16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Ubi Jalar 2.1.1. Klasifikasi tanaman Ubi Jalar Menurut ilmu taksonomi, tanaman ubi jalar berwarna violet dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut : Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Asteridae Ordo: Solanales Famili: Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan) Genus: Ipomoea Spesies: Ipomoea batatas Poir (http://www.plantamor.com/index.php?plant=711. Diakses tanggal 8 Agustus 2009)
Ubi jalar atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah. Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropika pada abad ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang dan Indonesia.
Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang fisiologis). Ciri fisik ubi jalar matang, antara lain: bila kandungan tepungnya sudah maksimum, ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus (dikukus) rasanya enak serta tidak berair. Penentuan waktu panen ubi jalar didasarkan atas umur tanaman. Jenis
Universitas Sumatera Utara
17
atau varietas ubi jalar berumur pendek (genjah) dipanen pada umur 3-3,5 bulan. (http://migroplus.com/brosur/Budidaya Ubijalar.pdf. Diakses tanggal 8 Agustus 2009)
2.1.2. Kandungan tanaman Ubi Jalar
Ubi jalar ungu merupakan bahan pangan sumber energi dalam bentuk gula dan karbohidrat. Umbi ini mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti, kalsium, zat besi, vitamin A maupun C. Tidak hanya itu juga, ubi jalar ungu sangat banyak mengandung zat warna, terutama pigmen antosianin.
Antosianin ini merupakan antioksidan alami yang dapat mencegah penyakit kanker, jantung, tekanan darah tinggi, katarak, dan bahkan dapat menghaluskan kulit. Namun demikian, janganlah berlebihan dalam mengkonsumsi antosianin ini karena dapat menyebabkan keracunan. Berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake), konsumsi maksimum antosianin yang diperbolehkan per hari sebesar 0,25 mg/kg berat badan kita.
Kandungan antosianin (zat warna pada tanaman) dari ubi jalar ungu ini berkisar antara 14,68 – 210 mg/100 gram bahan. Besar kandungan antosianin dalam ubi jalar ungu tergantung pada intensitas warna pada umbi tersebut. Semakin ungu warna
umbinya,
maka
kandungan
antosianinnya
semakin
tinggi.
(http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/719/. Diakses tanggal 8 Agustus 2009)
2.2. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi. Antosianin tidak mantap dalam larutan netral atau basa. Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan larutannya harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan. Antosianidin ialah aglikon antosianin
Universitas Sumatera Utara
18
yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin terdapat enam jenis secara umum, yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin dan delfinidin.
Pelargonidin (Harborne, J.B, 1987)
Antosianidin adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk kelompok flavon. Glikosida antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani antho-, bunga dan kyanos-, biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling umum adalah antosianidin, sianidin yang terjadi dalam sekitar 80 persen dari pigmen daun tumbuhan, 69 persen dari buah-buahan dan 50 persen dari bunga. ( Edward T. dan George, 1983 )
Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan antosianin. Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan suatu tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu antosianin, sebagian bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan warna merah bunga mawar disebabkan oleh antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum mawar merah, sianin berada dalam bentuk fenol. Dalam cornflower biru, sianin berada dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah proton dari salah satu gugus fenolnya. Dalam hal ini, sianin serupa dengan indikator asam-basa. OH
OH
hilangnya proton ini mengubah warna dari merah ke biru
OH
O -
Cl HO
HO
O
O+
OH
O-glukosa O-glukosa
sianin dalam mawar merah
OH
sianinidin klorida suatu garam flavilium
Universitas Sumatera Utara
19
Istilah garam flavilium berasal dari nama untuk flavon, yang merupakan senyawa tidak berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna kuning. O
C6H5
O
C6H5
OH
O flavon tak berwarna
O flavon tak berwarna
(Fessenden dan Fessenden, 1986)
Dalam pengidentifikasian antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah, daun segar atau daun bunga jangan dikeringkan tetapi harus digerus dengan MeOH. Ekstraksi hampir segera terjadi seperti terbukti dari warna larutan. Flavonoid yang kepolarannya rendah dan yang kadang-kadang terdapat pada bagian luar tumbuhan, paling baik diisolasi hanya dengan merendam bahan tumbuhan segar dalam heksana atau eter selama beberapa menit. ( Markham, K.R, 1988 )
2.2.1. Stabilitas Antosianin
Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana dalam suasana asam akan berwarna merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih stabil dalam suasana asam daripada dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna ini juga tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan menghasilkan hydrogen peroksida yang mengoksidasi sehingga antosianin mengalami perubahan warna. ( Walford, John, 1989)
Warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
20
glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan dalam asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah (asam) pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Pada umumnya, zat-zat warna distabilkan dengan penambahan larutan buffer yang sesuai. Jika zat warna tersebut memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan larutan buffer asetat, demikian pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda maka harus dilakukan penyesuaian larutan buffer.
