6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jeruk Jeruk (Citrus sp.) termasuk dalam famili Rutaceae. Buah jeruk yang masak sempurna mengandung air sebesar 77-92 %, gula 2-15 %, protein yang kurang dari 2 %, dan asam sitrat 1-2 % (Ashari, 1995). Buah jeruk telah banyak digunakan untuk menghasilkan jus dan produk makanan lainnya. Dalam proses produksi jus, sejumlah besar limbah jeruk akan dihasilkan. Oleh karena limbah jeruk mengandung bahan yang berharga, maka limbahnya harus dimanfaatkan untuk menghasilkan produk bernilai tinggi (Goto et al., 2010). Tanaman jeruk sudah lama dibudidayakan di Indonesia. Sumatera Utara adalah daerah terbesar penghasil buah jeruk. Buah jeruk dinikmati karena segar rasanya sebagai pelepas dahaga dan buah pencuci mulut. Buah jeruk dapat diolah menjadi minuman, makanan, dan obat penurun demam (AAK, 1994).
Gambar 2.1. Jeruk keprok
Universitas Sumatera Utara
7
Daerah pusat penghasil jeruk terpenting di Indonesia adalah Garut, Malang, Cibinong yang tak berarti lagi saat ini. Beberapa daerah penghasil jeruk yang masih bertahan hingga sekarang adalah Berassitepu (Sumatera Utara), Cilacap, Madura, dan Palembang. Jeruk keprok (Citrus Reticulata Blanco syn) yang tumbuh di Berastagi (Sumatera Utara) berasal dari Tiongkok Selatan yang hidup di daratan tinggi dengan sinar matahari dan curah hujan 1900-2040 mm/tahun. Jeruk ini tumbuh pada curah hujan tipe C yaitu 5-7 bulan basah dan 4-6 bulan kering (Joesoef, 1993). Buah jeruk bukan hanya daging buahnya saja yang dapat dimanfaatkan untuk makanan, tetapi kulitnya pun digunakan untuk pembuatan pektin ataupun pembuatan jelly. 500 gram kulit jeruk dapat menghasilkan 14-18 gram pektin kering. Pektin adalah senyawa polimer yang bersifat mengikat air, membentuk gel atau mengentalkan cairan (Soelarso, 1996).
2.2. Tanaman Kelapa Indonesia merupakan salah satu negara tropika yang terkenal karena hasil kelapanya berlimpah, bahkan pernah menjadi pengekspor kelapa terbesar didunia. Tanaman kelapa merupakan tanaman asli daerah tropis, dapat ditemukan tersebar di Indonesia. Bagi Rakyat Indonesia, kelapa adalah salah satu komoditas terpenting setelah padi, dan sumber pendapatan yang dapat diandalkan dari pemanfaatan tanah pekarangan (Warismo, 1998). Kelapa menghasilkan air sebanyak 50-150 ml per butir. Air kelapa sangat baik digunakan sebagai bahan dalam pembuatan nata, karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan, perkembangbiakan, dan aktivitas bibit nata yang berupa bakteri Acetobacter xylinum. Untuk Pertumbuhan dan aktivitasnya, Acetobacter xylinum membutuhkan unsur makro dan mikro. Unsur makro terdiri atas karbon dan nitrogen. Air kelapa yang baik adalah air kelapa yang diperoleh dari kelapa tua optimal, tidak terlalu tua dan tidak pula terlalu muda. Dalam air kelapa yang terlalu tua, terkandung minyak dari kelapa yang dapat menghambat pertumbuhan bibit nata Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002).
