3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Friesian Holstein (FH) yang berasal dari Belanda. Sapi ini terkenal dengan produksi susu yang sangat tinggi yaitu ± 6350 kg/tahun, dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Suhu lingkungan merupakan faktor iklim yang penting dan harus diperhatikan dalam usaha peternakan (Siregar 1995). Suhu udara yang optimal untuk ternak sapi perah adalah 21-27 ºC (Williamson & Payne 1993). Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas, air, energi, dan tingkah laku ternak. Manajemen pemeliharaan sapi perah memiliki persyaratan teknis salah satunya adalah kandang. Konstruksi kandang harus kuat, tahan lama, kedap air, sirkulasi udara, sinar matahari cukup, drainase, dan pembuangan limbah yang baik. Selain itu kandang harus mudah dibersihkan, lantai rata, kasar, tidak licin, luas kandang yang sesuai, mudah mendapatkan aliran air, tidak mengganggu fungsi lingkungan hidup, pakan dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, dan air minum disediakan tidak terbatas (Abubakar 2012). Manfaat pemeliharaan sapi perah yaitu menghasilkan air susu, daging, dan sebagai biogas. Susu merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang harganya relatif murah jika dibandingkan dengan daging. Sapi perah memiliki daya tahan yang rendah terhadap suhu tinggi dan memiliki kemampuan beradaptasi yang sangat tinggi di negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya sapi perah yang dipelihara di kota-kota besar untuk menunjang perekonomian (Salmi et al. 2010).
4
Gambar 1 Sapi perah 2.2 Jenis Ektoparasit yang Menginfestasi Sapi Parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain sebagai inang tumpangannya. Berdasarkan tempat menumpangnya, parasit dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup di bagian luar atau pada permukaan tubuh inangnya. Sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inangnya. Berdasarkan sifatnya, ektoparasit bersifat obligat dan fakultatif. Ektoparasit obligat merupakan ektoparasit yang seluruh siklus hidupnya yaitu mulai dari pradewasa sampai dewasa hidup bergantung pada inangnya. Ektoparasit fakultatif merupakan ektoparasit yang sebagian besar siklus hidupnya di luar tubuh inangnya (Bowmans 1999). Jenis ektoparasit yang menginfestasi sapi adalah lalat, kutu, dan nyamuk. Jenis lalat yang paling banyak menginfestasi sapi perah adalah lalat dari genus Stomoxys (lalat kandang), Tabanus (lalat kuda), Chrysomya (lalat hijau), dan Hippobosca (lalat sumba). Ciri morfologi lalat Stomoxys (lalat kandang) yaitu ukuran tubuh jantan 5.8-6.5 mm dan betina 6.5-7.5 mm dengan warnanya lebih gelap. Lalat ini memiliki 4 garis hitam longitudinal pada toraks dan bercak-bercak hitam pada abdomen, probosisnya panjang dan mencuat ke depan, palpus maksilanya pendek, arista berambut hanya pada sisi dorsal, telur berbentuk lonjong berwarna putih, dan berjumlah 150-450 butir dalam beberapa kelompok. Lalat ini baik jantan maupun betina merupakan lalat pengisap darah, penerbang
5
yang kuat, dan berumur panjang. Menurut Mullen & Durden (2002) Lalat ini berperan dalam penularan vektor penyakit surra dan antraks pada ternak. Lalat Tabanus memiliki ukuran tubuh 6-25 mm, kepalanya berbentuk setengah lingkaran, memiliki mata yang dominan, antenanya pendek terdiri dari tiga ruas. Telur lalat ini berbentuk silindris dengan ukuran 1-2 mm dan jumlahnya sekitar 100-500 butir, larvanya silindris dan runcing. Lalat ini merupakan lalat pengisap darah, penerbang yang tangguh, dan penggigit persisten yang aktif pada siang hari. Lalat ini merupakan vektor penyakit surra dan antraks. Lalat Chrysomya bezziana memiliki ukuran tubuh 9-11 mm, berwarna hijau metalik dengan banyak bulu-bulu pendek menutupi tubuh. Larva lalat ini berbentuk silinder dengan deretan duri-duri pada keliling tiap ruas tubuh. Telur lalat ini berjumlah 150-500 butir. Lalat ini merupakan penyebab miasis obligat yang meletakkan telurnya pada tepi luka yang terbuka (Hadi & Soviana 2010).