Warna merah bunga mawar dan biru pada bunga jagung terdiri dari pigmen yang sama yaitu sianin. Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya berupa garam asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna. Pada konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan banyak mengubah warna antosianin. Dalam pengolahan sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan banyak menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis merah. Bila air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda) maka warna menjadi kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna akan mejadi merah terang kembali. Tetapi jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi. Dengan ion logam, antosianin membentuk senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet. Karena itu pada pengalengan bahan yang mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus (lacquer).
( Winarno, F.G, 2004 )
2.3. TEORI INDIKATOR 2.3.1. Teori Ion Indikator Menurut Ostwald
Teori pertama yang berfaedah tentang aksi indikator, telah diusulkan oleh W. Ostwald. Semua indikator yang umum digunakan adalah asam-asam atau basa-basa organik yang sangat lemah. Ostwald berpendapat bahwa asam indikator yang tidak berdisosiasi (HIn) atau basa indikator yang tidak berdisosiasi (InOH), mempunyai warna yang berbeda dari warna ionnya. Kesetimbangan-kesetimbangan dalam larutan air dapat ditulis sebagai :
Universitas Sumatera Utara
21
dan
HIn InOH warna tak terionisasi
H+ + InOH- + In+ warna terionisasi
Dalam larutan asam, dengan adanya ion H+ berlebih, ionisasi akan tertekan (efek ion-sekutu) dan konsentrasi In- akan sangat kecil maka warna akan merupakan warna dari bentuk yang tidak terionisasi. Jika suasana basa, penurunan [H+] akan mengakibatkan ionisasi lebih lanjut, [In-] naik dan warna dari bentuk terionisasi menjadi nampak.
2.3.2. Gugus Kromofor
Warna dari suatu persenyawaan organik dipengaruhi oleh gugus kromofor. Gugus kromofor merupakan suatu persenyawaan organik yang dapat berwarna karena didalam molekulnya berisi suatu kumpulan atau gugus atom yang radikal ataupun kumpulan ikatan rangkap. Selain itu, warna senyawa organik juga dipengaruhi oleh suatu gugus lain yang disebut gugus auksokrom. Akan tetapi, gugus auksokrom dapat mempengaruhi warna persenyawan organik bilamana pada persenyawaan organik tersebut juga mengandung gugus kromofor. Perubahan warna dari suatu indikator adalah disebabkan perubahan intra molekuler dari struktur molekul indikator tersebut, dan perubahan intra molekuler tersebut berupa terbentuknya isomer yang baru. Jika terbentuk isomer yang baru yang berisi gugusan kromofor atau auksokrom, maka warna indikator itu akan berubah. Proses pembentukan isomer baru tersebut adalah reversibel. Sifat isomer yang dapat balik itu disebut dengan tautometri. Menurut teori kromofor ini setiap indikator berisi paling sedikit dua bentuk tautomer yang berbeda dalam bentuk maupun warnanya dan keduanya berada dalam keadaan setimbang. (Vogel, 1994)
2.4. Indikator Asam Basa
Indikator asam-basa adalah senyawa organik yang berubah warnanya dalam larutan sesuai dengan pH larutan. Contohnya adalah lakmus yang berwarna merah
Universitas Sumatera Utara
22
dalam larutan bersifat asam dan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Indikator asam-basa biasanya merupakan asam atau basa lemah, atau secara umum dapat dikatakan protolit lemah. Kesetimbangan asam-basa indikator yang berupa asam lemah dalam air dirumuskan sebagai berikut : Η 3Ο + + Ι n − ΗΙ n + Η 2Ο warna warna asam basa Disini In menunjukkan basa pasangan dari HIn (indikator asam lemah). Seperti
terlihat dari persamaan diatas, asam dan basa pasangannya mempunyai warna yang berbeda. Itulah sebabnya warna larutan berubah dengan berubahnya pH larutan. Dalam larutan yang bersifat asam, bentuk yang banyak jumlahnya adalah bentuk yang terikat proton HIn, sedangkan dalam larutan yang bersifat basa bentuk yang bentuk yang tidak berproton In-.