Universitas Sumatera Utara
8
Tabel 2.1 Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua (Palungkun, 2001) Sumber air kelapa
Air kelapa muda
Air kelapa tua
(dalam 100 g)
(%)
(%)
Kalori
17,0 kal
-
Protein
0,2 g
0,14 g
Lemak
1,0 g
1,50 g
Karbohidrat
3,8 g
4,60 g
Kalsium
15,0 mg
-
Fosfor
8,0 mg
0,50 g
Besi
0,2 mg
-
Asam askorbat
1,0 mg
-
Air
95,5 g
91,50 g
Bagian yang dapat
100 g
-
dimakan
2.3. Selulosa Selulosa merupakan polimer yang paling melimpah di alam. Nama Selulosa diciptakan oleh Anselme Payen, seorang ahli kimia fisika dan matematika Perancis. Selulosa adalah bahan utama dari tanaman berkayu, yang memiliki keragaman aplikasi yang berkisar dari perumahan ke kertas dan tekstil. Dapat dikatakan, selulosa adalah salah satu senyawa kimia yang paling berpengaruh dalam sejarah budaya manusia. Biasanya selulosa disertai berbagai zat lain, seperti lignin, di dinding sel tumbuhan matriks. Dalam spesies tertentu, seperti kapas, selulosa terdapat dalam bentuk murni tanpa bahan tambahan dan dalam beberapa kasus, seperti alga Valonia, selulosa hampir benar-benar dalam bentuk Kristal (Kontturi, 2005). Selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida. Dalam selulosa, molekul glukosa dalam bentuk rantai panjang tidak bercabang yang mirip dengan amilosa. Bagaimanapun, unit-unit dari glukosa dalam selulosa terikat pada ikatan β-1,4glikosidik. Isomer β tidak membentuk gulungan seperti isomer α, tetapi selaras dalam
Universitas Sumatera Utara
9
baris paralel oleh ikatan hidrogen diantara kelompok hidroksil pada rantai yang berdekatan. Hal ini yang menyebabkan selulosa tidak dapat larut dalam air. Ini memberikan struktur rigis ke dinding sel kayu dan serat yang lebih tahan terhadap hidrolisis daripada pati (Timberlake, 2008).
Gambar 2.2 Rumus Molekul Selulosa (Gortner, 1938) Sumber selulosa nanokristalin adalah mikrokristalin selulosa (kayu), bakteri (Nata de coco), kapas, alga (Valonia) dan tunicate. Tabel 2.2 Sumber Selulosa (Beck-Candanedo et. al., 2005)
Sumber Selulosa
Panjang
Jarak celah
Aspek Ratio
Tunicate
100 nm – micron
10-20 nm
5 to > 100 (tinggi)
Algal(Valonia)
> 1000 nm
10 to 20 nm
50 to > 10 nm (tinggi)
Bacterial
100 nm – micron
5-10 x 30-50 nm
2 to > 100 (medium)
Kapas
200-350 nm
5 nm
20 to 70 (rendah)
Kayu
100 – 300 nm
3 – 5 nm
20 to 50 (rendah)
Polisakarida adalah makromolekul biologi yang terdapat luas di alam. Polisakarida dapat dibedakan berdasarkan tempat morfologinya menjadi polisakarida intraseluler dan ekstraseluler. Polisakarida intraseluler terletak didalam, atau sebagai bagian pada membran sitoplasma; dinding sel polisakarida membentuk bagian struktural pada dinding sel, dan polisakarida ekstraselular terletak diluar dinding sel. Polisakarida ekstraseluler terdapat dalam dua bentuk yaitu lendir longgar, tidak menyatu dengan sel dan lengket untuk pertumbuhan bakteri pada medium padat atau
Universitas Sumatera Utara
10
meningkatkan viskositas dalam medium cair; dan mikrokapsul atau kapsul, yang menyatu dengan dinding sel. Mereka memiliki bentuk nyata dan berdiri sendiri, yang hanya pelan-pelan diekstraksi dalam air atau garam. Oleh karena itu, memungkinkan untuk memisahkan kapsul terpisah dan mikrokapsul dari lendir longgar dengan teknik sentrifugasi. Eksopolisakarida adalah polisakarida rantai panjang yang terdiri dari satuan cabang berulang dari gula atau gula derivatif, terutama glukosa, galaktosa dan rhamnosa dalam rasio yang berbeda. Polisakarida ini diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu homopolisakarida (selulosa, dekstran, mutan, pullulan, curdlan), dan heteropolisakarida (gellan dan xanthan). Homopolisakarida terdiri dari satuan berulang dari hanya satu jenis monosakarida (D-glukosa atau D-fruktosa), sedangkan heteropolisakarida terdiri dari beberapa bentuk oligosakarida, yang mengandung 3-8 monosakarida, yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme.
