BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Pengertian Diabetes Melitus Diabetes melitus merupakan kelainan heterogen yang di tandakan apabila kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2002). Diabetes melitus adalah penyakit sistematis, kronis dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hyperlipidemia (Bradero, 2009). Dimana hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer, 1999). Ini membuat penulis dapat menyimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
2.1.2. Epidiomologi Transisi epidemiologi telah terjadi di Indonesia, hal ini terlihat dari data SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) dari tahun 1986, 1997, dan tahun 2001 yang menunjukkan pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular akut/infeksi ke penyakit menahun dan degeneratif (Handayani, 2007). Di antara penyakit degeneratif, Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit degeneratif yang tidak menular, yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes Melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Sedangkan di Indonesia, dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4
Universitas Sumatera Utara
juta penderita (Suyono, 2006). Dari jenis Diabetes Melitus, kasus yang terbanyak adalah Diabetes Melitus tipe 2 yang meliputi 90% dari populasi DM di Indonesia (Handayani, 2007). Dari kasus yang terdeteksi cukup tinggi, ternyata hanya 1/3 penderita DM yang melakukan aktivitas fisik secara teratur (Handayani, 2007). Padahal aktivitas fisik yang teratur merupakan hal pokok yang harus dilakukan penderita DM. Kebiasaan melakukan aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh penderita DM karena dapat meningkatkan kesehatan psikologis dan mencegah kematian prematur (Buse, 2008).
2.1.3. Etiologi Diabetes Melitus Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli kedokteran, di temukan teori terbaru yang menyatakan bahwa penyakit Diabetes Melitus tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan keluarga (Genetik), tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor multi-kompleks, antara lain kebiasaan aktivitas hidup dan keadaan lingkungan. Orang yang tubuhnya membawa Gen Diabetes, belum tentu akan menderita penyakit gula karena masih ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan timbul penyakit ini, antara lain makan yang berlebihan, kurang berolahraga, dan kehamilan (Lanywati, 2001). a. Makan yang berlebihan akan membuat gula dan lemak dalam tubuh mengumpul secara berlebihan. Kondisi tersebut menyebabkan kelenjar pankreas terpaksa bekerja lebih keras memproduksi hormon insulin untuk mengelola gula yang masuk. Jika satu saat gula tidak dapat memenuhi keperluan hormon insulin yang terus bertambah, kelebihan gula tidak dapat di kontrol lagi dan masuk kedalam darah dan urine (air kencing). Data statistik di Amerika manunjukan bahwa 70% dari total penderita Diabetes Melitus, merupakan orang yang memiliki berat badan yang berlebihan (obesitas). b. Pada saat tubuh melakukan aktivitas, maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga. Dengan demikian kebutuhan akan hormon insulin juga berkurang. Pada orang yang kurang bergerak dan pada orang yang kurang
Universitas Sumatera Utara
berolahraga, zat makanan yang masuk kedalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses pengubahan zat makanan menjadi lemak dan gula, memerlukan hormon isulin. Namun, jika hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala penyakit Diabetes Melitus. c. Pada saat hamil, untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan janinya, seorang ibu secara naluri akan menambah jumlah konsumsi makananya, sehingga umumnya berat badan ibu hamil akan meningkat sekitar 7 kg – 10 kg. Pada saat menambah jumlah konsumsi makanan tersebut menjadi, jika produksi insulin kurang mencukupi, maka akan menimbulkan gejala penyakit Diabetes Melitus.
2.1.4. Klasifikasi Diabetis Melitus a. Diabetes Tipe 1 Diabetes Tipe I muncul pada saat pankreas tidak dapat atau kurang memproduksi insulin sehingga insulin dalam tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Glukosa di dalam darah menumpuk karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Diabetes tipe ini tergantung pada insulin, maka penderita memerlukan suntikan insulin (Tandra, 2007). Menurut Brunner & Suddarth Diabetes Melitus Tipe I disebabkan oleh faktor genetik, di mana penderita diabetes mewarisi predisposisi/kecenderungan terhadap terjadinya diabetes melitus Tipe I, biasanya ditemukan pada individu yang memiliki antigen H. Selain itu disebabkan oleh faktor imunologi, adanya respon autoimun yang abnormal, serta adanya kerusakan sel beta pankreas. b. Diabetes Tipe II Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang dihubungkan dengan proses tejadinya diabetes tipe II yaitu faktornya usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia 65 tahun ke atas), obesitas, dan riwayat keluarga (Smeltzer & Bare, 2002). Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur
Universitas Sumatera Utara
hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut selain dokter, perawat, ahli gizi serta tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang perjalanan penyakit DM, pencegahan, penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan (Perkeni, 2006).
2.1.5. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan sebab utama terjadinya DM tipe 2 sehingga Diabetes Melitus tipe 2 didefinisikan sebagai gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa hati, dan gangguan metabolisme lemak. Resistensi insulin menyebabkan penurunan kemampuan insulin untuk bekerja pada target organ (khususnya otot, hati dan lemak), yang disebabkan oleh gangguan genetik, dan obesitas. Hal ini menyebabkan tidak masuknya glukosa ke dalam organ dan peningkatan produksi glukosa hati yang menyebabkan peninggian glukosa dalam darah (Schteingart, 2006). Pada awalnya resistensi insulin masih belum bisa menyebabkan diabetes secara klinis karena sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah (Soegondo, 2006).