[In ][H O ] = −
K HIn
+
3
[HIn]
Bila persamaan ini disusun ulang dan diselesaikan dengan mengambil logaritma negatifnya, maka diperoleh rumus sebagai berikut :
K HIn =
[In ][H O ] −
+
3
[HIn]
[
− log K HIn = − log H 3 O pK HIn = pH − log atau pH = pK HIn + log
+
[In ]
] − log [In ] −
[HIn]
−
[HIn]
[In ] −
[HIn]
Berdasarkan persamaan diatas dapat diramalkan apakah indikator berada dalam bentuk asam atau basanya, tergantung pada pH larutan. Suku terakhir dari persamaan itu adalah nisbah kepekatan antara bentuk basa dan bentuk asam indikator. Dengan demikian suku terakhir ini menentukan warna larutannya.
Mata manusia mempunyai kepekaan terbatas untuk membedakan anasir-anasir warna campuran. Namun demikian, hal yang dapat diterima sebagai kaidah umum
Universitas Sumatera Utara
23
adalah bahwa untuk campuran dua warna pelengkap, mata hanya dapat mengenali perbahan rona warna bila nisbah kepekatan kedua bentuk indikator itu berkisar antara 10/1 dan 1/10. Misalnya, untuk bentuk basa berwarna biru dan bentuk asam berwarna merah, jika larutan mula-mula berwarna biru dan pH diturunkan dengan menambahkan asam, maka tidak akan terlihat perubahan warna sampai nisbah bentuk biru dan bentuk merah lebih kecil daripada 10/1. Kemudian warna berangsur-angsur berubah mulai dari ungu muda sampai akhirnya timbul warna merah bila nisbah kepekatan itu mencapai 1/10. Perubahan selanjutnya tidak terlihat lagi oleh mata. Bila kedua nisbah pembatas tersebut dimasukkan kedalam persamaan diatas, maka diperoleh selang peralihan warna indikator asam-basa, sebagai berikut : Untuk [In-]/[HIn] = 10/1, diperoleh : pH = pK HIn + log
10 1
= pK HIn + 1
Untuk [In-]/[HIn] = 1/10, diperoleh : pH = pK HIn + log
1 10
= pK HIn − 1
Gabungan kedua persamaan diatas adalah pH alih = pK HIn ± 1 Jelas bahwa selang peralihan warna ini menunjukkan daerah pH tempat terjadinya perubahan warna indikator. Karena itu, dua kesimpulan penting dapat ditarik : (a) Peralihan warna terletak dalam daerah pH yang tergantung pada tetapan protolisis indikator. (b) Perubahan warna yang jelas terjadi pada kisaran pH yang tidak lebih dari dua satuan pH.
Dengan demikian, ika tersedia indikator yang mempunyai harga pKHIn yang sesuai, maka harga pH larutan dapat ditentukan dalam kisaran ± 1 satuan pH. Selang peralihan yang diperoleh dari persamaan diatas memerlukan syarat tambahan. Kepekaan mata manusia terhadap spektrum cahaya tidak sama di seluruh spektrum cahaya tampak. Karena itu selang peralihan seringkali tidak tersebar secara setangkup terhadap harga pKHIn indikator.
