BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
2.1.1. Pengertian Air
Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-limpah. Namun, ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor. Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3. Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan, dan salju. (Angel dan Wolseley, 1992)
Air juga merupakan pelarut yang sangat baik bagi banyak bahan, sehingga air merupakan media transport utama bagi zat-zat makanan dan produk buangan atau sampah yang dihasilkan dari proses kehidupan. Air secara alamiah tidak pernah dijumpai dalam keadaan murni, tetapi selalu ada senyawa atau mineral atau unsur lain yang terdapat didalamnya. Ketika air mengembun di udara dan jatuh di permukaan bumi, air tersebut telah menyerap debu atau melarutkan oksigen, karbondioksida dan berbagai jenis gas lainnya. Kemudian air tersebut, baik yang diatas maupun dibawah permukaan tanah waktu mengalir menuju ke berbagai tempat yang lebih rendah letaknya, melarutkan berbagai jenis batuan yang dilaluinya atau zat-zat organik lainnya. (Achmad, R. 2004)
Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks, antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Dengan demikian untuk kelangsungan hidup, air harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan berkualitas yang sangat memadai. Air minum merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling penting. Seperti diketahui, kadar air pada tubuh manusia mencapai 68%. Kebutuhan air minum setiap orang bervariasi dari 2,1 liter hingga 2,8 liter per hari, tergantung pada berat badan dan aktivitasnya. ( Sunarya, Y. 2001)
Air terdapat bebas di alam dalam berbagai bentuk. Air bebas ini sangat penting juga dalam pertanian, pencucian dan sanitasi umum maupun pribadi, teknologi pangan dan sebagai air minum. Dalam pabrik pengolahan pangan, air diperlukan untuk berbagai
6
keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi atau buah, penentuan medium pemanasan atau pendingin, pembentukan uap, sterilisasi dan keperluan-keperluan lainnya. Sumber air dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : air permukaan (run-off water) misalnya air danau, sungai, bendungan, air hujan, dan air dalam tanah misalnya sumur dan artesis. (Sudarmadji, 1989)
2.1.2. Sumber Air
Dalam memenuhi kebutuhan air, manusia selalu memperhatikan kualitas dan kuantitas air. Kualitas yang cukup diperoleh dengan mudah karena adanya siklus hidrologi. Sekalipun air jumlahnya relatif konstan, tetapi air tidak diam, melainkan bersikulasi akibat pengaruh cuaca, sehingga terjadi suatu siklus yang disebut siklus hidrologi. Air menguap akibat panasnya matahari. Penguapan ini terjadi pada air permukaan, air yang berada di dalam lapisan tanah bagian atas (evaporasi), air yang ada didalam tumbuhan (transpirasi), hewan dan manusia (transpirasi, respirasi). Uap air ini memasuki atmosfir.
Di dalam atmosfir uap ini akan menjadi awan dan dalam kondisi cuaca tertentu dapat mendingin dan berubah bentuk menjadi tetesan-tetesan air dan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan. Air hujan ini ada yang mengalir langsung masuk kedalam air permukaan (run-off), ada yang meresap kedalam tanah (perkolasi) dan menjadi air tanah baik yang dangkal maupun yang dalam. Air tanah dalam akan timbul ke permukaan sebagai mata air dan menjadi air permukaan. Air permukaan bersama-sama dengan air tanah dangkal, dan air yang berada didalam tubuh akan menguap kembali untuk menjadi awan. Maka siklus hidrologis ini berulang. (Slamet, J. 1994)
Sumber air dicirikan oleh tiga komponen utama, yaitu komponen hidrologi, komponen fisika-kimia, dan komponen biologi. Sumber-sumber air dapat dibagi menjadi beberapa bagian seperti berikut ini : 2.1.2.1. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Air permukaan akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri dan lain sebagainya. Beberapa pengotoran untuk masingmasing air permukaan akan berbeda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan. Jenis pengotorannya merupakan kotoran fisik, kimia, dan bakteriologi. (Sutrisno, 2004)
7
Air permukaan merupakan air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan badan air lain yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah. Air yang mengalir dari daratan menuju suatu badan air disebut limpasan permukaan, dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai. Sekitar 69% air yang masuk ke sungai berasal dari hujan, pencairan salju, dan sisanya berasal dari air tanah di wilayah sekitar daerah aliran sungai. (Effendy, H. 2003)
Setelah jatuh ke permukaan bumi, air hujan mengalami kontak dengan tanah dan melarutkan bahan-bahan yang terkandung didalam tanah. Air permukaan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok utama, yaitu sumber air tergenang (standing water atau lentik ) dan sumber air mengalir (flowing waters atau lotik ).