2.3.1. Selulosa Bakteri Selulosa bakteri merupakan eksopolisakarida yang diproduksi oleh berbagai jenis bakteri, seperti Gluconacetobacter (sebelumnya Acetobacter), Agrobacterium, Aerobacter, Achromobacter, Azotobacter, Rhizobium, Sarcina, dan Salmonella. Produksi selulosa dari Acetobacter xylinum pertama kali dilaporkan oleh Brown (1886) yang mengamati sel-sel istirahat Acetobacter xylinum memproduksi selulosa dengan adanya oksigen dan glukosa. Rumus molekul selulosa bakteri (C6H10O5)n sama dengan selulosa yang berasal dari tanaman, tetapi secara fisik keduanya memiliki fitur kimia yang berbeda. Bakteri selulosa lebih disukai daripada selulosa tanaman karena dapat diperoleh dalam kemurnian yang lebih tinggi, tingkat polimerisasi dan kristalinitas yang lebih tinggi serta kekuatan tarik dan kapasitas menahan air yang tinggi (Chawla et. al., 2008). Selulosa bakteri lebih cocok digunakan untuk memproduksi membran audio berkualitas tinggi, kertas berkualitas tinggi, fuel-cell, industri makanan, material medis seperti obat-obatan, dressing luka, kosmetik, dan tekstil (Czaja et. al., 2005; Zhou et. al., 2007).
Universitas Sumatera Utara
11
Serat selulosa bakteri sekitar 100 kali lebih tipis daripada selulosa tanaman, yang membuatnya menjadi bahan yang sangat berpori. Selulosa bakteri dengan struktur jaringan pita yang unik memiliki dimensi pita kira-kira 3-4 nm untuk ketebalan dan 70-130 nm untuk lebar. Jaringan pita ini dibentuk dari rantai agregat menjadi sub-fibril, dimana lebarnya sekitar 1,5 nm, dan kemudian sub-fibril tersebut dikristalisasi membentuk bundel yang merupakan bentuk sementara dari struktur pita (Bielecki et. al., 2004; Jonas et. al., 1998; Yamanaka et. al., 2000). Relatif tingginya biaya produksi selulosa dapat dibatasi pada bahan tambahan produk serta bahan kimia khusus yang digunakan. Pengurangan biaya dalam fermentasi dapat dibatasi dari biaya harga bahan baku substrat selulosa bakteri. Akibatnya, produksi selulosa bakteri selalu mungkin lebih mahal daripada sumber selulosa konvensional. Untuk alasan komersialisasi ini, keberhasilan penggunaan selulosa bakteri bergantung pada ketepatan memilih aplikasi di mana kinerja yang unggul dapat memberikannya nilai yang lebih tinggi. Sebagai salah satu sumber selulosa yang dihasilkan dalam skala ilmiah, selulosa bakteri diproduksi secara ektraselular yang salah satunya disintesis oleh bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri gram negatif Acetobacter xylinum merupakan contoh selulosa sintesis dari bakteri prokariotik. Ini ditemukan sebagai lembaran gelatin pada permukaan yang siap dibudidayakan di dalam laboratorium sebagai sumber selulosa murni (Aspinall, 1983). Di Jepang, matriks selulosa bakteri dalam limbah industri digunakan sebagai bahan pembuatan cuka tradisional (Ozawa et. al., 2006).
2.4. Acetobacter Sel Acetobacter sp. berbentuk elips atau tongkat yang melengkung. Kultur yang masih muda merupakan bakteri gram negatif, sedangkan kultur yang sudah agak tua merupakan bakteri dengan gram yang bervariasi. Acetobacter sp. merupakan bakteri aerob yang memerlukan respirasi dalam metabolismenya. Acetobacter sp. dapat mengoksidasi etanol menjadi asam asetat, juga dapat mengoksidasi asetat dan laktat menjadi CO2 dan H2O.
