BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jalan Raya Jalan raya merupakan jalan utama yang menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas baik yang berada di permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Biasanya memiliki ciri-ciri: - Dipergunakan untuk kendaraan bermotor. - Dipergunakan oleh masyarakat umum. - Dibiayai oleh negara. - Penggunaannya diatur oleh undang - undang. Pada dasarnya pembangunan jalan raya merupakan proses pembukaan ruang lalu lintas dengan mengatasi berbagai masalah geografis. Proses ini berkaitan dengan penggalian dan pengurugan, seperti menimbun lembah dan atau menggali bukit untuk keperluan pembangunan jalan raya. Untuk perencanaan jalan raya yang baik, bentuk geometriknya harus ditetapkan sedemikian rupa agar jalan raya tersebut dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi penggunanya sesuai dengan fungsi dasarnya.
6
7 2.2. Perkerasan Lentur Aspal merupakan salah satu jenis material yang sering dipergunakan dalam perkerasan jalan raya karena memiliki ikatan yang kuat dengan agregat dan keras dalam suhu kamar, selain itu juga memiliki tekstur yang lunak/cair pada suhu tinggi sehingga mudah membalut agregat dan mengisi rongga-rongga diantara agregat. Aspal merupakan senyawa hidrokarbon dengan sedikit kandungan sulfur, oksigen dan klor, berbentuk cairan kental yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan serta memiliki ketahanan terhadap air. Perkerasan lentur lebih sering dipergunakan untuk konstruksi jalan dibandingkan dengan perkerasan kaku. Perkerasan ini memiliki 3 lapisan dimana lapisan permukaannya terdiri dari agregat dan aspal, lapisan pondasi atas terdiri dari batu pecah dan lapisan pondasi bawah terdiri dari sirtu. Pada lapisan pondasi atas dan bawah dapat diisi dengan material lain seperti semen Portland, kapur dan aspal. Semua lapisan ini harus dibangun diatas tanah yang telah dipadatkan.
Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur
8 Adapun fungsi dari tiap-tiap lapisan itu adalah: - Lapisan permukaan: o Bagian perkerasan untuk menahan beban roda o Lapis kedap air sebagai pelindung badan jalan o Lapisan aus o Menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya yang memiliki daya dukung lebih rendah
- Lapisan pondasi atas: o Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya o Lapisan peresapan lapis pondasi bawah o Sebagai bantalan terhadap lapis permukaan
- Lapis pondasi bawah: o Bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar o Untuk mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif lebih murah guna penghematan biaya konstruksi o Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul pada pondasi o Mencegah partikel halus dari tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi atas o Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan dengan lancar.
9 Perkerasan lentur ini memiliki beberapa kelebihan seperti: - Waktu konstruksinya yang relatif singkat. - Tidak memiliki lapisan granular yang dapat ditembus oleh air sehingga kwalitas dapat terjaga. - Dapat mengalirkan air yang tergenang. - Memiliki gaya gesek yang tidak terlalu besar. - Lentur (fleksibel). - Baik untuk kondisi lalu lintas yang lancar. - Biaya konstruksinya relatif murah dibanding perkerasan kaku.
Kekurangan yang dimiliki oleh perkerasan lentur ini yaitu: - Tidak tahan terhadap beban diam. - Pemeliharaan yang dilakukan secara rutin dan berkala menyebabkan biaya investasinya relatif lebih mahal. - Lemah terhadap air.
2.2.1. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Untuk Jalan Baru dengan Metode Bina Marga Data lalu lintas harian rata-rata dapat diperoleh dengan cara:
LHR Dimana:
Jumlah kendaraan tertinggi k k = 0,09
………..………………(2.1)
10 2.2.1.1.
Lintas Harian Rata-Rata Awal Rumus:
LHR awal umur rencana (1 i) n Volume kendaraan ………..……..(2.2) Dimana:
i = Angka pertumbuhan lalu lintas pada masa pelaksanaan n = Masa pelaksanaan
2.2.1.2.
Lintas Harian Rata-Rata Akhir Rumus:
LHR akhir umur rencana (1 i) n Volume kendaraan ………..…(2.3) Dimana:
i = Angka pertumbuhan lalu lintas pada masa operasional n = Masa operasional jalan
2.2.1.3.
