalam dan lebar dimana airnya bergerak sangat lambat. Ikan yang hidup pada umumnya yang perenang cepat yang hidup di perairan terbuka, penghuni dasar perairan, dan ikan yang hidup di antara vegetasi. d. Rawa-rawa dan kanal merupakan perairan yang airnya dangkal, tenang, dan dapat panas pada saat musim kemarau dan ikan yang hidup tergatung pada kemampuan ikan untuk bertahan hidup. Habitat air asin atau air laut terdiri dari 3 lapisan yaitu: a. Permukaan laut pada waktu air surut sampai kedalaman 100 meter yang disebut epipelagik.
Sampai
kedalaman
100
meter
itu
masih
ada fotosintesis oleh flora laut, dan dihuni oleh ikan-ikan eufotik.
Universitas Sumatera Utara
b. Kedalaman 100 m sampai 2000 m dan disebut mesopelagik, dihuni oleh ikanikan bentik. Ikan-ikan mesopelagik cenderung berwarna abu-abu keperakan atau hitam kelam. Sebaliknya, invertebrata mesopelagik berwarna ungu atau merah cerah. c. Kedalaman 2000 m sampai 4000 m disebut batial pelagik, dihuni oleh ikanikan batial. Organisme yang hidup di zona ini tidak berwarna atau berwarna putih kotor dan tampak tidak berpigmen khususnya hewan-hewan bentik. Tetapi
ikan
penghuni
zona
ini
berwarna
hitam
kelam
(https://wordbiology.wordpress.com)
2.2 Ekosistem Sungai Ekosistem air yang menutupi bagian terbesar dari permukaan bumi dibagi menjadi air tawar, air laut dan air payau. Ekosistem air di daratan dibagi menjadi dua jenis yaitu air diam seperti misalnya kolam, danau dan waduk, serta air yang mengalir seperti sungai (Barus, 2004). Lingkungan perairan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan perbedaan fisik dan kimia, yaitu: lingkungan perairan tawar dan lingkungan perairan laut. Perairan air tawar dibagi menjadi dua macam, yaitu: perairan tenang seperti danau, waduk dan kolam, perairan mengalir, misalnya sungai, selokan, dan parit. Pada habitat lotic ada dua zona , yaitu zona air deras dan zona kedung atau zona tenang. Sedangkan pada perairan tenang atau lentic pada umunya terdapat tiga zona utama, yaitu: zona litoral, zona limnetik dan zona profundal (Hariyanto et al., 2008). Sungai merupakan suatu perairan terbuka yang memiliki arus, perbedaan gradien lingkungan, serta masih dipengaruhi daratan. Sungai memiliki beberapa ciri antara lain: memiliki arus, resident time (waktu tinggal air), organisme yang ada memiliki adaptasi biota khusus, substrat umumnya berupa batuan, kerikil, pasir dan lumpur, tidak terdapat stratifikasi suhu dan oksigen, serta sangat mudah mengalami pencemaran dan mudah pula menghilangkannya (Odum, 1996). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai, defenisi sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran
Universitas Sumatera Utara
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (Rahmawati, 2011). Secara alami, fungsi sungai adalah sebagai penyalur masa hujan yang jatuh di daratan dan mengalir ke laut berdasarkan prinsip garvitasi. Karenanya, bila alur alirannya terganggu (tersumbat), masa airnya akan meluap dan akibatnya akan terjadi banjir. Keadaan sungai di daerah hulu yang terletak di dataran tinggi merupakan daerah rawan erosi dan keadaan sungai di daerah hilir yang terletak di dataran rendah merupakan daerah rawan deposisi, sehingga antara kedua daerah tersebut (hulu dan hilir) keadaan perairannya, terutama kualitas airnya berbeda sekali (Payne, 1986 dalam Gonawi, 2009).
2.3 Faktor Fisik Kimia Perairan Air sungai memiliki beberapa sifat fisik kimia yang pengaruhnya sangat besar terhadap kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Menurut Kristanto (2002), sifat-sifat fisik kimia air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah nilai pH, suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, warna dan kekeruhan, jumlah padatan, kecepatan arus sungai, dan nitrat. Menurut Prianto et al., (2010), beberapa parameter diperairan kadangkala menjadi faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan perkembangan sumberdaya perikanan. Sebagai contoh oksigen dapat dijadikan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan ikan. Jika diperairan terdapat ikan dalam jumlah yang besar sedangkan konsentrasi oksigen terbatas maka sebagian ikan akan mengalami kematian dan hanya ikan yang mampu beradaptasi yang dapat hidup.