Universitas Sumatera Utara
12
Berbagai spesies Acetobacter sp. dapat ditemukan pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Bakteri inilah yang menyebabkan pengasaman jus buah-buahan (Banwart, 1981). 2.4.1. Acetobacter xylinum
Gambar 2.3. Bakteri Acetobacter xylinum Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum : Kerajaan
: Bacteria
Divisio
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Pseudomonadales
Famili
: Pseudomonodaceae
Genus
: Acetobacter
Spesies
: Acetobacter xylinum (Budiyanto,2002)
Bakteri Acetobacter xylinum sering ditemukan dalam hubungan simbiosis dengan berbagai tanaman seperti tanaman tebu dan kopi. Sebuah sel bakteri Acetobacter xylinum tunggal mampu melakukan polimerisasi molekul glukosa 200.000 per detik menjadi rantai β-1,4-glikosidik yang kemudian diekskresikan ke dalam medium disekitarnya membentuk ikatan pita mikroserat menyerupai lebar dan struktur rata-rata serat tanaman dan alga.
Universitas Sumatera Utara
13
Serat yang terbentuk di membran dengan sintase selulase dan hasilnya dikeluarkan dari baris 50-80 pori-pori seperti lembaran sepanjang sumbu longitudinal sel. Pembentukan ini menghasilkan matriks selulosa yang mengambang pada permukaan, sehingga diperkirakan bakteri Acetobacter xylinum adalah sebuah bakteri sebuah aerob obligat, yang tumbuh dengan adanya oksigen yang tinggi pada permukaan medium (Muthukumarasamy, 2001). Pengamatan mikroskop elektron menunjukkan bahwa selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum terjadi dalam bentuk serat. Bakteri Acetobacter xylinum telah diterapkan sebagai model mikroorganisme untuk studi dasar selulosa. Acetobacter xylinum adalah bakteri yang paling sering dipelajari sebagai sumber selulosa karena kemampuannya untuk menghasilkan tingkat polimer yang relatif tinggi dari berbagai sumber karbon dan nitrogen. Selulosa bakteri diproduksi sebagai gelatin membran dan dapat dicetak dengan berbagai bentuk dan ukuran tergantung pada teknik fermentasi dan kondisi yang digunakan (Chawla et. al., 2008).
2.4.2. Pembuatan selulosa bakteri (Nata de coco) Beberapa tahap kegiatan dalam pembuatan selulosa bakteri adalah sebagai berikut : 1. Preparasi Tahap preparasi terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut : a. Penyaringan Penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau benda benda asing yang tercampur dengan air kelapa, seperti misalnya sisa gabut. Penyaringan yang lebih baik apabila dilakukan dengan menggunakan kain penyaring. b. Penambahan gula pasir dan urea Ketersediaan karbohidrat dan protein yang terdapat dalam air kelapa belum mencukupi kebutuhan untuk pembentukan selulosa bakteri, kedalam air kelapa tersebut perlu ditambahkan gula pasir 10% dan urea 0,5%.
