4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Tidur Tidur bukanlah sebuah pilihan dalam lifestyle, namun merupakan kebutuhan seperti bernapas, makan dan minum. Walaupun tidur sering dipandang sebagai keadaan dimana tubuh tidak aktif, sebenarnya tidur merupakan keadaan aktif, penting dan involunter, dimana tanpanya kita tidak dapat berfungsi secara efektif. Tidur bukan sekadar keadaan tidak terjaga, karena pada stadium tertentu, penyerapan oksigen oleh otak lebih tinggi dari normal (Robotham, 2011 ; Sherwood, 2001). Secara primer, tidur memiliki peran tersendiri bagi otak. Tidur menyediakan waktu bagi otak untuk pulih kembali dan beregenerasi. Selama tidur, otak dapat memproses informasi, memperkuat memori, mengelompokkan informasi yang telah ada dan memberikan kesempatan bagi kita untuk belajar dan berfungsi secara efektif pada siang hari (Robotham, 2011). Tidur juga mempengaruhi kemampuan kita dalam menggunakan bahasa, mempertahankan konsentrasi, memahami apa yang kita baca, dan menyimpulkan apa yang kita dengarkan. Selain itu, tidur juga mempengaruhi sistem imun tubuh (Robotham, 2011). Pada manusia, jumlah jam yang diperlukan seseorang untuk tidur berbeda-beda, tergantung pada faktor-faktor tertentu dan usia mereka. Pada neonatus, waktu yang dibutuhkan rata-rata 15-18 jam dan waktu tidur mereka tidak dipengaruhi oleh siklus pagi dan malam yang disebabkan oleh ketiadaan “circadian ryhthm”. Waktu tersebut akan berkurang hingga 13-14 jam setelah satu tahun. Remaja memerlukan waktu tidur lebih lama daripada orang dewasa, yang dimungkinkan oleh perubahan fisiologis yang sedang terjadi pada tubuhnya (Robotham, 2011; Benaroch, 2012). Bayi dengan usia 1-12 bulan memerlukan waktu tidur 14-15 jam per hari. Mereka masih tidur siang sebanyak 2-3 kali sehari dengan waktu tidur yang mulai diarahkan agar memiliki pola kebiasaan yang baik (Benaroch, 2012).
Universitas Sumatera Utara
5
Balita usia 1-3 tahun memerlukan waktu tidur 12-14 jam per hari. Walaupun masih tidur siang, mereka hanya tidur siang sekali sehari dan tidak lagi tidur siang pada pagi hari (Benaroch, 2012). Balita usia 3-5 tahun dan anak usia 6 tahun memerlukan waktu tidur 10-12 jam per hari. Waktu tidur siang mereka makin lama makin sedikit dan umumnya pada usia 5 tahun, anak tidak lagi tidur siang (Benaroch, 2012). Anak usia 7-12 tahun memerlukan waktu tidur 10-11 jam per hari. Pada usia tersebut, aktivitas sehari-hari membuat mereka tidur makin larut dan rata-rata hanya tidur sekitar 9 jam (Benaroch, 2012). Remaja usia 12-18 tahun memerlukan waktu tidur 8-9 jam per hari. Waktu tidur masih berperan penting bagi kesehatan seperti pada masa kanak-kanak mereka. Walaupun ditemukan bahwa banyak remaja memerlukan waktu tidur yang mungkin lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, tuntutan sosial membuat mereka sulit mendapatkan waktu dan kualitas tidur yang sesuai (Benaroch, 2012). Saat seseorang mencapai tahap dewasa, mereka cenderung memerlukan waktu tidur 7-8 jam per hari. Sedangkan lansia cenderung memerlukan waktu 6-7 jam per hari dengan tidur siang yang lebih sering pada siang hari. Waktu untuk tidur pada orang dewasa kebanyakan bervariasi dari tiap orang ke orang, dan umumnya berkisar antara 5-11 jam (Robotham, 2011). Kurang tidur dapat mengakibatkan dampak negatif. Saat kita terjaga, kita menyimpan suatu keadaan yang disebut ‘sleep debt’ yang dapat diganti hanya melalui tidur. Hal ini diatur oleh suatu mekanisme dalam tubuh yang disebut sebagai “sleep homeostat”, yang mengatur keinginan kita untuk tidur. Jika jumlah ‘sleep debt’ besar, maka “sleep homeostat” akan memberitahukan pada kita bahwa kita perlu tidur lebih banyak (Robotham, 2011). Pada keadaan yang sehat, ‘sleep debt’ ini akan diganti pada malam hari secara perlahan-lahan. Namun ‘sleep debt’ tersebut juga dapat ditumpuk dan diganti secara perlahan-lahan dalam waktu berminggu-minggu ataupun berbulan-bulan. Contoh, jika kita bergadang untuk beberapa hari berturut-turut, maka kita perlu mengganti ‘sleep debt’ dalam waktu dekat yang akan datang. Menariknya, untuk orang-orang dengan “bipolar disorder”, keadaan mania yang diasosiasikan dengan kurangnya
Universitas Sumatera Utara
6
persepsi keperluan untuk tidur. Namun, walaupun terdapat persepsi seperti ini, seseorang tersebut tetap menumpuk “sleep debt” yang perlu diganti (Robotham, 2011).