Koefisien Distribusi Untuk Masing-Masing Kendaraan Berdasarkan Daftar II SNI-1732-1989-F tentang “TATA CARA PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN”, nilai koefisien masingmasing kendaraan dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 2.1. Jumlah Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 Jalur 5 Jalur 6 Jalur
Koefisien Distribusi Kendaraan Kendaraan Ringan 1 arah 2 arah 1,00 1,00 0,60 0,50 0,40 0,40 0,30 0,25 0,20
Kendaraan Berat 3 arah 4 arah 1,00 1,00 0,70 0,50 0,50 0,475 0,45 0,425 0,40
11 2.2.1.4.
Angka Ekivalen Masing-Masing Kendaraan Berdasarkan Daftar III SNI-1732-1989-F tentang “TATA CARA PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN”, nilai ekivalen masingmasing kendaraan dapat dilihat dari tabel di bawah ini: Tabel 2.2.
Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Kg 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 8160 9000 10000 11000 12000 13000 14000 15000 16000
2.2.1.5.
Lb 2205 4409 6614 8818 11023 13228 15432 17637 18000 19841 22046 24251 26455 28660 39864 33069 35276
Angka Ekivalen Sumbu Sumbu Tunggal Ganda 0,0002 0,0036 0,0003 0,0183 0,0016 0,0577 0,0050 0,1410 0,0121 0,2933 0,0251 0,5415 0,0466 0,9328 0,0794 10,000 0,0860 1,4798 0,1273 2,2555 0,1940 3,3022 0,2840 4,6770 0,4022 6,4419 0,5540 8,6447 0,7452 11,4184 0,9820 14,7815 12,712
Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) Rumus:
LEP ( LHR Dimana:
awal umur rencana
c E ) ……………..…………(2.4)
c = Koefisien distribusi masing-masing kendaraan E = Angka ekivalen untuk masing-masing kendaraan
12
2.2.1.6.
Lintas Ekivalen Akhir (LEA) Rumus:
LEA ( LHR Dimana:
akhir umur rencana
c E )
...……………...(2.5)
c = Koefisien distribusi masing-masing kendaraan E = Angka ekivalen untuk masing-masing kendaraan
2.2.1.7.
Lintas Ekivalen Tengah (LET) Rumus:
2.2.1.8.
2.2.1.9.
LEP LEA 2
....................................……….(2.6)
Faktor Penyesuaian
UR 10
Rumus:
FP
Dimana:
UR = Umur Rencana/masa operasional jalan
………………………..……………...(2.7)
Lintas Ekivalen Rencana (LER) Rumus:
2.2.1.10.
LET
LER LET FP
……………………………….(2.8)
Analisa Daya Dukung Tanah 1. Nilai Daya Dukung Tanah Dasar Untuk menentukan nilai daya dukung tanah dasar, digunakan nomogram kolerasi antara nilai CBR dan nilai daya dukung tanah dasar pada SNI-1732-1989-F tentang “TATA CARA PERENCANAAN
13 TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN”.
14
Gambar 2.2. Korelasi Nilai Daya Dukung Tanah Dengan Nilai CBR (Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, SNI 1732-1989-F)
15 2.2.1.11.
Analisa Tebal Perkerasan Lentur 1. Faktor Regional Rumus: Persentase Kendaraan Berat
Jumlah Kendaraan Berat 100% ……… Jumlah Kendaraan
………………………………………………………………….…(2.9) Setelah itu dapat dilanjutkan dengan melihat tabel dibawah ini: Tabel 2.3. Faktor Regional (FR) Kelandaian I (< 6%) % kendaraan berat ≤ 30% > 30% Iklim I < 900mm/th Iklim I > 900mm/th
Catatan:
0,5 1,5
Pada
Kelandaian II (6 - 10%) % kendaraan berat ≤ 30% > 30%
1,0 - 1,5
1,0
2,0 - 2,5
2,0
bagian
tertetu
Kelandaian III > 10%) % kendaraan berat ≤ 30% > 30%
1,5 - 2,0
1,5
2,0 - 2,5
2,5 - 3,0
2,5
3,0 - 3,5
jalan,
seperti
persimpangan,
pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah 0,5, Pada daerah raw, FR ditambah 1,0
2. Indeks Permukaan Dalam menentukan indeks permukaan awal umur rencana (IPo) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana. Besarnya nilai indeks permukaan pada awal umur rencana dapat dilihat dari tabel dibawah:
16 Tabel 2.4. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo) Jenis Lapis Permukaan Laston Lasbutag HRA Burda Burtu Lapen Latasbum Buras Latasir Jalan Tanah Jalan Kerikil
IPo
Roughness (mm/km)
≥4 3,9 - 3,5 3,9 - 3,5 3,4 - 3,0 3,9 - 3,5 3,4 - 3,0 3,9 - 3,5 3,4 - 3,0 3,4 - 3,0 2,9 - 2,5 2,9 - 2,5 2,9 - 2,5 2,9 - 2,5 ≤ 2,4 ≤ 2,4
≤ 1000 > 1000 ≤ 2000 > 2000 ≤ 2000 > 2000 < 2000 < 2001 ≤ 3000 > 3000
3. Indeks permukaan akhir Untuk menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER). Adapun kisaran nilai indeks tersebut dapat dilihat dari tabel ini: Tabel 2.5. Indeks Permukaan Akhir (IP) Lintas Ekivalen Rencana < 10 10 - 100 100 - 1000 >1000
Lokal 1 - 1,50 1,50 1,50 - 2 -
Klasifikasi Jalan Kolektor Arteri 1,50 1,50 - 2 1,50 - 2 2 2 2 - 2,50 2 - 2,5 2,50
Tol 2,50
17 4. Indeks tebal perkerasan Adalah suatu angka yang berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan. Penentuan nilai indeks tebal perkerasan dapat dilakukan dengan menggunakan nomogram yang ada di bawah ini:
Gambar 2.3. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 2,5 dan IPo ≥ 4
18
Gambar 2.4. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 2,5 dan IPo = 3,9 – 3,5
Gambar 2.5. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 2 dan IPo ≥ 4
19
Gambar 2.6. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 2 dan IPo = 3,9 – 3,5
Gambar 2.7. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,9 – 3,5
20
Gambar 2.8. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1,5 dan IPo = 3,4 – 3,0
Gambar 2.9. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1,5 dan IPo = 2,9 – 2,5
21
Gambar 2.10. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1 dan IPo = 2,9 – 2,5
Gambar 2.11. Nomogram Indeks Perkerasan untuk IPt = 1 dan IPo ≤ 2,4
22 5. Koefisien kekuatan relatif Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan yang diperkuat dengan semen atau kapur) atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah). Jika alat Marshall Test tidak tersedia, bahan beraspal bias diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field, dan Smith Triaxial. Berikut adalah beberapa material yang umum digunakan sebagai bahan lapis perkerasan:
23 Tabel 2.6. Koefisien Kekuatan Relatif Koefisien Kekuatan Relatif a1 0,40 0,35 0,32 0,30 0,35 0,31 0,28 0,26 0,30 0,26 0,25 0,20 -
a2 0,28 0,26 0,24 0,23 0,19 0,15 0,13 0,15 0,13 0,14 0,13 0,12 -
a3 0,13 0,12 0,11 0,10
Kekuatan Bahan MS KT CBR (kg) (Kg/cm2) (%) 744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 590 454 340 22 18 22 18 100 80 60 70 50 30 20
Jenis Bahan Laston
Lasbutag
HRA Aspal Macadam Lapen (mekanis) Lapen (manual) Laston Atas Lapen (mekanis) Lapen (manual) Stabilisasi tanah dengan semen Stabilisasi tanah dengan kapur Batu pecah (kelas A) Batu pecah (kelas B) Batu pecah (kelas C) Sirtu/pitrun (kelas A) Sirtu/pitrun (kelas B) Sirtu/pitrun (kelas C) Tanah/lempung berpasir
24 6. Susunan lapisan perkerasan Dalam menentukan tebal lapisan perkerasan, dipergunakan persamaan ini: Rumus:
ITP a 1 D1 a 2 D 2 a 3 D3 Dimana:
………...………..…….……..(2.10)
ITP
= Indeks tebal perkerasan
a1
= koefisien
a2
= koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas
a3
= koefisien
D1
= tebal lapis permukaan
D2
= tebal lapis pondasi atas
D3
= tebal lapis pondasi bawah
kekuatan relatif lapis permukaan
kekuatan relatif lapis pondasi bawah
Berikut adalah batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan: 1. Lapis Permukaan Tabel 2.7.
