BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
2.1.1. Obyek Penelitian Obyek yang dijadikan bahan penelitian adalah Bandara Internasional SoekarnoHatta yang terletak di propinsi Banten.
Gambar 2.1 Peta Lokasi Obyek Penelitian
6 a. Data Teknis Bandar Udara (Wikipedia, 2006) •
Lokasi : Tangerang, Banten
•
Luas
: 18 ribu hektar (Meliputi lima kecamatan, Neglasari, Benda,
Rawabokor, Kosambi dan Teluk Naga) •
Luas Area Parkir: Terminal I : 64.128 m² (Dapat menampung 2.410 mobil) Terminal II : 51.330 m² (Dapat menampung 2.700 mobil)
•
Jarak dari Jakarta: 12 km (7 mil)
•
Posisi :06°07´32"S, 106°39´21"T
•
Elevasi : 10m (32 kaki)
b. Fasilitas Bandar Udara Pada Bandara Internasional Soekarno-Hatta, terdapat beberapa fasilitas yang terbagi sebagai berikut: •
Fasilitas Utama, yang terdiri dari 2 buah terminal (Terminal 1 & 2) dengan 6 sub terminal (Sub Terminal A-F), landas pacu, apron, taxiway, daerah kargo, pemadam kebakaran, ATC (Air Traffic Control).
•
Fasilitas Penunjang, yang terdiri dari layanan bagasi, tempat parkir, layanan catering, bea & cukai, pengisian bahan bakar, kantor imigrasi, pusat kesehatan, kantor polisi, pusat karantina hewan, tumbuhan, dan ikan.
•
Fasilitas Komersil, yang terdiri dari restoran, hotel bandara, lapangan golf, ATM, bank, penukaran uang, dan toko-toko.
7
Gambar 2.2. Terminal pada Bandara Internasional Soekarno-Hatta
c. Data Perusahaan Penerbangan Adapun perusahaan penerbangan yang menggunakan fasilitas pada Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah sebagai berikut : •
Terminal 1 (domestik) digunakan oleh Merpati Nusantara Airlines, Lion Air, Adam Air, Bouraq, Mandala Airlines, Sriwijaya Air, Indonesia Air Asia, Wings Air, Batavia Air, Jatayu Airlines, dan Citilink
•
Terminal 2 (mancanegara dan domestik) digunakan oleh Cathay Pacific, EVA Air, Garuda Indonesia, Gulf Air, KLM, Lufthansa, Malaysia Airlines, Qantas, Singapore Airlines, Air Asia, Valu Air, dan Royal Brunei Airlines.
8 2.2.
BANDAR UDARA
2.2.1. Pengertian Bandar Udara Adapun pengertian Bandar udara menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut: a. Menurut International Civil Aviation Organization, bandar udara adalah area tertentu di daratan atau perairan (termasuk bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan, baik secara keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan pergerakan pesawat. b. Menurut PT (Persero) Angkasa Pura, bandar udara adalah lapangan udara, termasuk segala bangunan dan peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat. c. Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan bongkar muat kargo atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.
2.2.2. Klasifikasi Bandar Udara Secara umum bandar udara dapat digolongkan dalam beberapa tipe menurut kriteria yang disesuaikan dengan keperluan penggolongannya, yaitu : a. Berdasarkan karakter fisiknya, bandar udara dapat digolongkan menjadi seaplane bases, heliports, STOL port, dan bandara konvensional.