2.2. Pola Tidur Pola tidur juga memiliki peran yang sama pentingnya dengan total jumlah waktu tidur. Bayi dan anak-anak cenderung tidur beberapa kali dalam setiap periode 24 jam. Namun seiring dengan pematangan menuju masa-masa sekolah dan dewasa, mereka cenderung tidur dalam satu fase yang lama, waktu tidur siang berkurang dan cenderung tidur sepanjang malam (Robotham, 2011). Sebuah mekanisme yang disebut dengan “circadian timer” mengatur pola tidurbangun dan berinteraksi dengan “sleep homeostat”. Rata-rata setiap makhluk hidup memiliki “internal circadian rhythms”, dimana mereka telah beradaptasi dengan siklus siang dan malam hari (Robotham, 2011). Geophysicist Prancis Jean- Jacques d’Ortous de Mairan adalah orang pertama yang menemukan circadian rhythms pada sebuah eksperimen dengan tanaman pada tahun 1729. Dua abad kemudian, Dr. Nathaniel Kleitman mempelajari efek circadian rhythms pada siklus tidur manusia. Siklus ini bereaksi terutama pada terang dan gelap dan biasanya sedikit lebih lama dari 24 jam (Robotham, 2011). Dapat dipikirkan kemungkinan bahwa “jam utama” yang meregulasi circadian rhythms tubuh kita. Jam ini tersusun dari kumpulan sel-sel saraf pada otak kita yang disebut dengan suprachiasmatic nucleus (SCN). SCN mengontrol produksi melatonin, hormon yang membuat kita mengantuk dan banyak diproduksi saat gelap. Selama tidur, kadar melatonin meningkat tajam. SCN terletak di atas nervus opticus, yang mengirimkan signal dari mata ke otak sehingga SCN menerima informasi mengenai kadar pencahayaan lingkungan sekitar melalui mata kita. Ketika cahaya kurang, seperti pada malam hari, akan dikirimkan signal ke otak untuk mengeluarkan lebih banyak melatonin (Robotham, 2011; National Sleep Foundation, 2006).
Universitas Sumatera Utara
7
Gambar 2.1. Diagram homeostat tidur dan waktu circadian. Sumber : Robotham, 2011 Serotonin adalah bahan kimia lain yang mempengaruhi tidur dan diproduksi oleh otak yang dipengaruhi oleh pencahayaan. kadar serotonin yang tidak sesuai juga berperan dalam masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Kadar serotonin dalam otak mencapai titik puncak tertinggi saat kita terjaga dan aktif, dan otak memproduksi lebih banyak serotonin saat keadaan sekitar lebih terang. Inilah alasan mengapa kita merasa lebih lelah saat malam hari dan merupakan ide yang bagus untuk memadamkan lampu pada saat kita ingin ataupun mencoba untuk tidur. Sistem imun juga mempengaruhi kadar serotonin sehingga mempengaruhi pola tidur, yang mana menjelaskan mengapa kita tidur lebih banyak bila kita sakit (Robotham, 2011; National Sleep Foundation, 2006). Manusia adalah makhluk siang, waktu tidur kita secara alami ditentukan oleh kadar pencahayaan lingkungan, dengan kata lain ditentukan oleh terbenam dan terbitnya matahari. Namun dewasa ini, kita dapat memanipulasi kadar pencahayaan
Universitas Sumatera Utara
8
dengan lampu buatan, sehingga kita dapat melanjutkan aktivitas hingga larut malam. Orang-orang yang bekerja pada shift malam mungkin ingin mengurangi kadar cahaya yang memapari mereka saat siang hari agar dapat tidur, dan hal ini dapat dicapai dengan menggunakan gorden yang gelap (Robotham, 2011). Pola tidur sangat bervariasi, beberapa fauna aktif saat siang dan cenderung tidur pada malam hari, dan yang lain aktif pada malam hari dan cenderung tidur pada siang hari. Pada manusia, waktu circadian setiap orang diatur sedikit berbeda; beberapa orang dapat beraktivitas secara maksminal pada pagi hari (larks), yang lainnya saat malam (owls), banyak di antara kita yang berada di antara keduanya (Robotham, 2011). Beberapa orang mengalami apa yang disebut dengan Circadian Rhythm Sleep Disorder, yang mana sering diasosiasikan dengan masalah kesehatan mental. Orang yang sangat ‘owl’ mungkin memiliki delayed sleep phase syndrome, cenderung untuk tidur dan bangun sangat lambat. Orang yang sangat ‘lark’ mungkin memiliki advanced sleep phase syndrome, bangun sangat cepat pada pagi hari namun di malam hari sangat mengantuk. Iregularitas ini dapat menjadi masalah, tergantung apa yang coba kita lakukan dalam hidup, walaupun untuk beberapa orang dapat menjadi sebuah aset (Robotham, 2011). Efek yang mirip sering didapatkan pada orang-orang yang pola tidurnya diganggu oleh faktor eksternal, seperti bekerja pada shift malam secara regular (terutama setelah bekerja pada shift siang minggu-minggu sebelumnya, disebut juga dengan work shifts disorder). Contoh yang lain adalah jetlag yang diakibatkan oleh perubahan time zones yang tidak sesuai dengan waktu circadian internal. Keduanya merupakan penemuan yang paling sering dari circadian rhythm disorders. Manusia tidak dirancang untuk terjaga pada malam hari dan tidur pada siang hari. Orangorang yang secara regular bekerja pada shift malam diperkirakan lebih beresiko menderita kanker dan penyakit jantung, rasa mengantuk yang berlebihan, tidur yang buruk, kurang konsentrasi, refleks motorik yang buruk dan lambat, mual dan irritability. Awak penerbangan internasional juga diperkirakan lebih beresiko menderika kanker, kemungkinan disebabkan oleh gangguan circadian rhythms yang berulang-ulang (Robotham, 2011; National Sleep Foundation, 2006).