Universitas Sumatera Utara
14
Jenis sumber karbon bisa berupa bahan seperti misalnya glukosa, laktosa, fruktosa. Demikian juga dengan jenis sumber nitrogen yang digunakan dapat berupa nitrogen organik seperti misalnya protein, maupun nitrogen anorganik seperti misalnya ammonium fosfat, ammonium sulfat, dan urea. c. Perebusan Perebusan dilakukan sampai mendidih dan dipertahankan selama 5-10 menit untuk meyakinkan bahwa mikroba kontaminan telah mati, dan juga menyempurnakan pelarutan gula pasir yang ditambahkan. d. Penambahan cuka Tujuan penambahan cuka/asam asetat adalah untuk menurunkan pH air kelapa dari sekitar 6,5 sampai mencapai pH 4,3, yang merupakan kondisi optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. e. Pendinginan Pendinginan paling baik dilakukan dengan cara membiarkan cairan dalam nampan selama satu malam. Hal ini sekaligus untuk mengecek ada tidaknya kontaminan yang tumbuh pada cairan. 2. Inokulasi, fermentasi, dan pengendaliannya a. Pemberian bibit (inokulasi) Pemberian bibit dilakukan apabila campuran air kelapa, urea, dan asam asetat/cuka telah benar-benar dingin. Bila pemberian bibit dilakukan pada waktu cairan air kelapa masih dalam keadaan panas atau hangat, maka bibit bakteri Acetobacter xylinum dapat mengalami kematian, sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung. b. Fermentasi atau pemeraman Campuran air kelapa yang sudah diberi bibit, dibiarkan selama 14 hari agar terjadi proses fermentasi dan terbentuklah selulosa bakteri (Pambayun, 2002).
Universitas Sumatera Utara
15
2.4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan selulosa bakteri (Nata de coco)
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi selulosa bakteri yang maksimal adalah sebagai berikut. 1. Jenis dan konsentrasi medium Medium fermentasi harus mengandung banyak karbohidrat (gula) disamping vitamin dan mineral, karena pada hakekatnya selulosa bakteri tersebut adalah benang – benang halus dari sel bakteri yang kaya akan selulosa yang diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter xylinum. Selulosa bakteri merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang dalam medium gula dan akan mengubah gula menjadi selulosa. 2.
Jenis dan Konsentrasi starter Pada umumnya bakteri Acetobacter xylinum merupakan starter yang lebih
produktif dari jenis starter lainnya, dan konsentrasi 5-10% merupakan konsentrasi yang ideal. 3. Waktu Fermentasi Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan selulosa bakteri umumnya 2–4 minggu. Minggu ke 4 dari waktu fermentasi merupakan waktu maksimal produksi selulosa bakteri, yang berarti lebih dari 4 minggu, kualitas selulosa bakteri yang diproduksi akan menurun. 4. Temperatur Fermentasi Pada umumnya temperatur fermentasi untuk pembuatan selulosa bakteri adalah suhu kamar (28oC). Temperatur yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk selulosa, yang akhirnya juga menghambat produksi selulosa bakteri. 5. pH Fermentasi Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan selulosa bakteri adalah 3–5 atau dalam suasana asam. Pada kedua sisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun dengan tajam. Suatu perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang amat penting bagi organisme.
Universitas Sumatera Utara
16
6. Jenis dan konsentrasi suplemen Kandungan karbohidrat dalam bahan untuk pembuatan selulosa bakteri merupakan bahan yang terpenting. Limbah dengan kadar karbohidrat rendah jika ingin digunakan sebagai medium pembuatan nata perlu ditambahkan dengan gula pasir. 7. Tempat Fermentasi Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk selulosa bakteri. Di samping itu, tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam kondisi steril. Selain itu, dalam pembuatan selulosa bakteri juga harus diperhatikan bahwa selama proses penumbuhan berlangsung harus dihindari gerakan atau goncangan di sekitar tempat fermentasi. Akibat adanya gerakan atau goncangan ini, akan menenggelamkan lapisan selulosa bakteri yang telah terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan selulosa bakteri yang baru yang terpisah dari selulosa bakteri yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi selulosa bakteri tidak standar (Budiyanto, 2002).
2.5. Nanoteknologi ''Nano'' adalah istilah yang menandakan nanometer (10-9 m). Konsep nanoteknologi diperkenalkan pertama kali oleh Richard Feynman pada tahun 1959 pada pertemuan American Physical Society. Sejak itu, nanoteknologi telah berkembang menjadi area multidisiplin bidang ilmu terapan dan teknologi. Nanoteknologi adalah kemampuan untuk bekerja pada skala sekitar 1-100 nm sekitar untuk memahami, membuat, mengkarakterisasi dan menggunakan suatu struktur materi, perangkat dan system dengan sifat baru yang berasal dari struktur nanometer tersebut (Roco, 2003). Akibat ukurannya, nanopartikel memiliki luas permukaan proporsional yang besar dan memiliki permukaan atom yang lebih besar dibandingkan dengan partikel berukuran mikrometer (Boccuni et al., 2008; Kahn, 2006). Kontrol yang baik terhadap sifat tersebut berdampak menuntun ke pengetahuan baru yang sesuai dengan peralatan dan teknologi baru.