Batas Tebal Minimum Lapis Permukaan
< 3,00
Tebal Minimum (cm) 5
3,00 - 6,70
5
6,71 - 7,49
7,5
7,50 - 9,99 ≥ 10,00
7,75 10
ITP
Bahan Lapis pelindung : (Buras / Burtu / Burda) Lapen / Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston Lapen / Aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston Lasbutag, Laston Laston
25 2. Lapis Pondasi Tabel 2.8.
Batas Tebal Minimum Lapis Pondasi
ITP
Tebal Minimum (cm)
< 3,00
15
3,00 - 7,49
20* 10
7,50 - 9,99
20 15
10 - 12,14
20
≥ 12,25
25
Bahan Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur Laston Atas Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam Laston Atas Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas Batu pecan, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, Lapen, Laston Atas
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir kasar.
3. Lapis Pondasi Bawah Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.
2.2.2. Perawatan Perkerasan Lentur Jenis perawatan yang ada dalam perkerasan lentur ini ada dua, yaitu: - Perawatan rutin. - Perawatan berkala.
26 2.2.2.1.
Perawatan Rutin Perawatan rutin bertujuan untuk menjaga agar umur layan perkerasan lentur dapat sesuai dengan umur layan rencana awalnya. Analisa perawatan rutin ini diasumsikan sebesar 20 % dari total volume lapis permukaan perkerasan lentur. Perawatan ini dilakukan setiap tahun.
2.2.2.2.
Perawatan Berkala Perawatan berkala bertujuan untuk menjaga agar umur layan perkerasan lentur dapat sesuai dengan umur layan rencana awalnya. Proses perawatan berkala ini dilakukan dengan cara melapis ulang permukaan perkerasan lentur setebal ± 5 cm. Perawatan ini dilakukan setiap 5 tahun sekali.
2.3. Perkerasan Kaku Beton merupakan salah satu bahan konstruksi umum yang sering dipergunakan untuk membangun gedung, jalan, dan lain-lain. Beton ini bersifat homogen yang diperoleh dengan cara mencampur agregat halus, agregat kasar, air dengan semen Portland yang terkadang diberi campuran bahan tambahan (additive) yang bersifat kimiawi maupun fisikal. Beton yang sudah mengeras dapat dikatakan juga sebagai batuan tiruan, dengan rongga antara agregat kasar yang diisi oleh agregat halus, serta semen dan air sebagai pengisi pori-porinya. Pasta semen berfungsi sebagai pengikat dalam proses pengerasan agar butiran dapat terikat dengan kuat sehingga menjadi satu kesatuan yang padat dan tahan lama.
27 Perkerasan kaku terdiri dari pelat beton dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah (diatas tanah dasar). Dalam perkerjaan konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering dianggap sebagai lapisan pondasi jika diatasnya ada lapisan aspal. Pelat beton yang kaku memiliki modulus elastisitas yang tinggi, dimana pendistribusian beban lalu lintas ke tanah dasar yang melingkupi area yang luas. Sehingga kapasitas struktur perkerasan akan diperoleh dari pelat beton itu sendiri. Berbeda dengan perkerasan lentur yang kekuatan perkerasannya diperoleh dari lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi bawah. Secara umum ada empat jenis perkerasan kaku, yaitu: - Perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan - Perkerasan kaku bersambung dengan tulangan - Perkerasan kaku menerus dengan tulangan - Perkerasan kaku prategang
Gambar 2.12. Tipikal Struktur Perkerasan Kaku
Pada perkerasan kaku, daya dukung utama diperoleh dari pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah sangat mempengaruhi umur dan kekuatan perkerasan kaku ini. Lapis pondasi bawah pada perkerasan kaku ini memiliki fungsi:
28 - Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah - Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi pelat - Memberi dukungan yang mantap dan seragam pada pelat - Sebagai perkerasan lantai kerja selama masa konstruksi
Pelat beton semen ini memiliki kekakuan untuk menyebarkan beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada lapisan dibawahnya. Bila diperlukan untuk memberi kenyamanan yang tinggi, lapisan permukaan perkerasan kaku ini dapat diberi campuran beraspal setebal 5 cm. Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh perkerasan kaku yaitu: - Memiliki kemampuan menahan gaya tekan yang baik, sehingga cocok untuk kondisi lalu lintas yang lambat. - Dalam keadaan segar beton dapat dengan mudah dicetak. - Beton segar dapat disemprotkan pada retakan beton dalam proses perbaikannya.