9 b. Berdasarkan pengelolaan dan penggunaannya, bandar udara dapat digolongkan menjadi dua, yakni bandar udara umum yang dikelola oleh pemerintah untuk penggunaan secara umum maupun militer, atau bandar udara swasta/pribadi yang dikelola dan digunakan untuk kepentingan pribadi atau perusahaan swasta tertentu. c. Berdasarkan aktivitasnya, bandar udara dapat digolongkan menurut jenis pesawat terbang yang beroperasi (enplanements) serta menurut karakteristik operasinya (operations). d. Berdasarkan fasilitas yang tersedia, bandar udara dapat dikategorikan menurut jumlah runway yang tersedia, alat navigasi yang tersedia, kapasitas hanggar, dan lain sebagainya. e. Berdasarkan tipe perjalanan yang dilayani, bandar udara dapat digolongkan menjadi Bandar udara internasional, Bandar udara domestik, dan gabungan antara keduanya. Di Indonesia, klasifikasi bandara sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. 36 Tahun 1993 didasarkan pada beberapa kriteria berikut ini : a. Komponen jasa angkutan udara b. Komponen pelayanan keselamatan dan keamanan penerbangan c. Komponen daya tampung bandar udara (landasan pacu dan tempat parkir pesawat) d. Komponen fasilitas keselamatan penerbangan (fasilitas elektronika dan listrik yang menunjang operasi fasilitas keselamatan penerbangan) e. Komponen status dan fungsi bandar udara dalam konteks keterkaitannya dengan lingkungan sekitarnya.
10 2.2.3. Bagian-bagian Bandar Udara Secara umum bandar udara dibagi menjadi 2 bagian yaitu sisi udara (air side) dan sisi darat (land side) yang dipisahkan oleh terminal. Adapun bagian-bagian dari bandar udara adalah sebagai berikut : a. Landasan pacu Landasan pacu adalah bagian airside dari lapangan terbang yang digunakan pesawat terbang untuk lepas landas atau mendarat. b. Bahu landasan pacu (runway shoulder) Bahu landasan pacu adalah daerah yang berdampingan dengan pinggiran perkerasan sehingga merupakan transisi dari perkerasan dengan permukaan tanah sekitarnya. c. Runway strips Runway strips adalah daerah yang sudah ditentukan, termasuk landasan pacu dan stopway, yang dimaksudkan untuk memperkecil resiko kerusakan pada pesawat yang keluar dari landasan pacu dan melindungi pesawat yang terpaksa meluncur di atasnya pada waktu operasi landas atau mendarat. d. Runway end safety area Runway end safety area adalah daerah perpanjangan landasan pacu dan terletak pada ujung strips, dan dimaksudkan untuk memperkecil resiko kerusakan pesawat apabila terjadi overrunning dari landasan pacu. e. Clearway Clearway adalah daerah di darat atau di atas air yang disediakan sebagai bagian dari jarak lepas landas yang layak dipakai sebuah pesawat terbang untuk mencapai ketinggian tertentu.
11 f. Stopway Stopway adalah bagian dari landasan pacu yang terletak di ujung dan dimaksudkan untuk menampung pesawat yang terpaksa membatalkan take off karena adanya kerusakan pada mesin. Bagian ini diijinkan mempunyai perkerasan yang lebih lemah daripada landasan pacu. g. Taxiway Taxiway adalah daerah yang berfungsi untuk menyediakan akses antara landasan pacu, daerah terminal dan hanggar. h. Apron Apron adalah daerah tertentu dalam lapangan terbang yang digunakan untuk naik/turun penumpang, bongkar muat kargo atau surat, pengisian bahan bakar, parkir dan pemeliharaan atau pelayanan pesawat tanpa mengganggu lalu-lintas lapangan terbang. i. Terminal Terminal adalah bagian yang menghubungkan sisi udara dan bagian lain dalam lapangan terbang yang berfungsi sebagai gerbang akses penumpang, proses keberangkatan dan kedatangan penumpang penerbangan dan penyaluran penumpang ke /dari pesawat. j. Obstacle Restriction Obstacle Restriction adalah daerah sekitar lapangan terbang yang dikenakan batas halangan agar pesawat terbang dapat beroperasi dengan aman.