Universitas Sumatera Utara
17
Penggunaan nanoteknologi berbasis biomaterial polimer adalah nanopartikel pembawa obat, partikel miniemulsi, katalis polimer elektroda fuel cell terikat, lapis demi lapis film polimer rakitan, electrospun nanofibers, imprint lithography, polimer campuran dan nanokomposit. Bahkan di bidang nanokomposit, terdapat aplikasi beragam seperti komposit penguat, sifat penghalang, tahan api, kosmetik dan sifat bakterisida (Paul dan Robenson, 2008).
2.5.1. Nanokomposit Komposit adalah material yang dibentuk dengan kombinasi dua atau lebih komponen. Membatasi untuk polimer, definisi komposit termasuk plastik kopolimer yang diperkuat, karet yang diisi karbon hitam, dan lain-lain. Oleh karena itu, istilah ini akan mencakup papan serat, papan berpartikel, papan keras, papan isolasi, papan semen, dan lain-lain. Papan ini memiliki persaingan dengan material teknik tradisional. Dalam komposit, serat diperlukan sebagai mendukung bahan utama. Komposit serat bersifat anisotropik dan heterogen, sehingga mekanika fraktur hanya dapat diterapkan kepada mereka dengan pemesanan tertentu (Bhatnagar, 2004). Tidak ada pengertian yang pasti tentang material komposit, tetapi dari banyak studi yang dilakukan, memberikan beberapa indikasi untuk menjelaskan tentang pengertiannya. Ada tiga hal penting yang termasuk dalam pengertian komposit untuk penggunaannya dalam berbagai aplikasi: 1. Bahan ini terdiri dari dua atau lebih material yang berbeda sifat fisik dan mekanisnya. 2. Komposit ini dapat dibuat dengan mencampurkan material-material berbeda sifat ini dalam berbagai cara dimana pemasukan dari satu material ke dalam material lainnya dengan suatu cara terkontrol untuk memperoleh sifat optimum. 3. Sifat-sifatnya unggul, dan cukup unik jika ditinjau dari beberapa hal, dibandingkan dengan sifat dari komponen penyusunnya (Hull, 1998) Komposit pada umumnya terdiri dari matriks dan pengisi (filler). Filler adalah fase terdispersi yang tersebar dalam matriks sebagai fase kontinu (Simonsen, 2008). Penggunaan setidaknya salah satu komponen komposit dengan dimensi nanometer
Universitas Sumatera Utara
18
(nanopartikel) akan menghasilkan nanokomposit. Nanopartikel memiliki luas permukaan lebih besar secara proporsional dari pada partikel berukuran mikrometer, dikarenakan interaksi filler dan matriks pada bahan yang dihasilkan. Selain penguat nanometer, nanopartikel memiliki fungsi lain ketika ditambahkan kedalam suatu polimer, seperti anti aktivitas mikroba, imobilisasi enzim, biosensing dan lain-lain (Henriette dan Azeredo, 2009). Penggunaan filler berukuran nanometer sebagai bahan penguat dalam komposit biobasis telah diselidiki secara intensif. Dengan efek ukuran nanometer dan area permukaan spesifik yang tinggi, nanofiller sangat potensial digunakan sebagai penguat dalam material komposit. Muatan filler yang sangat kecil dan bersifat unik dijadikan sebagai perbandingan dengan mikrokomposit konvensional lainnya (Grunert dan winter, 2002; Samir et. al., 2005). Pada akhirnya, selulosa bakteri yang memiliki struktur jaringan yang unik pada gabungan struktur pita yang dibentuk oleh nanoserat, sering digunakan sebagai bahan penguat dalam polimer (Soykeabkaew et. al., 2009).