Kekurangan yang dimiliki oleh perkerasan kaku yaitu: - Biaya konstruksinya relatif lebih mahal dibanding perkerasan lentur. - Proses pengerjaannya membutuhkan ketelitian yang lebih. - Waktu konstruksinya yang lebih lama.
29 2.3.1. Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Untuk Jalan Baru dengan Metode Bina Marga 2.3.1.1.
Analisa Lalu Lintas Kendaraan Tabel 2.9.
Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasar Jenis dan Bebannya
Konfigurasi beban Jumlah Jumlah Jumlah sumbu Jenis sumbu kendaraan sumbu (ton) kendaraan kendaraan (bh) (bh) (bh) RD RB MP Bus Truk 2as Bus Trans Jakarta
1 3 4
1 5 6
2 2
7
13
2
STRT
STRG
BS JS BS JS (ton) (bh) (ton) (bh) 3 5 4 6 7
13
Total
Keterangan: RD
= roda depan
RB
= roda belakang
RGD
= roda gandeng depan
RGB
= roda gandeng belakang
JSKN
= jumlah sumbu tiap kendaraan
JSKNH
= jumlah sumbu kendaraan harian
STRT
= sumbu tunggal roda tunggal
STRG
= sumbu tunggal roda ganda
BS
= beban sumbu
JS
= jumlah sumbu
Setelah
itu
hitung
menggunakan rumus:
pertumbuhan
lalu
lintas
kendaraan
dengan
30 R
2.3.1.2.
(1 i) UR 1 i
.…………………..……….………………... (2.11)
Lajur Rencana dan Koefisien Distribusi Dapat dilihat dari tabel dibawah ini: Tabel 2.10.
Jumlah Lajur Berdasar Lebar Perkerasan dan Koefisien Distribusi (C)
Lebar perkerasan (Lp)
Jumlah Lajur (n)
Lp < 5,50 m 5,50 m ≤ Lp < 8,25 m 8,25 m ≤ Lp < 11,25 m 11,25 m ≤ Lp < 15 m 15 m ≤ Lp < 18,75 m 18,75 m ≤ Lp < 22 m
1 2 3 4 5 6
Koefisien distribusi 1 arah 2 arah 1 1 0,70 0,50 0,50 0,475 0,45 0,425 0,40
Jumlah sumbu kendaraan yang bekerja adalah: JSKN 365 x JSKHN x R x c ……...…………………………..….. (2.12)
2.3.1.3.
Faktor Keamanan Beban Tabel 2.11. No 1 2 3
Faktor Keamanan Beban
Penggunaan Jalan bebas hambatan utama, berjalur banyak, dengan aliran lalu lintas tidak terhambat dengan volume kendaraan niaga tinggi Jalan bebas hambatan dan jalan arteri dengan volume kendaraan menengah Jalan dengan volume kendaraan rendah
Nilai FKB 1,2 1,1 1
31 2.3.1.4.
Repetisi Sumbu Rencana Dengan diperolehnya jumlah sumbu untuk setiap jenis dan beban sumbu kendaraan serta jumlah sumbu kendaraan, maka besarnya repetiri rencana untuk setiap jenis dan beban sumbu kendaraan dapat diketahui, dengan tabel dibawah ini: Tabel 2.12.
Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana
Jenis sumbu 1
BS JS Proporsi Proporsi JSKN (ton) bh) beban sumbu 2 3 4 5 6 7 4 STRT 3 jumlah 13 6 STRG 5 jumlah Komulatif
2.3.1.5.
Repetisi yang terjadi 7 = (4) × (5) × (6)
Analisa Tebal Lapisan Pondasi Menurut “PERATURAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN BETON SEMEN”, tebal lapisan pondasi perkerasan kaku dapat dilihat dari grafik dibawah ini:
Gambar 2.13. Tebal Pondasi Minimum Untuk Perkerasan Kaku
32 2.3.1.6.
Analisa CBR Tanah Dasar Efektif Berdasar “PERATURAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN BETON SEMEN”, besarnya nilai CBR tanah efektif dapat dilihat dari grafik ini:
Gambar 2.14. CBR Tanah Dasar Efektif
2.3.1.7.