2.1.6. Gejala dan Tanda Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan urin penderita DM yang mengandung gula (glucose), sehingga urin sering dilebung atau dikerubuti semut (Mirza, 2008). Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
Universitas Sumatera Utara
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria) 5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya 6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki 7 .Cepat lelah dan lemah setiap waktu 8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba. 9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya 10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit Diabetes Melitus Tipe-1. Lain halnya pada penderita Diabetes Melitus Tipe-2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
2.1.7. Faktor Resiko Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus yaitu: a. Genetik Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit diabetes melitus, yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat keluarga penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih besar jika dibandingkan dengan keluarga yang sehat. Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden pada anakanaknya akan meningkat, tergantung pada umur berapa orang tuanya mendapat diabetes melitus. Resiko terbesar bagi anak-anak untuk mengalami diabetes
Universitas Sumatera Utara
melitus terjadi jika salah satu atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun demikian, tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita penyakit diabetes melitus dan gambaran ini lebih rendah pada anak-anak dari orang tua dengan diabetes melitus yang timbulnya lebih lanjut (Waspadji, 1997). b. Umur Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh sehingga menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin. Pada usia lanjut cenderung diabetes melitus tipe 2 (Noer, 1996). c. Pola Makan dan Obesitas Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola makan di masyarakat, seperti pola makan di berbagai daerah pun berubah dari pola makan tradisional ke pola makan modren. Hal ini dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan mengkonsumsi lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam tubuh dalam bentuk jaringan lemak yang dapat menimbulkan kenaikan berat badan (obesitas). Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan oleh sel beta pankreas, sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan (hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma norepinefrin. Insulin diperlukan untuk mengelola lemak agar dapat disimpan ke dalam sel-sel tubuh. Apabila insulin tidak mampu lagi mengubah lemak menjadi sumber energi bagi sel-sel tubuh, maka lemak akan tertimbun dalam darah dan akan menaikkan kadar gula dalam darah (Noer,1996). d. Kurangnya Aktivitas Fisik Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang dilakukan secara teratur adalah usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari kegemukan
Universitas Sumatera Utara
dan obesitas. Pada saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang sehingga kebutuhan hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian, untuk menghindari timbulnya penyakit diabetes melitus karena kadar gula darah yang meningkat akibat konsumsi makanan yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang, misalnya dengan melakukan senam, jalan santai (jogging), berenang dan bersepeda. Kegiatan tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat menurunkan resiko terkena penyakit diabetes melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan cara kerja insulin tidak terganggu (Soegondo, 2004). e. Kehamilan Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus Gestasi (DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu kehamilan tubuh banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin. Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap kehamilan bisa menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita memiliki riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan mengalami kemungkinan lebih besar untuk menderita Diabetes Melitus Gestasional (Waspadji, 1997).
2.1.8. Komplikasi Apabila gula dalam darah tidak dapat dikontrol dengan baik beberapa tahun kemudian akan timbul komplikasi. Komplikasi yang timbul akibat diabetes dapat berupa komplikasi akut dan kronik : Komplikasi Akut : a. Hipoglikemia b. Hiperosmolar Non-ketotik c. Ketoasidosis
Universitas Sumatera Utara
Komplikasi Kronik : a. Kerusakan saraf ( neuropati diabetik) b. Retinopati c. Penyakit jantung d. Kerusakan ginjal
2.2. Kepatuhan 2.2.1. Definisi Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam menjalani pengobatan, mengikuti diet, atau mengikuti perubahan gaya hidup lainnya sesuai dengan anjuran medis dan kesehatan. Kepatuhan merupakan hal yang utama karena mengikuti anjuran dari ahli medis merupakan salah satu cara menuju kesembuhan pasien (Kartika, dalam Ogden, 2008) Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003). Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati suatu anjuran terhadap kebiasaan sehari-harinya dan dapat di nilai dengan score penelitian. Suatu kepatuhan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, di mana pendidikan merupakan suatu
dasar
utama
dalam
keberhasilan
pencegahan
atau
pengobatan
(Tjokroprawiro, 2002).
2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Menurut Green (Notoadmojdo, 2003) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku klien untuk menjadi taat/tidak taat terhadap program pengobatan, yang diantaranya dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pendukung serta faktor pendorong, yaitu : 1. Faktor Predisposisi Faktor presisposisi merupakan faktor utama yang ada didalam diri individu yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, persepsi, kepercayaan dan keyakinan,
Universitas Sumatera Utara
nilai-nilai serta sikap.
2. Faktor Pendukung Faktor pendukung merupakan faktor yang diluar individu seperti : a. Pendidikan : Pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan itu merupakan pendidikan yang aktif seperti membaca .................................buku-buku, mengikuti seminar dan kaset oleh pasien secara ................................mandiri. b. Akomodasi : Suatu usaha yang dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial : Hal ini berarti membangun ..dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman. d. Perubahan model terapi: Program-program kesehatan dapat dibuat sederhana mungkin dan pasien dapat terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. e. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien : Hal ini penting .................................pasien
untuk
memberikan
setelah
memberikan
.................................diagnosis
dan
pasien
umpan
balik
informasi
membutuhkan
pada tentang
penjelasan
.................................tentang kondisinya saat ini (Niven, 2000).
3. Faktor Pendorong Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain. Menurut Brunner & Suddarth (2001) dalam buku ajar keperawatan medikal bedah , faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah : a. Faktor demografi seperti usia, jenis kelamain, suku bangsa, status sosial, ekonomi dan pendidikan. b. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat
Universitas Sumatera Utara
terapi. c. Faktor psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang termaksud dalam mengikuti regimen.
Universitas Sumatera Utara