A. Perairan Tergenang (Lentik)
Perairan tergenang meliputi danau, kolam, waduk (reservoir), rawa, dan sebagainya. Perairan tergenang (lentik), khususnya danau, biasanya mengalami stratifikasi secara vertikal akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolom air. Stratifikasi tergantung pada kedalaman dan musim. Air danau dicirikan dengan arus yang lambat (0,001-0,01 m/detik) atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu, waktu tinggal air dapat berlangsung lama. Arus air di danau dapat bergerak ke berbagai arah. (Effendy, H. 2003)
Kebanyakan air rawa berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning kecoklatan. Pembusukan kadar zat organik yang tinggi, umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula dan dalam keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn ini akan larut. (Sutrisno, 2004)
B. Perairan Mengalir (Lotik)
Salah satu contoh perairan mengalir adalah air sungai. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1-1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase. Klasifikasi perairan lentik sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan perbedaan suhu air, sedangkan klasifikasi perairan
8
lotik dipengaruhi oleh kecepatan arus atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi, dan sedimentasi. (Effendy, H. 2003)
2.1.2.2. Air Tanah
Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada akifer. Pergerakan air tanah sangat lambat, kecepatan arus berkisar antara 10 -10-103
m/detik dan dipengaruhi oleh porositas, permeabilitas dari lapisan tanah, dan pengikisan
kembali. Lapisan tanah yang bersifat porous (mampu menahan air) dan permeable (mampu melakukan atau memindahkan air) disebut akifer. Akifer terbagi menjadi dua, yaitu akifer dangkal dan akifer dalam. Pada akifer dangkal, maka air tanah biasanya lebih dipengaruhi oleh curah hujan.
Pada dasarnya, air tanah dapat berasal dari air hujan (presipitasi), baik melalui proses infiltrasi secara langsung ataupun secara tidak lagsung dari air sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya. Air tanah biasanya memiliki kandungan besi yang relatif tinggi. Jika air tanah mengalami kontak dengan udara akan mengalami oksigenasi, ion ferri pada ferri hidroksida yang banyak terdapat dalam air tanah akan teroksidasi menjadi ion ferro, dan segera mengalami presipitasi (pengendapan) serta membentuk warna kemerahan pada air. ( Effendi, H. 2003)
Jenis-jenis dari air tanah ada 3, yaitu : A. Air Tanah Dangkal
Daya proses peresapan air dari permukaan tanah ini menjadi penyebab terjadinya air tanah dangkal. Dimana salah satu prosesnya lumpur akan tertahan dengan sebagian bakteri sehingga air tanah akan menjadi lebih jernih, akan tetapi kandungan zat kimia seperti garam-garam yang terlarut pada air tanah menjadi lebih banyak. Hal ini dikarenakan lapisan tanah mengandung unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Air tanah dangkal akan dijumpai pada kedalaman 15 meter dan memiliki kualitas dan kuantitas yang bergantung pada musim. (Sutrisno, 2004)
9
B. Air Tanah Dalam
Air tanah dalam memiliki metode pengambilan yang jauh lebih sulit dibandingkan dengan air tanah dangkal. Biasanya untuk mengambil air tanah dalam ini digunakan suatu bor dan pipa yang dimasukkan hingga kedalaman 100-300 meter lalu akan didapatkan suatu lapisan air. Air akan menyembur keluar jika terdapat tekanan yang cukup besar pada tanah dan biasanya disebut sebagai air sumur artesis. Jika air tidak dapat keluar maka digunakan pipa untuk mendorong air tanah dalam agar dapat dikeluarkan. Dari segi kualitas, air tanah dalam memiliki kualitas yang lebih baik daripada air tanah dangkal karena proses penyaringannya jauh lebih sempurna dan bebas dari bakteri. Kandungan zat-zat kimia pada air tanah disusun sesuai dengan masing-masing lapisan-lapisan tanah yang dilalui. (Sutrisno, 2004)
2.1.2.3. Air Atmosfer atau Air Hujan
Air atmosfir disebut juga sebagai air hujan dan terjadi melalui proses evaporasi (penguapan). Uap air bergerak ke atas hingga membentuk awan yang dapat berpindah karena tiupan angin. Ruang udara yang mendapat akumulasi uap air secara kontinu akan menjadi jenuh. Oleh pengaruh udara dingin pada lapisan atmosfer, uap air tersebut mengalami sublimasi sehingga butiran-butiran uap air membesar dan akhirnya jatuh sebagai hujan. Air yang jatuh sebagai hujan tidak semuanya dapat mencapai permukaan tanah. Sebagian air yang mencapai permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah dan menjadi air tanah melalui proses infiltrasi dan sebagian lagi mengalir ke badan air sebagai air permukaan. Air hujan memiliki pH normal sekitar 5,6 dan jika terjadi hujan asam maka nilai pH lebih kecil yaitu 2 atau 3.
