BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Obesitas
2.1.1
Definisi Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang
dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Menurut Myers (2004), seseorang yang dikatakan obesitas apabila terjadi pertambahan atau pembesaran sel lemak tubuh mereka.
2.1.2
Statistik Obesitas Angka kejadian obesitas meningkat dengan pesat akibat pola hidup tidak
aktif. Energi dari aktivitas fisik sehari-hari yang digunakan berkurang seiring globalisasi dan akibat dari kemajuan teknologi. Dengan adanya fasilitas seperti transportasi bermotor, elevator, lift, pendingin ruangan, dan pemanas ruangan sehingga energi untuk bergerak digunakan lebih sedikit. Aktivitas fisik yang minimal pada waktu luang seperti menonton televisi dan bermain video games pada anak-anak meningkatkan angka kejadian obesitas (Adiwinanto, 2008). Obesitas dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan prevalensi hipertensi, intoleransi glukosa, dan penyakit jantung koroner aterosklerotik pada pasien-pasien yang obese (Alwi, 2009). Berdasarkan data WHO, terdapat 1,6 miliar orang dewasa yang memiliki berat badan berlebih (overweight) dan 400 juta diantaranya mengalami obesitas atau kegemukan (WHO, 2011). Menurut data dari American Heart Association (AHA) pada tahun 2011, terdapat 12 juta (16,3%) anak di Amerika yang berumur 2-19 tahun sebagai penyandang obese (AHA, 2011). Sekitar satu pertiga (32,9%) atau 72 juta
Universitas Sumatera Utara
orang dewasa warga negara Amerika Serikat adalah obese. Sedangkan di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia≥ 15 tahun adalah 10,3% (laki -laki 13,9%, perempuan 23,8%) (Depkes RI, 2009).
2.1.3
Etiologi Banyak hal yang dapat menyebabkan seseorang memiliki berat badan berlebih
atau obesitas (CDC, 2009). Diantaranya adalah: 1. Ketidakseimbangan antara asupan kalori dari makanan dengan penggunaan kalori sebagai energi pada aktivitas fisik. 2. Lingkungan tempat tinggal dan tempat bekerja. 3. Faktor genetik. 4. Faktor lain seperti obat-obatan. Orang yang menggunakan steroid jangka panjang akan mengalami penambahan berat badan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh beberapa ahli fisiologi, dimana salah satu faktor yang dapat menyebabkan kegemukan adalah dikarenakan kurangnya olahraga. Faktor-faktor lainnya adalah karena gangguan emosi dengan makan berlebihan yang menggantikan rasa puas lainnya, pembentukan sel-sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat pemberian makan yang berlebihan pada saat usia anak-anak, gangguan endokrin tertentu seperti hipotiroidisme, gangguan pusat pengatur kenyakselera makan (satiety-apetite centre) di hipotalamus dan kelezatan makanan yang tersedia (Sherwood, 2001). Selain itu, Sherwood (2001) juga mengatakan bahwa, makanan yang dimakan sebelum tidur lebih besar kemungkinannya akan disimpan sebagai cadangan makanan atau biasa disebut glikogen. Dalam hal ini, makanan yang dimakan sebelum tidur lebih menyebabkan seseorang menjadi gemuk jika dibandingkan dengan makanan yang dimakan lebih awal.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau
cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (WHO, 2011). Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus berikut: Berat Badan (Kg) IMT
= Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Menurut CDC (2011) dan WHO (2011) batas ambang untuk orang dewasa yang dikatakan overweight, apabila memiliki IMT 25-29,9. Sedangkan orang dewasa yang dikatakan obesitas apabila ia memiliki IMT lebih dari atau sama dengan 30. Untuk menentukan berat badan normal, WHO membagi batas ambang laki-laki berbeda dengan perempuan. IMT bernilai 20,1–25,0 adalah ambang batas berat badan normal untuk laki-laki dan 18,7-23,8 untuk berat badan normal perempuan. Berdasarkan Pedoman Praktis IMT yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 1994, ambang batas yang digunakan di Indonesia, sedikit berbeda dengan ambang batas yang digunakan di seluruh dunia. Ambang batas yang digunakan berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Batas Ambang IMT Untuk Orang Dewasa Indonesia Kategori Kurus
IMT
Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
Normal Gemuk
18,5 – 25,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
> 27,0
(Depkes RI, 1994) Jika seseorang termasuk kategori : 1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi Kronis (KEK) berat. 2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK ringan. Penting untuk diingat bahwa meskipun IMT berkorelasi dengan jumlah lemak tubuh, IMT tidak secara langsung mengukur lemak tubuh. Pada beberapa orang, seperti atlet, mungkin memiliki IMT yang tergolong sebagai kelebihan berat badan meskipun mereka tidak memiliki tubuh yang kelebihan lemak.
