BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Kayu merupakan benda padat yang terdiri dari sel-sel serat dengan dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Dengan demikian polimer-polimer sangat mempengaruhi sifat kayu baik sifat fisik maupun sifat kimianya.Salah satu sifat kayu adalah ketidakstabilannya terhadap air atau kelembaban. Hal ini disebabkan adanya gugus hidroksil dan gugus yang mengandung oksigen lainnya pada polimer kayu yang dapat mengikat air melalui ikatan hidrogen dan menyebabkan pengembangan sel.Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu dan dengan mengetahuinya dapat membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan perusak kayu.Pada umumnya komponen kimia kayu terdiri dari 3 unsur yaitu: -
Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa
-
unsur non karbohidrat terdiri dari lignin
-
unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan dinamakan zat ekstraktif(Akhirawati,2004).
Komponen-komponen senyawa utama penyusun kayu: 1.
Komponen primer, yaitu penyusun dinding sel dan cadangan makanan dalam sel-sel tumbuhan. Terdiri dari: -
Fraksi karbohidrat (polisakarida) total disebut holoselulosa antara 60 – 80% yang terdiri dari : selulose 40 – 50% dan hemiselulose 15-18% untuk kayu jarum dan 22-35% untuk kayu daun.
-
Lignin : 25 – 35% dalam kayu jarum dan 17 – 25% dalam kayu daun.
2. Komponen sekunder, komponen di luar dinding sel terdapat dalam rongga sel terdiri -
dari : Zat ekstraktif sekitar 1 – 10 % (Sumarni, 2007)
Batang terdiri dari sel-sel yang berlekatan satu sama lain. Bentuk sel batang lonjong pipih dan pada ujung-ujungnya adalah lancip. Dinding sel terdiri dari zat sellulosa, dengan rumus (C6H10O5)x belum diketahui besarnya karena menurut penyelidikan besarnya bilangan x berbeda-beda. Hubungan antara sel yang satu dengan sel yang lain dihubungkan oleh suatu zat perekat yang disebut lignin. Dalam susunan batang arah memanjang sel adalah sejajar dengan sumbuh batang. Karena serat-serat kayu merupakan susunan dari sel-sel maka dalam keadaan ini arah serat kayu adalah sejajar dengan arah sumbu batang. Daya lekat sel-sel dapat menentukan tinggi rendahnya geser sejajar arah seratnya. Selain itu kepadatan sel juga menentukan kekokohan batang, karena semakin padat selnya berarti semakin tinggi berat jenis (BJ) kayunya (Sumarni, 2007) Jika suatu pohon dipotong maka akan tampak tiga penampang yang berbeda yaitu : 1. Permukaan ujung serat atau bidang aksial 2. Permukaan radial, yang diperoleh dengan membelah kayu bulat atau tunggak searah dengan jari-jari 3. Permukaan tangensial, yang diperoleh dengan memotong kayu searah sumbu memanjang batang. Volume voidkayu berkisar46 – 80% dari volume total kayu, sangat mempengaruhi kedalaman dan arah aliran perekat (Ruhendi, 2007).
Pengeringan kayu secara alami maupun buatan merupakan proses evaporasi kandungan air dalam kayu dengan waktu tertentu sesuai dengan kondisi udara disekitarnya. Karena pengeringan kayu merupakan suatu proses semua faktor pendukung proses pengeringan sangat berkaitan dan saling mempengaruhi. Waktu pengeringan tidak dapat dipersingkat dengan hanya menaikkan temperatur ruang. Pemaksaan ini tidak akan membawa hasil yang memuaskan melainkan akan menimbulkan cacat kayu (retak atau pecah). Bahkan dapat terjadi kayu tidak dapat dipakai sama sekali.
Proses pengeringan kayu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, kayu, penyusunan kayu, dan ruang oven. a. Faktor kayu meliputi jenis kayu dan struktur pori-pori kayu, ketebalan kayu, kadar air kayu awal (initial moisture Content), dan kadar air akhir (final moisture content). b. Faktor penyusutan kayu (stacking) sehubungan dengan ukuran tebal ganjal dan cara penyusunannya dalam oven dan palet. Faktor ini juga dipengaruhi oleh kecepatan sirkulasi udara dalam ruang. c. Faktor ruang oven meliputi sirkulasi udara dalam ruang, panas energy yang dipasok dan pengaturan kelembaban relative dalam ruang untuk mengabsorbsi uap air dalam kayu
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kayu dalam menyesuaikan kondisi bagian dalam kayu dengan udara yang ada di sekitarnya, sesuai dengan sifat alami kayu yang higroskopis (Budianto,1996). Dalam sektor industri dan kerajinan kayu, ada produk kayu yang dikeringkan dan ada yang tidak dikeringkan(melalui proses pengeringan alami). Sistem pengeringan alami atau tradisional hanya dapat menghasilkan kadar air kayu akhir sesuai dengan titik kesetimbangan kayu, yaitu berkisar 12% - 20%, tetapi masih dianggap masinal dapat mencapai 4% - 6%, sehingga perubahan dimensi kayu sangat kecil atau dapat diabaikan. Kayu juga merupakan bahan baku yang banyak digunakan secara luas dalam bidang konstruksi dan bangunan. Sebagai bahan baku konstruksi maka sifat bahan baku tersebut harus mampu menahan beban selama penggunaannya sehingga untuk keperluan konstruksi kekuatan kayu menjadi suatu persyaratan utama. Kerapatan kayu sangat berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis kayu terutama kekuatan kayu.Semakin rendah kerapatan kayu maka menunjukkan volume rongga sel kayu tersebut semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi kerapatan kayu maka menunjukkan volume rongga sel kayu tersebut semakin rendah (Bowyer dkk, 2003). Semakin tinggi kerapatan menunjukkan kesesuaian bahan tersebut untuk digunakan
sebagai bahan struktural karena memiliki kekuatan yang tinggi (Thelandersson dan Larsen, 2003). Sifat mekanis sangat penting dalam menentukan kecocokan suatu jenis kayu sebagai bahan bangunan dan tujuan konstruksi lainnya, pemilihan bahan untuk penggunaan sruktural sifat mekanis menjadi persyaratan utama (Haygreen dan Bowyer, 1993).Teknologi pengolahan kayu telah berkembang dan tersedia sesuai dengan kemajuan iptek sehingga saat ini dikenal bermacam-macam produk hasil rekayasa teknologi, yang berbeda baik dari bahan asalnya maupun dalam bentuk dimensi, sifat dan kualitasnya (Arinana, 2009). Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiahterhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang bersangkutan.Keawetan alami kayu diperoleh melalui serangkaian uji coba kemudian diperoleh pembagian kelas-kelas awet kayu. Ada lima penggolongan kelas awet kayu yaitu sebagai berikut: Kelas awet I Lama pemakaian kayu kelas awet I dapat mencapai 25 tahun. Jenis-jenis kayu yang termasuk dalam kelas ini adalah jati, ulin, sawokecik, merbau, tanjung, sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak dan ipil. Kelas awet II Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet II yaitu weru, kapur, bungur, cemara gunung, rengas, rasamala, remawan, resi, walikukun, dan sonokembang.Umur pemakaian dari kelas ini yaitu antara 15-25 tahun. Kelas awet III Contoh kayu kelas awet III ini adalah ampupu, bakau, kempas, keruing, mahoni, matoa, merbatu, meranti merah, meranti putih, pinang, dan pulai. Umur pakai jenis kayu kelas ini mencapai 10-15 tahun. Kelas awet IV Jenis kayu ini termasuk kurang awet, umur pakainya antara 5-10 tahun.Kayu yang termasuk dalam kelas awet IV yaitu agatis, bayur, durian, sengon, kemenyan, kenari, ketapang, perupuk, ramin, surian dan benuang laki.
Kelas awet V Kayu-kayu yang termasuk dalam kelas awet V tergolong kayu yang tidak awet karena umur pakainya hanya kurang dari lima tahun. Contoh kayu yang masuk dalam kelas ini adalah jabon, jaelutung, kapuk hutan,kemiri, kenanga, mangga hutan, kelapa sawit, dan marabung (Duljapar,2001)
2.1.2 Sifat Mekanis Kayu Sifat-sifat mekanis kayu yang sangat mempengaruhi dalam penggunaannya sebagai berikut: Keteguhan Lentur Statis Keteguhan lentur statis adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya luar yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat ditengah-tengah balok kayu yang disangga kedua ujungnya sehingga serat kayu yang bagian atas mengalami tarikan, sedangkan bagian garis netral timbul tegangan geser maksimal. Keteguhan Tekan Keteguhan tekan maksimal merupakan kemampuan kayu untuk menahan beban yang diberikan padanya secara nperlahan-lahan yang semakin lama semakin besar sampai terjadi kerusakan. Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban maksimal dibagi dengan luas penampang dimana beban tersebut bekerja. Kekerasan Kekerasan kayu adalah ukuran kayu terhadap pukulan pada permukaan atau kemampuan kayu untuk menahan kikisan.Sifat kekerasan ini dipengaruhi oleh kerapatan kayu, keuletan kayu, ukuran serat, daya ikat dan susunan serat (Khana, 2002).