Universitas Sumatera Utara
9
Gangguan tidur dan circadian rhythm juga didapatkan pada orang-orang yang menderita bipolar disorder, walaupun tidak jelas apakah yang bertanggung jawab untuk underlying sleep disturbances adalah circadian timer atau sleep homeostat. Telah diajukan bahwa perubahan circadian rhythm seseorang dapat menjadi trigger untuk bipolar disorder, terutama mania (Robotham, 2011).
2.3. Tahap-Tahap Tidur Pada saat tidur, kita melewati empat tahap non-REM sleep (75-80% total tidur pada dewasa rata-rata) sebelum memulai REM sleep. Proses ini bersifat siklus dan selama tidur dalam satu hari, kita dapat mengalami 4-5 siklus non-REM dan REM sleep berulang dengan setiap siklus berdurasi 90-110 menit. Para peneliti hanya barubaru ini mulai mengerti prosesnya, terutama sejak penelitian mengenai tidur dibantu oleh tiga parameter, yaitu : 1.
Aktivitas gelombang otak menggunakan electroencephalogram (EEG), yang mengukur aktivitas listrik dalam otak,
2.
Tonus otot melalui electromyogram (EMG), dan
3.
Pergerakan mata melalui electro-oculogram (EOG) [Robotham, 2011].
Dari ketiga parameter, EEG-lah yang paling penting dalam membantu membedakan
tahap-tahap
tidur
yang
berbeda.
Ketika
terjaga,
otak
kita
memperlihatkan sebuah pola gelombang otak yang dikenal dengan gelombang beta. Gelombang beta memiliki frekuensi tinggi, berarti mereka muncul cukup sering dan bertubi-tubi, tapi rendah amplitudo, berarti mereka cukup kecil (Robotham, 2011). Saat kita terjaga gelombang-gelombang ini tidak mengikuti pola yang tetap. Hal ini masuk akal karena saat kita terjaga, otak kita sering melakukan beberapa tugas yang berbeda, menstimulasi otak dalam berbagai cara yang berbeda. Ketika kita beristirahat dengan mata tertutup, aktivitas otak kita melambat dan menjadi lebih sinkron, gelombang otak ini dikenal dengan gelombang alpha (Robotham, 2011). Tahapan dalam siklus tidur yang normal dapat bagi menjadi lima tahapan, yaitu (Robotham, 2011; Guyton, 2005; sherwood, 2001; National Sleep Foundation, 2006) :
Universitas Sumatera Utara
10
1.
Tahap 1 non-REM •
Merupakan tahap pertama dari lima tahap tidur.
•
Merupakan bentuk tidur yang ringan.
•
Secara esensial merupakan jembatan antara terjaga dan tidur.
•
Dapat dibangunkan dengan mudah.
•
Pernapasan mulai melambat dan otak memproduksi gelombang theta, gelombang yang lebih secil dan rendah dalam frekuensi dari gelombang alpha.
•
Aktivitas otot, diukur dengan EMG, menunjukkan pelambatan pergerakan.
•
Terdapat hypnic jerks, gerakan yang tiba-tiba dan pendek, yang kadangkadang membangunkan individu yang tertidur, terutama bila disertai dengan perasaan jatuh, yang dialami orang banyak dari waktu ke waktu.
•
Individu mungkin saja mengetahui keadaan sekitarnya, sehingga beberapa orang melaporkan pengalaman out-of body.
2.
Tahap 2 non-REM •
Dialami beberapa menit setelah tahap pertama non-REM.
•
Pola pernapasan dan frekunsi denyut jantung melambat.
•
Menjadi lebih tidak waspada dengan dunia luar.
•
Pergerakan mata berhenti.
•
Gelombang theta menjadi lebih lambat dengan bursts of brain activity setiap lebih kurang beberapa menit, bursts of activity ini kadang-kadang dikenal sebagai sleep spindles.
•
Memiliki karakteristik aktivitas gelombang otak yang dikenal dengan Kcomplex, aktivitas EEG bervoltase tinggi dengan sharp downward spike yang diikuti dengan slower upward component; kadang-kadang menyerupai sebuah gunung.
•
Merupakan porsi terbesar dari siklus tidur manusia (45-50% tidur pada dewasa) dan kadang-kadang disebut sebagai tidur yang sebenarnya.
Universitas Sumatera Utara
11
•
Seperti tahap pertama, dianggap sebagai tidur yang cukup ringan dan bila dibangunkan mereka akan mengelak telah tertidur.
3.
Tahap 3 dan 4 non-REM •
Merupakan tahap terakhir non-REM sleep.
•
Individu beralih dari gelombang theta pada tahap 1 dan 2 menjadi gelombang delta, gelombang terbesar dan terlambat.
•
Tidak terdapat perbedaan yang pasti antara tahap 3 dan 4, kecuali pada tahap 3, tidur terdiri dari kurang dari 50% gelombang delta dan pada tahap 4 terdiri dari lebih dari 50% gelombang delta. Sehingga sering juga disebut dengan tidur gelombang lambat atau tidur dalam.
•
Pernapasan dan frekuensi denyut jantung berada pada level terendah.
•
Bernapas secara ritmik dan aktivitas otot berkurang.
•
Merupakan tipe tidur yang menyegarkan, dan sangat penting dalam membantu otak mengukuhkan apa yang sudah dipelajari pada siang hari.
•
Ketika dibangunkan, individu melaporkan merasa grogy dan disoriented selama beberapa menit.
4.
REM sleep/ Paradoxial Sleep/ Desynchronized Sleep •
Dialami setelah melewati tahap 3 dan 4 non-REM sleep.
•
Pergerakan mata cepat, biasanya dengan mata tertutup seperti yang telah ditemukan oleh Nathaniel Kleitman and Eugene Aserinsky pada tahun 1953.
•
Gelombang otak mirip dengan saat kita beristirahat walaupun berada dalam keadaan tidur.
•
Aktivitas otak cukup tinggi dan dapat meningkatkan metabolisme otak hingga 20%.
•
Frekuensi pernapasan dan tekanan darah meningkat.
•
Frekuensi pernapasan dan detak jantung menjadi tidak beraturan, hal ini menunjukkan fase mimpi.
•
Seluruh otot sadar menjadi relaks sehingga kita tidak dapat menggerakkan ektremitas kita, menunjukkan inhibisi kuat pada spinal muscle control areas.
Universitas Sumatera Utara
12
•
Mata bergerak cepat walaupun terdapat inhibisi kuat pada peripheral musle.
•
Merupakan tahap tidur yang cukup dangkal.
•
Rata-rata berlangsung selama 5-30 menit dan 3-5 episode setiap malam.
•
Sulit dibangunkan dengan stimulus sensorik daripada tidur dalam, namun pada pagi hari bangun selama spontan selama masa REM sleep.
•
Dimulai 70-90 menit setelah tertidur.
•
Mendominasi 25% waktu tidur individu.
•
Dapat mengalami mimpi karena bagian otak yang mengatur emosi, sensasi dan ingatan menjadi lebih aktif.
Jumlah waktu tidur setiap tahap mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Individu yang mengalami depresi menunjukkan memiliki lebih banyak REM sleep, memasuki tahap ini lebih dini, dan memiliki kepadatan REM yang bertambah. Untuk individu dengan skizophrenia, terdapat penundaan dalam mencapai tidur dalam dan REM sleep. Individu dengan ansietas menghabiskan lebih sedikit waktu dalam tidur dalam. Namun, daerah ini perlu diteliti lebih lanjut untuk memberikan informasi yang lebih akurat (Robotham, 2011).
Universitas Sumatera Utara
13
Gambar 2.2. Gelombang otak pada tahap-tahap tidur Sumber : Robotham, 2011 Tidur yang buruk tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah total tidur, tetapi juga oleh kualitas tidur dan jumlah waktu yang dipergunakan untuk terjaga. Tidur yang baik mencakup kelima tahap yang telah dibahas sebelumnya, dengan waktu yang cukup pada tahap tidur dalam (Robotham, 2011).
2.4. Siklus Tidur-Terjaga Siklus tidur-terjaga yang pasti belum dapat dipastikan mekanismenya. Para peneliti hanya dapat membiarkan daya imajinasi mereka bekerja dan menghasilkan sebuah postulat tentang siklus tidur-terjaga (Guyton, 2005). Ketika pusat tidur tidak aktif, mesencephalic dan bagian atas pontile reticular activating nuclei dilepaskan dari inhibisi, membiarkan reticular activating nuclei untuk aktif secara spontan. Hal ini membangkitkan cerebral cortex dan sistem saraf tepi, dimana keduanya mengirimkan feedback positif ke reticular activating nuclei
Universitas Sumatera Utara
14
untuk mengaktifkannya lebih jauh. Oleh sebab itu, saat proses terjaga dimulai, terjadi kecenderungan untuk menahan dirinya yang disebabkan oleh aktivitas feedback positif tersebut (Guyton, 2005). Setelah otak aktif selama beberapa jam, diperkirakan bahwa neuron-neuron di activating system juga menjadi lelah. Akibatnya, siklus feedback positif pada mesencephalic reticular nuclei dan cerebral cortex menghilang perlahan-lahan, dan efek sleep-promoting pada pusat tidur mengambil alih, mengarah ke transisi yang cepat dari terjaga kembali ke tidur (Guyton, 2005). Teori ini dapat menjelaskan transisi yang cepat dari tidur ke terjaga dan terjaga ke tidur. Ia juga dapat menjelaskan proses arousal, insomnia yang terjadi ketika pikiran seseorang penuh pikiran, dan keadaan terjaga yang dihasilkan oleh aktivitas fisik tubuh (Guyton, 2005).
2.5. Efek Psikologis Tidur Tidur menyebabkan dua tipe efek psikologik utama, yaitu efek pada sistem saraf dan efek pada sistem fungsional tubuh. Efek pada sistem saraf tampaknya jauh lebih penting sebab jika seseorang memiliki spinal cord di leher yang terpotong (sehingga tidak memiliki siklus tidur-terjaga di bawah perpotongan tersebut), tidak menunjukkan efek berbahaya yang dapat berperan langsung pada siklus tidur-terjaga (Guyton, 2005). Namun, kurang tidur secara pasti mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat. Terjaga yang terlalu lama sering diasosiasikan dengan malfungsi progresif proses berpikir dan kadang-kadang menyebabkan aktivitas perilaku yang abnormal (Guyton, 2005). Kita semua mengenal penambahan pikiran yang tidak adekuat yang muncul di akhir waktu terjaga yang diperpanjang, namun sebagai tambahan, seseorang juga dapat menjadi lebih mudah tersinggung ataupun psikotik setelah waktu terjaga yang dipaksakan. Oleh sebab itu, para peneliti mengasumsikan bahwa tidur dalam berbagai cara mengembalikan aktivitas otak ke level yang normal dan keseimbangan normal bagi fungsi sistem saraf pusat. Hal ini dapat disamakan dengan “rezeroing” elektronik komputer analog setelah penggunaan yang lama, karena komputer tipe ini
Universitas Sumatera Utara
15
perlahan-lahan
akan
kehilangan
baseline
operasinya.
Maka
beralasan
mengasumsikan bahwa efek yang sama akan muncul pada sistem saraf pusat sebab penggunaan berlebihan pada beberapa area tertentu otak dapat secara mudah membuat area-area ini tidak seimbang dengan sistem saraf yang lainnya (Guyton, 2005). Kita dapat mempostulatkan bahwa secara prinsip, nilai tidur adalah mengembalikan keseimbangan alami pusat saraf. Fungsi psikologis spesifik tidur tetaplah merupakan sebuah misteri, dan mereka adalah subjek penelitian selanjutnya (Guyton, 2005).
2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Kualitas tidur secara langsung mempengaruhi kualitas aktivitas saat terjaga, termasuk kewaspadaan mental, produktivitas, keseimbangan emosi, kreativitas, tanda vital fisik dan bahkan berat badan (Smith, 2012). Oleh sebab itu, kualitas tidur hendaklah dijaga agar tetap baik. Kualitas tidur sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah kuantitas tidur yang cukup, keadaan kamar tidur, ada tidaknya stres, ada tidaknya masalah psikologis (seperti depresi, stres, schizophernia, dan lain-lain), aktivitas yang dilakukan saat siang hari, obat dan makanan yang dikonsumsi saat siang hari dan lainnya. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kualitas tidur yang buruk (Robotham, 2011; Mote, 2010): • Gangguan tidur, terutama Insomnia (ketidakmampuan untuk tidur baik mulai tidur ataupun tetap tidur dalam periode beberapa hari) • “Sleep debt” yang terlalu banyak hingga terdapat kelelahan fisik dan mental yang disertai dengan iritabilitas • Hidung tersumbat • Osteoporosis • Diabetes • Stres yang berkelanjutan menjadi depresi
Universitas Sumatera Utara
16
• Mimpi buruk (dapat karena trauma pada masa kecil ataupun depresi berkepanjangan) • Kafein (menstimulasi CNS, meingkatkan frekuensi detak jantung dan sekresi adrenalin dan menekan sekresi melatonin) • Alkohol (membantu individu tidur namun mengganggu kualitas tidur dengan efek diuretiknya) • Nikotin (membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memasuki tahap-tahap tidur dan tortal waktu tidur yang kurang (sekitar 14 menit berkurang setiap malamnya)) • Mengonsumsi gula sintesis dalam jumlah besar.
Beberapa faktor yang dapat memperbaiki kualitas tidur (Robotham, 2011; Soong, 2011): • Mengonsumsi sedikit makanan ringan agar perut tidak kosong • Mengonsumsi makanan yang mungkin dapat memberikan efek mengantuk. Contoh : o
Nasi dan gandum mengandung sedikit melatonin yang meningkatkan keinginan untuk tidur
o
Produk olahan susu, mengandung asam amino tryptophan, membantu dalam produksi melatonin
• Olahraga yang teratur terutama pada pagi-siang hari, seperti jogging atau bersepeda ringan • Mengondisikan kamar tidur hingga nyaman. Misalnya, ruang tidur dikondisikan tenang, remang atau gelap, hangat, ventilasi baik, kasur dan peralatannya yang sesuai dengan kesenangan individu. • Kebersihan ruangan dan diri individu sendiri saat tidur • Posisi tidur yang nyaman. Umumnya adalah posisi miring ke kanan. • Hipnotis dan obat-obatan (temazepam, benzodiazepine). Namun, dapat terjadi ketergantungan, (fisikal dan psikologikal) ataupun withdrawal symptoms (kecemasan, depresi dan mual) ataupun efek samping lainnya. Sehingga The
Universitas Sumatera Utara
17
National Institure for Health and Clinical Excellence menyarankan cara tersebut hanya dipakai sebagai jalan terakhir setelah cara-cara lain telah dicoba dan gagal dengan waktu maksimum 2-4 minggu.