2.2
Olahraga
2.2.1
Definisi Olahraga Menurut Gale Encyclopedia of Medicine (2008), olahraga adalah aktivitas
fisik yang direncanakan, terstruktur, dan dikerjakan secara berulang dan bertujuan memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani. Sedangkan menurut Mosby’s Medical
Universitas Sumatera Utara
Dictionary (2009), olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, atau memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan atau mengembalikan fungsi organ dan fungsi fisiologis tubuh.
2.2.2
Jenis-jenis olahraga
A. Olahraga aerobik Olahraga aerobik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang melibatkan otot-otot besar dan dilakukan dalam intensitas yang cukup rendah serta dalam waktu yang cukup lama (Sherwood, 2001). Menurut Dorland’s Medical Dictionary (2007), olahraga aerobik adalah aktivitas fisik yang dirancang utnuk meningkatkan konsumsi oksigen dan meningkatkan fungsi sistem respirasi dan sistem kardiovaskular. Latihan aerobik dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan kardiovaskular dan untuk menurunkan berat badan. Olahraga jenis ini sangat dianjurkan pada orang yang mengalami obesitas atau overweight (Sherwood, 2001; CDC, 2011; Cleveland Clinic, 2011). Olahraga aerobik atau yang biasa disebut latihan kardiovaskular meningkatkan fungsi kerja paru, jantung dan melancarkan sirkulasi darah, sehingga tubuh mendapatkan dan menggunakan oksigen lebih baik untuk metabolisme sel. Oksigen berfungsi dalam pembentukan sumber energi tubuh yaitu adenosin trifosfat (ATP) dengan menggunakan siklus asam sitrat sebagai jalur metabolisme utama (Sherwood, 2001). Aktivitas fisik yang termasuk olahraga aerobik adalah jalan cepat, jogging atau lari-lari kecil, renang, dansa, atau bersepeda. Intensitas dalam setiap olahraga aerobik berbeda-beda. Intenitas adalah usaha yang diberikan setiap orang dalam mengerjakan aktivitas fisik. AHA menganjurkan, setidaknya dilakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang, yaitu di mana Target Heart Rate (THR) atau detak jantung yang diinginkan adalah 60-80% dari perkiraan detak jantung maksimal, (Cleveland Clinic, 2011). Perkiraan detak jantung maksimal adalah 220 dikurang dengan umur saat ini. AHA juga menganjurkan olahraga aerobik dilakukan dalam 20-30 menit perharinya untuk mengurangi risiko terkena penyakit jantung koroner. Frekuensi atau
Universitas Sumatera Utara
jumlah hari untuk olahraga dalam seminggu yang dianjurkan adalah 3-7 hari perminggu (AHA, 2001).
Menurut salah satu institusi kesehatan jantung dan toraks terbesar di Amerika Serikat, Cleveland Clinic (2011), olahraga aerobik memiliki tiga bagian yang utama, yaitu: a. Warm-up Pada bagian warm-up atau biasa disebut pemanasan, dilakukan latihan gerakangerakan dengan intensitas rendah selama 3-5 menit. b. Conditioning Pada bagian ini dilakukan latihan aerobik dalam durasi 30-45 menit sampai mencapai THR yang diinginkan. c. Cool-down Bagian ini memerlukan waktu selama 3-5 menit dengan latihan intensitas rendah untuk menurunkan detak jantung secara perlahan dan mengurangi risiko kecelakaan.