2.1.3 Sifat Fisis Kayu Kayu mempunyai sifat – sifat fisis sebagai berikut: Kerapatan
Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya yaitu proporsi volume rongga kosong.
Kadar Air Dalam kayu lunak rata-rata kandungan air segar cenderung berkurang saat suatu pohon bertambah tua. Begitu pohon ditebang, kayu akan segera mengalami penurunan kadar air sebagai akibat dari usaha kayu untuk mencapai kesetimbangan dengan kelembaban lingkungannya (kayu bersifat higroskopis) (Khana, 2002). Kayu bersifat higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk menarik atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembapan udara sekelilingnya.Sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah ubah menurut keadaan udara/atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisik kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu sebagai bahan baku bangunan, perabot dan lain sebagainya perlu diketahui kadar airnya (Siburian, 2001) Penyusutan Volume Penyusutan kayu adalah sifat yang berhubungan dengan keteguhan kayu, merupakan ukuran kemmampuan kayu untuk menahan gaya/beban luar yang bekerjaa padanya, cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu atau bahkan merusak kayu tersebut.
2.2. Kayu Kelapa Sawit dan Karakteristiknya Tanaman kelapa sawit termasuk dalam kelas monokotil, dalam pertumbuhannya, tanaman monokotil berbeda dengan tanaman dikotil karena tidak dijumpai adanya meristem lateral, tidak memiliki cambium, tidak memiliki pertumbuhan sekunder. tidak memiliki lingkaran tahun, tidak memiliki sel jari-jari, tidak memiliki cabang, tidak memiliki mata kayu,sehingga pada monokotil pertumbuhan hanya ditentukan
oleh meristem apikal. Hal ini dapat dilihat dari bentuk batang yang tidak mengalami penambahan diameter sepanjang hidupnya (Killmann dan Choon, 1985;
Prayitno,
1991). Dumanauw (1993) mengemukakan bahwa kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman yang tergolong: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Famili
: Arecaceae (Palmae)
Subfamili
: Cocoidae
Genus
: Elaeis
Spesies
: guineensis
Komposisi kimia dari biomassa kelapa sawit terdiri dari holoselulosa yang tinggi, lignin, pati dan gula secara normal untuk ikatan adesinya.Semua bagian dari kayu sawit memiliki sifat daya absorpsi dan ketebalan swelling yang tinggi (Nadhari, 2011).KKS memiliki sifat khusus seperti kandungan selulosa dan lignin rendah, kandungan air dan NaOH yang dapat larut lebih tinggi dibandingkan kayu karet dan ampas tebu. Kelarutan KKS pada berbagai pelarut seperti pada Tabel 2.1: Tabel 2.1 Kelarutan dari KKS pada berbagai pelarut Pelarut Air dingin Air panas NaOH 1%
Kelarutan (gr/100ml) 3,48 4,37 24,48
Sifat fisik KKS yang heterogen tergantung arah vertikal dan horizontal, semakin ke atas dan ke dalam kadar air dan parenkim semakin tinggi sedangkan kerapatannya semakin kecil (Tomimura,1992). Kadar air KKS basah sekitar 40%, kerapatannya berkisar dari 0,2 – 0,6 gr/ml dengan kerapatan rata-rata 0,37 gr/ml (Lubis,1994). Sifat-sifat dasar batang sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2: Tabel 2.2. Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit Sifat-sifat batang KKS
Bagian Dalam Batang Tepi
Tengah
Pusat
Berat Jenis
0,35
0,28
0,20
Kadar Air, %
156
257
365
Kekuatan Lentur, Kg/cm2
29996
11421
6980
Keteguhan Lentur, Kg/cm2
295
129
67
Susut Volume
26
39
48
Kelas Awet
V
V
V
Kelas Kuat
III-V
V
V
(Hasibuan,2010)
Komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dalam keadaan kering konstan seperti pada Table 2.3
Tabel.2.3 Komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dalam kering konstan Komponen Air Abu SiO2 Lignin Holoselulosa α-selulosa Pentosa (Sukatik, 2001)
Kandungan % 12,05 2,25 0,84 17,22 16,81 30,77 20,05
Kayu monokotil batangnya terdiri dari bundel-bundel serat selulosa yang jumlahnya semakin kecil ke bagian atas dan ke bagian inti batang, struktur kimia selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur kimia selulosa
Selulosa merupakan suatu polisakarida yang tersusun dari unit perulangan Dglukosa yang mempunyai tiga gugus hidroksil yang dapat disubstitusi, tidak larut dalam air mempunyai sifat kristalinitas yang tinggi dan berat molekulnya yang tinggi (terdiri dari satuan berulang D-glukosa yang mencapai 4000 buah per molekul). Substitusi gugus hidroksil,seperti dengan gugus asetil akan menurunkan sifat kristalinitasnya (Baker,1987). Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Berkasberkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril yang berada dalam bentuk amorf dan kristalin secara bergantian.. Daerah yang sangat teratur disebut kristalin dan yang kurang teratur
disebut amorf. Mikrofibril
membentuk fibril yang kemudian membentuk serat selulosa (Sjostron, 1998). Selulosa memiliki ikatan hidrogen antar molekul yang kuat, hal ini yang menyebabkan selulosa tak dapat larut dalam air meskipun memiliki banyak gugus
hidroksil dan bersifat polar (Seymour,1975). Dan kekuatan rantai selulosa mencegah terjadinya hidrasi molekul pada daerah kristalin (Billmeyer, 1984). Kayu kelapa sawit yang berasal dari kegiatan penjarangan diketahui memiliki karakteristik yang rendah dibandingkan dengan kayu komersil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon sawit tua memiliki batang dengan ukuran diameter lebih kecil, lebih tinggi dan volume yang sama dengan sawit peremajaan. Kayu sawit tua memiliki memiliki jumlah jaringan vascular lebih banyak dibandingkan dengan jaringan tersebut pada kayu sawit peremajaan.Perbedaan struktur menurut menurut umur pohon pada kayu sawit menyebabkan kayu sawit tua lebih tua lebih baik secara fisis, mekanis maupun pemesinan daripada kayu sawit peremajaan. Kayu sawit memliki kesetaraan beberapa sifat teknis dengan kayu kelapa dan kayu komersil lainnya (Balfas, 2010) Pada penampang transversalnya, Killmann dan Choon (1985) membagi KKS menjadi 3 bagian yaitu cortex, peripheral region dan central zone.
Cortex
merupakan bagian terluar batang dengan tebal sekitar 1.5-3.5 cm. Peripheral region merupakan wilayah yang agak gelap, yang sangat padat dengan vascular bundles dan sedikit parenchyma. Bagian ini memberikan kekuatan terhadap KKS. Daerah central merupakan wilayah yang paling luas sekitar 80% dari total area. Erwinsyah (2008) membagi penampang lintang batang menjadi 3 bagian yaitu peripheral, central dan inner zone. Peripheral merupakan zona paling luar batang sebelum kulit dan korteks. Vascular bundles pada daerah ini sangat padat, sedangkan sel parenkim sangat sedikit dibandingkan wilayah lainnya. Orientasi vascular bundle mengarah ke arah titik pusat dari batang. Secara visual, daerah ini terlihat agak gelap. Zona central merupakan daerah paling lebar sekitar 50% dari total seluruh daerah. Orientasi vascular bundles pada daerah ini adalah random atau acak. Zona inner hanya 20-25% dari total daerah dan memiliki kandungan sel parenkim yang tinggi. Kandungan vascular bundle pada daerah ini paling sedikit dibandingkan daerah
lainnya. Orientasi vascular bundles pada daerah ini sama dengan zona central. Penampang melintang KKS dapat di lihat pada Gambar 2.2
Sumber :E. Bäucker 2005 dalam Erwinsyah 200 Gambar 2.2. Penampang melintang KKS
Erwinsyah (2008) mengemukakan bahwa komponen utama penyusun KKS adalah vascular bundles dan parenkim, maka bila pada lokasi tertentu dijumpai vascular bundles dalam jumlah yang banyak, akibatnya proporsi parenkim akan berkurang. Luasan vascular bundles di bagian tepi lebih tinggi dan semakin berkurang ke arah pusat, sebaliknya di bagian tepi luasan parenkim lebih rendah dan semakin meningkat ke arah pusat. Sifat higroskopis yang berlebihan merupakan salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang sawit. Meskipun telah dikeringkan sehingga mencapai kadar air kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dapat tumbuh subur baik pada permukaan maupun bagian dalam kayu sawit (Hasibuan, 2010).
2.2.1. Potensi Kayu Kelapa Sawit Perkebunan kelapa sawit di indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1970 dengan luas areal mencapai 133.298 hektar. Tahun-tahun berikutnya luas areal bertambah dengan laju sekitar 11% per tahun, dari 1.126 juta ha pada tahun 1991 mencapai sekitar 3.584 juta ha pada tahun 2001 (Susila, 2003). Menurut data Departemen Pertanian (2010) pada tahun 2009 luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai lebih dari 8.25 juta ha yang tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan provinsi dengan areal perkebunan yang terluas. Data mengenai penyebaran perkebunan kelapa sawit disajikan pada Tabel 2.4 Tabel 2.4. Luas areal perkebunan sawit di Indonesia
Luas Lahan Perkebunan Sawit (Ha) pada Tahun No.