2.1.3. Standar Kualitas Air Minum
Pengertian air minum menurut Kepmenkes RI No.492/MENKES/IV/2010 adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan (bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik) dan dapat langsung diminum. Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain didalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, warna, rasa, kekeruhan, padatan terlarut dan sebagainya), parameter kimia (pH,
10
oksigen terlarut, BOD, kadar logam, dan sebagainya), parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan lain sebagainya) dan parameter radioaktif.
2.1.3.1. Parameter Fisika
Parameter fisika yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi cahaya, suhu, warna dan bau, kecerahan dan kekeruhan, konduktivitas, padatan total, padatan terlarut, padatan tersuspensi, dan salinitas. Parameter fisika pada air, yaitu sebagai berikut:
1.
Suhu
Temperatur dari air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat mempengaruhi pula reaksi kimia dalam pengelolaan, terutama apabila temperatur tersebut
sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah 10-15°C, tetapi iklim
setempat, kedalaman pipa-pipa saluran air dan jenis air dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur ini. Disamping itu, temperatur pada air akan mempengaruhi secara langsung toksisitas banyak bahan kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme dan virus. (Sutrisno, 2004)
2.
Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Nilai kekeruhan maksimum yang diperbolehkan pada air minum yaitu sebesar 5 skala NTU. Kekeruhan dapat disebabkan karena adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus). Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempengaruhi proses penyaringan dan mengurangi efektivitas pada proses penjernihan air. (Effendy, H. 2003)
Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia menjadi tidak disenangi karena rupanya. Terdapatnya suhu, intensitas bau, rasa dan kekeruhan yang melebihi standar yang ditetapkan dapat menimbulkan kekhawatiran terkandungnya
11
bahan-bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksik terhadap manusia. (Sutrisno, 2004)
3.
Warna dan Bau
Warna dan bau pada air minum disebabkan karena bahan-bahan terlarut dan tersuspensi baik berupa organik maupun anorganik. Standar kualitas air minum yang baik adalah tidak
berwarna
dan
tidak
berbau.
Berdasarkan
PERMENKES
No.492/MENKES/PER/IV/2010 kadar maksimum warna yang diperbolehkan pada air minum sebesar 15 TCU. Menurut Effeny (2003), warna dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya dan warna tampak. Warna sesungguhnya adalah warna yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut. Sedangkan warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi.
4.
Padatan Total, Terlarut, dan Tersuspensi
Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami penguapan dan pengeringan pada suhu tertentu. Padatan tersuspensi total yaitu bahan-bahan tersuspensi biasanya memiliki diameter sebesar >1 μm. Padatan tersuspensi total terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik. Padatan terlarut total adalah bahan-bahan terlarut dengan ukuran diameter yaitu <10-6 mm yang berupa senyawa-senyawa kimia. (Effendy, H. 2003)
2.1.3.2. Parameter Kimia
Air minum tidak boleh mengandung zat-zat kimia yang bersifat beracun dan kadarnya tidak boleh melampaui ambang batas yang telah ditentukan. Zat-zat mineral yang dibutuhkan oleh tubuh juga harus memiliki kadar yang sesuai sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Adapun yang menjadi parameter kimia untuk kualitas air meliputi derajat keasaman (pH), kesadahan, kandungan bahan organik maupun anorganik dan lain-lain. Berikut ini parameter-parameter kimia pada air, yaitu
12
1.
Derajat keasaman (pH)
Dalam penyediaan air, pH merupakan satu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan. Jika pH tidak sesuai dengan standar kualitas air, akan mengakibatkan korosi pada pipa-pipa air dan menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang mengganggu kesehatan. (Sutrisno, 2004)
Air minum yang baik memiliki pH sebesar 7 (netral). Air yang memiliki pH netral dapat dicirikan sebagai air yang tak memiliki rasa maupun bau. Menurut Permenkes RI 1990, pH pada air minum berkisar antara 6,5-9,0. Air yang berasa asam dan memiliki bau serta memiliki warna yang keruh dapat dipastikan sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
2.