12 2.2.4. Pengertian Terminal Menurut beberapa ahli transportasi, terminal transportasi secara umum memiliki pengertian sebagai berikut : a. Terminal merupakan tempat awal dan akhir dari operasi transportasi atau trayek, dan tempat pergantian moda atau rute (interchange) termasuk fasilitas pelayanan pemeliharaan sarana transportasi. ( Sri Hendarto, 2001) b. Terminal merupakan titik dimana penumpang atau barang masuk dan keluar dari obyek-obyek yang akan diangkut. (Edward K Morlok, 1991) c. Terminal merupakan tempat menyediakan akses kendaraan, dan kemudahan perpindahan atau pergantian moda angkutan udara sebagai simpul dari lalulintas dimana penumpang dapat bertemu dengan sistem transportasi untuk diangkut atau berpindah ke kendaraan lain. (Warpani Suwarjoko, 1990) d. Terminal adalah titik simpul terjadinya pemutusan arus dalam suatu sistem yang merupakan prasarana angkutan, tempat pengawasan dan pengoperasian sistem angkutan penumpang atau barang, unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan wilayah dan lingkungan, serta perpindahan intra atau antar moda transportasi. (Dit. Jend. Perhubungan Darat)
2.2.5. Fungsi Terminal Udara Secara umum terminal udara memiliki fungsi utama sebagai berikut : a. Tempat perubahan moda b. Tempat pemrosesan penumpang atau barang c. Tempat perubahan tipe pergerakan d. Sebagai pemisah antara sisi udara dan sisi darat
13 2.2.6. Fasilitas Terminal Udara Secara umum, fasilitas yang harus ada di terminal pada sebuah bandar udara terdiri dari : a. Fasilitas pemrosesan penumpang atau barang, seperti fasilitas untuk check in, tempat pelayanan fiskal, fasilitas untuk klaim bagasi, fasilitas pembelian tiket, dll. b. Area ruang tunggu yang meliputi kamar mandi, telepon umum, layanan P3K, kantor pos, informasi, dan fasilitas-fasilitas komersial. c. Fasilitas untuk pergerakan di dalam terminal, seperti eskalator, d. Fasilitas penerbangan dan aktivitas pendukungnya yang meliputi kantor penerbangan, fasilitas trolley, kantor manajer penerbangan, kantor staff keamanan, kantor pemerintah, dll.
2.3.
PEMODELAN TRANSPORTASI
2.3.1. Tahapan Pemodelan Transportasi (4 Step Modelling) Secara umum tahapan pemodelan transportasi (4 Step Modelling) terdiri dari : •
Bangkitan Perjalanan
•
Sebaran Perjalanan
•
Pemilihan Moda
•
Pembebanan Perjalanan
14 a.
Bangkitan Perjalanan Bangkitan perjalanan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah perjalanan yang berasal dari satu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalulintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalulintas. Bangkitan perjalanan ini meliputi : •
Lalulintas yang meninggalkan zona (Trip Production)
•
Lalulintas yang menuju atau tiba ke suatu zona (Trip Attraction)
i
j
(a) Pergerakan yang berasal dari zona i
(b) Pergerakan menuju ke zona j
Gambar 2.3. Bangkitan dan Tarikan Perjalanan
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbangkitnya atau tertariknya perjalanan dari atau ke zona tertentu. Untuk memperhitungkan semua faktor tersebut dibutuhkan begitu banyak data dan sumber daya komputer yang mungkin tidak dapat disediakan. Untuk
menyederhanakan
spesifikasinya,
Bruton
(1970)
mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi bangkitan perjalanan tersebut ke dalam 3 (tiga) golongan, yaitu : •
Pola dan intensitas tata guna lahan dan perkembangannya di daerah studi
15 •
Karakteristik sosio-ekonomi populasi pelaku perjalanan di dareah studi
•
Kondisi dan kapabilitas sistem transportasi yang tersedia di daerah studi dan skema pengembangannya Seperti
pemodelan
lainnya,
dalam
melakukan
pemodelan
bangkitan/tarikan perjalanan perlu ditinjau seberapa jauh penggunaan model yang akan dihasilkan. Hal tersebut menjadi penting karena akan mempengaruhi jenis model yang akan dibuat. Lebih jauh lagi akan mempengaruhi kebutuhan data yang harus dikumpulkan dan waktu yang diperlukan. Jenis model bangkitan/tarikan dapat dikelompokkan menjadi ; •
Menurut zona tinjauan, perbedaan model bangkitan/tarikan menurut zona tinjauan adalah pada spesifikasi modelnya, kelompoknya adalah model
bangkitan/tarikan
untuk
zona
homogen
dan
model
bangkitan/tarikan untuk zona heterogen. Zona homogen mengacu pada zona dengan jenis guna lahan yang seragam (contoh: zona perkantoran, pertokoan, sekolah, dll) dan sebaliknya untuk zona heterogen. Contoh untuk zona heterogen adalah zona-zona yang menggunakan batas administrasi sebagai batas zonanya. •
Menurut keluaran model, terdapat beberapa alternatif menyangkut keluaran model yang diinginkan, baik dari jenis keluaran maupun besarannya. Jenis keluaran yaitu menurut bangkitan, tarikan dan trip ends (total bangkitan dan tarikan). Sedangkan menurut besaran misalnya berupa orang atau penumpang, kendaraan (menurut jenisnya), satuan
16 mobil penumpang (smp), barang (dalam satuan berat) per satuan waktu tertentu (jam, hari, tahun, dll). •
Menurut asal perjalanan, dibedakan menjadi model bangkitan/tarikan home based dan non-home based.
•
Menurut maksud perjalanan (trip purpose), pada beberapa studi transportasi akhir-akhir ini, dilakukan pemodelan bangkitan/tarikan perjalanan yang memisahkan masing-masing maksud perjalanan. Hal tersebut dilakukan karena sifat dari perjalanan berbeda-beda menurut maksudnya, baik dari jumlah maupun waktu terjadinya bangkitan/tarikan tertinggi. Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalulintas berupa
jumlah kendaraan, orang atau angkutan barang per satuan waktu. Bangkitan lalulintas sangat tergantung pada dua aspek tata guna lahan, yaitu : •
Jenis tata guna lahan Jenis tata guna lahan yang berbeda (pemukiman, pendidikan, dan komersil) mempunyai ciri bangkitan lalulintas yang berbeda :
•
-
Jumlah arus lalulintas
-
Jenis lalulintas
-
Lalulintas pada waktu tertentu
Intensitas aktivitas tata guna lahan Bangkitan perjalanan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi juga tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi pergerakan arus lalulintas
17 yang dihasilkannya. Salah satu ukuran intensitas aktivitas sebidang tanah adalah kepadatannya.
b.
Sebaran Perjalanan Pemodelan sebaran perjalanan dimaksudkan untuk menghitung besarnya perjalanan (orang, barang, dan lain-lain) diantara zona-zona asal tujuan di wilayah studi. Dasar model sebaran perjalanan adalah bagaimana memprediksi penyebaran hasil penghitungan jumlah bangkitan/tarikan perjalanan dari tahapan sebelumnya. Hasil keluaran tahap pemodelan ini adalah berupa Matriks Asal Tujuan (MAT) yang merupakan gambaran dari pola dan besarnya perjalanan di wilayah studi. Metoda pemodelan matriks asal tujuan yang banyak digunakan dikelompokkan sebagai berikut : •
Pembentukan matriks asal tujuan dengan metoda langsung Pembentukan matriks ini dilakukan dengan cara memprediksi matriks asal tujuan langsung di lapangan melalui survey. Dengan metoda ini akan diperoleh matriks asal tujuan beserta bangkitan/tarikan. Matriks yang akan dihasilkan adalah matriks perjalanan saat ini atau untuk keperluan kalibrasi pemodelan distribusi perjalanan dengan metoda lain. Terdapat beberapa bentuk dan metoda survey yang dilakukan, seperti survey wawancara di rumah (home interview), survey wawancara di tepi jalan (road side interview), survey pencocokan nomor kendaraan (license plate matching survey). Umumnya untuk melakukan survey terhadap semua pelaku perjalanan merupakan hal yang akan membutuhkan sumber
18 daya dan waktu yang banyak (tergantung kepada lingkup tinjauan), sehingga perlu dilakukan sampling yang memiliki konsekuensi terhadap akurasi matriks yang dihasilkan. •
Pembentukan matriks asal tujuan dengan metoda tidak langsung Pembentukan matriks dengan metoda ini terutama dimaksudkan untuk memprediksi matriks pada masa yang akan datang, meskipun untuk proses kalibrasi dan validasinya diperlukan matriks dari hasil metoda langsung. Terdapat beberapa model distribusi perjalanan yang termasuk dalam kelompok ini yang berbeda terutama dalam kebutuhan data yang digunakan untuk menyebarkan perjalanan, diantaranya adalah : model faktor petumbuhan, model gravitasi, model distribusi perjalanan berdasarkan lalulintas.
c.