Universitas Sumatera Utara
24
Menurut teori Bronsted-Lowry, suatu protolit dapat berperan sebagai indikator asam-basa tanpa memperhatikan muatannya. Karena itu indikator asam-basa bisa berupa senyawa netral, bermuatan positif atau negatif. Ada pula indikator yang mempunyai hanya satu warna saja. Ada beberapa perbedaan mendasar antara selang peralihan warna indikator dua warna dengan indikator satu warna. Untuk indikator dua warna, selang peralihannya tidak dipengaruhi oleh kepekatan indikator itu sendiri, kecuali mata lebih peka terhadap perubahan warna jika warna itu kurang kuat. Sebaliknya, dengan indikator satu warna, penampakan warna tergantung bukan hanya pada pH tetapi juga pada kepekatan indikator itu. Misalnya, fenolftalein adalah indikator satu warna dengan selang peralihannya pada pH = 8,0 – 9,8 (dari mula-mula timbulnya warna sapai tidak terjadi perubahan warna lagi). Bentuk asamnya tak berwarna dan bentuk basanya berwara merah.
Tetapi dalam larutan yang bersifat sangat basa, bentuk tak berwarna muncul lagi. Selang peralihan ini ditentukan dengan sejulah volume tertentu larutan indikator 0,1%. Jika jumlah volume yang sama larutan indikator 1% digunakan, munculnya warna merah pertama akan berada pada satu satuan pH lebih rendah, misalnya pada pH = 7,0. Alasan lain menjaga kepekatan yang ditetapkan adalah karena semua indikator adalah asam atau basa dan jika digunakan dengan kepekatan tinggi maka indikator ini dapat mempengaruhi kesetimbangan asam-basa keseluruhan. Untunglah indikator-indikator yang sering digunakan begitu kuat warnanya sehigga pengaruhpengaruh peralihan mudah kelihatan dengan kepekatan 10-4 – 10-5 M. Pada kepekatan serendah itu indikator-indikator ini tidak akan mempengaruhi kesetimbangan asambasa sistem. ( Rivai, H, 1995 )
2.4.1. Trayek pH
Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Misalnya biru bromotimol (bb): dalam larutan asam ia berwarna kuning tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator sedangkan warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa. Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan
Universitas Sumatera Utara
25
basa berarti pH lebih besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan. Biru bromotimol mempunyai trayek indikator (atau trayek pH) dari pH 6,0 sampai 7,6; maka warna asam ialah warnanya bila pH larutan kurang dari 6,0 dan warna basa tampak bila pH larutan lebih dari 7,6. Berapapun pH-nya warna akan biru asal pH ≥ 7,6; tidak ada beda warna antara pH 8 dan 11 atau 13,5. Lain halnya bila pH terletak di dalam trayek pH. Pada tiap pH yang berbeda akan tampak warna yang lain pula; untuk biru bromotimol warna itu suatu campuran antara kuning dan biru, dan lebih banyak kuning bila mendekati 6,0 demikian sebaliknya.