Kesadahan
Kesadahan (hardness) yaitu gambaran kation logam divalen. Kation-kation ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan maupun dengan anion-anion akan membentuk karat pada peralatan logam. Kation utama penyebab kesadahan pada umumnya adalah kalsium dan magnesium. Kesadahan air berkaitan erat dengan kemampuan air untuk membentuk busa. Semakin besar kesadahan air, maka semakin sulit sabun untuk membentuk busa karena terjadi presipitasi.
Tebbut (1992) mengemukakan bahwa nilai kesadahan tidak memiliki implikasi langsung terhadap kesehatan manusia. Kesadahan yang tinggi dapat menghambat sifat toksik dari logam berat karena kation-kation penyusun kesadahan seperti kalsium dan magnesium membentuk senyawa kompleks dengan logam berat tersebut. Air permukaan biasanya memiliki kesadahan yang lebih kecil daripada air tanah. Menurut PERMENKES No.492/MENKES/PER/IV/201, batas maksimum kesadahan pada air yaitu 500 mg/L.
3.
Kandungan bahan organik dan anorganik
Bahan-bahan organik juga dibutuhkan untuk tubuh dalam jumlah tertentu. Tetapi apabila kandungan bahan organik sudah melewati batas maksimum yang ditentukan maka dapat
13
menimbulkan gangguan kesehatan pada tubuh. Pada perairan alami, nilai kandungan bahan organik pada air berkisar antara 1-30 mg/L.
Senyawa anorganik terdiri atas logam ringan dan logam berat yang pada umumnya bersifat toksik. Biasanya senyawa ini dihasilkan dari limbah domestik dan industri. Kandungan bahan kimia anorganik yang terdapat di dalam air, antara lain garam dan ion-ion logam seperti besi dan kalsium. (Effendy, H. 2003)
2.1.3.3. Parameter Mikrobiologi
Parameter mikrobiologi pada air yaitu tidak mengandung mikroorganisme patogen seperti bakteri, protozoa, dan virus penyebab penyakit. Dan juga organisme nonpatogen seperti E.Coli. Jika air minum sudah tercemar oleh mikroorganisme tersebut dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia, seperti diare. (Sutrisno, 2004)
2.1.3.4.
Parameter Radioaktif
Salah satu parameter air yang juga berpengaruh untuk kualitas air yaitu radioaktif. Pengaruh radioaktif ini dapat bersifat akut atau kronis. Pada kadar yang tinggi, pengaruh radioaktif terhadap makhluk hidup bersifat akut, yakni mengganggu proses pembelahan sel dan mengakibatkan rusaknya kromosom. Setiap organ tubuh memperlihatkan respon yang berbeda terhadap radioaktif. Sedangkan pengaruh kronis muncul dalam jangka waktu lama, dapat terjadi pada genetik (sistem reproduksi) dan somatik (sel tubuh). Pengaruh somatik berupa timbulnya kanker, sedangkan pengaruh genetik berupa abnormalitas atau cacat bawaan pada bayi. Ada 3 jenis radiasi, yaitu radiasi alpha, beta, dan gamma. (Mason, 1993)
2.2.
Logam Berat
Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik dan anorganik. Logam digolongkan kedalam dua kategori, yaitu logam berat dan logam ringan. Menurut seorang ahli kimia, logam berat ialah logam yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, dan bobot ini beratnya lima kali dari berat air. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam lain.
14
Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Sebagai contoh, logam berat seperti tembaga bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh. (Palar, 2004) Logam yang dapat menyebabkan keracunan biasanya jenis logam berat saja. Logam ini termasuk logam yang esensial seperti Cu, Zn, Se dan yang non esensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As. Terjadinya keracunan logam paling sering disebabkan pengaruh pencemaran lingkungan oleh logam berat, seperti penggunaan logam sebagai pembasmi hama (pestisida), pemupukan maupun karena pembuangan limbah pabrik yang menggunakan logam. Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu sangat berbahaya bila ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada lingkungan (dalam air, tanah, dan udara), karena logam tersebut mempunyai sifat yang merusak jaringan tubuh makhluk hidup. (Darmono, 1995)
2.2.1.