2.5.2. Nanokertas Berdasarkan perkembangan nanoteknologi, terdapat kebutuhan untuk meninjau metode terdahulu, metode kimia dan metode semi-kimia dalam industri kertas dan kemasan. Nanokertas dihasilkan sebagai inovasi radikal dalam memperbaiki sifat kertas sehingga menyebabkan peningkatan nilai tambah pada produk kertas dan juga mempengaruhi pertumbuhan industri kertas (Kachlami dan Moghtader, 2012). Istilah nanokertas menandai adanya komponen dasar kertas yang salah satu ataupun keduanya berdimensi nanopartikel. Meniru proses pembuatan kertas, suspensi selulosa nanoserat dapat digunakan untuk menyiapkan lembaran kertas sederhana dengan menyaring suspensi tersebut untuk memperoleh gel basah dan menguapkan kadar airnya. Nanoserat secara mekanik terikat dengan gel basah tersebut. Proses ini akan menghasilkan nanokertas dengan kombinasi modulus Young’s, kekuatan tarik, dan kekerasan yang baik. Nanokertas juga memiliki tingkat pemuaian termal yang rendah dan karakter penahan oksigen yang baik. Beberapa prosedur penyiapan nanokertas telah sering dibicarakan antara lain dengan pengeringan oven, penekan
Universitas Sumatera Utara
19
panas gel basah, hot press, mengeringkan kandungan air, dan alat pembentuk lembaran dinamik (Sehaqui et. al., 2010).
2.6. Scanning Electron Microscope (SEM) Suatu berkas insiden elektron yang sangat halus discan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam sinar tabung katoda. Elektronelektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir 3 dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi berkisar 100 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersidispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian tubuhnya (Stevens, 2000).
2.7. Analisis Termal Analisis termal adalah sebuah istilah umum yang mencakup kelompok teknik terkait dimana analisis termal merupakan parameter perubahan sifat fisik suatu properti terhadap perubahan temperatur. Definisi ini memiliki kekurangan tertentu sehingga dianjurkan untuk digantikan dengan, Analisis termal adalah sekelompok teknik dimana sifat fisik dari suatu substansi yang diukur menjadi fungsi temperatur, sedangkan substansinya menjadi subjek yang dikontrol oleh program temperatur. Selain menjadi lebih akurat, definisi ini memiliki keuntungan bahwa hal itu dapat disesuaikan dengan semua definisi teknik termoanalitik. Sebagai contoh, thermogravimetry (TG) adalah suatu teknik dimana massa dari suatu substansi yang diukur sebagai fungsi temperatur, sedangkan substansinya menjadi subjek untuk
Universitas Sumatera Utara
20
dikontrol program temperatur. Hasilnya adalah kurva TG. Kurva TG dicatat menggunakan
thermobalance.
Prinsip
dari
elemen
thermobalance
adalah
Microbalance elektronik, tungku, pemprogram temperatur, pengendali atmosfer dan alat perekam output dari perangkat tersebut (Hatakeyama, 1998).
2.8. Kekuatan Tarik Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (A0).
σ=
..............................................................(2.1)
keterangan : σ = kekuatan tarik bahan (
)
F = tegangan maksimum ( kgf) Ao = luas penampang ( mm2)
Bila suatu bahan dikenakan beban tarik yang disebut tegangan (gaya per satuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva tegangan terhadap regangan merupakan gambar karakteristik dari sifat mekanik suatu bahan. Untuk bahan polimer bentuk kurva tegangan regangan terlihat pada Gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 2.4 Kurva tegangan dan regangan bahan polimer Disamping bersama kekuatan tarik (σ) sifat mekanik bahan juga diamati dari sifat kemulurannya (ε) yang didefenisikan sebagai : ε =
x 100%.............................................. (2.2)
ε = kemuluran (%) I0 = panjang spesimen mula-mula (mm) It = panjang spesimen setelah diberi beban (m) ( Wirjosentono, 1996)
Universitas Sumatera Utara