2.3.1 Suhu Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur (Barus, 2004). Suhu sangat berpengaruh terhadap keberadaan dan aktivitas organisme, sebab pada umumnya organisme memiliki kisaran suhu tertentu supaya dapat melakukan aktivitas optimalnya (Hariyanto et al, 2008). Suhu juga
Universitas Sumatera Utara
akan menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Taqwa, 2010). Menurut hukum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 100C akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Peningkatan temperatur di perairan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua organisme air. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara di lain pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air akan berkurang. Hal ini dapat menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi. Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari pertukaran panas antara air dengan udar sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Barus, 2004).
2.3.2 Arus Menurut Odum (1996), arus air merupakan ciri utama dari jenis perairan mengalir. Kecepatan arus dapat bervariasi sangat besar, di tempat yang berbeda dari suatu aliran yang sama (membujur atau melintang dari poros arah aliran) dan dari waktu ke waktu dan merupakan faktor berharga yang patut dipertimbangkan untuk dapat diukur, kecepatan arus di sungai ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman, dan kelebaran dasarnya. Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisma, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut. Arus terutama berfungsi dalam pengangkutan energi panas dan substansi yang terdapat di dalam air (Barus, 2004). Menurut Payne (1986) dalam Gonawi (2009), arus tergantung pada alur sungai, lokasi arus tercepat dapat berada di tengah atau pinggiran sungai. Pada alur sungai yang lurus, arus yang tercepat berada di tengah sungai. Hal ini adalah
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan hukum fisika mengenai gesekan (friction) yaitu daerah yang terbebas dari gesekan adalah daerah yang tercepat arusnya. Pada alur sungai yang berkelok (meander), bagian yang tercepat arusnya adalah di pinggir bagian luar sungai.
2.3.3 Kedalaman Sungai Kedalaman merupakan salah satu parameter fisika, dimana semakin dalam perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyak air yang masuk kedalam suatu sistem perairan (Lumban Batu, 1983).
2.3.4 Penetrasi Cahaya Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini dapat
diidentikkan
dengan
kedalaman
air
yang memungkinkan
masih
berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai fotosintesis ini sangat diperngaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan (Suin, 2002). Kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keseimbangan. Dapat juga diartikan bahwa pada titik kompensasi cahaya ini, konsentrasi karbondioksida dan oksigen berada dalam keadaan relatif konstan (Barus, 2004). Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan
ukuran
transparasi
yang
ditentukan
secara
visual
dengan
menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan saat cuaca cerah (Rojaul, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5 Intensitas Cahaya Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air, intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari juga dipengaruhi oleh substrat dan benda lain di dalam air, misalnya plankton yang terlarut di dalam air. Vegetasi yang ada di sepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi cahaya matahari (Barus, 2004).
2.3.6. DO (Dissolved Oxygen) Sumber oksigen terlarut dalam air adalah udara melalui difusi dan agitasi air, fotosintesis dan makhluk hidup yang terdapat dalam air tersebut.Fotosintesis dipengaruhi oleh densitas tanaman atau mahkluk hidup yang berfotosintesis dan lamanya penyinaran.Dalam air terdapat perbedaan kandungan oksigen karena adanya perbedaan kecepatan fotosintesis siang dan malam. Sedangkan pengurangan oksigen terlarut dapat dipengaruhi oleh respirasi organisme, penguraian zat organik oleh mikroorganisme, banyaknya oksigen yang dipakai mikroorganisme dan untuk oksidasi senyawa organik dalam air dapat diketahui dengan BOD (Biochemical Oxygen Demand), reduksi oleh gas lain, pelepasan oksigen terlarut secara otomatis yang dipengaruhi suhu dan derajat kejenuhan dan adanya zat besi maka oksigen akan dipakai untuk oksidasi (Hariyanto et al, 2008). Menurut Rojaul (2009), Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut yaitu jumlah mg/l gas oksigen yang telarut di dalam air. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, maka kadar oksigen terlarut juga akan semakin kecil. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu 25º C. Kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter.