Besi (Fe)
Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Besi melebur pada suhu 1535°C. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, silisida, fosfika, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini dapat memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi membentuk dua deret garam yang penting. Garam-garam besi (II) atau fero diturunkan dari besi (II) oksida, FeO. Garam-garam ini mengandung kation Fe2+ dan berwarna sedikit hijau. Garam-garam besi (III) atau feri diturunkan dari oksida besi (III), Fe2O3. Mereka lebih stabil dari garam besi (II). (Svehla, 1990)
Pada perairan alami, besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO3), dan FeSO4. Pada perairan yang diperuntukkan bagi keperluan domestik, pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air, dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH. Sumber besi di alam adalah pyrite(FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite (HFeO2), dan ochre [Fe(OH)3]. Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. (Cole, 1988)
15
Secara umum Fe (II) terdapat di dalam air tanah berkisar antara 1,0-10 mg/L, namun demikian tingkat kandungan besi sampai sebesar 50 mg/L dan dapat juga ditemukan dalam air tanah ditempat-tempat tertentu. Air tanah yang mengandung Fe (II) mempunyai sifat yang unik. Dalam kondisi tidak ada oksigen air tanah yang mengandung Fe (II) jernih, begitu mengalami oksidasi oleh oksigen yang berasal dari atmosfer ion ferro akan berubah menjadi ion ferri dengan reaksi sebagai berikut : 4 Fe2+ + O2 + 10 H2O
4 Fe (OH)3 8 H+
Kandungan besi didalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kedalaman air di dalam tanah semakin dalam air yang meresap maka semakin tinggi kelarutan besi, rendahnya pH air dan suhu yang tinggi menyebabkan berkurangnya kadar O2 dalam air menguraikan kadar besi. Air bersih yang mengandung besi biasanya menimbulkan rasa dan bau logam yang amis pada air. (Atmaningsih, 2007)
2.2.2.
Toksisitas Besi
Mineral yang sering berada dalam air dengan jumlah besar adalah kandungan logam Fe. Apabila Fe tersebut berada dalam jumlah yang banyak akan muncul berbagai gangguan lingkungan. Tempat pertama yang mengontrol pemasukan logam besi (Fe) dalam tubuh ialah didalam usus halus. Bagian usus ini berfungsi untuk absorpsi dan sekaligus sebagai eksresi yang tidak diserap. Besi dalam usus diabsorpsi dalam bentuk feritin, dimana bentuk ferro lebih mudah diabsorpsi daripada bentuk ferri. Feritin masuk ke dalam darah dan berubah bentuk menjadi senyawa transferin. Dalam darah tersebut besi mempunyai status sebagai besi trivalen yang kemudian di transfer ke hati atau limfa kemudian disimpan dalam organ tersebut dalam bentuk feritin dan hemosiderin. Toksisitas terjadi bilamana terjadi kelebihan Fe (kejenuhan) dalam ikatan tersebut. Toksisitas akut terjadi disebabkan oleh adanya iritasi dalam saluran gastro-intestinal. Kematian karena keracunan Fe pada anak kebanyakan terjadi pada anak umur 12-24 bulan, hal tersebut berkaitan dengan pemberian suplemen vitamin yang terlalu banyak. (Darmono, 2001)
2.2.3.
Tembaga (Cu)
Kuprum atau tembaga (Cu) memiliki sistem kristal kubik, yang secara fisik berwarna kuning dan apabila dilihat menggunakan mikroskop akan berwarna pink kecoklatan
16
sampai keabuan. Cu termasuk golongan logam berwarna merah, serta mudah berubah bentuk. Unsur tembaga di alam bisa ditemukan dalam bentuk logam bebas, tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk senyawa padat bentuk mineral. Tembaga bisa masuk ke lingkungan melalui jalur alamiah dan nonalamiah. Pada jalur alamiah, logam mengalami siklus perputaran dari kerak bumi kedalam lapisan tanah, kedalam makhluk hidup, kedalam kolom air, mengendap, dan akhirnya kembali lagi kedalam kerak bumi. Namun, kandungan alamiah logam berubah-ubah tergantung pada kadar pencemaran yang dihasilkan oleh manusia maupun karena erosi alami. Sedangkan jalur nonalamiah dari unsur tembaga ini masuk kedalam tatanan lingkungan akibat aktivitas manusia, antara lain berasal dari buangan industri yang menggunakan bahan baku Cu, industri galangan kapal, industri pengolahan kayu, serta limbah rumah tangga. (Widowati, 2008)
Garam-garam tembaga divalen, misalnya tembaga klorida, tembaga sulfat, dan tembaga nitrat, bersifat sangat mudah larut dalam air, sedangkan tembaga karbonat, tembaga hidroksida dan tembaga sulfida bersifat tidak mudah larut dalam air. Apabila masuk kedalam perairan alami yang alkalis, ion tembaga akan mengalami presipitasi dan mengendap sebagai tembaga hidroksida dan tembaga karbonat. Kadar tembaga pada kerak bumi sekitar 50 mg/kg (Moore, 1991). Sumber alami tembaga adalah chalcopyrite (CuFeS2),
copper
sulfide
(CuS2),
malachite
[Cu2(CO3)(OH)2],
dan
azurite
[Cu3(CO3)2(OH)2]. (Novotny dan Olem, 1994)
Tembaga merupakan satu unsur yang penting dan berguna untuk metabolisme. Dalam jumlah kecil, Cu diperlukan untuk pembentukan sel-sel darah merah, namun dalam jumlah besar dapat menyebabkan rasa yang tidak enak di lidah, selain itu dapat menyebabkan kerusakan pada hati. (Sutrisno, 2004)
2.2.4.