Pemilihan Moda Secara teknis model pemilihan moda bertujuan untuk mengetahui proporsi pelaku perjalanan (orang ataupun barang) yang akan menggunakan setiap moda transportasi yang ada di wilayah studi, baik kendaraan pribadi, angkutan umum, maupun angkutan lain yang tidak berbasis operasi di jalan seperti : kereta api, kapal laut, penyeberangan, angkutan sungai dan danau, atau pesawat terbang. Pada prinsipnya pemodelan pemilihan moda dapat dilakukan pada tahap setelah pemodelan bangkitan tarikan atau pada tahap setelah pemodelan distribusi perjalanan. Karena itu bentuk umum model pemilihan moda dapat dikelompokkan ke dalam :
19 •
Model pemilihan moda trip ends Yaitu pemodelan pemilihan moda yang digabungkan dengan pemodelan bangkitan/tarikan. Model ini salah satu tujuannya adalah untuk melihat pengaruh sosio-ekonomi terhadap pemilihan moda, jadi keluarannya adalah jumlah pergerakan yang keluar/masuk zona menurut jenis kendaraan. Proses pemodelannya mirip dengan pemodelan bangkitan/tarikan.
•
Model pemilihan moda trip interchange Yaitu pemodelan pemilihan moda yang diakukan setelah/ digabung dengan pemodelan penyebaran pergerakan. Tujuan utamanya adalah untuk melihat pengaruh kompetisi moda terhadap pemilihan moda.
d.
Model Pembebanan Perjalanan Tujuan model pembebanan perjalanan adalah untuk membebankan MAT kepada jaringan transportasi untuk menghitung sebaran arus lalulintas yang melalui setiap ruas yang dimasukkan dalam model. Hasil lain dari model pemilihan rute diantaranya dapat digunakan untuk penghitungan biaya transportasi (dalam waktu atau besaran nilai uang) baik dalam skala ruas maupun secara keseluruhan dalam sistem transportasi wilayah yang dimodelkan. Model pembebanan sebagai rangkaian terakhir dari pemodelan empat tahap, hasilnya merupakan masukan utama bagi proses analisis yang pada akhirnya akan
20 memilih alternatif penanganan yag terbaik yang akan diterapkan dilihat dari segi biaya dan manfaatnya. Terdapat beberapa model pembebanan perjalanan yang dibedakan menurut mekanisme asumsi pemilihan rute serta batasan kapasitas rute, yaitu sebagai berikut : •
Model pembebanan all or nothing Model ini mengasumsikan seluruh pelaku perjalanan mengetahui rute termurah dan hanya akan memilih satu rute dengan biaya perjalanan terendah tersebut, sehingga tidak memperhitungkan kapasitas rute.
•
Model pembebanan equilibrium deterministic Model ini memperhitungkan kapasitas rute, maka volume lalulintas di jaringan akan mempengaruhi biaya perjalanan di tiap rute dan seluruh pelaku perjalanan mengetahui secara interaktif rute mana yang termurah, sehingga pelaku perjalanan akan mendistribusikan diri ke tiap rute sampai semua rute memiliki biaya perjalanan yangsama. Model ini lebih dikenal sebagai model pembebanan equilibrium system optimum. Perbedaannya adalah pada model ini diasumsikan pelaku perjalanan total seluruh jaringan mencapai nilai optimum (terendah).
•
Model pembebanan equilibrium stochastic Pada model ini pendekatannya hampir sama dengan model sebelumnya, namun ditambahkan pengaruh persepsi perjalanan yang tidak deterministik, melainkan memiliki distribusi random tertentu.