2.7. SISTEM LIMBIK 2.7.1 Anatomi Sistem Limbik Sistem limbik mengacu pada sebuah cincin struktur-sruktur otak depan yang mengelilingi batang otak dan dihubungkan satu sama lain oleh jalur-jalur saraf yang rumit (Tortora, 2009). Komponen utama dari sistem limbik adalah (Tortora, 2009) : •
Limbic lobe yang merupakan tepi cerebral cortex bagian permukaan medial dari setiap hemisfer. Bagian ini mencakup cingulate gyrus, yang terletak di atas corpus callosum, dan parahippocampal gyrus, yang terletak di bawah lobus temporalis. Hippocampus merupakan bagian parahippocampal gyrus yang meluas hingga bagian dasar lateral ventricle.
•
Dentate gyrus yang terletak di antara Hippocampus dan parahippocampal gyrus.
•
Amygdala yang terdiri dari beberapa kelompok neuron dan terletak dekat bagian ekor nukleus caudatus.
•
Septal nuclei yang terletak dalam septal area, dibentuk oleh bagian-bagian tubuh di bawah corpus callosum dan paraterminal gyrus.
•
Mammillary bodies hypothalamus merupakan dua massa bulat dekat midline di cerebral peduncles.
•
Anterior nucleus dan medial nucleus thalamus.
•
Olfactory bulbs merupakan badan yang rata dari olfactory pathway yang teletak di cribriform plate.
•
Fornix, stria terminalis, stria medullaris, medial forebrain bundle, dan mammillothalamic tract yang dihubungkan oleh bundles of interconnecting myelinated axons.
Universitas Sumatera Utara
18
Gambar 2.3. Anatomi sistem limbik Sumber : Guyton, 2005 Kunci posisi Sistem limbik adalah (Guyton, 2005): •
Sistem limbik dikelilingi oleh limbic cortex,yang terdiri dari sebuah cincin dari cerebral cortex di setiap sisi otak.
•
Dimulai dari orbitofrontal area di permukaan ventral lobus frontalis,
•
Menyebar ke atas ke dalam subcallosal gyrus,
•
Di atas corpus callosum ke aspek medial hemisfer cerebral di cingulate gyrus,
•
Melewati bagian belakang corpus callosum dan ke bawah menuju permukaan ventromedial lobus temporalis ke parahippocampal gyrus dan uncus.
Universitas Sumatera Utara
19
Gambar 2.4. Lokasi sistem limbik berdasarkan letak hypothalamus Sumber : Guyton, 2005 2.7.2 Fungsi Sistem Limbik Sistem limbik kadang-kadang disebut sebagai “otak emosional” karena berperan penting dalam emosi, termasuk kesenangan, nyeri, kepatuhan, suka, takut dan marah. Selain itu, sistem limbik juga berperan dalam penciuman dan daya ingat (Guyton, 2005). Percobaan experimental pada hewan coba menunjukkan bahwa stimulasi daerah yang berbeda pada sistem limbik akan menunjukkan reaksi yang berbeda pula. Stimulasi pada amydala atau bagian nukleus tertentu dari hypothalamus kucing memproduksi rasa takut dan pola perilaku yang disebut sebagai amarah. Kucing tersebut menunjukkan cakarnya, menaikkan ekornya, membuka lebar matanya, mendesis dan meludah. Sebaliknya, bila amydala diangkat, akan dihasilkan hewan yang tidak takut dan bersifat agresif. Individu yang amydala-nya rusak gagal untuk mengenal ekspresi takut pada yang lain ataupun mengekspresikan rasa takut pada situasi yang sesuai (Guyton, 2005). Hipocampus, bersama bagian lain cerebrum berfungsi dalam memori. Individu dengan kerusakan pada struktur sistem limbik tertentu melupakan kejadian-kejadian yang baru dan tidak dapat menambahkan apapun ke dalam memorinya (Guyton, 2005).
Universitas Sumatera Utara
20
2.7.3 Fungsi “Reward” dan “Punishment” dari Sistm Limbik Beberapa struktur limbik lebih mengatur masalah perasaan alamiah, baik perasaan senang ataupun tidak senang. Kualitas perasaan ini disebut juga sebagai hadiah atau hukuman, atau kepuasan ataupun kebencian. Stimulasi elektrik daerah limbik tertentu menyenangkan atau memuaskan hewan, dimana stimulasi elektrik pada daerah yang lain menyebabkan teror, nyeri, takut, pertahanan, reaksi melarikan diri, dan elemen-elemen hukuman lain. Kekuatan stimulasi dari kedua sistem repon yang berlawanan ini sangat mempengaruhi perilaku hewan (Guyton, 2005).
2.7.4. Pusat hadiah dan hukuman Pusat hadiah utama berlokasi pada sepanjang medial forebrain bundle, terutama daerah lateral dan ventromedial nuclei of the hypothalamus. Cukup aneh bahwa nukleus lateral termasuk dalam pusat hadiah, sebab stimulus yang lebih kuat pada area ini dapat menyebabkan amarah. Hal ini benar pada beberapa daerah, dengan stimulus yang lebih lemah memberikan perasaan hadiah dan sedangkan yang lebih kuat memberikan perasaan hukuman. Pusat hadiah yang lain, mungkin sekunder dari yang utama di hypothalamus ditemukan pada septum, amydala, daerah tertentu di thalamus dan basal ganglia, dan menyebar ke bawah ke dalam basal tegmentum mesencephalon (Guyton, 2005). Sedangkan daerah yang paling berpotensi untuk hukuman dan kecenderungan melarikan diri adalah daerah pusat abu-abu yang mengelilingi aque-duct of Sylvius pada mesencephalon dan menyebar ke atar ke dalam zona periventrikular hypothalamus dan thalamus. Daerah hukuman sekunder ditemukan pada beberapa lokasi di amydala dan hippocampus. Cukup menarik bahwa pusat hukuman secara berkala menghambat pusat hadiah dan kepuasan secara total, menggambarkan bahwa hukuman dan ketakutan lebih penting daripada kepuasan dan hadiah (Guyton, 2005).