Toksisitas Tembaga
Logam tembaga (Cu) bisa ditemukan pada berbagai jenis makanan, air dan udara sehingga manusia terpapar Cu melalui jalur makanan, minuman dan saat bernafas. Logam Cu merupakan unsur yang dibutuhkan manusia dalam jumlah kecil. Apabila melampaui batas aman, akan muncul toksisitas. Keracunan logam berat tembaga bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setelah beberapa tahun. Keracunan kronis Cu dapat mengurangi umur, menimbulkan berbagai masalah reproduksi dan menurunkan fertilitas. Logam tembaga juga dapat menyebabkan kerusakan pada hati dan ginjal jika terlalu berlebihan
17
dikonsumsi oleh tubuh. . Toksisitas kronis logam Cu memiliki gejala berupa kehilangan selera makan, kehausan, krisis hemolitik yang ditandai dengan wajah pucat, iritasi pada hidung, kerusakan otak dan lain sebagainya. (Widowati, 2008)
2.2.5.
Zink (Zn)
Seng (Zn) adalah komponen alam yang terdapat di kerak bumi. Zn adalah logam yang memiliki karakteristik cukup reaktif, berwarna putih-kebiruan, pudar bila terkena udara dengan api hijau terang. Zn dapat bereaksi denga asam, basa dan senyawa nonlogam. Seng (Zn) di alam tidak berada dalam keadaan bebas, tetapi dalam bentuk terikat dengan unsur lain berupa mineral. Logam Zn digunakan dalam berbagai jenis industri, seperti cat, produk karet, obat-obatan dan sebagainya. (Widowati, 2008)
Pada manusia zink merupakan unsur yang terlibat dalam sejumlah besar enzim yang mengkatalisis reaksi metabolik yang vital. Karena fasilitasnya yang digunakan dalam sintesis DNA dan RNA dan dalam metabolisme protein, Zn juga esensial untuk pertumbuhan anak. (Darmono, 1995)
Unsur ini penting dan berguna dalam metabolisme, dengan kebutuhan perhari 1015 mg. Dalam jumlah kecil merupakan unsur yang penting untuk metabolisme, karena kekurangan Zn dapat menyebabkan hambatan pada pertumbuhan anak. Dalam jumlah besar unsur ini dapat menimbulkan rasa pahit dan sepat pada air minum. (Sutrisno, 2004) 2.2.6.