Jadi, di luar trayek pH, indikator hanya menampakkan warna asam atau warna basa tanpa tergantung dari pH sesungguhnya, sedang di dalam trayek terlihat warna yang berbeda-beda sesuai dengan pH sebenarnya. Dengan perkataan lain kita dapat menentukan pH suatu bahan berdasar warna indikator asal nilainya terletak dalam trayek pH indikator yang dipakai. ( Harjadi, W, 1986 )
2.4.2. Pemilihan Indikator Yang Sesuai
Untuk mudahnya, mari kita beri nama suatu indikator asam sebagai HIn, dan indikator basa sebagai In. Persamaan penguraiannya adalah ΗΙ n + Η 2Ο ↔ Η 3Ο + + Ιn − Ιn + Η 2Ο ↔ ΙnΗ + + ΟΗ −
Tetapan penguraian dari asam adalah
Ka =
[Η Ο ][Ιn ] +
3
−
[ΗΙn]
Dalam bentuk logaritmanya, ini menjadi
pΗ = pK a − log
[ΗΙn] [Ιn]
Sebagai ilustrasi, diasumsikan bahwa molekul HIn berwarna merah dan ion Inberwarna kuning. Kedua bentuk berada dalam suatu larutan indikator tersebut, konsentrasi relatifnya tergantung pada pH. Warna yang dilihat mata manusia tergantung pada jumlah relatif kedua bentuk itu. Dalam larutan ber-pH rendah, HIn asam menonjol dan kita hanya bisa mengharapkan warna merah. Dalam larutan ber-
Universitas Sumatera Utara
26
pH tinggi, In- akan menonjol dan warnanya akan berubah menjadi kuning. Pada nilai pH menengah, dimana kedua bentuk berada dalam konsentrasi yang hampir sama, warnanya mungkin oranye.
Perubahan pH minimum yang dibutuhkan untuk perubahan warna ini diacu sebagai rentang indikator.
pH LARUTAN 1 2 3 4 5 6 7 8
RASIO [HIn] / [In-] 10.000 : 1 1.000 : 1 100 : 1 10 : 1 1:1 1 : 10 1 : 100 1 : 1.000
WARNA Merah Merah Merah Merah Oranye Kuning Kuning Kuning
Rentang
Dalam contoh diatas, rentangnya adalah dari 4 sampai 6. Pada nilai pH menengah, warna yang ditunjukkan oleh indikator bukan merah maupun kuning tetapi mendekati oranye. Pada pH 5, yakni pKa dari HIn, kedua bentuk yang berwarna tersebut memiliki konsentrasi yang sama; artinya, HIn separuh ternetralkan. Ini berarti bahwa pKa dari indikator adalah 5, dan rentangnya kira-kira dari pH 4 sampai 6. Dan didalam pemilihan indikator yang sesuai, haruslah dipilih indikator yang berubah warna di sekitar titik ekivalen dari titrasi. ( Underwood, A.L, 1990 )
2.5. Analisis Titrimetri
Dalam titrimetri, analat direaksikan dengan suatu bahan lain yang diketahui/dapat diketahui jumlah molnya dengan tepat. Bila bahan tersebut berupa larutan, maka konsentrasiya harus diketahui dengan teliti dan larutan demikian dinamakan larutan baku. Dalam titrasi, konsentrasi larutan baku harus diketahui sampai empat desimal. Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen satu sama lain. Ekivalen berarti, bahwa zat-zat yang direaksikan itu tepat saling menghabiskan, sehingga tidak ada yang sisa. Pada saat
Universitas Sumatera Utara
27
titrant yang ditambakan tampak telah ekivalen, maka penambahan titrant harus dihentikan; saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titrant, sedangkan larutan yang ditambah titrant itu disebut titrat. Dengan jalan ini, volume/berat titrant dapat diukur dengan teliti dan bila konsentrasi titrant juga diketahui, maka jumlah mol titrant dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen dengan jumlah titrant, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula berdasar persamaan reaksi dan koefisiennya.
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus memenuhi syarat-syarat berikut : 1. Berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas (dasar teoritis). 2. Cepat dan reversible (dasar praktis). Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu banyak. 3. Ada penunjuk akhir titrasi (indikator). Penunjuk itu dapat : - Timbul dari reaksi itu sendiri, misalnya : titrasi campuran asam oksalat dan asam sulfat oleh KMnO4 - Berasal dari luar, dan dapat berupa suatu zat (atau suatu alat) yang dimasukkan ke dalam titrat. Zat itu disebut indikator and menunjukkan akhir titrasi, karena (a) menyebabkan perubahan warna titrat atau (b) menimbulkan perubahan kekeruhan dalam titrat 4. Larutan baku yang direaksikan dengan analat harus mudah didapat dan sederhana menggunakannya; juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah bila disimpan. Macam-macam titrasi dapat dibedakan menjadi : A. Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion. Disini tidak ada unsur yang berubah tingkat oksidasinya. Pembagian titrasi jenis ini : 1. Titrasi Asidimetri-Alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut asam dan/atau basa. Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan cara perhitungan ialah peruahan pH titrat. 2. Titrasi Presipitimetri, yaitu titrasi dimana terbentuk endapan. Semakin kecil kelarutan endapan, semakin sempurna reaksinya. 3. Titrasi Kompleksometri, yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion).