Analisa Tebal Minimum Pelat Beton Nilai tebal minimum pelat beton yang akan digunakan dapat dilihat dari grafik dibawah ini:
33
Gambar 2.15. Grafik Perencanaa fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas Dalam Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,1
34
Gambar 2.16. Grafik Perencanaa fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas Dalam Kota, Tanpa Ruji, FKB = 1,2
35
Gambar 2.17. Grafik Perencanaa fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas Dalam Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,1
36
Gambar 2.18. Grafik Perencanaa fcf = 4,25 MPa, Lalu Lintas Dalam Kota, Dengan Ruji, FKB = 1,2
37 Dengan menggunakan rumus empiris sebagaimana diberikan pada “PERATURAN PERENCANAAN PERKERASAN JALAN BETON SEMEN” maka kuat tarik lentur beton dapat dihitung dengan rumus:
f cf K f' c
……….……………………..……………….(2.13)
Tebal pelat beton dapat ditentukan dengan menggunakan analisa fatik dan erosi, dimana tingkat kerusakan yang terjadi dari hasil analisa fatik dan erosi lebih kecil dari 100%. Adapun cara menentukan tebal pelat beton pada perkerasan kaku dilakukan secara iterasi dengan menggunakan Tabel 2.14, Gambar 2.19, dan Gambar 2.20 di bawah ini.
38 Tabel 2.13.
Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton
39 Tabel 2.13.
Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton (lanjutan)
40 Tabel 2.13.
Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton (lanjutan)
41
Gambar 2.19 Analisa Fatik dan Beban Ijin Berdasarkan Rasio Tegangan dengan atau Tanpa Bahu Beton
42
Gambar 2.20 Analisa Erosi dan Jumlah Repetisi Beban Ijin Berdasarkan Faktor Erosi Tanpa Bahu Beton
43 2.3.1.8.
Analisa Fatik dan Erosi Tabel 2.14.
Analisa Fatik dan Erosi
Beban Analisa fatik Analisa erosi Beban rencana Repetisi Faktor Jenis Persen Persen sumbu per yang tegangan Repetisi Repetisi sumbu rusak rusak (kN) roda terjadi dan erosi ijin ijin (%) (%) (kN) 70 TE = STRT 40 FRT = 30 FE = 130 TE = STRG 60 FRT = 50 FE = Total
Dimana:
2.3.1.9.
TE
= tegangan ekivalen
FRT
= faktor rasio tegangan
FE
= faktor erosi
Perkerasan Beton Semen Bersambung Tanpa Tulangan Pada perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan, ada kemungkinan penulangan perlu dipasang guna mengendalikan retak. Bagian – bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan pola sambungan, maka pelat harus diberi tulangan: a. Pada pelat bentuk tidak lazim (Odd Shaped Slabs). Pelat disebut tidak lazim bila pola sambungan pada pelat tidak benar – benar berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang. b. Pelat dengan sambungan tidak sejalur (Mismatched Joints). c. Pelat berlubang (Pits or Structures)
44 2.3.1.10.
Sambungan Susut Melintang Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk lapis pondasi stabilisasi semen. Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung tanpa tulangan sekitar 4 – 5 m, sedang untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan 8 – 15 m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan. Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak antar ruji 30 cm lurus dan bebas tonjolan tajam yang akan mempengaruhi gerak bebas pada saat beton menyusut. Diameter ruji tergantung pada tebal pelat beton seperti tabel di bawah ini: Tabel 2.15.
Diameter Ruji
No.
Tebal pelat beton, h (mm)
1 2 3 4 5
125 < h ≤ 140 140 < h ≤ 160 160 < h ≤ 190 190 < h ≤ 220 220 < h ≤ 250
Diameter ruji (mm) 20 24 28 33 36
2.3.2. Perawatan Perkerasan Kaku Jenis perawatan yang ada dalam perkerasan kaku ini yaitu: 2.3.2.1.
Perawatan Berkala Perawatan berkala yang dilakukan pada jalur busway yaitu berupa penambalan lobang dengan menggunakan bahan Laston lapis aus (AC –
45 WC) yang diasumsikan sebesar 10 % dari volume pelat beton perkerasn kaku tersebut. Perawatan ini dilakukan setiap 5 tahun sekali.