Defisiensi Zink
Zink (Zn) bukan merupakan senyawa toksik dan merupakan unsur esssensial bagi pertumbuhan semua jenis hewan dan tumbuhan. Zn akan bersifat toksik ketika berada dalam bentuk ionnya. Meskipun logam ini merupakan logam yang essensial namun jika dikonsumsi dalam dosis yang tinggi akan berbahaya dan bersifat toksik. Gejala defisiensi Zn antara lain pertumbuhan terhambat, rambut rontok, diare, berkurangnya fungsi indera penglihatan, dan sebagainya. (Widowati, 2008)
2.3. Alat Pemurni Air
Alat pemurni air adalah suatu alat untuk mengolah air mentah menjadi air baku dengan cara yang sederhana, mudah dan praktis serta aman untuk diminum. Alat ini memiliki
18
banyak fungsi, yaitu dapat menurunkan kadar logam berat, membunuh kuman dan bakteri patogen serta menjernihkan air sehingga dapat digunakan langsung tanpa harus dimasak terlebih dahulu. Komponen-komponen alat pemurni air terdiri dari :
1. Filter Keramik. Bagian utama filter keramik ini adalah keramik diatomik yang telah diolah dengan tekanan tinggi. Filter ini memiliki lubang halus sebesar 0.2 mikron. Filter ini berguna untuk ketahanan terhadap pemuaian. Selain itu, filter ini berfungsi untuk menyaring semua kotoran, bakteri dan menjadikan air minum bebas penyakit kolera dan disentri. 2. Filter Pemurni. Filter pemurni ini terdiri dari karbon aktif perak, Zeolit, Pasir silika yang berfungsi sebagai pemurni yang membasmi zat-zat berbahaya pada tubuh seperti zat berwarna dan berbau, klor, tumbuhan kimiawi, deterjen, karsinogen, seperti THMs, logam berat, zat radioaktif, dan pencemar lainnya. 3. Filter Mineral Batuan Cormac. Batuan mineral cormac merupakan sekumpulan Pasir Koral, Batuan Bio-Mineral dan Batuan Mineral Perak yang berguna untuk mensterilisasi bakteri dan kuman kolitis, membuang logam berat, menetralisasi racun, dan juga menyeimbangkan pH.
Tahapan-tahapan pemurnian air didalam alat ini, yaitu tahapan pertama adalah filtrasi air lewat penyaring serat mikro pada saat air dimasukkan kedalam alat pertama kali. Saringan serat mikro bertujuan mampu menyaring bahan kotoran dan partikel kecil yang terlihat pada air, dengan memiliki kerapatan dan ketebalan tinggi saringan serat mikro ini mampu meningkatkan kualitas air bersih. Tahapan kedua adalah melewatkan air pada lapisan karbon aktif yang berfungsi untuk menurunkan konsentrasi logam ringan dan logam berat yang larut didalam air, seperti besi, tembaga dan zink. Sedangkan zeolit bertujuan untuk menghilangkan pestisida dan parasit yang berbahaya. Tahapan ketiga adalah tahapan dimana semua virus dan bakteri dibasmi melalui alat penyaring filter keramik dan tahap keempat adalah proses penjernihan yang memungkinkan agar air tidak berbau dan tidak berwarna, proses ini dilakukan melewati pasir silika. Setelah melalui tahap keempat yaitu proses penjernihan, air juga akan melewati media batuan mineral Cormac yang akan menyaring sisa logam-logam yang masih larut didalam air dan menetralisasikan pH air agar tetap jernih dan segar.
Pada proses pemurnian air terjadi aerasi. Proses aerasi yang terjadi didalam alat pemurni air yaitu air yang keluar dengan cara mengalirkan melalui rongga alat penjernih
19
secara pelan-pelan untuk mengisi wadah transparan hingga penuh. Sebelumnya air yang belum terisi dari wadah bagian atas hingga memasuki wadah transparan sudah terjadi proses aerasi dengan cara menyemprotkan kedalam setiap komponen. Aerasi yang terjadi didalam alat pemurni air akan mengikat logam besi, tembaga dan zink pada air. Proses aerasi yang terjadi pada alat pemurni air ini berlangsung secara sederhana dan kurang maksimal karena terjadi di dalam alat dengan volume 9 liter, dan air langsung di konsumsi. Proses yang paling akhir yaitu sedimentasi, dimana air yang sudah memenuhi wadah transparan didiamkan selama waktu yang diberikan sebagai perlakuan, tujuan dari proses ini adalah untuk mengendapkan partikel-partikel yang masih tersisa.
Waktu rata-rata yang dibutuhkan alat pemurni air bergantung pada kualitas airnya, biasanya membutuhkan waktu 1-5 jam untuk 9 liter air bersih yang akan diolah. (http://advance_product.com/)
2.4. Metode Destruksi
Destruksi merupakan suatu cara perlakuan (perombakan) senyawa menjadi unsur-unsur sehingga dapat dianalisa. Metode destruksi materi organik dapat dilakukan dengan dua cara yang selama ini dikenal dengan: a) Metode Destruksi Basah b) Metode Destruksi Kering Pada dasarnya pemilihan metode destruksi tersebut adalah berdasarkan sifat zat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas yang digunakan.
2.4.1. Metode Destruksi Basah
Destruksi basah pada prinsipnya adalah penggunaan asam nitrat untuk mendestruksi zat organik pada suhu rendah dengan maksud menghindari kehilangan mineral akibat penguapan. Pada tahapan selanjutnya, proses ini seringkali berlangsung sangat cepat akibat pengaruh asam perklorat atau hidrat peroksida. Destruksi basah pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, timah hitam, timah putih, seng, dan tembaga.