2.3 Klasifikasi Lalat Hippobosca sp.
Lalat Hippobosca sp. banyak menginfestasi sapi dan kuda. Lalat ini
mengisap darah pada daerah perineum dan di antara kaki belakang. Lalat Hippobosca sp. banyak terdapat pada daerah dengan temperatur tinggi (Wall & Shearer 1997). Menurut Soulsby (1982) lalat Hippobosca sp. diklasifikasikan sebagai berikut: Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Ordo
: Diptera
Subordo
: Cyclorrapha
Superfamili
: Hippoboscoidea
Famili
: Hippoboscidae
Subfamili
: Hippoboscinae
Genus
: Hippobosca
Spesies
: Hippobosca equina Hippobosca variegata
6
2.4 Morfologi dan Bioekologi Lalat Hippobosca sp. Jenis lalat Hippobosca sp. di Indonesia yaitu H. equina (lalat Sumba kecil) dan H. variegata (lalat Sumba besar). Menurut Hutson (1984) lalat Hippobosca sp. mempunyai sepasang sayap, ukuran sekitar 10 mm, dan warna pupa hitam. Pupa lalat ini berbentuk oval atau bulat, berukuran 5 x 4 mm, dan mempunyai bercak gelap pada ujung posterior. Lalat H. equina memiliki ukuran tubuh sekitar 10 mm, tubuhnya melebar, pipih dorsoventral dan berwarna coklat kemerahan. Pada bagian dorsal toraks terdapat bercak kekuningan. Lalat ini memiliki sepasang sayap yang kuat dengan vena anterior yang jelas, dan antenanya tidak berkembang (Gambar 2). Probosis lalat ini langsing yang digunakan untuk menusuk dan merobek jaringan. Palpi lalat H. equina tebal, pendek dan berfungsi melindungi probosis. Kaki dan kuku lalat ini berkembang baik. Bagian utama dari probosis biasanya untuk menusuk dan ditarik kembali di bawah kepala, kecuali saat makan. Inang lalat H. equina adalah kuda dan sapi, tetapi ternak lainnya seperti burung juga dapat terinfestasi. Lalat ini paling banyak ada pada bulan musim panas. Distribusi utama lalat Hippobosca sp. adalah di Eropa, Asia, dan Afrika (Turner & Mann 2005). Lalat H. variegata mempunyai ciri khas yaitu ukuran yang lebih besar dan memiliki variasi pada dorsal toraks yang lebih banyak dari pada H. equina. Distribusi lalat H. variegata di Indonesia yaitu Sulawesi, Sumba, dan Timor. Inang lalat ini yaitu sapi, keledai, dan kuda (Maa 1969 dan Cheng 1973). Gigitan dari lalat H. equina dapat menyebabkan reaksi alergi (Quercia et al. 2005). Menurut Sigit et al. (1990) gigitan lalat H. equina dan H. variegata dapat memberikan rasa sakit sehingga sapi dan kuda yang baru pertama kali digigit sering lari ketakutan. Menurut Masshall (1981) lalat H. equina merupakan lalat yang jarang terbang lebih dari 1 meter. Lalat ini apabila terganggu akan berpindah dengan cepat tetapi tidak lebih dari 1 meter dari inangnya. Pada malam hari atau hujan lebat, lalat H. equina kadang-kadang akan meninggalkan inangnya dan berlindung di bawah daun pakis yang berada di dekatnya atau berlindung dibagian tubuh inang.
7
Lalat Hippobosca sp. jarang terbang, biasanya merayap pada permukaan inang. Pada siang hari baik jantan maupun betina, lalat ini mengisap darah dan beristirahat pada inang. Lalat ini termasuk kedalam kelompok pupipara, telurnya menetaskan larva yang berkembang hampir mencapai tahap pupa di dalam saluran reproduksi betina, kemudian dilahirkan, dan dalam waktu beberapa jam langsung berubah menjadi pupa. Pupa biasanya diletakkan oleh lalat betina pada batang atau pelepah pohon kelapa atau pohon lainnya yang terlindung, atau tanah yang berlumpur (lembab). Lamanya periode pupa banyak dipengaruhi oleh suhu (Hadi & Soviana 2010). Daerah yang disukai lalat Hippobosca sp. adalah daerah leher, perineal diantara kaki belakang, dan pubis. Lalat ini tergolong pengisap darah yang sangat merugikan sapi dan kuda karena dapat mengurangi ketahanan tubuh dan menyebabkan anemia. Lalat ini dapat menularkan Trypanosoma theileri yang tidak patogen pada sapi dan Haemoproteus pada angsa, itik, serta unggas lainnya (Hadi & Soviana 2010).
Gambar 2 Lalat H. equina (Sumber: Walravens 2010)
Gambar 3 Lalat H. variegata (Sumber: Mwkozlowski 2011)
8
Famili Hippoboscidae terkenal dengan nama forest flies (lalat hutan) yang menyerang berbagai jenis hewan seperti sapi, kuda, domba, kelelawar, dan burung (Soulsby 1982). Lalat Hippobosca sp. merupakan lalat pengisap darah (Levine 1994). Lalat ini sebagai ektoparasit pada kuda dan sapi yang terdapat di wilayah timur Indonesia yang bersuhu tinggi dan kelembaban rendah (Taylor et al. 1996). Lalat Hippobosca sp. meletakkan pupanya pada celah-celah kayu, ketiak tanaman, dan celah kandang. Lalat ini tinggal di permukaan tubuh inangnya dalam waktu yang lama dan mengisap darah hewan seperti kuda dan sapi serta menjadi vektor tripanosomiasis (Soulsby 1982).