2.4. Bus Trans Jakarta Bermula dari gagasan perbaikan sistem angkutan umum DKI Jakarta yang mengarah pada kebijakan prioritas angkutan umum, maka perlu dibangun suatu sistem angkutan umum yang dapat mengakomodasi pengguna dari segala golongan. Pemerintah DKI Jakarta menyusun Pola Transportasi Makro (PTM) sebagai perencanaan umum mengembangkan sistem transportasi di wilayah DKI Jakarta yang ditetapkan pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2007, yang mengacu pada PTM tersebut untuk tahap awal realisasinya dibangun suatu jaringan sistem angkutan umum massal yang mempergunakan jalur khusus (Bus Rapid Transit/BRT). BLUD Transjakarta Busway adalah lembaga pemerintah DKI Jakarta yang mengelola layanan angkutan umum massal dalam moda bus. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat meningkatkan pelayanan dan penyediaan jasa transportasi yang aman, tertib, lancar, nyaman, ekonomis dan terjangkau oleh masyarakat. Pada pelaksanaaannya, pelayanan angkutan ini memiliki satu lajur sendiri yang diambil dari jalur umum dan hanya boleh dipergunakan oleh kendaraan selain bus Transjakarta, dengan tujuan agar tidak terjadi kemacetan yang dapat mengganggu jalannya moda transportasi ini. Saat ini jumlah armada bus mencapat 426 unit yang dioperasikan berdasar rencana operasi yang terjadwal di sepuluh koridor. Bus yang diberangkatkan pada titik awal diatur sesuai dengan waktu yang telah ditentukan baik pada jam sibuk
46 maupun pada jam tidak sibuk. Untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi kepadatan penumpang di halte transit, BLU Transjakarta Busway menambah rute rute langsung berdasar sistem jaringan yang dapat diakses penumpang sesuai dengan tujuan perjalanannya.
2.5. Biaya Investasi 2.5.1. Pengertian Biaya Besarnya laba atau rugi perusahaan pada periode tertentu merupakan perbedaan antara penghasilan yang direalisasikan yang timbul dari transaksi dengan biaya – biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut. Definisi biaya menurut Standar Akutansi Keuangan (1999:12) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akutansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. The Commite on Cost Concepts and Standards of The American Accounting Association memberikan definisi Cost sebagai berikut: “Cost is foregoing measured in monetary terms incurred or potenntially to be incurred to achive a specific objective”, yang berarti biaya merupakan pengeluaran – pengeluaran yang diukur secara terus menerus dalam uang atau yang potensial harus dikeluarkan untuk mencapai suatu tujuan. Jadi menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan kas atau nilai ekuovalen kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan guna untuk memberikan suatu manfaat yaitu peningkatan laba.
47 2.5.2. Pengertian Investasi Bagi masyarakat modern, kata investasi tentu tidak asing lagi. Bisa jadi setiap hari kita mendengar kata itu. Sebab, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tidak bersedia membiarkan asetnya menjadi tidak berkembang dan untuk mengembangkan aset tersebutlah maka diperlukan investasi. Bagi sebagian masyarakat lainnya, barangkali telah melakukan investasi tetapi tidak menyadarinya, seperti para petani dan peternak di pedesaan. Reilly dan Brown, yang mengatakan bahwa investasi adalah komitmen mengikatkan aset saat ini untuk beberapa periode waktu ke masa depan guna mendapatkan penghasilan yang mampu mengkompensasi pengorbanan investor berupa keterikatan aset pada waktu tertentu, tingkat inflasi dan ketidaktentuan penghasilan pada masa mendatang. Dari definisi yang disampaikan pakar investasi tersebut kita bisa menarik pengertian investasi, bahwa untuk bisa melakukan suatu investasi harus ada unsur ketersediaan dana (aset) pada saat sekarang, kemudian komitmen mengikatkan dana tersebut pada obyek investasi (bisa tunggal atau portofolio) untuk beberapa periode (untuk jangka panjang lebih dari satu tahun) di masa mendatang. Selanjutnya, setelah periode yang diinginkan tersebut tercapai (jatuh tempo) barulah investor bisa mendapatkan kembali asetnya, tentu saja dalam jumlah yang lebih besar, guna mengkompensasi pengorbanan investor seperti yang diungkapkan Reilly dan Brown. Namun, tidak ada jaminan pada akhir periode yang ditentukan investor pasti mendapati asetnya lebih besar dari saat memulai
48 investasi. lni terjadi karena selama periode waktu menunggu itu terdapat kejadian yang menyimpang dari yang diharapkan. lnilah, yang disebut risiko. Dalam pembangunan jalan yang mempergunakan perkerasan lentur, biaya yang
dibutuhkan
untuk
konstruksinya
lebih
murah
dibanding
dengan
mempergunakan beton. Tetapi karena sifat lentur yang tidak terlalu tahan terhadap lingkungan menyebabkan proses perawatan harus sering dilakukan. Hal ini menyebabkan biaya investasi yang dibutuhkan kelihatannya menjadi lebih mahal. Lain hal nya dalam perkerasan jalan yang mempergunakan beton. Biaya konstruksinya termasuk mahal, tetapi karena sifatnya yang tahan terhadap lingkungan sehingga perawatannya dapat dilakukan jika diperlukan saja. Hal ini menyebabkan biaya investasi yang dibutuhkan kelihatannya menjadi lebih murah jika dibandingkan dengan perkerasan lentur. 2.5.3. Perhitungan Biaya Investasi Perhitungan biaya investasi terbagi atas biaya konstruksi dan biaya perawatannya. Biaya konstruksi yang dimaksud adalah jumlah biaya yang dibutuhkan selama masa pembangunan suatu proyek. Sedangkan pengertian dari biaya perawatan yaitu biaya yang dibutuhkan untuk menunjang umur rencana dari suatu proyek dengan tujuan mencapai umur yang diinginkan. Dimana dalam perhitungan biaya ini dipergunakan Buku Acuan Harga Satuan Bahan dan Upah Pekerjaan Bidang / Jasa Pemborongan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Periode Januari 2010 sebagai acuannya.
49 2.5.4. Present Value Cost Benefit Analysis (CBA) atau yang sering disebut Benefit Cost Analysis (BCA) adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi yang biasanya digunakan oleh pemerintah atau pebisnis. Ini merupakan suatu analisa biaya yang bertujuan untuk mengetahui apakah keuntungan lebih besar dari biaya dan berapa besarnya. Keuntungan dan biaya dinyatakan dalam nilai uang yang disesuaikan terhadap waktu. Dimana semua keuntungan dan biaya proyek tiap waktu tertentu (biasanya waktunya berbeda) dinyatakan dalam nilai sekarang (present value), dengan mengubah nilai yang akan datang menjadi nilai sekarang menggunakan tingkat diskon tertentu. Tingkat diskon ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perubahan nilai uang yang mungkin terjadi yang disebabkan oleh banyak faktor, seperti terjadinya inflasi, keadaan politik dan lain – lain. Ada beberapa metoda dalam menganalisa biaya proyek seperti: -
NPV (Net Present value), merupakan metode standar yang menggunakan nilai uang terhadap waktu untuk menilai suatu proyek dalam jangka panjang. Biasanya digunakan untuk menganggarkan modal awal, keuangan dan akutansi.
-
PV (Present Value), adalah nilai uang di waktu tertentu (waktu yang akan datang) yang dikonversikan menjadi nilai uang di waktu sekarang. Metoda ini banyak digunakan dalam bisnis guna mengetahui besaran dana yang harus disiapkan dalam untuk melaksanakan suatu proyek.
50 -
Cash Back Period, merupakan suatu metoda yang digunakan dalam bisnis untuk mengetahui jangka waktu yang diperlukan sampai seluruh modal yang telah dikeluarkan dapat kembali. Dalam penelitian ini digunakan metoda present value dikarenakan proyek
ini masih dalam tahap perencanaan dimana biaya yang diketahui hanya berupa biaya awal (modal) dan biaya yang akan datang dalam waktu tertentu (biaya perawatan). Sehingga dengan menggunakan metoda Present Value ini, nilai uang yang ada di waktu tertentu dapat dikonversikan menjadi nilai uang di waktu sekarang. Nilai sekarang (present value) merupakan nilai yang dimiliki suatu mata uang dimana jumlahnya akan lebih kecil dari pada nilai uang disaat yang akan datang. Besarnya selisih atas nilai uang tersebut kurang lebih sama dengan bunga bank (discount rate) yang berlaku saat ini dan tergantung jumlah tahun dimana uang tersebut diperhitungkan. Bila diketahui besarnya penerimaan pada waktu yang akan datang dalam bentuk arus kas, maka kita dapat memperhitungkan besarnya nilai penerimaan itu pada saat sekarang. Jika demikian halnya, maka untuk mencari nilai sekarang (present value) dari jumlah tersebut dapat digunakan rumus sebagai berikut: P
F (1 i) n
………………………………..……………………………..(2.14)
Dimana:
P
= Nilai uang dimasa sekarang
F
= Nilai uang dimasa yang akan datang
i
= Nilai suku bunga (discount rate)
n
= Waktu