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nanggroe Aceh D. Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung Jawa Barat Banten Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan
14 15 16 17 18
2005
2006
2007
2008
2009
254.261 308.560 274.822 287.038 313.745 894.911 979.541 998.966 1.017.574 1.044.854 282.518 315.618 291.734 327.653 344.352 1.277.703 1.547.942 1.620.882 1.673.553 1.925.344 13.698 6.933 6.678 8.256 2.645 403.477 568.751 448.899 484.137 489.384 548.678 630.214 682.730 690.729 775.339 130.037 133.284 172.227 185.508 141.897 147.125 165.221 163.455 202.863 224.651 148.535 157.229 152.409 152.511 153.160 8.744 9.831 10.550 11.531 12.140 14.076 14.077 14.894 14.894 15.023 381.791 492.112 451.400 499.548 602.124 434.481
571.874
616.331
870.201 1.091.620
134.621 201.236 48.334 16.018
243.451 237.765 48.431 24.490
257.862 339.294 52.298 15.708
290.852 409.566 47.336 15.944
312.719 530.552 65.055 17.407
Sulawesi Tenggara 466 2.966 18.912 21.033 21.669 Sulawesi Barat 57.476 75.154 115.906 94.319 107.249 Papua 39.090 29.736 29.736 27.657 26.256 Papua Barat 16.540 31.734 31.144 31.144 31.142 5.453.816 6.594.914 6.766.837 7.363.847 8.248.327 TOTAL Sumber : Departemen Pertanian 2010 19 20 21 22
Peremajaan kelapa sawit pada umumnya dilakukan pada umur 25 tahun. Susila (2003) mengemukakan bahwa secara umum potensi peremajaan adalah berkisar antara 20000-50000 ha per tahun. Pada tahun 2003-2004, potensi areal untuk peremajaan adalah sekitar 20 ribu ha per tahun.Pada tahun 2005, potensi areal peremajaan meningkat menjadi sekitar 30 ribu ha. Potensi areal peremajaan meningkat cukup pesat pada tahun 2009 dan 2010 yang masing-masing mencapai sekitar 50 ribu dan 37 ribu ha. Areal yang potensial untuk diremajakan terutama berada di lima provinsi utama seperti pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Potensi peremajaan kelapa sawit di beberapa provinsi Provinsi Sumatera Utara Riau Sumatera Selatan Kalimantan Barat Aceh Lainnya Sumber: Susila (2003)
Areal Peremajaan (ha) 6644 – 16609 5144 – 12860 2520 – 6300 2080 – 5200 1600 – 4000 2013 – 5031
2.2.2. Modifikasi Sifat-sifat Kayu Mengingat potensinya yang sangat besar dengan aksesibilitas yang tinggi dan bentuk morfologi batang yang silindris, maka katang kelapa sawit (KKS) dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti kayu yang sangat menjanjikan terutama hasil kegiatan peremajaan,
yang selama
ini
kurang dimanfaatkan dan hanya
dijadikan
limbah.Menurut Febrianto dan Bakar(2004),dari kegiatan peremajaan kebun sawit dapat dihasilkan kayu gergajian sebanyak 50.1 m3/ha hanya dari bagian tepi batang. Pemanfaatan KKS dalam bentuk utuh memiliki beberapa permasalahan.Hal ini terkait dengan sejumlah kelemahan yang ada, khususnya dalam hal stabilitas dimensi, kekuatan, keawetan dan sifat permesinan.Stabilitas dimensi KKS tergolong sangat rendah dengan variasi susut sebesar 9.2-74%, kekuatan masuk dalam Kelas Kuat III– V, keawetan Kelas Awet V dan sifat permesinan Kelas V (Bakar dkk, 1998). Ratanawilai dkk (2006) bahkan mengemukakan bahwa sifat mekanis KKS 2 kali lebih rendah dibandingkan kayu jati dan karet yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan furniture. Kekurangan kayu keras berkualitas tinggi telah mendorongpeneliti dan produsen produk kayu untuk mencarialternatif dengan sumber biaya yang lebih rendah untuk menambah nilai aplikasi.Untuk mencapai tujuan ini, teknologi yang tepatdiperlukan untuk meningkatkan kualitas kayu tertentu(misalnya stabilitas, dimensi, daya tahan, mekanikproperti, dan kekerasan)untuk memenuhi persyaratan pengguna akhir.
2.2.2.1 Impregnasi dan Kompregnasi Perbaikan kualitas kayu sangat penting dilakukan karena sifat kayu yang mengembang atau menyusut akibat perubahan udara sekitar.Salah satu perlakuan yang dapat menstabilkan dimensi kayu adalah dengan memberikan bahan pengisi (bulking agent) kedalam struktur kayu dengan teknik impregnasi dan kompregnasi. Kompregnasi merupakan suatu upaya perbaikan kwalitas kayu dengan memasukkan bahan kimia melalui bantuan tekanan dan suhu dalam tangki tertutup, dan prosesnya akan lebih efektif pada suhu dan tekanan yang tinggi untuk membantu mendorong masuknya bahan kimia ke dalam kayu. Proses ini waktunya relative singkat, dapat di control, lebih efisien, penetrasi lebih dalam dan merata. Metode pengolahan kayu telah berkembang dan tersedia sesuai dengan kemajuan iptek sehingga saat ini dikenal bermacam-macam produk hasil rekayasa
teknologi, yang berbeda baik dari bahan asalnya maupun dalam bentuk dimensi, sifat dan kualitasnya.Teknologi pengolahan kayu untuk peningkatan mutu kayu yang sedang dikembangkan dewasa ini antara lain dengan proses densifikasi kayu, yang bertujuan untuk meningkatkan kerapatan dan kekuatan kayu dengan cara pemadatan kayu. Densifikasi kayu sebagai suatu alternatif teknologi modifikasi kayu dipandang perlu sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kelangkaan kayu-kayu bermutu tinggi(Arinana,2009). Proses impregnasi merupakan penggantian posisi (replacement) dengan cara mengisi kayu dengan resin yang akan membantu larutan dengan molekul yang berukuran cukup kecil yang menembus dinding sel. Dalam hal ini dapat meningkatkan keteguhan tekan dan daya tahan terhadap organisme perusak kayu (sutigno, 1988).Metoda yang digunakan untuk memasukkan bahan kimia kedalam kayu dibedakan kedalam 2 golongan yaitu: metoda tekanan dan mtode tanpa tekanan. Hunt dan Garrat menyatakan bahwa metoda tekanan merupakan metoda yang paling berhasil dan digunakan secara luas, tetapi memerlukan energi dan biaya yang lebih tinggi. Menurut Killman, kompregnasi adalah penyimpanan dan pengendapan bahan kimia didalam dinding sel tanpa merusak kayu (Mulyono, 2000). Kompregnasi bahan kimia ke dalam kayu dapat diartikan sebagai proses pemasukan bahan kimia tertentu ke dalam kayu dengan menggunakan metode tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki sifat dan kualitasnya. Beberapa bagian kayu secara kimia bersifat reaktif, yaitu gugus hidroksil ini akan bereaksi dengan bahan pereaksi tunggal sederhana dengan atau tanpa katalis sehingga terbentuk ikatan kovalen antar kedua komponen (Rowell, 1984). Semua itu tergantung pada jenis dan komponen bahan kimia yang dipakai, produk yang dihasikan disebut ‘kompreg” (Haygreen, 1996). Impregnasi merupakan proses pemasukan bahan kimia sebagai resin ke dalam kayu tanpa menggunakan tekanan, kompregnasi merupakan proses pemasukan bahan kimia kedalam kayu dengan menggunakan tekanan. Stabilitas dimensi dan sifat mekanik dari kayu dapat ditingkatkan melalui teknik impregnasi dan kompregnasi dengan
bahan kimia yang cocok yang dapat bereaksi dengan komponen dinding sel, bahan kimia yang digunakan sebagai resin pengimpregnasi diharapkan dapat mengisi poripori kayu sehingga kayu akan menjadi lebih padat dan kuat. Pemasukanbahan tergantungpada
kimiake
jenis
kimiadapatmengisiporikosong
dalam
bahankimia
kayuberbedasecara
signifikan,
danspesieskayu.Beberapa
dikayu,sedangkan
yang
bahan
lainmungkin
dapatmenembuske dalam seldinding atauterjadi reaksi antara bahan polimer denganbahan
kayu,simulasiimpregnasikayu
denganvakumdan
prosedurtekanan,
menyatakanbahwaprosesimpregnasimemilikidampak yang signifikan padapemasukan bahan
kimia.permeabilitasdariimpregnantkayuberhubungan
denganviskositas,dan
tergantung padajenis kayu. Jika monomer masuk dalam massa dinding sel, stabilitas dimensi kayu akan ditingkatkan. Dengan demikian, sebuahsistem berusaha untuk memberikan stabilitas dimensi yang efektif, serta untuk mengurangi kesulitanselama impregnasi. Sistem ini harus terdiri dari monomer yang memiliki kemampuan untuk menembuske dinding sel dan copolymerize dengan monomer lain yang dapat memberikan situs reaktif untuksilang. Karena komposisi ikatan silang dalam penyusunan kayu komposit akan menyebabkan kinerja yang tinggi sehubungan dengan ketahanan suhu tinggi selama impregnasi, Sehinggadapat meningkatkan sifat mekanik dandimensi stabilitas komposit kayu melalui teknik impregnasi monomer (Jani dkk, 2007). Penelitian peningkatan mutu kayu guna mengurangi sifat higroskopisnya juga telah dilakukan, dengan mengimpregnasinya dengan bahan tertentu yang bersifat water repellent, seperti: lilin/parfin, minyak kemiri, dan gondorukem. Adanya bahan water repellent tersebut dapat mengurangi sifat higroskopis kayu dan dengan demikian mempertinggi kestabilan dimensinya (mengurangi kembang susut) (Roliadi, 2010). Karena kayu kelapa memiliki sifat penyerapan air (higroskopis) yang relatif tinggi dibandingkan dengan kayu biasa. Sifat ini beragam menurut tingkat kerapatan pada kayu tersebut.Kayu kelapa dengan kerapatan rendah bersifat lebih higroskopis daripada kayu kelapa berkerapatan lebih tinggi.
Impregnasi kayu dengan larutan bahan kimia disuhu tinggi memberikan sejumlah tantangan teknis.Secara umum, termoplastik diprosespada suhu tinggi, seperti polistiren disekitar 200°C, polyethylene terephthalate di sekitar260°C, dan polypropylene pada sekitar 200°C.Selulosaperlahan-lahan dipecah melalui degradasi bertahap,dekomposisi dan charring padapemanasan pada suhusampai 200°C. Di atas 200°C,selulosa mengalamidecomposition cepat. Untuk meminimalkan degradasi termaldari kayu, impregnasi dengan plastik idealnya harusdilakukan di bawah 200°C. Salah satu pendekatan adalah dengan menggabungkan kayu dengan bahan polimer untuk membuat komposit baru. Adadua kategori komposit kayu plastik (WPC)salah satunya adalah dibuat dengan meresapi kayu solid denganmonomer atauprapolimer,dan lainnya adalah plastik diperkuatdenganserat kayu atau partikel. Meskipun menghasilkan kuatproduk dari kayu, tingkat konversi polimerisasihampir mencapai 100%,dan residumonomer atau prepolimer cenderung keluar dariproduk dan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.Plastik yang diperkuat dengan serat kayu memilikidimensi stabilitas rendahmeskipun lebih murah.Isu-isu teknologi membatasi penerimaanWPC oleh konsumen (Zhang, 2006) Di sisi lain, pembuangan limbah plastik telahdiakui di seluruh dunia sebagai masalahlingkungan.Plastik daur ulang yang tersedia hampir di mana-mana,jika seseorang dapat mengembangkan teknologi baru dengan biaya-efektifpemanfaatan limbah plastik untuk memadatkan kayu, hal itu bisa memecahkan masalahkurangnya kayu berkualitas dan pembuangan sampah plastik (Zhang, 2006). Bakar dkk (2000) mengemukakan bahwa hanya 1/3 bagian terluar dan 3/4 bagian terbawah dari KKS yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan konstruksi ringan dan furniture karena memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik.Sisanya kurang baik.Oleh karena itu perlu upaya-upaya alternatif agar 2/3 bagian dalam KKS dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah dengan cara pemadatan (densifying by compression).Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu menggunakan kayu, pemadatan ternyata mampu meningkatkan sifat fisis dan sifat mekanis secara signifikan misalnya pada kayu Sugi (Inoue dan Norimoto, 1991; Dwianto dkk, 1997).
Jika tanpa perlakuan tertentu, kayu yang dipadatkan cenderung akan kembali ke bentuk semula (recovery) akibat adanya pengaruh kelembaban atau perendaman. Ini adalah permasalahan utama pada proses pemadatan. Padahal, fiksasi yang permanen atau
recovery of set (RS) sebesar 0% sangat dibutuhkan agar kayu
terpadatkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu komersial. Prinsip dasar modifikasi KKS menjadi kayu untuk pertukangan adalah membentuk KKS menjadi kayu yang memliki sifatkuat, kerapatannya tinggi dengan memanfaatkan komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dan penambahan resin alam atau resin sintetis. Alternatif yang strategis untuk memodifikasi KKS diantaranya dengan proses impregnasi dan kompregnasi, sehingga KKS dapat dimanfaatkan seabagai pengganti dari kekurangan pasokan kayu saat ini (Margono, 2001).
2.3 Resin Salah satu sumber daya hutan yang telah mengalami program pengembangan intensif adalah resin, yang merupakan salah satu hasil hutan tertua terbarukan . Resin ekstraktif yang digunakan secara ekstensif dalam kertas, sabun, farmasi dan cat industri.Hutan sekunder non kayu seperti oleoresin, karet, gabus, buah yang dapat dimakan, jamur, dan obat-obatan (fromleaves , buah , akar pohon yang berbeda dll) berperan penting dalam perekonomian nasional banyak negara. Penelitian tentang kehutanan dan pembangunan program berkelanjutan terus ditingkatkan untuk memastikan bahwa sumber daya terbarukan menjadi tersedia untuk digunakan oleh generasi sekarang dan masa depan. Resin telah diproduksi di banyak negara, dengan produsen resin utama sampai pertengahan tahun 1960-an menjadi U.S.A (dengan 50 % global produksi), bekas Uni Soviet, Portugal, Spanyol dan Yunani. Tapi saat ini China dan negara berkembang lainnya terutama
negara (Indonesia, Brazil, India, Argentina dll) mengganti
pemasok utama tradisional resin dan China memproduksi sepertiga pasokan dari resin dunia (Tadasse, 2001).
2.3.1 Resin Getah Damar Resin atau damar adalah suatu campuran yang kompleks dari sekret tumbuhtumbuhan dan insekta, biasanya berbentuk padat dan amorf dan merupakan hasil terakhir dari metabolisme dan banyak peneliti percaya bahwa resin adalah hasil oksidasi dari terpen-terpen.Secara fisis resin (damar) ini biasanya keras, transparan plastis dan pada pemanasan menjadi lunak atau meleleh. Secara kimiawi resin adalah campuran yang kompleks dari asam-asam resinat, alkoholiresinat, resinotannol, esterester dan resene-resene, mengandung sedikir oksigen. Karena mengandung zat karbon dalam kadar tinggi, maka kalau dibakar akan hangus. Juga ada yang menganggap bahwa resin terdiri dari zat-zat terpenoid, yang dengan jalan adisi dengan air menjadi damar dan fitosterin, sebagian larut dalam alkohol, larut dalam eter, aseton, petroleum eter, kloroform. Getah damar adalah komoditas berupa resin yang dihasilkan dengan cara penyadapan pohon Agathis. Komoditas ini digunakan untuk bahan campuran cat, arpus, politur, kosmetik dan kemenyan, sedangkan kayunya dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, kayu lapis, korek api, meubel dan sebagainya. Indonesia sebagai negara penghasil kopal terbesar yang diekspor ke Inggris, Amerika, Perancis, Jerman dan Belanda hingga mencapai 80% lebih dari total produksi dunia.Hal ini ditunjang dengan kualitas kopal yang jauh lebih bagus kualitasnya, khususnya kopal dari
Sulawesi
Tengah,
dibandingkan
dengan
kopal
dari
Singapura
dan
Filipina.Dengan adanya pasar luar negeri yang cukup tinggi maka kopal di Indonesia kurang mendapat perhatian untuk dimanfaatkan menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi (Waluyo, 2004). Resin, cairan getah lengket yang dipanen dari beberapa jenis pohon hutan, merupakan produk dagang tertua dari hutan alam Asia Tenggara. Spesimen resin dapat
ditemukan
di
situs-situs
prasejarah,
membuktikan
bahwa
kegiatan
pengumpulan hasil hutan sudah sejak lama dilakukan. Hutan-hutan alam Indonesia menghasilkan berbagai jenis resin. Damar adalah istilah yang umum digunakan di Indonesia untuk menamakan resin dari pohon-pohon yang termasuk suku
Dipterocarpaceae dan beberapa suku pohon hutan lainnya. Sekitar 115 spesies, yang termasuk anggota tujuh (dari sepuluh) marga Dipterocarpaceae menghasilkan damar. Pohon-pohon dipterokarpa ini tumbuh dominan di hutan dataran rendah Asia Tenggara, karena itu damar merupakan jenis resin yang lazim dikenal di Indonesia bagian barat. Biasanya, damar dianggap sebagai resin yang bermutu rendah dibanding kopal atau terpentin.