21 Untuk melakukan pembebanan harus dimodelkan terlebih dahulu jaringan transportasi tinjauannya. Umumnya model jaringan dibentuk atas link (untuk jaringan jalan link adalah ruas jalan dengan dilengkapi atribut panjang, kapasitas, dan kecepatan operasinya).
2.3.2. Ramalan Perjalanan (Traffic Forecast) Jasa angkutan udara yang akan dihasilkan harus didasarkan pada peramalan pada setiap rute penerbangan. Kemudian ditentukan jaringan penerbangan, besarnya kapasitas armada yang dibutuhkan, penentuan jadwal penerbangan dan akhirnya ditentukan rencana pokok produksi sebagai pedoman dalam besarnya volume jasa angkutan udara yang akan dihasilkan. Besarnya ramalan angkutan udara pada setiap rute penerbangan berguna untuk mengetahui besarnya arus penumpang dan barang. Dengan demikian dapat ditentukan jumlah penerbangan, jumlah seat pada setiap rute, frekuensi penerbangan, pangsa pasar, dan tingkat pelayanan yang akan diberikan. Permintaan transportasi bersifat permintaan turunan (derived demand) sebagai akibat untuk memenuhi tujuan atau kebutuhan lain. Pada dasarnya, permintaan angkutan diakibatkan oleh : a. Kebutuhan manusia untuk bepergian ke lokasi lain dengan tujuan mengambil bagian di dalam suatu kegiatan, misalnya bekerja, berbelanja, ke sekolah, dan lain-lain. b. Kebutuhan angkutan barang untuk dapat digunakan atau dikonsumsi. Di dalam memperkirakan permintaan angkutan di antara dua tempat, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu :
22 a. Maksud perjalanan b. Karakteristik tempat asal yang mempengaruhi besarnya lalu lintas yang akan dibangkitkan. c. Karakteristik tempat tujuan yang mempengaruhi besarnya lalu lintas yang akan ditarik. d. Tarif dan tingkat pelayanan transportasi yang menghubungkan kedua tempat tersebut. e. Jumlah penduduk yang ada pada kedua tempat tersebut. Dalam mengestimasi permintaan angkutan udara perlu dilakukan pendekatan yang terpadu. Kegiatan perekonomian merupakan faktor yang dominan berpengaruh pada permintaan jasa angkutan udara, baik domestik maupun internasional. Peramalan dengan menggunakan konsep pasar, yaitu bahwa pasar terjadi karena adanya pertemuan antara permintaan dan penawaran pada suatu kondisi tertentu, merupakan pendekatan yang berorientasi pada aktivitas ekonomi yang terjadi. Hal ini tidak mencerminkan permintaan yang sebenarnya karena ada potensi-potensi ekonomi yang belum berkembang. Pendekatan yang akan dilakukan disini akan mencakup permintaan pasar potensial, artinya akan diperhatikan prospek perkembangan wilayah, kota, sektor, industri, permintaan maksimum yang dapat dikembangkan, sedangkan permintaan yang dipenuhi merupakan pasar yang dapat direalisasikan. Permintaan jasa angkutan udara untuk penumpang dan barang dalam jangka panjang ditentukan oleh pesatnya perkembangan ekonomi. Hal ini tercermin pada tingkat pendapatan masyarakat pengguna jasa. Meningkatnya pendapatan dinyatakan oleh gross domestic product (GDP), yang mampu meningkatkan permintaan atas jasa angkutan udara. Untuk angkutan udara dalam negeri dipengaruhi oleh GDP per kapita
23 Indonesia, sedangkan luar negeri dipengaruhi oleh GDP Negara-negara Eropa, Asia Pasifik, Amerika, dan lain-lain. Aspek lain yang akan diperhitungkan adalah globalisasi ekonomi dan politik yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi penggunaan jasa angkutan umumnya dan jasa angkutan udara khususnya. Hal lain yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan peramalan adalah pengaruh dari moda lain, artinya dengan adanya pengembangan berbagai jenis angkutan yang ada, yaitu angkutan darat, laut, kereta api, dan penyeberangan, akan mempengaruhi pola permintaan terhadap jasa angkutan udara.