BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Perkembangan Anak 2.1.1 Definisi Anak Peneliti mengambil tiga definisi anak menurut para ahli. Definisi anak menurut APA Dictionary of Psychology (2006) adalah laki-laki dan perempuan yang masih muda yang berada di antara masa bayi dan remaja. Menurut Chaplin (2008), anak adalah seseorang yang belum mencapai tingkat kedewasaan. Bergantung pada sifat referensinya, istilah tersebut bisa berarti seorang individu di antara kelahiran dan pubertas atau seorang individu di antara kanak-kanak (masa pertumbuhan, masa kecil) dan masa pubertas. Dalam Paperback Oxford English Dictionary (2012) anak adalah manusia yang masih muda di bawah usia pubertas atau di bawah usia legal (sah) dari kelompok mayoritas. Dari ketiga definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa anak adalah manusia muda yang berada di antara masa bayi dan remaja, di mana individu tersebut belum mencapai kedewasaan dan masih di bawah usia legal dari kelompok mayoritas.
2.1.2 Karakteristik Perkembangan Anak Usia 6-12 tahun masuk dalam kategori anak. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola coping dan perilaku sosial. Perkembangan kognitif dan fisik pada setiap anak berbeda-beda. Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang terjadi di setiap tahap masa kanak-kanak dan masa remaja. Secara kognitif anak menyerap segala sesuatu yang dipelajari melalui apa yang dilihat dari lingkungan sekitarnya. Dalam tahap perkembangan anak berusia 6-12 tahun. Keterampilan fundamental seperti membaca, menulis, dan berhitung telah dikuasai. Anak secara formal berhubungan dengan dunia yang lebih luas. Prestasi menjadi tema yang lebih sentral dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat (Santrock, 2007). Menurut Erikson (dalam Santrock, 2007), terdapat delapan tahap perkembangan manusia. Usia 6-12 tahun masuk dalam tahap industry vs inferiority. Pada tahap ini anak sudah mulai masuk sekolah yang menyebabkan dunia sosial anak semakin luas. Tahap ini, anak ingin menguasai berbagai macam keahlian dan mengembangkan kompetensi dalam
dirinya. Pada tahap ini juga anak tertarik bagaimana suatu hal terbentuk dan bagaimana hal tersebut dapat bekerja dimana anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Jika anak berhasil menguasai apa yang ingin dikuasai dan terampil dalam berbagai hal maka ia akan masuk dalam kondisi industry. Sedangkan, jika anak tidak berhasil mencapai apa yang diinginkan maka anak akan masuk dalam tahap yang sebaliknya yaitu kondisi inferiority. Di dalam kondisi itu anak akan merasa gagal, tidak percaya diri, tidak kompeten, dan tidak produktif. Di dalam tahap industry vs inferiority bimbingan dari orang tua dan orang sekitar perlu untuk terus mendukung anak mencapai apa yang ia inginkan. Secara kognitif anak juga mengalami perkembangan dalam usia 6-12 tahun. Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), pada usia tersebut anak masuk dalam tahapan operasional konkret. Anak sudah dapat berpikir secara konkret, mengembangkan kemampuan untuk mempertahankan (konservasi), kemampuan untuk mengelompokan secara memadai, melakukan pengurutan (mengurutkan dari yang terkecil sampai paling besar begitupula sebaliknya), dan memahami konsep angka. Anak dapat melakukan operasi masalah yang agak kompleks selama masalah tersebut konkret dan tidak abstrak. Tahap operasional konkret anak mampu untuk mengurutkan, dapat mengklasifikasi, decentering (mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan), reversibility (memahami jumlah dan benda dapat berubah), konservasi, dan penghilangan sifat egosentrisme (melihat dari sudut pandang orang lain). Berbeda dengan Piaget yang memfokuskan pada perkembangan berpikir dalam diri anak (instrinsik), Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001) menekankan bahwa perkembangan kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh sosial dan budaya. Menurut Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001), sistem sosial sangat penting dalam perkembangan kognitif anak. Salah satu konsep Vygotsky adalah Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) diartikan sebagai daerah potensial seseorang anak untuk belajar atau suatu tahap di mana kemampuan anak dapat ditingkatkan dengan bantuan orang yang lebih ahli. ZPD merupakan jarak antara tahap perkembangan aktual anak yang ditandai dengan kemampuan anak mengatasi permasalahan sendiri dan tahap perkembangan potensial di mana kemampuan pemecahan masalah harus melalui bantuan orang lain yang lebih mampu. Selain konsep ZPD, Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001) juga memiliki konsep yang lain yaitu Scaffolding, yaitu perubahan tingkat dukungan. Scaffolding adalah istilah terkait perkembangan kognitif yang digunakan Vygotsky untuk mendeskripsikan perubahan dukungan selama sesi pembelajaran, yang di dalamnya orang yang lebih terampil mengubah bimbingan sesuai tingkat kemampuan anak. Vygotsky memandang anak-anak kaya konsep tetapi tidak sistematis, acak, dan spontan.