Klasifikasi Divisi
:
Spermatophyta
Sub divisi
:
Angiospermae
Kelas
:
Dicotyledoneae
Bangsa
:
Araucariales
Suku
:
Araucariaceae
Marga
:
Agathis
Jenis
:
Agathis dammara Warb.
Apabila resin-resin di pisahkan dan di murnikan, biasanya terbentuk zat padat bisa terbakar. Resin ini juga tidak larut dalam air,tetapi larut dalam alkohol dan lainlain pelarut organik yang membentuk larutan yang apabila di uapkan meninggalkan sisa yang berupa lapisan tipis seperti vernis. Mengenai isi dari resin pada umumnya adalah sebai berikut : 1. Asam-asam resinat, terdiri dari asam-asam oksi yang banyak jenisnya, biasanya mempunyai sifat gabungan dari asam-asam karboksilat dan fenol-fenol. Asam-asam ini terdapat baik dalam keadaan bebas maupun terikat sebagai ester-ester. Pada umumnya asam-asam ini larut di dalam larutan alkali membentuk larutan seperti sabun ataupun suspensi koloidal. Garam-garam logamnya di kenal sebagai resinat, beberapa di antaranya banyak di gunakan untuk membuat sabun yang murah dan vernis. Sebagai contoh biasanya asam abietat di dalam colophonium, asam kopaivat dan oksikopoivant di dalam Balsamum Copaive asam guiakonat didalam Guajac,
asam pimarat (pimarinat) di dalam Burgundy Pitch (Picea excelsa) dan asam komnifora di dalam myrrha. 2. Alkohol-alkohol resinat, terdiri dari alkohol-alkohol kompleks yang mempunyai berat molekul yang tinggi yang di sebut resinotannol sebagai hasil polimerisasi dari alkohol damar resinol, yang dengan garam-garam ferri memberikan reaksi seperti tannin. Alkohol-alkohol resinat terdapat dalam keadaan bebas maupun terikat sebagai ester dengan asan-asam aromatis, asam benzoat, asam salisilat, asam sinnamat, asam umbellate. Beberapa resinol misalnya :Benzorsinol dari benzoin, Steresinol dari styrax, Guaiaresinol dari gurjun balsem (depterocarpus), Guaiaresinol dari guaiac resin. 3. Resene-resene. Resene adalah zat-zat yang kompleks yang tidak mempunyai sifatsifat kimiawi yang khas. Resene ini tidak membentuk garam atau ester, tidak larut di dalam larutan alkali dan tidak terhidrolisa dengan alkali. Sebagai contoh adalah alban dan fluavil dari gutta percha, kopalresene dari copal, dammarresene dari dammar, drakoresene dari sanguis draconis, olibanoresene dari olibanum. Beberapa jenis resin digunakan dalam lapangan farmasi seperti coloponium, mastik podophyllum dan sebagainnya, yang di sebut sebagai resin farmaseutis. Resin-resin farmeseutis dapat di peroleh dengan beberapa cara yairu ; 1. Dengan ekstraksi simplisia dengan alkohol, diendapkan dengan air. Dengan cara resin-resin dari Jalapae ipomoea dan Podophyllum 2. Dengan cara memisahkan minyak menguapnya dengan penyulingan misalnya Colophonium dari terpentin, resin copaive dari Balsamum copaive 3. Dengan memanasi bagian tanaman yang mengandung resin copaive dari Balsamum copaive 4. Dengan mengumpulkan hasil eksudat dari tanaman, seperti oleoresin, yang kemudian diuapkan, dengan cara ini diperoleh maktis, sanguis draconis. 5. Dengan mengumpulkan resin-resin fosil, seperti kopal, dan kaudammar.
Pembagian resin didasarkan atas isinya disamping zat-zat resin. Atas dasar ini dibedakan : Damar sesungguhnya (resin), adalah zat padat yang amorf atau setengah padat, tidak larut dalam air, tetapi larut di dalam alkohol atau pelarut organik lainnya dan membentuk sabun dengan alkali. Biasanya di samping zat-zat damar terdapat juga minyak menguap, hasil peruraian ester-ester damar,zat warna,zat pahit dan sebagainya. Damar gom (gummi resina), yaitu campuran alami dari gom,minyak dan resin sering di sebut juga damar lendir. Contohnya asafoetida, Myrrha.Oleoresin, yaitu campuran alami yang homogen dari resin di dalam minyak menguap. Contohnya ; terpentin, Kanada balsam, cubeba dan sebagainya.Balsamum adalah campuran dari resin dengan asam sinnamat atau benzoat atau kedua-duanya, atau ester-ester dengan minyak menguap. Contoh : benzoin,perubalsem, dan styrax. Istilah balsam atau balsamum telah di gunakan secara salah tehadap beberapa oleoresin seperti kanada balsem dan balsamum copaive, yang sesungguhnya balsem tetapi oleoresin.Di dalam beberapa hal di kemukakan resin di dalam ikatan glikosidal, ikatan ini di sebutglukoresin atau gilkoresin misalnya yang terdapat di dalam ipomea, jalap dan podohyllum.Pembagian damar adalah sebagai berikut ; Damar ester atau ester harze yang terdiri dari :a. Damar benzoe, misalnya Benzo Siam, Benzo Sumaetera, styrax, balsamum tolutanum peruvianum. b. Damar gom, misalnya asafoetida, gabanum,dan ammoniacum. Damar ester adalah damar yang isi utamanya adalah :Ester dari resinol atau alkohol damar yang tidak berwarna dengan reagens tannin dan bentuknya kristalin. Ester dari resitanol,berwarna dengan reagens tannin dan bentuknya amorf.Damar benzoe hanya mengandung ester saja sedang damar gom selain ester juga gom. Damar resin atau resin harze, yang biasanya disebut dengan resin saja atau polioksiresin. Sebagian ada yang masih mengandung gom seperti Myrrhadan olibanum. Contoh yang tidak mengandung gom ialah mastics dan damar. Damar asam resin atau resinasaur harze. Damar-damar berwarna atau farb-harze. Contoh : Gummi gutti
Secara umum, sifat-sifat damar antara lain rapuh dan mudah melekat pada tangan pada pada suhu kamar, mudah larut dalam minyak atsiri dan pelarut organik non polar, sedikit larut dalam pelarut organic polar , tidak larut dalam air, tidak tahan panas, mudah terbakar, tidak volatile bila terdekomposisi dan dapat berubah warna bila disimpan terlalu lama dalam tempat tertutup tanpa sirkulasi udara yang baik(Mulyono,2005). Damar terdiri dari beberapa gugus fungsi antara lain alkil, karbonil, vinil, dan hidroksil.Identifikasi dengan pirolisis-GC/MS senyawa terbanyak di dalam damar adalah brasikasterol (Mulyono, 2012). Spektrum inframerah dari damar menunjukkan bahwa terdapat beberapa gugus fungsi, antara lain alkil, karbonil, vinil, dan hidroksil.Identifikasi dengan pirolisisGC/MSmenunjukkan bahwa damar mengandung paling sedikit 67 senyawa. Senyawa kimia tersebut terbagi dalam 4 golongan, yaitu hidrokarbontetrasiklik (30 senyawa, 49,57%), pentasiklik (3 senyawa, 2,56%), senyawa C15 (11 senyawa, 17,09%), dan golongan lain-lain (23 senyawa,18,26%). Berdasarkan data Py-GC/MS, senyawa terbanyak di dalam damar adalah brasikasterol, yaitu sekitar 20%. Rumus kimia dari brasikasterol dapat dilihat pada Gambar 2.3
Gambar 2.3 Brasikasterol
Damar mata kucing (sering disingkat menjadi getahdamar) merupakan salah satu produk unggulan dari hasilhutan bukan kayu di Indonesia.Getah ini berasal daritumbuhan Shorea javanica, S. koordersii, Hopeadryobalanoides, H. intermedia,
H. mengarawan, H. globosa,H. griffithii, H. micrantha, dan H. myrtifolia.Getah ini telah dimanfaatkan di berbagaibidang, antara lain cat, tinta, pernis, kemenyan, dan bahantambahan pangan.Struktur kimia komponen getah damar telah diteliti sejaktahun 1955, namun tidak disebutkan spesies tanaman damartersebut.Sari (2002), melaporkan bahwa ekstrak damar matakucing dari tumbuhan S. javanica mempunyai aktivitasantirayap dan antijamur. Senyawa bioaktif tersebutteridentifikasi sebagai vulgarol B; 3,4-secodamar-4(28)-en-3-oic acid; dan (7R,10S)-2,6,10-trimetil-7epoksi-2,11-dodecadiene (Mulyono, 2012). Beberapa senyawa triterpenoid dalam damar ditunjukkan pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Beberapa senyawa triterpenoid dalam dammar
