20
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stuktur Anatomi Hati Liver terdapat dibagian kanan rongga abdomen, letaknya berada di dibawah arcus costa dan diafragma . Merupakan organ tubuh yang cukup besar dengan berat rata-rata 1350 gr, dengan konsistensi kenyal dan permukaannya rata dan halus, berwarna merah kecoklatan. Liver ini terdiri dari empat lobus yaitu : kanan, kiri, kaudatus dan kuadratus. Lobus kanan merupakan lobus yang terbesar. Organ ini diikat oleh ligamentum falsiform (yang memisahkan antara lobus kanan dan kiri) dan triangular hepatik serta ditutupi oleh kapsula fibrous yang tipis dan kuat yaitu Glisson’s capsul yang kemudian berlanjut sampai porta hepatik. Pada bagian depan bawah terdapat ligamentum teres hepatik yang pada masa embrio merupakan vena umbilikalis yang kemudian mengalami atrofi setelah lahir 3,4,5. Pada bagian posterior terdapat ligamentum venosum , berbentuk pita fibrosa yang merupakan sisa dari duktus venosum. Ligamentum ini melekat pada bagian kiri vena porta dan pada bagian atas melekat pada vena cava inferior. Pada fetus darah yang mengandung oksigen dibawa ke hati melalui vena umbilikalis (ligamentum teres hepatik). Sebagian darah yang tidak melewati hati masuk kedalam ductus venosum (ligamentum venosum) dan bersatu dengan darah pada vena cava inferior. Pada waktu lahir, vena umbilikalis dan duktus venosum tertutup dan menjadi pita fibrosum3,4,5
Universitas Sumatera Utara
21
Pada bagian bawah terdapat kantong empedu yang berfungsi untuk mengemulsikan lemak dan disalurkan melalui duktus sistikus.
3,4,5
Gambar 1. Struktur anatomi hati 6
2.2. Struktur Histologi Hati A. Sinusoid 7,8,9 Struktur miroskopis dari liver ini terdiri dari lobulus-lobulus yang terdiri dari triad portal dan vena sentralis. Pada studi mikrosirkulasi in vivo, unit fungsional pada liver adalah asinus. Asinus ini terdiri dari hepatosit yang membentuk dua lapis sel
dan kanalikuli empedu diantaranya sepanjang
sinusoid. Sinusoid hati adalah celah diantara barisan hepatosit yang mengandung sinusoid kapiler. Pada sinusoid terdapat beberapa sel, yaitu ;
Universitas Sumatera Utara
22
a. Kupffer sel 7,9 Sel Kupffer letaknya tersebar diantara endotel, merupakan sel besar yang padat berfungsi sebagai fagositik yang merupakan bagian dari monosit – makrofag defens system. Sel ini bersama dengan spleen berperan pada pengangkatan eritrosit yang sudah mati dan partikel debris yang lain keluar dari sirkulasi. b. Endothelial sel 7,8,10 Sel endotel membentuk suatu lapisan dengan banyak fenestra yang kecilkecil yang berkelompok, disebut sieve plate. Mikrovili pada hepatosit menonjol kedalam sinusoid menembus fenestra, terutama selama transit sel darah menuju sinusoid. Pada keadaan patologik fenestra ini jumlahnya berkurang , tetapi jumlahnya dapat meningkat pada alkohol injuri. c. Ito sel / hepatic stellate sel / hepatic liposit.8,10 Ito sel / stellate sel / hepatik liposit sel sulit untuk dilihat dengan mikroskop cahaya. Sel ini mempunyai tetesan lipid yang berisi vitamin A pada sitoplasmanya. Hepatic stellate sel ini mempunyai fungsi yang ganda yaitu sebagai tempat penyimpanan vitamin A dan sebagai penghasil matriks ekstra seluler dan kolagen. Hepatic stellate sel ini terdapat pada Space of Disse, yaitu tempat diantara endotel sinusoid dan hepatosit. Sel ini mempunyi beberapa fungsi yang penting yaitu :
Universitas Sumatera Utara
23
1. Menyimpan retinoid dan homeostasis 2. Remodeling
matriks
ekstraseluler
dengan
memproduksi
komponen matriks dan matriks metalloproteinase 3. Memproduksi growth factor dan cytokine 4. Kontraksi dan dilatasi lumen sinusoid Sinusoid hati mempunyai batas yang tidak sempurna sehingga memudahkan pengaliran zat makromolekul dari lumen ke sel hati dan sebaliknya. Sinusoid ini dikelilingi dan disokong oleh selubung serabut retikulin halus yang penting untuk mempertahankan bentuknya. Pada liver injury sel ini dapat menghasilkan kolagen dalam jumlah yang banyak sehingga menimbulkan fibrosis , yang merupakan karakteristik dari sirosis hepatis.