Dalam dialog, konsep-konsep tersebut dapat dipertemukan dengan bimbingan yang sistematis, logis, dan rasional.
2.2 Motivasi 2.2.1 Definisi Motivasi Peneliti mengambil tiga teori motivasi dari para ahli. Motivasi, menurut McDonald (dalam Fatuhrrohman & Sutikno, 2007), adalah perubahan diri dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Definisi motivasi menurut Hakim (2005) adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Wayan (2010) mengemukan bahwa motivasi adalah kekuatan pendorong dalam diri yang memaksa untuk bertindak. Kekuatan pendorong tersebut dihasilkan dari keadaan yang menekan, yang terjadi akibat kebutuhan dan keinginan yang tidak terpenuhi. Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan kehendak, keinginan yang terdapat dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dalam bentuk suatu perbuatan/tindakan.
2.2.2 Jenis Motivasi Di dalam motivasi terdapat jenis-jenis motivasi yaitu motivasi primer dan sekunder (Dimyati, 2002). Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar, motif dasar tersebut berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Dougal (dalam Dimyati, 2002) mengatakan bahwa tingkah laku terdiri dari pemikiran tentang tujuan dan perasaan subjektif dan dorongan mencapai kepuasan. Sedangkan, motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari, motivasi ini dikaitkan dengan motif sosial, sikap dan emosi dalam belajar terkait dengan komponen penting seperti afektif dan kognitif sehingga motivasi sekunder dan primer sangat penting.
2.2.3 Motivasi Menabung Definisi menabung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2008) adalah menyimpan uang. Menyimpan uang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Seperti menyimpan uang di dompet, di bank, di celengan, di brankas, dan berbagai tempat yang bisa menjadi tempat penyimpanan. Menabung merupakan salah satu strategi yang digunakan dalam mengelola keuangan.
Motivasi menabung merupakan suatu dorongan kehendak dan keinginan yang terdapat dalam diri seseorang untuk menyimpan uang. Dalam menumbuhkan motivasi menabung tidak hanya timbul dari dalam diri anak tetapi juga berasal dari luar. Menurut Keynes (dalam Sarwono, 2008) terdapat delapan dorongan yang berbeda dalam menabung yaitu: a. Precaution (tindakan pencegahan), berimplikasi pada menambah cadangan untuk menghadapi keadaan yang tidak terduga. b. Foresight (tinjauan masa depan), untuk mengantisipasi perbedaan antara pendapatan dan pengeluaran belanja di masa depan. c. Calculation (perhitungan), ingin memperoleh keuntungan. d. Improvement (perbaikan), meningkatkan standar hidup untuk waktu yang lama. e. Independence (kebebasan), menunjukan adanya kebutuhan akan kebebasan dan memiliki kekuasaan untuk melakukan sesuatu. f. Enterprise (usaha), adanya kebebasan untuk menanamkan uang ketika memungkinkan. g. Pride (kebanggaan), lebih tertuju pada menempatkan uang untuk ahli waris. h. Avarice (keserakahan harta), keinginan untuk memiliki harta yang lebih.
2.3 Bermain 2.3.1 Definisi Bermain Bermain merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh anak-anak bahkan orang dewasa. Akan tetapi, pada awalnya bermain belum mendapatkan perhatian khusus dikarenakan kurangnya pengetahuan psikologi perkembangan anak dan kurang perhatiannya fungsi bermain pada anak. Salah satu tokoh yang dianggap berjasa untuk mengenalkan apa itu bermain adalah filsuf dari Yunani bernama Plato. Kemudian seiring berjalannya waktu teori bermain mulai berkembang. Dan para tokoh juga mulai menjelaskan manfaat bermain pada perkembangan anak di dalam teori-teori modern. Sehingga, sekarang bermain merupakan salah satu aspek penting pada anak. Peneliti mengambil tiga teori bermain dari para ahli. Menurut Tedjasaputra (2001) bermain digunakan sebuah media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Vygotsky (dalam Tedjasaputra, 2001) mengatakan bahwa bermain bersifat menyeluruh, selain untuk perkembangan kognisi bermain juga memiliki peran penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak. Ketiga aspek yaitu kognisi, sosial, dan emosi berhubungan satu sama lain. Bermain, menurut Isbell (2006), yang berjudul The Complete Learning Central adalah pekerjaan anak dan anak ingin bermain. Dalam bermain, anak-anak
mengembangkan pemecahan masalah dengan menggunakan berbagai cara untuk melakukan sesuatu dan menentukan penentuan terbaik. Berdasarkan ketiga definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bermain adalah pekerjaan serta kegemaran anak yang dijadikan dalam bentuk sebuah media yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan, kemampuan tertentu, kognisi, perkembangan sosial, dan emosi pada anak.