2.7.5. Amarah dan Asosiasinya dengan Pusat Hukuman Stimulasi yang kuat pada pusat hukuman otak, terutama pada zona periventrikular
hypothalamus dan lateral hypothalamus menyebabkan hewan
tersebut mengembangkan postur pertahanan, mengembangkan cakarnya, menaikkan
Universitas Sumatera Utara
21
ekornya, mendesis, meludah, growl, mengembangkan piloereksi, mata terbuka lebar, dan dilatasi pupil. Selain itu, provakasi yang sangat ringan sekalipun dapat menyebabkan penyerangan agreasif yang segera. Perilaku tersebut merupakan hal yang dipercayai ditunjukkan oleh hewan yang dihukum berat, dan pola tersebut disebut sebagai amarah (Guyton, 2005). Untungnya, pada hewan normal, fenomena amarah tersebut dipertahankan dalam keadaan stabil terutama oleh penghambatan signal ventromedial nuclei of the hypothalamus. Sebagai tambahan, bagian hippocampus dan korteks limbik anterior, terutama pada anterior cingulate gyri dan subcallosal gyri membantu menekan fenomena amarah tersebut (Guyton, 2005).
2.7.6. Pentingnya Hadiah dan Hukuman pada Perilaku Hampir semua yang kita lakukan berhubungan dengan hadiah dan hukuman. Bila kita melakukan sesuatu yang dapat memberikan hadiah, kita akan terus melakukannya. Namun bila yang dihasilkan adalah hukuman, kita akan menghentikannya. Oleh sebab itu, pusat hadiah dan hukuman dipastikan merupakan salah satu kontrol terpenting dalam aktivitas tubuh, ambisi, kebencian dan motivasi kita (Guyton, 2005).
2.7.8. Efek Sedativa pada Pusat Hadiah dan Hukuman Pemberian sedatif, seperti chlorpromazine, biasanya menghambat pusat hadiah dan hukuman, sehingga mengurangi aktivitas perasaan hewan tersebut. Oleh sebab itu, diasumsikan bahwa fungsi sedatif pada fase psychotic adalah mensupresi banyak daerah perilaku yang penting pada hypothalamus dan daerah-daerah asosiasinya pada limbik otak (Guyton, 2005).
2.7.9. Pentingnya Hadiah dan Hukuman pada Pembelajaran dan MemoriKebiasaan vs Penguatan Percobaan-percobaan yang telah dilakukan pada hewan coba telah menunjukkan bahwa pengalaman sensorik yang tidak memberikan hadiah atau hukuman hampir tidak diingat sama sekali. Rekaman elektrik otak menunjukkan bahwa stimulasi
Universitas Sumatera Utara
22
sensorik hampir selalu membangkitkan beberapa area pada korteks cerebral sekaligus. Namun, bila stimulus sensorik tersebut tidak memunculkan efek hadiah atau hukuman, pengulangan stimulus tersebut secara terus-menerus akan mengarah pada penghilangan hampir total respon cerebral cortical. Hewan tersebut telah menjadi terbiasa pada stimulus tersebut dan mengabaikannya (Guyton, 2005). Bila stimulus tersebut memunculkan efek hadiah atau hukuman daripada yang tidak ada bedanya, respon cerebral cortical menjadi lebih kuat secara progresif selama pengulangan stimulasi tersebut daripada menghilang secara perlahan-lahan, dan respon tersebut dikatakan sebagai diperkuat. Seekor hewan membangun memori yang kuat untuk sensasi hadiah ataupun hukuman, namun mengembangkan kebiasaan sempurna bagi stimulus sensorik yang tidak ada bedanya (Guyton, 2005). Terlihat nyata bahwa pusat hadiah dan hukuman pada sistem limbik banyak berperan dalam memilih informasi yang kita pelajari, biasanya membuang lebih dari 99% informasi dan memilih kurang dari 1% untuk diretensi (Guyton, 2005).
2.8. Perhatian Perhatian merupakan proses yang mengatur alur pengelolaan informasi. Terdapat banyak aspek perhatian yang didasarkan pada letak secara neuroanatomik. Komponen-komponen tersebut adalah selektivitas, kapasitas dan penguatan konsentrasi. Ketiga komponen ini digunakan untuk menjelaskan kekurangan tertentu pada kelainan psikiatri, penelitian lebih lanjut mungkin dapat menjelaskan deskripsi berdasarkan neurofisiologis (Kaplan, 2000). Konsep awal perhatian didasarkan pada ide Donald Broadbent tentang sebuah penyaring yang memilih sejumlah stimulus yang datang untuk diproses lebih jauh. Kapasitas perhatian yang terbatas berperan pada ketidakmampuan memproses jumlah stimulus yang terlalu banyak. Perhatian yang tertahan dideskripsikan muncul pada awal proses sensorik, sehingga secara otomatis atau lambat pada proses persespsi dan terlibat pada proses identifikasi dan klasifikasi (Kaplan, 2000).