8,10
B. Lobulus Lembaran connective tissue yang membagi liver kedalam ribuan unit yang kecil disebut dengan lobulus. Bentuk lobulus ini adalah prisma poligonal, pada pemotongan lamellar, masing-masing lobulus tampak berbentuk heksagonal dengan ukuran rata-rata 1 – 2 mm. Pada bagian tengah terdapat venule terminal hepatik. Triad portal tampak pada bagian ujung heksagonal. Darah dari vena porta dan arteri hepatic mengalir ke vena centralis. Pada studi baru-baru ini mempunyai konsep yang lebih akurat bahwa aliran darah dan fungsi liver dihasilkan oleh struktur yang disebut dengan hepatik asinus.
Universitas Sumatera Utara
24
Hepatik asinus ini berbentuk kasar seperti buah berry yang merupakan unit pada parenkim hati pada bagian tengah triad portal, terletak diantara dua buah atau lebih venule hepatik terminalis. Asinus ini terbagi dalam zona 1,2 dan 3 dan hepatosit yang terletak pada zona ini mempunyai fungsi metabolik yang berbeda. Zona 1 paling dekat ke triad portal dan menerima darah yang mengandung oksigen paling banyak. Akibatnya zona ini pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk. Sel – sel dalam zona 2 merupakan sel yang memberikan respon kedua terhadap darah. Sedangkan zona 3 tempatnya paling jauh dari triad portal dan menerima darah yang sedikit mengandung oksigen. Oleh karena itu zona 3 ini paling rentan terhadap injuri iskemik 8,9. Pada lobulus terdapat portal area yang tampak sebagai titik- titik kecil jaringan. Pada keadaan peningkatan jumlah portal connective tissue menunjukkan penyakit cirrhosis. Peningkatan jumlah leukosit pada porta area terdapat pada penyakit hepatitis
7,8,10
.
C. Hepatosit Bagian terbesar dari lobulus hati adalah hepatosit yang tersusun didalam cord dan dipisahkan oleh sinusoid. Cord hepatosit ini merupakan parenkim liver. Pada neoplasma tampak gambaran arsitektur yang abnormal pada parenkim hati. Hepatosit terusun radier didalam lobulus hati. Sel ini bergabung antara satu dengan yang lain dalam anastomosis plate, yang dibatasi oleh sinusoid ataupun dengan hepatosit yang berdekatan. Gabungan sel ini tebalnya hanya satu lapis
Universitas Sumatera Utara
25
saja, dan berjalan dari perifer menuju bagian tengah. Inti sel bentuk bulat dengan kromatin tersebar dibagian perifer dan nukleoli menonjol. Pada keadaan normal bisa dijumpai sel yang binukleated.8 Banyaknya sitoplasma bergantung pada status gizi seseorang. Pada orang dengan gizi yang baik, hepatosit menyimpan banyak glikogen dan mengolah lipid dalam jumlah besar. Sitoplasma berwarna eosinofilik dengan granul basofilik. Granul coklat yang mengandung pigmen lipofusin dapat dijumpai dan meningkat pada usia tua. Hepatosit ini berhubungan dengan darah dalam sinusoid, yang merupakan pembuluh vascular yang menggelembung yang berisi sel endotel dan sejumlah sel fagositik Kupffer. Ruangan antara endotel dan hepatosit disebut dengan Space of Disse yang merupakan tempat pengumpulan lymph untuk dialirkan ke limfatik kapiler. Hepatosit dan sel pelapis sinusoid disokong oleh anyaman serabut retikulin (kolagen type III) yang bersatu dengan jaringan kolagen penunjang pada triad portal dan venule hepatik terminal. Pada bagian perifer dari liver , retikulin berlanjut menjadi kolagen kapsul – Glisson’s capsule , yang membungkus permukaan luar liver.