B. Olahraga anaerobik Olahraga anaerobik adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang tidak memerlukan oksigen dalam pelaksanaannya. Olahraga ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (CDC, 2011). Latihan-latihan yang dimaksud di sini adalah angkat beban. Cleveland Clinic (2011) menganjurkan frekuensi olahraga anaerobik dalam seminggu memiliki satu atau dua hari tanpa olahraga di antara hari-hari latihan. Satu set adalah sejumlah repetisi atau perulangan kembali gerakan. Cleveland Clinic (2011) juga menganjurkan satu set mengandung 12-20 kali repetisi dengan angkat beban ringan dan 8-12 repetisi angkat beban berat untuk membentuk massa otot. Disarankan terdapat masa recovery yaitu 0-180 detik di antara dua set. Hal ini untuk mencegah kelelahan otot yang lebih cepat.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Manfaat Olahraga Menurut Centre for Diseases Control and Prevention (CDC) pada tahun
2011, terdapat enam manfaat olahraga, yaitu: 1. Mengontrol berat badan. 2. Menurunkan tekanan darah. 3. Menurunkan risiko terkena penyakit diabetes tipe 2, serangan jantung, strok, dan beberapa bentuk kanker. 4. Menurunkan nyeri arthritis dan cacat akibat arthritis 5. Menurunkan risiko terkena osteoporosis 6. Menurunkan gejala depresi dan kecemasan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, olahraga yang baik untuk menurunkan berat badan pada orang yang mengalami obesitas atau overweight adalah olahraga aerobik, intensitas sedang dengan frekuensi ≥ 3 kali perminggu. Lebih banyak aktivitas fisik yang dilakukan, lebih banyak kalori yang dibakar untuk digunakan sebagai energi dalam menurunkan berat badan (CDC, 2011). Jika asupan kalori juga dibatasi, maka gabungan antara aktivitas fisik dan penurunan jumlah kalori yang dimakan menimbulkan suatu “calorie deficit” yang akhirnya akan menyebabkan penurunan berat badan (CDC, 2011). Braden dkk. (1998) dalam Adiwinanto (2008) mengatakan bahwa, latihan fisik yang berhubungan dengan posisi berat badan 30 menit, tiga kali seminggu selama 32 minggu meningkatkan densitas mineral tulang belakang, kaki dan densitas mineral total tubuh. Hal ini berkaitan dengan manfaat olahraga yang diungkapkan oleh CDC (2011) tentang olahraga mencegah terjadinya osteoporosis.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4
Fisiologi Olahraga Olahraga membutuhkan kontraksi otot yang terbentuk dari adenosin trifosfat
(ATP). Pembentukan ATP merupakan derivat dari metabolisme glukosa secara aerobik dan anaerobik, namun jarang didapatkan dari protein. Metabolisme aerobik yang mengkonsumsi oksigen lebih baik karena ATP diproduksi lebih efisien dalam keadaan aerobik (Adiwinanto, 2008).
2.2.4.1 Perubahan Curah Jantung Selama latihan olahraga yang saat pelaksanaannya dilakukan dengan berdiri ada kenaikan volume sekuncup 20% - 30% karena penambahan pada volume akhir diastolik penurunan dalam volume akhir diastolik. Pada latihan pengerahan tenaga saat terlentang, perubahan pada volume akhir diastolik lemah atau tidak ada. Hal ini menimbulkan sedikit atau tidak ada perubahan pada volume sekuncup. Pada mulanya mekanisme akselerasi jantung yang menonjol adalah penghentian vagus, dengan aktifitas simpatis dominan selama pengerahan tenaga yang lebih kuat (Adiwinanto, 2008).
2.2.4.2 Perubahan Neurohormonal Pada saat olahraga berlangsung, terjadi vasodilatasi pada beberapa bantalan vaskuler regional karena mekanisme lokal harus diimbangi dengan vasokontriksi bantalan vaskular lain secara sentral untuk mempertahankan tekanan perfusi yang cukup. Didapatkan respon neurohormonal yang kuat dengan meningkatnya norepinefrin dan epinefrin sepuluh kali lipat lebih besar dalam plasma juga kenaikan aktivitas kadar renin yang lebih kecil. Diduga bahwa faktor-faktor neurohormonal ini membantu pembesaran kontraktilitas miokardium dan memperbaiki penyampaian darah ke dalam otot dan jantung yang sedang bekerja walaupun ini belum terbukti (Adiwinanto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.3 Konsumsi Oksigen Miokardium Respon jantung terhadap olahraga meliputi perubahan dalam beban awal, beban akhir, kontraktilitas dan frekuensi denyut jantung. Dengan bertambahnya frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas, kecepatan kontraksi lebih cepat dan waktu ejeksi sistolik menjadi lebih pendek. Mekanisme kompensasi yang berperan mempertahankan perfusi miokardium meliputi vasodilatasi koroner (cadangan koroner) dan penambahan tekanan pendorong. Segi kebutuhan dari persamaan penyediaan kebutuhan ini digambarkan oleh konsumsi oksigen miokardium, yang tergantung pada frekuensi denyut jantung, tipe kontraksi (tekanan sistolik dinding total), dan kontraktilitas miokardium. Selanjutnya tekanan dinding tegantung pada dimensi intra kavitum, ketebalan dinding dan tekanan. Karena bertambahnya volume diastolik dan tekanan darah arteri selama latihan pengerahan tenaga, stress dinding naik secara dramatis. Dengan demikian, semua determinan konsumsi oksigen miokardium (tekanan dinding, frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas) sangat naik saat pengerahan tenaga (Adiwinanto, 2008). Konsumsi O2 ( VO2 ) sesuai dengan pengangkutan oksigen (DO2 ). DO2 diproduksi oleh curah jantung dan arteri atau campuran perbedaan oksigen content vena. Pada saat istirahat, konsumsi oksigen di sekitar 3-5 ml/lg/menit, dapat meningkatkan sampai 30 ml/kg/menit pada anak sehat setelah melakukan olahraga berat (Adiwinanto, 2008).
Universitas Sumatera Utara