Metode destruksi basah dilakukan dengan memanaskan sampel (sampel oraganik dan biologi) dengan adanya asam-asam pekat atau bahkan campuran dari asam-asam tersebut. Jika asam yang digunakan cukup untuk mengoksidasi, maka sampel dipanaskan
20
dalam suhu yang cukup tinggi, dan jika pemanasan dilanjutkan dalam waktu yang lama, maka sebagian besar dari sampel telah teroksidasi sempurna (Almatsier,1987).
Ada tiga macam cara kerja destruksi basah dapat dilakukan: 1. Destruksi Basah menggunakan HNO3 dan H2SO4 2. Destruksi Basah menggunakan HNO3, H2SO4 dan HClO4. 3. Destruksi Basah menggunakan HNO3, H2SO4, danH2O2. (Apriyanto,1989).
2.4.2. Metode Destruksi Kering
Destruksi kering merupakan penguraian (perombakan) senyawa organik dalam sampel menjadi anorganik dengan jalan pengabuan sampel dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. (Raimon,1992)
2.5. SPEKTOFOTOMETRI SERAPAN ATOM
2.5.1. Definisi Spektofotometri Serapan Atom
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika mengamati garisgaris hitam pada spektrum matahari. Spektroskopi serapan atom pertama kali digunakan pada tahun 1955 oleh Walsh. Sesudah itu, tidak kurang dari 65 unsur diteliti dan dapat dianalisis dengan cara tersebut. Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Spektroskopi ini didasarkan pada penyerapan sinar tampak atau ultraviolet.
Metode Spektoskopi Serapan Atom (SSA) memiliki perkembangan yang pesat. Metode Spektroskopi Serapan Atom ( SSA) digunakan untuk mendeteksi (menganalisa) hampir keseluruhan unsur-unsur logam yang terdapat pada sistem periodik. Metode ini dipakai untuk menganalisa logam-logam yang terdapat didalam sampel dalam bentuk bahan-bahan pencemar lingkungan. (Walsh, 1955)
Spektoskopi serapan atom adalah bentuk penyerapan spektroskopi yang digunakan untuk mendeteksi suatu atom logam dalam bentuk gas. AAS
banyak
digunakan untuk analisa kuantitatif dari logam pada suatu komplek matriks. Teknik ini memiliki banyak kesamaan dengan bentuk-bentuk lainnya dari spektroskopi atom dimana
21
instrumen yang terdiri dari sumber cahaya, sel, monokromator dan suatu detektor. (Bender, G. 1987)
2.5.2. PRINSIP DASAR SSA
Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada atom-atom
pada suatu unsur dapat
mengabsorpsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. Banyaknya energi sinar yang diabsorpsi ini berbanding lurus dengan jumlah atom-atom unsur yang mengabsorpsi. Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton bermuatan positif dan neutron berupa partikel netral, dimana inti atom dikelilingi oleh elektron-elektron bermuatan negatif pada tingkat energi yang berbeda-beda. Jika energi diabsorpsi oleh atom, maka elektron yang berada di kulit terluar (elektron valensi) akan tereksitasi dan bergerak dari keadaan dasar atau tingkat energi yang terendah (ground state) ke keadaan tereksitasi dengan tingkat energi yang lebih tinggi (excited state). Jumlah energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke tingkat energi tertentu dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi tersebut. Pada waktu kembali ke keadaan dasar, elektron melepaskan energi sebagai energi panas ataupun energi sinar. (Clark, D. 1979) Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom Tabung katoda
Pemotong Nyala
berongga
berputar
+
Motor Suplai daya
Bahan bakar Sampel
Oksigen
Gambar 2.1 Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom (Day, 2002) 1. Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim digunakan adalah lampu katoda berongga. Lampu ini terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr).
22
2. Tempat Sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom, yaitu : dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless).
Nyala yang digunakan berfungsi untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Sumber nyala yang paling banyak digunakan adalah campuran asetilen sebagai bahan pembakar dan udara sebagai pengoksidasi. Propana-udara untuk logam-logam alkali karena suhu nyala yang lebih rendah akan mengurangi banyaknya ionisasi.
3. Monokromator
Monokromator berguna untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinu yang disebut dengan chopper.
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi, yaitu : (a) yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinu dan (b) yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi. (Rohman, A. 2008)