9,10
Universitas Sumatera Utara
26
10
Gambar 2. Diagram acinus dan zona hepatosit Dua lobules yang berdekatan ( garis putus-putus) PT, portal tract; ThV, terminal hepatic vein (central vein of ‘classic lobule’); 1, 2, 3, microcirculatory zones; 1′, 2′, 3′, microcirculatory zones of neighbouring acinus; dashed line, outline of ‘classic lobule’.
D. Triad Portal Portal triad terdiri dari tiga struktur utama pada stroma liver. Struktur yang paling besar merupakan cabang terminal dari vena porta, yang mempunyai dinding yang sangat tipis yang dilapisi oleh sel endotel yang pipih. Struktur lain yang lebih kecil adalah arteriol yang merupakan cabang dari arteri hepatica 7,10. Anyaman bile canaliculi terletak pada masing-masing lapisan hepatosit. Dari sini empedu mengalir menuju bile collecting duct yang dilapisi oleh epitel kuboid ataupun columnar, disebut juga dengan canalis Hering, yang membawa aliran
Universitas Sumatera Utara
27
empedu menuju bile ductules. Biasanya bile ductules ini terletak pada bagian perifer triad portal dan diameternya hampir sama dengan arteriole. Beberapa bile ductules bergabung membentuk duktus yang lebih besar, letaknya lebih ditengah dari trabecular ducts. Dari sini cairan empedu mengalir melalui intra hepatic duct menuju duktus hepatikus kiri dan kanan kemudian mengalir ke common hepatic duct dan akhirnya menuju duodenum melalui common bile ducts. Oleh karena ketiga struktur ini selalu dijumpai dalam portal tract , maka tract ini sering disebut dengan triad portal. Pembuluh lymph sebenarnya juga terdapat pada triad portal ini , tetapi dinding dari pembuluh lymph ini sangat tipis dan sering kolaps sehingga sulit untuk dilihat.
8,9,10
2.3. Hepatitis Kronik Hepatitis kronik adalah suatu sindroma yang terjadi akibat infeksi yang dihubungkan dengan infeksi kronik yang biasanya lebih dari 6 bulan, hepatosit injuri dan fibrosis yang progresif. Hepatitis kronik paling sering disebabkan oleh infeksi virus hepatitis. adalah virus hepatitis B, C dan D. Infeksi virus hepatits C merupakan penyebab hepatits kronik yang paling sering 9,11. Gejala klinik pada hepatits kronik tidak spesifik, antara lain: fatigue, rasa tidak enak ringan pada kuadaran kanan atas abdomen, ikterus, pruritus dan anoreksia.
Pada
pemeriksaan
laboratorium
terjadi
peningkatan
serum
transaminase. Pada penderita hepatitis kronik perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi jaringan hati untuk menilai derajat keparahan penyakit.
Universitas Sumatera Utara
28
Pengambilan specimen jaringan hati dilakukan dengan cara biopsi dan kemudian pemeriksaan mikroskopis. 11,12,13
2.3.1 Faktor Resiko Hepatitis Kronik Tabel 1. Populasi yang mempunyai resiko hepatitis kronik 11 Populations at risk for exposure to hepatitis B • Persons born in high endemic areas • Men who have sex with men • Injection drug users • Dialysis patients • Persons with HIV infections • Family/household and sexual contacts of HBV-infected patients Populations at risk for exposure to hepatitis C • Injection-drug users • Persons with HIV infection • Haemophiliacs who received clotting factors before 1987 • Dialysis patients • Persons who received a transfusion of blood or blood products before 1992 • Persons who received an organ transplant before 1992 • Children born to HCV-infected mothers • Healthcare workers with needle-stick injury or mucosal exposure
Universitas Sumatera Utara
29
2.3.2. Gambaran Mikroskopis Jaringan Hati Pada Hepatitis Kronik 9,12,13 Pada pemeriksaan histopatologi jaringan dari biopsi hati pada penderita hepatitis kronis, akan dapat terlihat berbagai kelainan seperti : a.
Gambaran lobules hati yang normal dan sebagian lobules tidak jelas Hilangnya gambaran hepatosit disertai dengan proses radang, mobilisasi sel kupffer pada hepatoseluler yang swelling merubah gambaran pada liver plate yang menimbulkan kerusakan pada arsitektur lobules.
b.
Peradangan pada portal - periportal Peradangan pada daerah ini selalu dijumpai terdiri dari sel – sel limfosit , sel plasma dan makrofag. Pada peradangan periportal tampak limiting plate periportal disruption dan sering dijumpai piece meal nekrosis
c.
Nekrosis fokal. Pada keadaan ini tampak adanya sel yang nekrosis pada sebagian lapangan pandang yang disertai dengan reaksi radang.
d.
Nekrosis confluent Tampak kelompokan beberapa nekrosis fokal pada lobulus
e.
Bridging nekrosis Pada sediaan terlihat banyak nekrosis confluent
f.
Massive dan submassive nekrosis hati Nekrosis yang massive bersifat fatal, sudah melibatkan hampir seluruh parenkim hati. Pada nekrosis yang submassive tidak terlalu fatal,
Universitas Sumatera Utara
30
melibatkan sebagian besar parenkim hati tetapi belum keseluruhan. Nekrosis ini merupakan komplikasi dari sirosis hepatis. g.
Fibrosis sentral yang ringan (mild) Keadaan ini merupakan bentuk fibrosis yang ringan , terdiri dari timbunan jaringan ikat kolagen pada sinusoid daerah lobulus pericentral. Sering disebut dengan chiken wire fibrosis
h.
Fibrosis sentral yang berat (severe) Fibrosis ini sering disebut dengan sclerosing hyaline necrosis, melibatkan daerah perisentral (sekitar vena sentralis) yang luas dan dapat meluas sampai ke daerah portal.
i.
Fibrosis portal dan periportal. Jaringan ikat fibrous pada daerah portal dengan fibrosis yang meluas sepanjang terminal centra acinar vena porta yang terlihat sebagai stellate fibrosis.
j.
Bridging fibrosis central – central. Fibrosis ini menghubungkan vena centralis yang satu dengan vena centralis lainnya. Bentuk fibrosis ini jarang dijumpai
k.
Bridging fibrosis porto-portal Bentuk fibrosis ini sering dijumpai , menghubungkan
fibrosis yang
menghubungkan triad portal satu dengan lainnya . Keadaan ini diikuti dengan inflamasi portal yang meluas sampai ke daerah terminal , centroaciner dan vena porta
Universitas Sumatera Utara
31
l.
Bridging fibrosis porto – central Keadaan ini terjadi setelah nekrosis centrolobular dan menimbulkan neovascularisasi yang menghubungkan daerah portal dengan vena centralis, biasanya disebabkan oleh sirosis hepatis dan merupakan fibrosis yang paling berat
m. Gambaran ground glass hepatosit, dijumpai pada hati yang terinfeksi oleh virus hepatis Tabel 2. Gambaran histopatologi hati pada hepatitis kronik B 12 A. Changes
in chronic hepatitis of any cause:
1. Chronic inflammatory cell infiltration of portal tracts 2. Interface hepatitis (i.e., necroinflammatory activity at the portal/lobular interface [formerly called piecemeal necrosis]) 3. Intralobular necroinflammatory activity, including: a. Apoptotic hepatocytes (acidophil bodies) b. Foci of spotty necrosis c. Foci of confluent necrosis 4. Bridging necrosis (i.e., confluent necrosis linking central veins with portal tracts) 5. Fibrosis of variable degree
B. Characteristic changes of chronic HBV infection: 1. Ground-glass hepatocytes 2. Sanded nuclei in hepatocytes C. Immunohistochemical evidence of HBV infection Immunopositivity of hepatocytes for viral antigens (HBsAg, HBcAg)
Universitas Sumatera Utara
32
Tabel 3. Gambaran histopatologi hati pada hepatitis kronik C A. Changes
13
seen in chronic hepatitis of any cause:
1. Chronic inflammatory cell infiltration of portal tracts 2. Interface hepatitis (i.e., necroinflammatory activity at the portal/lobular interface [formerly called piecemeal necrosis]) 3. Intralobular necroinflammatory activity, including: a. Apoptotic hepatocytes (acidophil bodies) b. Foci of spotty necrosis c. Foci of confluent necrosis 4. Bridging necrosis (i.e., confluent necrosis linking central veins with portal tracts; rare in chronic hepatitis C) 5. Fibrosis of variable degree
B. Characteristic triad of chronic HCV infection (often, but not invariably, present): 1. Steatosis 2. Dense lymphoid aggregates or lymphoid follicles in portal tracts 3. Bile duct damage C. Immunohistochemistry Not currently standardized for routine diagnostic use
Universitas Sumatera Utara
33
Gambar 3 : Piece meal nekrosis (Interface nekrosis). Tampak triad portal yang irregular berisi sel mononuclear 14
Gambar 4 : Lobular nekrosis 14
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 5 : Bridging fibrosis 14
Gambar 6 : Sirosis 14
Gambar 7 : Nekrosis portal – periportal 14
Universitas Sumatera Utara
35
Gambar 8 : Fibrosis sentral 14
2.4. Biopsi Hati Biopsi hati merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang dapat digunakan pada beberapa kelainan pada hati , antara lain 13,14: a.
Untuk evaluasi pada hati yang menunjukkan hasil laboratorium yang abnormal
b.
Konfirmasi diagnostik dan prognosa
c.
Suspek neoplasma hati
d.
Diagnosa penyakit hati kolestatik
e.
Evaluasi penyakit hati granulomatous ataupun infiltratif
f.
Follow up pada transplantasi hati untuk mengevaluasi adanya rejeksi
g.
Evaluasi adanya jaundice yang tidak diketahui penyebabnya ataupun suspek reaksi obat.
Universitas Sumatera Utara
36
2.4.1. Kontra Indikasi Biopsi Hati 1. a. Peningkatan protrombin time b. Trombositopenia ( platelet kurang dari 60.000) c. Ascites d. Suspek hemangioma e. Suspek Echinococal infeksi f. Pasien tidak kooperatif.
2.4.2 Prosedur dan Tehnik Biopsi Hati 11 Beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh pasien sebelum tindakan biopsi hati ini yaitu : 1.
Pemeriksaan darah : protrombin time , darah rutin , clotting time
2.
Satu minggu sebelum biopsi, pasien tidak boleh minum obat NSAID (aspirin, ibuprofen) , anticoagulan
3.
Delapan jam sebelum biopsi pasien tidak boleh makan
2.4.3. Tehnik Biopsi Hati 11. 1. Posisi pasien tidur terlentang, tanpa bantal , tangan kanan diangkat kesamping kepala. 2. Tungkai atas dan bawah ditekuk ke kiri untuk memperluas intercostalis space.
Universitas Sumatera Utara
37
3. Lokasi biopsi disterilkan dengan Betadine solution, dan disuntikkan anastesi lokal lidocaine 1 % pada kulit dan peritoneum parietal . 4. Jarum aspirasi (biasanya menggunakan jarum 22 gauge, 90 mm) dimasukkan pada bagian atas dari iga yang bawah, dengan kedalaman 12 cm. Penentuan lokasi biopsi
aspirasi dapat dibantu dengan USG
ataupun CT Scan untuk mengetahui lebih tepat kedalaman dan ukuran lesi. 5. Setelah jarum aspirasi dikeluarkan, tekan tempat tersebut dan diberi plester adesif. 6. Pasien diinstruksikan untuk berbaring pada sisi kanan selama satu jam untuk mencegah berdarahan ataupun kebocoran empedu. 7. Follow up vital sign setiap 15 menit pada satu jam pertama , setiap 30 menit pada jam kedua. 8. Rasa nyeri setelah biopsi biasanya disebabkan oleh adanya iritasi pada otot diafragma, dapat diberikan obat anti nyeri, tetapi jangan dari golongan NSAID (aspirin, buprofen) yang dapat menyebabkan berkurangnya pembekuan darah.
Universitas Sumatera Utara
38
2.4.4. Komplikasi Biopsi Hati
13,14
Komplikasi yang timbul pada biopsi hati paling banyak terjadi pada 2 jam pertama (60 %) dan 24 jam setelah biopsy (96 % ) Komplikasi tersebut antara lain : 1.
Nyeri : pleuritik , peritoneal , diafragmatik.
2.
Perdarahan : intraperitoneal , intra hepatic , hemobilia
3.
bile peritonitis
4.
Bacteremia
5.
Abses
6.
Mengenai organ lain : paru , kantong empedu, ginjal , kolon
7.
Kematian
2.4.5. Spesimen Biopsi Hati yang Adekuat 11,15,16 Specimen biopsi hati yang adekuat tergantung pada beberapa hal , antara lain14,16 1. Etiologi penyakit 2. Distribusi penyakit 3. Staging penyakit 4. Diameter jarum biopsi Sebaiknya diameter jarum yang digunakan : ~ 20 mm of a 1.4mm (17 gauge) 5. Jumlah triad poral dalam satu slide
Universitas Sumatera Utara
39
Menurut Bravo AA et al (2001) kebanyakan ahli hepatopatologis sudah dapat memeriksa specimen biopsi , bila terdapat paling sedikit 6 – 8 triad portal dalam satu slide. Guido M dan Rugge M ( 2004 ): pada sebagian besar penyakit hati yang diffuse diperlukan pemeriksaan dengan total jaringan hati sebanyak 2 cm dan terdiri dari 12 – 15 triad portal yang utuh dalam satu slide 16
2.4.6. Pewarnaan Yang Digunakan Pada Biopsi Hati 11 Untuk melihat dengan baik specimen hasil biopsi, terutama adanya nekroinflamatori dan fibrosis pada jaringan hati diperlukan beberapa pewarnaan, antara lain : a.
Hematoxylin – Eosin ( H – E) Pewarnaan ini merupakan pewarnaan yang rutin dilakukan , pada pewarnaan tampak secara umum gambaran seluruh sel-sel yang ada.
b.
Trichrome-Masson Pewarnaan ini khusus digunakan uuntuk melihat jaringan ikat., dapat melihat gambaran fibrosis pada jaringan hati. Pada sediaan akan terlihat kolagen berwarna hijau
c.
Pewarnaan retikulin (Gomori Reticulin) Pada sediaan akan terlihat retikulin (jaringan ikat) berwarna hitam dengan latar belakang berwarna abu-abu , pewarnaan ini sering digunakan untuk melihat gambaran fibrosis pada jaringan hati.
Universitas Sumatera Utara
40
d.
Pewarnaan Orcein / Vicoria Blue
e.