Universitas Sumatera Utara
28
B. Titrasi berdasarkan reaksi redoks, yaitu perpindahan elektron; disini terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat oksidasi.
Agar memenuhi syarat reaksi sempurna, maka dalam titrasi redoks, titrat dan titrant harus berbeda besar dalam kekuatan oksidasi-reduksinya. (Harjadi, W, 1990)
2.5.1. Titrasi Asam Basa
Titrasi asam-basa sering disebut asidimetri-alkalimetri, sedang untuk titrasi atau pengukuran lain-lain sering juga dipakai akhiran –ometri menggantkan –imetri. Kata metri berasal dari bahaas Yunani yang berarti ilmu, jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pengukuran dengan asam (yang diukur jumlah basa atau garam). Secara tersirat diutarakan sebelumnya bahwa titrasi asidimetri-alkalimetri menyangkut reaksi dengan asam dan/atau basa, diantaranya :
1. asam kuat – basa kuat 2. asam kuat – basa lemah 3. asam lemah – basa kuat 4. asam kuat – garam dari asam lemah 5. basa kuat – garam dari basa lemah
Tujuan titrasi, misalnya dari suatu larutan basa dengan larutan standar suatu asam, adalah untuk menetapkan jumlah asam yang secara kimiawi adalah tepat ekivalen dengan jumlah yang ada. Keadaan (atau saat) pada mana ini dicapai, adalah titik-ekivalen, titik stoikiometri, atau titik-akhir teoretis; hasilnya adalah larutan air dari garam bersangkutan. Jika baik asamnya, maupun basanya, merupakan elektrolit kuat, larutan yang dihasikan akan netral dan mempunyai pH 7; tetapi jika atau asamnya, atau basanya, adalah elektrolit lemah, garam itu akan terhidrolisis sampai derajat tertentu, dan larutan pada titik ekivalen itu akan entah sedikit basa, atau sedikit asam. pH tepat dari larutan ada titik ekivalen, dapat mudah dihitung dari tetapan ionisasi dari asam lema atau basa lemah itu, dan konsentrasi larutan. Untuk setiap titrasi yang sesungguhnya. (Underwood, A.L, 1990 )
Universitas Sumatera Utara
29
2.5.2. Kurva Titrasi Asam Basa
Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus-menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH meter) pada awal titrasi (yakni sebelum ditambah basa) pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH larutan dialurkan lawan volume titrant, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.
(I)
( II )
( III )
( IV )
Pada gambar ( I ) diambil contoh asam hidroklorida dan natrium hidroksida sebagai asam kuat dan basa kuat.
Dapat terlihat bahwa pH hanya menurun dalam jumlah yang sangat sedikit sekali sampai mendekati titik ekivalen. Kemudian kurva tersebu melonjak turun dengan sangat curam. Gambar ( II ) dimisalkan asam hidroklorida sebagai asam kuat dan larutan amonia sebagai basa lemah.
Universitas Sumatera Utara
30
Pada bagian permulaan kurva, pH menurun dengan cepat seiring dengan penambahan asam, tetapi kemudian kurva segera berubah dengan tingkat kecuraman yang berkurang. Hal ini karena terbentuk larutan penyangga – sebagai akibat dari kelebihan amonia dan pembentukan amonium klorida. Sedangkan Gambar ( III ) dengan mengambil asam etanoat dan natrium hidroksida sebagai asam lemah dan basa kuat.