2.8.1 Perhatian selektif Pada konsep Broadbent, selektifitas memiliki tiga dimensi, yaitu (Kaplan, 2000):
Universitas Sumatera Utara
23
• Filtering, memokuskan perhatian atau berkonsentrasi pada karakteristik tertentu. Contoh : kotak besar dibandingkan dengan kotak kecil. • Categorizing, konsentrasi yang didasarkan pada kelas stimulus. Contoh : memperhatikan kata-kata pada skripsi apapun. • Pigeonholing, mengurangi persepsi informasi yang dibutuhkan untuk menentukan kategori spesifik suatu stimulus. Contoh : memakai hanya karakteristik rambut panjang untuk menglasifikasikan seseorang sebagai wanita.
Setiap aspek perhatian tersebut memproses stimuli yang datang untuk menentukan kategori karakteristik yang tepat. Pasien schizophrenia lebih menunjukkan kesulitan pada piegeonholing daripada filtering saat mereka berada dalam keadaan symptomatik (Kaplan, 2000).
2.8.2. Kapasitas Perhatian Pada prinsipnya, kapasitas perhatian berhubungan dengan tugas yang diberikan mengakibatkan sebuah permintaan pada ruang sumber yang terbatas. Sebuah tugas yang dengan proses pengelolaan yang tinggi memerlukan lebih banyak sumber dari ruang tertentu daripada sebuah tugas dengan proses pengelolaan yang rendah, sehingga menghambat daya akses sumber untuk fungsi simultan lain yang bersumber dari ruang yang sama (Kaplan, 2000).
2.8.3. Perhatian yang Dipertahankan Kemampuan untuk mempertahankan perhatian disebut sebagai vigilance dan dapat diuji coba dengan permintaan tugas untuk kewaspadaan dan konsentrasi dalam waktu tertentu, baik dalam menit maupun jam. Uji coba tersebut umumnya melibatkan kebutuhan untuk mengidentifikasi stimulus target yang terjadi infrequently pada interval yang random. Aspek penting dari uji coba bervariasi dari teori pendeteksian signal dan melibatkan faktor-faktor sensitifitas dan kriteria respon (Kaplan, 2000).
Universitas Sumatera Utara
24
Sensitivitas merupakan hal yang membedakan target dari stimulus nontarget. Kriteria respon merupakan jumlah bukti persepsi yang dibutuhkan untuk mendukung keputusan mengenai sebuah stimulus target dibandingkan sebuah stimulus non-target (Kaplan, 2000).
2.9. Stroop Test Stroop test merupakan salah satu bentuk permainan asah otak yang dapat digunakan untuk menguji daya konsentrasi seseorang. Test ini sering digunakan oleh para psikolog untuk menilai daya konsentrasi seseorang. Instrumen tes ini adalah kartu yang berisi sebuah kata dalam berbagai warna. Dimana responden menyebutkan kata dan warna tulisan dalam kartu dengan waktu yang diukur untuk setiap pengukuran. Misalnya, bila yang kartu yang ditunjukan pada responden adalah kartu yang berisi kata ‘red’ dalam warna hijau, maka responden harus ‘red’ pada pengukuran yang pertama dan menyebutkan hijau dan bukan ‘red’ yang tertulis dalam kartu pada pengukuran yang kedua. Penilaian tes ini dilakukan dengan mengukur kecepatan responden untuk menyebutkan warna kata dalam 25 kartu yang tersedia dengan menggunakan stopwatch untuk setiap pengukuran. Waktu yang didapatkan dari pengukuran saat responden menyebutkan warna tulisan setiap kata dalam 25 kartu dikurangi dengan waktu responden membaca kata dalam 25 kartu untuk mendapatkan interference score. Bila didapatkan selisih kedua waktu (interference score) ≦13, maka dikatakan konsentrasi baik. Namun bila interference score ≧14, maka dikatakan konsentrasi buruk.
2.10. Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI merupakan kuesioner yang telah diakui secara internasional dan sering digunakan untuk mengukur kualitas tidur individu. PSQI terdiri dari sepuluh pertanyaan dimana sembilan pertanyaan pertamalah yang lebih berkontribusi dalam penilaian kualitas tidur dan dijawab oleh responden sendiri. Pertanyaan kesepuluh yang terdiri dari lima sub-pertanyaan merupakan pertanyaan pembantu yang dijawab oleh teman sekamar responden bila ada. Pertanyaan tersebut sebenarnya tidak
Universitas Sumatera Utara
25
berkontribusi kepada penilaian dan hanya berperan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan tidur ataupun tidak. Walaupun terdapat banyak gangguan tidur, hanya beberapa gangguan tidur yang ditanyakan. Pertanyaan gangguan tidur tersebut adalah ada tidaknya mendengkur, interval apnoe yang lama saat tidur, twitching ataupun jerking pada kaki saat tidur, keadaan bingung ataupun disorientasi saat tidur, dan gangguan tidur lainnya.
Universitas Sumatera Utara