Pewarnaan Picro Sirius Red Pewarnaan ini khusus digunakan terutama bila akan dilakukan pemeriksaan fibrosis dengan menggunakan images analysis
2.5. Fibrosis Pada Hati Fibrosis pada hati adalah proses pembentukan jaringan ikat yang dihubungkan dengan peningkatan dan perubahan deposisi extra cellular matrix pada hati
2
. Fibrosis pada hati dapat terjadi akibat penyakit hati kronik yang
antara lain disebabkan oleh
2,17,18
:
- Virus Hepatitis - Non alkoholik steatosis hepatits - Penyakit hati alkoholik - Akibat pemakaian obat-obatan - Gangguan imunologi - Gangguan metabolic inherited - Gangguan kolestatik - Konsumsi vitamin A yang berlebihan Perubahan dari jaringan hati yang normal menjadi fibrosis ataupun sirosis merupakan proses yang kompleks dan terutama melibatkan stellate cells, cytokine dan proteinase. Pada proses ini terjadi perubahan pada jumlah dan
Universitas Sumatera Utara
41
komposisi dari matriks ekstraseluler. Type jaringan ikat basemen membrane yang low density berubah menjadi jaringan ikat interstitial yang high density, yang terdiri dari collagen fibrillary . Pada proses ini terjadi interaksi antara stellate cells dengan sinusoid yang ada disekitarnya , sel parenkim hati , cytokine, growth factor , protease dan inhibitornya serta matriks interseluler. Aktivasi stellate cells mengakibatkan penumpukan fibrin (fibril – forming, kolagen
matrix
metalloproteinase
dan
tissue
inhibitor
of
matrix
metalloproteinase) dan menyebabkan hilangnya mikrovilli hepatosit dan fenestra endotel sinusoid sehingga
terjadi gangguan fungsi hati, yaitu
kegagalan proses pertukaran metabolit antara sinusoid dan hepatosit pada sinusoid yang sklerosis. Juga terjadi pembentukan shunt porto – venous. Keadaaan ini akan menyebabkan hipertensi portal sehingga menimbulkan varices oesophagus dan ascites. Pada akhirnya bila stimulus proliferasi tetap berlangsung pada extracellular matrix yang abnormal maka merupakan predisposisi untuk terjadinya hepatocellular carcinoma. Aktivasi myofibroblastic sel merupakan langkah utama untuk mencegah fibrosis dan sirosis. Hepatic stellate sel yang aktif dan portal fibroblast mrupakan target utama pada terapi antifibrotik pada kasus-kasus hepatitis kronik
19
. Pada waktu yang lalu fibrosis pada hati merupakan proses yang
irreversible, tetapi pada penelitian saat ini fibrosis pada hati dapat mengalami recovery 2,16
Universitas Sumatera Utara
42
Gambar 9. Pembentukan fibrosis pada hati 19
Tujuan terapi pada fibrosis hati antara lain 20 : a. Mereduksi penyakit primer b. Mengurangi pembentukan stelate sel yang aktif c. Menghambat aktifitas stelate sel d. Merangsang apoptosis pada stelate sel e. Melakukan degradasi pada matriks jaringan ikat
Universitas Sumatera Utara
43
Gambar 10; Tujuan terapi anti fibrotic
20
2.6. Scoring System Pada Biopsi Hati 15,21,22 Melalui hasil pemeriksaan jaringan dari biopsi hati, dapat ditentukan sistem scoring yaitu staging dan grading dari penyakit hati kronik. Dari hasil evaluasi terhadap staging dan grading tersebut dapat diketahui progresifitas penyakit, prognosis serta penatalaksanaannya, misalnya terapi biasanya dilakukan pada keadaan penyakit dengan score metavir lebih besar / sama dengan 2 ataupun Ishak / Knodell score lebih besar / sama dengan tiga. Menurut Goodman grading berhubungan dengan derajat keparahan penyakit dengan menilai peradangan dan nekrosis/ necroinflamatory. Staging berhubungan dengan derajat fibrosi yang pada tahap akhir akan menjadi sirosis dengan berbagai komplikasi klinik. Pada staging yang dinilai tidak hanya pada derajat fibrosis tetapi juga perubahan arsitektur dari jaringan hati.