Untuk bagian pertama dari gambar, diperoleh kelebihan natrium hidroksida. Sekali saja ada kelebihan asam, maka akan terjadi suatu hal yang berbeda. Setelah titik ekivalen diperoleh larutan penyangga yang mengandung natrium etanoat dan asam etanoat. Larutan penyangga ini menahan penurunan pH yang drastis. Berbeda pada gambar ( IV ) contoh yang biasa untuk kurva titrasi asam lemah dan basa lemah adalah asam etanoat dan amonia.
Hal ini juga terjadi karena keduanya bersifat lemah – pada kasus tersebut, titik ekivalen kira-kira terletak pada pH 7. Terlihat bahwa kurva tersebut sedikit tidak curam pada gambar ini. Lebih lagi, terdapat sesuatu yang dikenal dengan "titik infleksi". Kecuraman yang berkurang berarti bahwa sulit melakukan titrasi antara asam lemah vs basa lemah. ( http://www.chem-is-try.org. Diakses tanggal 8 Agustus 2009 ) Langkah pertama untuk dapat memahami dan menginterpretasikan proses titrasi kedalam kurva titrasi adalah menuliskan reaksi kimia antara titrant dan analit. Kemudian reaksi tersebut digunakan untuk menghitung komposisi dan pH setelah setiap penambahan titrant. Sebagai contoh, 50 mL KOH 0,020 M dititrasi dengan HBr 0,100 M. Persamaan reaksi antara titrant dan analit adalah H + + OH -
H2O
Karena konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 1/Kw = 1014, dapat dikatakan bahwa reaksi ini sempurna. Sejumlah H + yang ditambahakan akan dinetralkan secara
Universitas Sumatera Utara
31
stoikiometri oleh sejumlah OH -. Perhitungan jumlah volume HBr diperlukan untuk mendapatkan titik ekivalen (Ve). (Ve (mL))(0,100 M) = (50,00 mL)(0,020 M) mmol HBr (titik ekivalen)
Ve = 10,00 mL
mmol OH – yang dititrasi
Terlihat bahwa saat penambahan 10,00 mL HBr, titrasi sebenarnya telah selesai. Dalam titrasi basakuat dengan asam kuat, ada tiga bagian dari kurva titrasi yang dapat ditampilkan : 1. Sebelum mencapai titik ekivalen, pH ditentukan dengan kelebihan OH – dalam larutan 2. Pada titik ekivalen, H
+
tepat bereaksi dengan OH
-
membentuk H2O. Harga
pH ditentukan oleh derajat disosiasi air. 3. Setelah titik ekivalen, pH ditentukan oleh kelebihan H + dalam larutan. ( Harris, Daniel C, 1982 ) Dalam menentukan harga pKa indikator, ditarik garis tegak lurus terhadap titik yang bersinggungan dengan titik curam kurva, yang ditunjukkan oleh garis putusputus diatas. Demikian juga halnya dalam penentuan pKa indikator yang lain. Akan tetapi dengan memperhatikan volume titrasi dari titrant yang digunakan pada berbagai jenis titrasi yang dilakukan. Pada dasarnya kurva juga dapat kita peroleh dengan menghitung pH larutan secara teori. Untuk itu dibedakan empat daerah titrasi : 1. Titik awal, yakni sebelum titrasi dimulai (0% titrant), pH disini adalah pH titrat. 2. Daerah sebelum titik ekivalen. Larutan berisi sisa titrat dan haisl reaksi antara titrat dan titrant; pH ialah pH larutan campuran tersebut; (2a): titik tengah (50% selesai). 3. Titik ekivalen (100% titrant telah ditambahkan). Larutan hanya berisi hasil reaksi dan pH-nya dapat dihitung.
Universitas Sumatera Utara
32
4. Daerah setelah titik ekivalen. Larutan berisi hasil titrasi dan kelebihan titrant; pH ialah pH larutan campuran ini.
11 pH (3)
9 7 5
(2a)
3 Daerah titrasi 0 (1)
50 (2a) (2)
100 (3)
150
Persen titrasi selesai
(4)
Gambar pembagian kurva titrasi menjadi daerah-daerah titrasi. ( Harjadi, W, 1986 )
Universitas Sumatera Utara