Pada tahun 1984 dua pertiga dari produksi damar diserap oleh pasar lokal yakni pabrik-pabrik cat (60%), pembuatan dupa (24 %), dan industri batik tulis (16%).Diperkirakan prospek pasar-pasar tersebut tingkatnya sedang sampai rendah terutama karena masuknya resin-resin petrokimia ke pabrik-pabrik cat lokal, dan juga karena tergesernya batik tulis oleh batik industri yang tidak membutuhkan damar.Pasar ekspor yang menyerap sepertiga volume produksi, menuntut kualitas yang tinggi tetapi menawarkan prospek yang lebih baik. Secara teratur volume ekspor menunjukkan peningkatan, dari 1972 sampai 1983 tercatat kenaikan 250-400 ton per tahun. Pada masa kejayaan damar, ketika digunakan secara intensif oleh industriindustri, areal utama penghasil damar adalah hutan-hutan alam di Sumatera bagian selatan dan barat, serta Kalimantan bagian barat.Dewasa ini Kalimantan bagian barat dan Sumatera bagian selatan masih tetap menghasilkan damar, tetapi daerah produksi yang paling utama adalah di daerah paling selatan di Sumatera, tepatnya di Pesisir Krui, Lampung. Ada dua macam damar yang dikenal umum, dengan kualitas yang jauh berbeda.Pertama adalah damar batu, yaitu damar bermutu rendah berwarna coklat kehitaman, yang keluar dengan sendirinya dari pohon yang terluka.Gumpalangumpalan besar yang jatuh dari kulit pohon dapat dikumpulkan dengan menggali tanah di sekeliling pohon.Di seputar pohon-pohon penghasil yang tua biasanya terdapat banyak sekali damar batu. Kedua, adalah damar mata kucing; yaitu damar yang bening atau kekuningan yang bermutu tinggi, sebanding dengan kopal, yang dipanen dengan cara melukai kulit pohon. Sekitar 40 spesies dari genus Shorea dan Hopea menghasilkan damar mata kucing, di antaranya yang terbaik adalah Shorea javanica dan Hopea dryobalanoides.Sejak tiga ribu tahun yang lalu, damar telah memasuki jalur perdagangan jarak pendek di Asia Tenggara. Damar mungkin juga sudah menjadi produk dagang jarak jauh pertama yang berkembang antara Asia Tenggara dengan Cina di antara abad ke III dan ke V. Pada abad ke X damar kembali
muncul dalam daftar produk-produk yang dijual ke Cina dari Asia Tenggara. Sedangkan ekspor damar ke Eropa dimulai pada tahun1829 dan ke Amerika pada tahun 1832. Di daerah penghasilnya, damar digunakan sebagai bahan untuk penerangan dan mendempul perahu.Secara tradisional, damar juga diperdagangkan sebagai dupa, bahan pewarna, perekat dan obat.Pada pertengahan abad XIX lalu, seiring dengan berkembangnya industri pernis dan cat di Eropa dan Amerika yang kemudian disusul dengan Jepang dan Hong Kong, damar mulai memperoleh nilai ekonomi baru.Tetapi sejak tahun 1940-an, damar mendapat saingan berat dari resin sintetik hasil pengolahan minyak bumi (petrokimia) yang lebih disukai kalangan industri (Michon,2000).Sari (2002), melaporkan bahwa ekstrak damar mata kucing dari tumbuhan S. Javanica mempunyai aktivitas antirayap dan anti jamur.
2.3.2 Poliol (Senyawa Poli Hidroksi Alkohol) Poliol merupakan komponen yang penting dalam pembentukan poliuretan setelah gugus isosianat, Senyawa dengan berta molekul rendah seperti etilen glikol, butandiol, trimetil propane lazim digunakan sebagai agen pemanjang rantai atau jaringan. Sedangkan poliol dengan berat molekul tinggi seperti polieter dan polyester dengan berat molekul rata-rata 8 x 103 merupakan poliol yang umum digunakan dalam polimerisasi uretan (Helen, 1970). Poliol adalah senyawa organik dengan gugus hidroksil lebih dari satu dan dalam industri material sangat banyak digunakan baik sebagai bahan pereaksi maupun bahan aditif.Senyawa poliol dapat diperoleh langsung dari alam seperti amilum, selulosa, sukrosa, dan lignin ataupun hasil produksi industry kimia.Gugus hidroksil dari senyawa organic dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipoldipol yang terbentuk maupun melalui ikatan hydrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain (Jung, 1998).
Molekul-molekul yang berisi dua kelompok hidroksit disebut (dioldiol),molekul yang mempunyai tiga kelompok hidroksit disebut triols, dll. Dalam praktek, poliol dibedakan dari rantai pendek dan pemuai rantai glikol dalam bobot molekular rendah seperti etilena glikol misalnya, 1,4-butanediol (BDO), dietilena glikol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metan (TMP). Molekul ini dibentuk oleh penambahan radikal bebas propilena oksida (PO), oksida etilena (EO) pada satu pemrakarsa yang berisi amina atau hidroksil, atau dengan polyesterification satu diacid, seperti asam adipin, dengan glikol-glikol, seperti etilena glikol atau dipropylene glikol (DPG). Poliol-poliol yang memperluas
PO atau EO adalah poliol-poliol
polieter. Poliol-poliol yang dibentuk oleh polyesterification adalah poliol-poliol poliester. Pilihan dari pemrakarsa, pemuai, dan bobot molekular poliol sangat mempengaruhi sifat fisika pada polimer poliuretan. Karakteristik yang penting dari poliol adalah bobot molekular, % kelompok hidroksit utama, kemampuan, dan kekentalan. Gliserol adalah senyawa yang tidak berwarna, merupakan larutan kental, tidak berbau, dengan rasa yang sangat manis, mempunyai TL20oC,TD 290oC (sedikit terdekomposisi) dan dapat bercampur sempurna dengan air dan alkohol, sedikit larut dalam eter, tidak larut dalam kloroform (Austin,1985). Polietilen glikol (PEG) memiliki berat molekul yang bervariasi diantaranya PEG 400, PEG 1000, 3000 dan 6000, rumus kimia PEG dapat dilihat pada Gambar 2.5
HO-(CH2CH2O)n-H
Gambar 2.5 Rumus kimia poliethilen glikol
2.3.3Isosianat Isosianat adalah bagian yang utama dalam pembentukan poliuretan, isosianat mempunyai sifat reaktivitas yang tinggi terlbih dengan reaktan nukleofilik. Reaktivitas dari poliuretan ditentukan oleh sifat positif dari atom C dalam ikatan
rangkap yang terdiri dari pada N, C, O. Pada pembentukan poliuretan sangat perlu untuk memilih isosianat yang tepat untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat menentukan hasil akhir seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan alfanat. Isosianat yang telah dipasarkan dan umum digunakan diisosianat seperti 4,4methylena-bis phenylisocyanate diisosianat (MDI) dan 2,4-toluena diisosianat (TDI), 1.6-hexametil diisosianate (HDI), 2,2,4-trimethyl-1,6-hexamethyldiisosianat (TMDI), 1,5-napthalena diisosianat (NDI), (Cristina,2011) seperti diperlihatkan pada Gambar 2.6
Gambar 2.6. Poliol polyester dan poliol polieter
Isosianat dapat bereaksi dengan alcohol membentuk karbamat, dengan air membentuk urea dan gas CO2, dengan amina akan membentuk urea dan dengan urea membentuk uretan dan isosianat (Cristina, 2011) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7
1. Reaksi isosianatdengan alcohol
2. Reaksi isosianat dengan air
3. Reaksi isosianat dengan uretan
4. Reaksi isosianat dengan amina
Gambar 2.7 Reaksi – reaksi dari isosianat
2.3.4 Toluen Diisosianat Toluene merupakan bahan pertama dari pembuatan toluene diisosianat (TDI), supaya mendapatkan hasil dari turunan isomer yang di kehendaki prosesnya bisa bervariasi. Isomer toluene diisosianat merupakan campuran cair dalam batas suhu 5 sampai 150 C, sehingga biasanya dijumpai sebagai cairan toluene 2,4-diisosianat dan jika di dapati dalam bentuk padatan biasanya dengan titik leleh 22 0 C (Hepburn, 1992). Toluena diisosianat (TDI) memiliki senyawa dasar toluena. TDI terdiri dari dua jenis isomer yaitu 2,4 toluena diisosianat (80%) dan 2,6 toluena diisosianat(20%) yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur.. Gugus isosianat pada 2,4 toluena diisosianat memiliki perbedaan kereaktifan, dimana kedudukan isosianat pada posisi 4 ternyata empat kali lebih reaktif dari posisi 2 dan 50 persen lebih reaktif dari isosianat posisi 4 pada difenilmetana diisosianat (MDI). Kedudukan isosianat pada posisi 2 memiliki kerektifan sama baik pada 2,4 maupun 2,6 toluena diisosianat. Toluene diisosianat bisa menyebabkan iritasi pada pernapasan sehingga sangat perlu diperhatikan dalam penggunaannya.Produknya bermacam-macam dan sangat luas penggunaannya, terutama dalam pembuatan fleksibel foam. 4-isosianat adalah kelompok yang paling banyak digunakan dan lebih reaktif disbanding 2 atau 6isosianat.
2.3.5. Pembentukan Poliuretan Polimer uretan biasanya digunakan sebagai larutan perekat yang dibuat melalui reaksi senyawa-senyawa hidroksi dengan isosianat.sifat-sifat fisika dari poliuretan yang dihasilkan bergantung pada struktr dan fungsional dari senyawa hidroksil dan isosianat yang membentuknya. Secara umum ada dua tahap pembentukan ikatan silang poliuretan yaitu: 1. Mereaksikan diisosianat dengan monomer yang mempunyai dua atau lebih gugus hidroksil permolekulnya, dimana tingkat ikatan silang tergantung pada
dasar struktur, fungsi dan kandungan polihidroksinya dan variasi kandungan hidroksi. 2. Poliuretan linier direksikan dengan gugus hidroksi atau gugus diisosianat yang mempunyai dua gugus fungsi
Poliuretan terbentuk dari polimerisasi dengan memilih isosianat yang sesuai untuk dapat bereaksi dengan poliol atau gugus hidroksil karena akan dapat menentukan hasil akhir seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan allophanat. Cara simultan interpenetrasi jaringan polimer menggabungkan isosianat dan lignin, peneliti menggunakan isosianat dalam pembentukan interpenetrasi jaringan polimer sehingga menghasilkan bahan polimer baru dengan sifat fisik dan mekanik yang lebih baik (Sperling, 1994).Isosianat merupakan monomer yang utama dalam pembentukan poliuretan, dengan reaktifitas yang sangat tinggi. Dalam pembentukan polimerisasi isosianat juga dapat bereaksi dengan sesamanya (Odian, 1991) seperti pada Gambar 2.6 R-N-C=O R-N=C-O R-N=C=O
Gambar 2.8 Reaksi polimerisasi isosianat
Sebagian besar reaksi yang sangat penting dalam pembentukan poliuretan adalah reaksi antara isosianat dengan gugus hidroksil.Gugus isosianat dengan kereaktifan tinggi merupakan kunci reaksi dalam pembentukan poliuretan. TDI dapat bereaksi dengan gugus fungsi dalam resin polyester dan bereaksi dengan air membentuk karbon dioksida yang berupa hasil samping pada pembentukan jaringan urea (Randall, 2002). Hasil reaksi adalah senyawa karbamat yang dikenal dengan senyawa uretan yang merupakan senyawa polimer dengan berat molekul yang tinggi.Senyawa alcohol
primer alifatik memiliki kereaktifan dan kecepatan reaksi yang paling besar dibandingkan dengan alkohol sekunder dan tersier disebabkan adanya factor sterik.(Randall dan Lee, 2002). Polimerisasi Isosianat akhir-akhir ini digunakan sebagai pengikat kayu orientasi awalnya pada penggunaan papan partikel dan kayu komposit, Secara kimia isosianat dengan gugus hidroksil yang ada pada kayu membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik isosianat bereaksi dengan air yang terdapat dalam kayu membentuk poliuretan melalui ikatan fisik diantara partikel kayu (Galbraith dan Newman. 1992).Kelebihan poliuretan yang dibentuk dari isosianat adalah tidak ada air yang terkandung dalam sistem, semua resin diaplikasikan dan digunakan sebagai perekat.Isosianat dapat berpenetrasi ke dalam rongga-rongga kayu yang paling dalam sehingga ikatan kimia yang terjadi dapat diaplikasikan dalam kegunaannya (Frazier, 1984), dan isosianat harus ditangani secara hati-hati untuk mencegah timbulnya masalah kesehatan. (Maloney, 1993) Secara umum reaksi isosianat dengan hidroksil seperti pada Gambar 2.6
H O R- NCO + R-OH R-N-C-O-R Isosianat
Poliol
Uretan
R dan R = grup alifatik atau aromatic
Gambar 2.9 Reaksi isosianat dengan poliol Reaksi isosinat dengan air membentuk asam karbamat yang tidak stabil dan bereaksi membentuk amina primer dan karbon dioksida, dapat dilihat pada Gambar 2.7
Gambar 2.10 Reaksi isosianat dengan air
2.4
Pengujian dan Karakterisasi
2.4.1 Pengujian Sifat Mekanik Sifat - sifat mekanis atau kekuatan kayu untuk mengukur kemampuan kayu dalam menahan gaya-gaya atau beban dari luar yang mengenainya.Batang kayu merupakan benda yang anisotrop artinya kekuatannya untuk ke semua arah batang adalah tidak sama. Untuk itu dibedakan atas arah sumbu: Longitudinal, radial dan tangensial.Pada ketiga sumbu arah tersebut tegangan atau kekuatan tidak sama. Tegangan-tegangan untuk sumbu radial dan tangensial perbedaannya sangat kecil sekali atau dapat dikatakan hampir sama. Dalam praktek untuk arah tangensial dan radial adalah sama, sehingga hanya dikenal dua sumbu saja, yaitu arah sumbu axial dan sumbu radial. Juga disebut untuk arah sumbu axial = longitudinal ialah arah sejajar dengan arah serat sedang untuk arah sumbu radial ialah arah tegak lurus arah serat.Kayu tidak mempunyai batas kenyal yang nyata tapi mempunyai batas proporsional,sehingga di dalam praktek batas proporsional diambil sebagai batas kenyal dari kayu. Sifat-sifat mekanis kayu yang diuji adalah kekuatan tarik, perpanjangan putus dan modulus Young atau modulus elastisitas.
2.4.1.1Modulus Elastisitas (MoE) Dan Modulus Patah(MoR) Kekuatan lentur stastis adalah suatu kekuatan kayu yang sangat penting karena kebanyakan struktur kayu mengalami beban lentur. Contoh pada gelagar kayu,
dengsan gaya luar yang mengenainya dalam arah tegak lurus serat dengan gaya ini terjadi tiga tegangan yaitu tegangan tarik, tegangan tekan dan tegangan geser. Modulus patah merupakan sifat mekanis kayu yang berhubungan dengan kekuatan kayu, yaitu ukuran kekuatan kayu untuk menahan beban atau gaya luar yang bekerja padanya sampai maksimal dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu tersebut. Kekuatan lentur kayu biasanya dinyatakan dalam Modulus retak (Modulus of Rupture : MOR) yang merupakan tegangan tertinggi di bagian serat paling luar kayu ketika gelagar retak / patah karena beban yang dikenakan secara berangsur-angsur selama beberapa menit. MOR bervariasi antara 55 – 160 N / mm2 dan ini menunjukkan bahwa tegangan lentur sama dengan tegangan tarik sejajar (Summarni, 2007).. Modulus patah (MoR) dapat juga didefenisikan sebagai kemampuan material untuk menahan deformasi dibawah beban hingga bengkok sebelum patah. Tekana flexural pada dasarnya adalah kombinasi dari gaya tekan dan gaya tarik. Modulus patah merupakan besaran dalam bidang teknik yang menunjukkan beban maksimum yang dapat ditahan oleh material, dalam hal ini adalah papan komposit persatuan luas.Modulus patahbekerja pada batas proporsional atau daerah elastic (Sudarsono, 2010). Modulus elastisitas (MoE), Modulus of Elasticity merupakan tegangan lengkung
akhir
sebelum
terjadinya
patah
dari
suatu
material
dalam
kelengkungannya.Hal ini sering digunakan untuk membandingkan material yang satu dengan material lainnya. Modulus elastisitas kayu menentukan kekakuan kayu, kekakuan yang tinggi menyebabkan kayu tidak mudah melentur pada saat proses permesinan dilakukan sehingga ketelitian dimensi produk menjadi tinggi. Modulus elastisitas juga menentukan karakteristik dinamik kayu. Kayu yang mudah bergetar pada saat proses permesinan dilakukan menyebabkan kekasaran permukaan kayu menjadi meningkat (Rusnaldy, 2009). Nilai MOE bervariasi antara 2500 – 17000 N/mm2 untuk arah axial kayu. Kayu memiliki MOE yang lebih rendah daripada bahan – bahan lain, namun bila
dilihat dari berat jenisnya nilai elastisitasnya sebanding dengan baja. MOE berbeda pada ketiga arah(aksial, tangensial, dan radial) hanya sekitar 300 – 600 N/mm2(Summarni,2007). Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya dimana gaya tarik yang diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat-sifat kekuatan tarik dari sampel KKS. Pertambahan panjangan (Δl) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel disebut deformasi. Regangan merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula. Regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan yang besarnya dinyatakan dalam persen.
l lo l 100 % 100 % lo lo
dengan :
(2.1)
= regangan (%)
Δl
= pertambahan panjang (mm)
lo
= panjang mula-mula (mm)
l
= panjang akhir (mm)
Perbandingan gaya pada sampel terhadap luas penampang lintang pada saat pemberian gaya disebut tegangan (stress). Tegangan tarik maksimum suatu kekuatan tarik (tensile strenght) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya tarik maksimum dengan luas penampang mula-mula. Dengan persaman berikut :
m dengan : m
Fm
Fm AO
(2.2) = kekuatan tarik (Nm-2) = gaya tarik maksimum (N)
= luas penampang awal (m2)
Ao
Gaya maksimum merupakan besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh sampel sebelum putus. Tegangan perpatahan adalah perbandingan gaya perpatahan dengan luas penampang awal. Gaya perpatahan adalah besarnya gaya saat sampel putus. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut :
u dengan : u
Fu AO
(2.3) = tegangan perpatahan (Nm-2)
Fu
= gaya perpatahan (N)
Ao
= luas penampang awal (m2)
Grafik hubungan tegangan terhadap regangan dapat dilihat pada Gambar 2.8
Gambar 2.8. Grafik Tegangan - Regangan
Regangan dinyatakan sebagai persentase perpanjangan, skala horizontal diluar bagian pertama kurva tidak homogen, sampai ke regangan kurang dari 1%. Bagian pertama dari kurva adalah sepotong garis lurus yang menunjukkan perilaku hukum Hooke dengan tegangan berbanding lurus terhadap regangan. Garis berakhir pada titik a ini disebut batas keseimbangan (proporsional). Dari a ke b tegangan dan regangan tidak lagi seimbang, dan hukum Hooke tidak lagi berlaku. Jika beban dihilangkan secara bertahap, dimulai pada semua titik di antara 0 dan b, maka kurva akan kembali menelusuri jejak kurva sebelumnya sehingga bahan dapat kembali ke bentuknya semula. Deformasinya bolak-balik (reversibel)dan gaya-gayanya akan bersifat kekal, energi yang telah diberikan pada suatu bahan untuk menghasilkan deformasi pada bahan tersebut akan kembali didapati ketika tegangan dihilangkan. Dalam daerah ob dikatakan bahwa bahan memperlihatkan perilaku elastis. Titik b pada akhir daerah ini disebut titik luluh (yield point), sedangkan tegangan pada titik luluh ini disebut batas elastisitas. Secara metematis dapat ditulis bahwa deformasi sebanding dengan beban, dinyatakan dalam persamaan :
E
(2.4)
dengan : E = modulus elastisitas atau modulus Young (MPa)
= tegangan (N/m2)
= regangan (%) Modulus Young atau modulus elastisitas adalah ukuran suatu bahan yang diartikan ketahanan material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya, maka semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan.
2.4.2. Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan dalam pengamatan morfologi dan penentuan ukuran nanopartikel. Metode ini merupakan cara yang efisien dalam memperoleh gambar permukaan specimen. Cara kerja mikroskop ini adalah dengan memancarkan elektron ke permukaan specimen. Informasi tentang permukaan partikel dapat diperoleh dengan pengenalan probe dalam lintasan pancaran electron yang mengenai sebuah partikel. Informasi juga dapat dibawa oleh probe yang menangkap elektron pada terowongan antara permukaan partikel specimen dengaan tip probe atau sebuah probe yang menangkap gaya dorong antara permukaan dengan tip probe (Hermanus, 2012). Sampel yang dianalisa dalam teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer polimer mempunyai konduktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium (Rafli, 2008). Analisis SEM digunakan untuk membantu mengetahui bentuk perubahan permukaan dari suatu bahan. Pada prinsipnya bila terjadi perubahan pada suatu bahan misalnya patahan, lekukan, lubang pada permukaan dan perubahan struktur dari permukaan, maka bahan-bahan tersebut cenderung mengalami perubahan energy. Energy yang berubah tersebut dapat dipancarkan, dipantulkan dan diserap serta diubah bentuknya menjadi fungsi gelombang elektromagnetik lainnya yang dapat ditangkap dan dibaca hasilnya pada foto SEM (Akhirawati, 2004).
2.4.3. Spektroskopi Infra Merah (FTIR) Spektroskopi inframerah merupakan teknik spektroskopi yang dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak diketahui maupun untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa yang diketahui. Instrumen FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus kompleks dalam senyawa tetapi tidak dapat menentukan
unsur-unsur penyusunnya. Pada FTIR, radiasi infra merah dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi sinar infra merah diserap oleh sampel dan sebagian lainnya diteruskan. Jika frekuansi dari suatu fibrasi spesifik sama dengan frekuensi radiasi infra merah yang langsung menuju molekul, molekul akan menyerap radiasi tersebut. Sistem analisa spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analissa inframerah akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah infra merah. Pada tahap awal identifikasi bahan polimer maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik dari masing-masing polimer dengan membandingkan spectrum yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukkan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya (Hummel, 1985). Analisis infra merah juga memberikan informasi tentang kandungan aditif dan panjang gelombang rantai struktur polimer. Analisis mengenai bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus karbonil dan karboksilat. Umumnya pita serapan polimerpada spectrum infra merah adalah dengan adanya ikatan C/H regangan pada daerah 2880 cm -1 sapai dengan 2900 cm-1 danregangan dari gugus lain yang mendukung suatu analisa material. Spektrum yang dihasilkan menggambarkan penyerapan dan
transmisi
molekuler. Transmisi ini akan membentuk suatu sidik jari molekuler suatu sampel. Karena bersifat sidik jari, tidak ada dua struktur molekuler unik yang menghasilkan spektrum infra merah yang sama.(Hermanus, 2012). Radiasi infra merah digolongkan pada empat daerah berdasarkan panjang gelombang dan aplikasinyayaitu infra merah dekat, pertengahan, infra merah jauh dan infra merah yang dipakai untuk analisis instrumental. Daerah infra merah yang digunakan untuk keperluan analisis kimia adalah pada daerah sekitar 4000 – 670 cm-1 atau 2,5 – 15 mm. Dapat dilihat pada Table 2.6
Tabel 2.6 Daerah spektra infra merah No Daerah IR
1 2 3 4
Panjang gelombang (mm)
Dekat 0,78 – 2,5 Pertengahan 2,5 – 50 Jauh 50 – 1000 Terpakai untuk 2,5-15 analisis instrumental
Bilangan gelombang Frekuensi (cm-1) (Hz) 12800 – 4000 4000 – 200 200 – 10 4000- 670
3,8 – 1,2(1014) 1,2 – 0,06(1014) 6,0 – 0.3(1012) 1,2-0,2(1014)
Selain untuk tujuan analisis kuantitatif, spektofotometri inframerah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif. (Mulja, 1995). Hadirnya sebuah puncak serapan pada daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah merupakan petunjuk pasti banwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian juga tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spectrum inframerah berarti bahwa gugus funsi yang menyerap pada daerah tersebut tidak ada. (Pine, 1998).
2.4.4
Analisis Thermal Gravimetri (TGA)
Termogravimetri analisis merupakan teknik analisa yang digunakan untuk menentukan stabilitas termal dari suatu material dengan memantau perubahan berat yang terjadi pada material yang dipanaskan. Berat sampel secara terus menerus dipantau pada saat peningkatan suhu baik pada tingkat yang konstan atau melalui serangkaian langkah-langkah. Komponen polimer atau formulasi elastomer menguap atau terurai pada temperature yang berbeda. Hal in akan menyebabkan serangkaian langkah penurunan berat komponen dapat diukur secara kuantitatif (Shah, 2007) TGA bermanfaat juga untuk penetapan volatilitas bahan pemlastik dan bahanbahan tambahan lainnya. Penelitian-penelitian stabilitas panas merupakan aplikasi
utama dari TGA. Suatu termogram yang mengilustrasikan perbedaan stabilitas panas antara polimer yang seluruhnya aromatic dan polimer alifatik sebagian yang bersruktur analog. Berat yang tersisa seringkali merupakan refleksi yang akurat dari pembentukan arang yang merupakan parameter penting dalam pengujian nyala (Stevens, 2000). Dalam termogravimetri, perubahan berat sampel diukur sebagai fungsi temperatur. Pengukuran atau perubahan berat sampel ini diukur secara kontinu dengan kecepatan tetap. Hasil pengukuran dinyatakan sebagai kurva antara berat yang hilang terhadap temperatur yang disebut termogram. Kurva ini dapat memberikan informasi baik kualitatif maupun kuantitatif tentang sampel yang dianalisa. Termogram TGA memperlihatkan tahap-tahap dekomposisi yang terjadi akibat perlakuan termal. Persentase kehilangan berat ini berkaitan dengan perubahan kimia yang menyebabkan perubahan berat sampel. Dalam bidang polimer, analisis termogravimetri ini terutama dipakai untuk mempelajari degradasi termal, kestabilan termal, degradasi oksidatif, komposisi dan identifikasi polimer.
2.5. Modifikasi polimer Modifikasi pada polimer sangat penting karena akanmemperluas ruang lingkup aplikasi. Ada dua pendekatan utama, yaitumengkonstruksi molekul baru dengan mengatur komposisi molekular hinggadicapai sifat yang diinginkan, atau modifikasi polimer yang sudah ada(Bhattacharya dan Ray 2009). Memodifikasi polimer dilakukan menurut rancangan khusus untuk aplikasi tertentu. Ada beberapa cara untuk memodifikasi sifat-sifat polimer yaitu pencangkokan (grafting), blending dan curing. Blending merupakan campuran secara fisik dari dua atau lebih polimer untuk mendapatkan sifat yang diperlukan. Grafting adalah metode dimana monomer terikat secara kovalen ke rantai induk polimer. Sedangkan curing adalah polimerisasi dari suatu campuran oligomer membentuk lapisan pada polimer secara paksa.