2.3.2 Manfaat Bermain untuk Anak Papalia (1995) mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot tubuhnya, menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan seperti apa lingkungan yang ditinggali, dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. Dengan bermain anak-anak menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru dan belajar kapan harus menggunakan keahlian tersebut, serta memuaskan apa yang menjadi kebutuhannya. Lewat bermain, fisik anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain akan berkembang. Menurut Kartikawati (2011), terdapat sembilan manfaat bermain untuk anak, yaitu : 1. Memahami diri sendiri dan mengembangkan harga diri. 2. Menemukan apa yang mereka dapat lakukan dan mengembangkan kepercayaan diri. 3. Melatih mental anak. 4. Meningkatkan daya kreativitas dan membebaskan anak dari stress. 5. Mengembangkan pola sosialisasi dan emosi anak. 6. Melatih motorik dan menganalisa daya analisa anak. 7. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan anak. 8. Standar moral. 9. Mengembangkan otak kanan anak.
2.3.3 Tipe Bermain Menurut Lillemyr (2009), ada lima tipe permainan, yaitu: a. Sensorimotor play atau functional play, yang terjadi terutama pada dua tahun pertama kehidupan anak. b. Role play, terjadi pada usia 3 hingga 8 tahun, dan berkembang menjadi dramatic play pada usia 8 hingga 15 tahun.
c. Rule-based play, dapat diterapkan pada anak yang berusia 7 hingga 12 tahun. d. Construction play, yaitu permainan yang membuat anak bereksperimen dengan objek, membuat bangunan dengan balok kayu, dan lain-lain. Permainan ini dapat diterapkan pada anak berusia 3 hingga 15 tahun, namun secara khusus sesuai untuk anak berusia 6 hingga 15 tahun. e. Movement play atau physical play, merupakan permainan yang sesuai untuk anak berusia 6 hingga 15 tahun.
2.4 Cashnut Cashnut adalah suatu permainan yang mengajarkan financial literacy dalam bentuk papan permainan. Permainan ini dibagi menjadi dua level permainan, yaitu: a. Level classic diperuntukan bagi anak berusia 7-9 tahun. b. Level advance diperuntukan bagi anak berusia 10-12 tahun. Permainan ini dapat dimainkan oleh 1-4 orang anak yang masing-masing didampingi oleh pendamping. Apabila tidak dimungkinkan, pendamping dapat diwakilkan oleh satu orang saja dalam setiap kelompok permainan. Peran pendamping dibutuhkan untuk mendorong dan menyemangati anak dalam melakukan permainan. Pemain juga dapat berdiskusi dengan pendamping mengenai keputusan yang akan dibuat. Akan tetapi, bukan pendamping yang membuat keputusan yang akan diambil oleh pemain. Seluruh keputusan berada sepenuhnya di tangan pemain. Dalam setiap kelompok permainan dapat diwakilkan oleh satu orang saja, namun sebaiknya jika setiap pemain memiliki satu orang pendamping karena pendamping akan lebih fokus terhadap pemain tersebut, selain itu akan terbentuk komunikasi yang baik dan meningkatkan attachment di antara mereka.
Berikut adalah cara bermain Cashnut: 1. Permainan dijalankan searah jarum jam. 2. Peserta permainan disarankan anak-anak berusia 7-12 tahun. 3. Permainan ini dapat dimainkan oleh 1-4 orang anak yang masing-masing didampingi oleh pendamping yaitu salah satu orang tua. Apabila tidak dimungkinkan, pendamping dapat diwakilkan oleh satu orang saja dalam setiap kelompok permainan. 4. Setiap peserta mendapatkan uang saku awal sebesar 200. 5. Untuk menjalankan pion maka harus melemparkan satu buah dadu.