Universitas Sumatera Utara
44
Pada interpretasi hasil biopsi dari hati , penilaian terhadap grading dan staging dapat dilakukan dengan berbagai sistem, antara lain : Metavir scoring system, Knodell score atau HAI (Histologic Activity Index) yang kemudian dimodifikasi oleh Kamal Ishak, Scheuer scheme , Batt scheme . Dalam melakukan diagnosa, penilaian grading dan staging ini dapat menggunakan salah satu system tersebut diatas, namun sebaiknya dapat diambil kesepakatan mengenai system yang akan digunakan.
2.6.1. Metavir Scoring System 15,20,23 Grading (Activity) A1, A2, A3, A4 Piecemeal necrosis Lobuar necrosis portal inflammation Bridging necrosis Staging Fibrosis, F1, F2, F3, F4
Universitas Sumatera Utara
45
Tabel 4. Metavir Histologic Activity Score 20 Activity score (A)
Piecemeal necrosis
Lobular necrosis
(LN) (PMN) --------------------------------------------------------------------------------------A=0 PMN=0 LN=0 A=1
A=2
A=3
PMN=0
LN=1
PMN=1
LN=0,1
PMN=0
LN=2
PMN=1
LN=2
PMN=2
LN=0,1
PMN=2 or PMN=3
LN=2 LN=0,1,
Tabel 5. Metavir Histologic Activity Criteria 20 Histologic feature
Piecemeal necrosis
Score
Criteria
0
No
1
Mild - focal alteration of the periportal plate in some portal tracts
2
Moderate - diffuse alteration of thr periportal plate in some tracts or focal lesions around all portal tracts
3
Severe - diffuse alteration of the periportal plate in all portal tracts.
Universitas Sumatera Utara
46
0
Lobular necrosis
No or mild - less than one necro inflammatory focus per lobule
1
Moderate- at least one necroinflammatory focus per lobule
2
Severe - several necro inflammatory foci per lobule, or confluent or bridging necrosis
Portal inflammation
0
No
1
Mild - presence of mononuclear aggregates in some portal tracts
2
Moderate - mononuclear aggregates in all portal tracts
3
Severe
-
large
and
dense
mononuclear
aggregates in all portal tracts
Bridging necrosis
YES
Necroinflammatory foci linking 2 portal
tracts or
a portal tract with a terminal hepatic venul NO
Tabel 6. Metavir Fibrosis Score 20 Score
Criteria
F0
Portal inflammation
F1
Portal fibrosis without septa
F2
Portal fibrosis with rare septa
F3
Numerous septa without cirrhosis
F4
Cirrhosis
Universitas Sumatera Utara
47
Gambar 11. Algorithm for the evaluation of histological activity: PMN, piecemeal necrosis; 0, none; 1, mild; 2, moderate; 3, severe; LN, lobular necrosis; 0, none or mild; 1, moderate; 2, severe; A, histological activity; 0, none; 1, mild; 2, moderate; 3, severe. 20
Gambar 12. Scoring metavir pada fibrosis hati 15
Universitas Sumatera Utara
48
2.7. Penulisan Diagnosis Pada Pemeriksaan Mikroskopis Biopsi Hati 15 Penulisan diagnosis terhadap hasil biopsy ini harus mencakup empat informasi mengenai jaringan hati , yaitu : 1. Statement mengenai jaringan tersebut, misalnya : hepatitis kronik 2. Grading aktifitas inflamasi ( nama score yang digunakan) 3. Staging aktifitas fibrosis ( nama score yang digunakan) 4. Kepastian ataupun dugaan (suspek) terhadap hepatits. Contoh penulisan diagnosa, yaitu : Hepatitis kronik dengan aktifitas Scheuer grade 2/4 (portal/periportal) dan 1/4 (lobular) , 3/4 stage (perubahan arsitektus septa dan fokal) , sesuai dengan hepatitis C Kronik hepatitis B, metavir grade 1/4 , dan stage 2/4 (fibrous septa) Pada hepatitis B , bila dijumpai gambaran ground glass cell ataupun reaksi positif terhadap immunostaining untuk Ag B surface dan core Ag , merupakan definitive statement 11.
Universitas Sumatera Utara