Universitas Sumatera Utara
2.3.7 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) Kebutuhan oksigen biologi suatu badan air adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat didalamnya untuk bernafas selama 5 hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh air dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air yang telah disimpan selama 5 hari. Selama dalam penyimpanan itu, harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis, dan selama 5 hari itu semua organisme yang berada dalam air itu bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam air tersebut. Dengan demikian oksigen terlarut dalam air akan menurun jumlahnya karena dalam air ada juga fitoplankton yang berfotosintesis pada siang hari (Suin, 2002). Menurut Syukri (2011), tingkat pencemaran air dalam suatu perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nilai BOD5 dimana kandungan sebesar ≤ 2,9 mg/l merupakan perairan yang tidak tercemar, kandungan sebesar 3,0 - 5,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar ringan, kandungan sebesar 5,1 – 14,9 mg/l merupakan perairan yang tercemar sedang dan kandungan sebesar ≥ 15,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar berat. Sehingga dalam pengukuran faktor fisik kimia perairan diukur juga kadar BOD.
2.3.8 pH Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan kertas pH, atau dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH tanah seperti dinyatakan didepan, hanya saja disini pengukuran dilakukan tanpa pengenceran. Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran pH air adalah dengan pengambilan contohnya harus benar seperti yang telah dinyatakan diatas. Bila akan mengukur pH air dari kedalaman tertentu haruslah contoh air diambil dengan alat seperti yang digunakan pada pengukuran suhu air (Suin, 2002). Organisme air dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik. Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme aquatik termasuk plankton pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat
Universitas Sumatera Utara
asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme aquatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH di atas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat toksik (Barus, 2004).
2.3.9 Kandungan N dan P Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai nutrien bagi berbagai organisma akuatik. Fospat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisma yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga fospat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisma. Peningkatan
konsentrasi
fospat
dalam
suatu
ekosistem
perairan
akan
meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan air lainnya secara cepat. Peningkatan fospat akan menyebabkan timbulnya proses eutrofikasi di suatu ekosistem perairan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya kondisi anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksik misalnya methan, nitrit dan belerang (Barus, 2004).
2.4 Pencemaran Sungai Degradasi kualitas air dapat terjadi akibat adanya perubahan parameter kualitas air. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh adanya aktivitas pembuangan limbah, baik limbah pabrik/industri, pertanian, maupun limbah domestik dari suatu pemukiman penduduk ke dalam badan air suatu perairan. Perairan merupakan satu kesatuan (perpaduan) antara komponen-komponen fisika, kimia dan biologi dalam suatu media air pada wilayah tertentu. Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, jika terjadi perubahan pada salah satu komponen maka akan berpengaruh pula terhadap komponen yang lainnya (Basmi, 2000 dalam Rudiyanti 2008).
Universitas Sumatera Utara
Akibat dari berbagai kegiatan manusia, ekosistem air telah mengalami pencemaran misalnya melalui pembuangan berbagai jenis limbah ke dalam badan air tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pada berbagai komponen lingkungan yang membentuk suatu ekosistem air dan menyebabkan gangguan pada kehidupan biota air secara keseluruhan. Interaksi dari berbagai komponen lingkungan yang membentuk suatu sistem yang disebut sebagai sistem ekologi atau ekosistem. Hubungan timbal balik dalam suatu ekosistem memiliki tingkat keserasian dan tingkat keselarasan yang tinggi dalam perjalanan ruang dan waktu (Barus, 2004). Air sungai merupakan salah satu sumber air bagi kehidupan makhluk hidup. Apabila keseimbangan kualitas air mulai terganggu maka akan terjadi permasalahan lingkungan yang merugikan bagi kelangsungan hidup organisme air, baik yang berada di dalam sungai maupun yang tinggal di daerah sekitar aliran sungai. Sungai juga dikenal sebagai media yang efektif untuk melakukan pembuangan limbah maupun sampah. Hal ini mengakibatkan sungai rentan terhadap pencemaran (Wahyudi, 2011 dalam Yuanda et al., 2012) Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai dengan peruntukannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu kualitas air sesuai kelas sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas Air dan pengendalian Pencemaran Air. Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam (polutan alamiah) dan pencemaran karena kegiatan manusia (polutan antropogenik) (Rahmawati, 2011). Lumpur dan partikel-partikel organik atau anorganik akibat buangan limbah atau banjir dapat merugikan. Lumpur dan partikel-partikel tersebut secara umum akan menyebabkan beberapa kerugian bagi ikan karena: secara langsung menyebabkan kematian ikan, menurunkan laju pertumbuhannya dan resistensi terhadap penyakit, menghambat perkembangan laju telur sehingga dapat menyebabkan gagal menetas dan menghambat pertumbuhan larva, memodifikasi gerakan alami dan migrasi ikan, dan menurunkan kemelimpahan pakan (terutama pakan hidup) bagi ikan (Irianto, 2005).
Universitas Sumatera Utara