6. Dalam playmate terdapat 5 pos yang memiliki kegunaan yang berbeda, yaitu: a. Pos DOMPET : Uang yang terdapat pada pos ini dapat digunakan atau diambil pada saat permainan berlangsung. b. Pos TABUNGAN : Uang yang terdapat pada pos ini tidak dapat diambil pada saat permainan berlangsung. c. Pos AMAL : Uang yang terdapat pada pos ini pada saat Anda ingin atau diwajibkan untuk melakukan amal dan tidak dapat digunakan selain untuk kepentingan amal. d. Pos PENGELUARAN : Uang yang terdapat pada pos ini merupakan uang yang telah digunakan untuk membeli barang atau membayar sesuatu. e. Pos BARANG : Pos ini merupakan tempat peserta meletakkan kartu barang yang telah dibeli. 7. Pada saat ingin membeli barang, peserta mengambil uang yang berada di pos DOMPET lalu memindahkan uang sejumlah harga barang pada pos TABUNGAN, kemudian mengambil KARTU BARANG yang sesuai dan diletakkan ke pos BARANG. 8. Apabila pion berhenti pada kotak DO dan SURPRISE, pemain diwajibkan untuk mengambil kartu yang sesuai dan melakukan hal tertera pada kartu tersebut. 9. Apabila pion berhenti pada selain kotak DO atau SURPRISE, pemain dapat memilih melakukan atau tidak hal yang tertera di kotak tersebut. 10. Apabila pion berhenti pada selain kotak NEEDS dan WANTS, pemain diwajibkan untuk mengambil kartu yang sesuai dan pemain dapat memilih membeli atau tidak hal yang tertera di kartu tersebut. 11. Apabila peserta mendapat kartu SURPRISE dan diharuskan untuk membayarkan sesuai dengan nominal yang tertera, namun di dalam pos DOMPET tidak terdapat uang yang cukup, peserta akan mendapat denda yaitu tidak boleh mendapat giliran bermain sebanyak 2 kali.
2.5 Kerangka Berpikir Cashnut merupakan suatu papan permainan yang mengajarkan financial literacy dasar untuk anak, dibuat oleh lima mahasiswi jurusan psikologi di Universitas Bina Nusantara. Cashnut memiliki tiga tujuan utama yaitu mengajarkan anak menabung, membedakan keinginan dan kebutuhan, dan mengelola keuangan dengan baik dan benar. Permainan ini diperuntukan untuk anak usia tujuh sampai dua belas tahun di mana pada tahap ini anak
sudah dapat berpikir secara konkret (Hinebaugh, 2009). Permainan ini dapat dimainkan oleh empat pemain di mana ketika permainan berlangsung pemain harus didampingi oleh seorang pendamping. Terdapat dua tingkat kesulitan dalam permainan ini yaitu classic (mudah) dan advance (sulit). Cashnut belum dipasarkan karena masih dalam tahap uji coba, akan tetapi permainan ini sudah diimplementasikan pada anak. Bermain Cashnut dapat meningkatkan pengetahuan anak mengenai bagaimana cara mengelola keuangan. Dengan bermain anak dapat sambil belajar mengenai hal-hal dasar keuangan. Bermain bagi anak itu penting karena bermain merupakan bagian dari kegiatan yang menyenangkan. Akan lebih baik jika dalam bermain anak dapat sambil belajar. Sudono (2006) mengatakan bahwa media permainan, selain dianggap menyenangkan, juga membantu anak untuk memahami konsep-konsep dan pengertian secara alamiah. Dengan bermain juga akan menumbuhkan motivasi anak dalam berbagai hal, salah satunya adalah menumbuhkan motivasi anak dalam belajar. Dalam suatu pembelajaran, motivasi dari anak sangat penting baik secara instrinsik maupun ekstrinsik. Terdapat berbagai cara menumbuhkan motivasi pada anak dan salah satu cara adalah melalui bermain. Dengan bermain dapat menumbukan motivasi anak secara ekstrinsik dengan cara yang menyenangkan oleh sebab itu dapat diasumsikan bahwa dengan bermain Cashnut anak dapat lebih termotivasi untuk belajar bagaimana cara mengelola keuangan begitupula dengan menabung. Sehingga, dapat diasumsikan bahwa dengan bermain Cashnut maka akan meningkatkan motivasi anak dalam menabung. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah ada pengaruh bermain Cashnut terhadap motivasi anak dalam menabung. Jadi, dalam penelitian di atas peneliti berasumsi bahwa terjadi pengaruh ketika bermain permainan Cashnut terhadap peningkatan motivasi anak dalam menabung.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir