BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Depresi Depresi merupakan suatu perasaan sedih tertekan (Baihaqi, dkk, 2007).
Depresi termasuk dalam gangguan mood yang utama. Pada pasien depresi akan merasakan hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan konsentrasi, hilangnya nafsu makan dan berpikir tentang kematian atau bunuh diri (Kaplan, 2010).
2.1.1. Epidemiologi Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering ditemukan, dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15%, kemungkinan setinggi 25% pada wanita. Prevalensi berdasarkan jenis kelamin, ditemukan bahwa depresi pada wanita dua kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan usia ratarata onset untuk gangguan depresi berat sekitar 40 tahun, 50% dari pasien memiliki onset antara usia 20-50 tahun. Prevalensi gangguan mood tidak berbeda dari satu ras dengan ras yang lain. Pada umumnya, depresi paling sering terjadi pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai (Kaplan, 2010).
2.1.2. Etiologi Dasar umum pada gangguan depresi berat tidak diketahui. Faktor penyebab dapat dibagi sebagai berikut (Kaplan, 2010): 1. Faktor Biologis Sejumlah besar penelitian telah melaporkan adanya berbagai kelainan di dalam metabolit amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor Genetika Data genetik dengan kuat menyatakan genetika merupakan suatu faktor penting di dalam perkembangan gangguan mood. Pola penurunan genetika melalui suatu mekanisme penurunan yang kompleks, bukan tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor nongenetik kemungkinan memiliki peranan kausatif yang berperan dalam gangguan mood pada beberapa orang. 3. Faktor Psikososial Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan merupakan peranan primer dalam terjadinya depresi. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.
2.1.3. Gejala Psikis dan Somatis Yang termasuk dalam gejala psikis adalah merasa sedih, susah, tidak berguna, gagal, putus asa, tidak mempunyai harapan. Yang termasuk gejala somatis adalah anoreksia, kulit lembab, tekanan darah dan nadi naik turun, tidak semangat dan sulit tidur. Ada depresi yang disertai dengan penarikan diri dan ada pula dengan kegelisahan dan agitasi (Baihaqi, dkk, 2007).
2.2.
Partus Normal Partus adalah suatu proses kontraksi uterus yang teratur yang
menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan dari uterus. Rata-rata masa kehamilan pada manusia adalah 266 hari sejak konsepsi atau 280 hari (40 minggu) sejak hari pertama haid terakhir (Scott, 2002; Hefner dan Schust, 2008).
2.2.1. Fase-Fase Partus Normal Partus merupakan suatu seri dari empat fase fisiologis, yang ditandai dengan adanya pelepasan miometrium dari efek inhibisi selama masa kehmilan dan aktivitas stimulan terhadap kontraktilitas uterus (Hefner dan Schust, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Fase nol meliputi mayoritas pada masa kehamilan. Pada fase ini, uterus dalam keadaan tenang akibat adanya zat penghambat kontraktilitas. Zat penghambat tersebut meliputi progesteron, prostasiklin, nitrat oksida, peptida yang terkait dengan hormon paratiroid, gen kalsitonin, relaksin, adrenomedulin, dan peptida internal vasoaktif (Hefner dan Schust, 2008). Menjelang akhir masa kehamilan normal, uterus mengalami proses aktivasi pada fase satu. Selama fase ini, sejumlah protein yang berhubungan dengan kontraksi meningkat di bawah pengaruh esterogen. Protein tersebut meliputi reseptor miometrium untuk prostaglandin dan oksitosin, kanal ion membran dan koneksin 43, suatu komponen kunci gap junction, yang akan mengaktifkan sel-sel miometrium secara elektrik dan memaksimalkan koordinasi gelombang kontraksi yang bergerak dari fundus uteri ke serviks (Hefner dan Schust, 2008). Fase dua disebut stimulasi. Pada fase ini, oksitosin dan prostaglandin (PG) seperti PGE2 dan PGF2α dapat menginduksi kontraksi pada uterus, sehingga serviks berdilatasi, janin, membran dan plasenta dikeluarkan dari uterus yang disebut kelahiran (Hefner dan Schust, 2008). Fase tiga disebut involusi. Pada fase ini, kontraksi secara terus-menerus pada uterus menyebabkan hemostasis yang diperlukan, pada akhirnya mengurangi uterus postpartum yang membesar masif ke ukuran yang sedikit lebih besar dari ukuran sebelum hamil (Hefner dan Schust, 2008).
2.2.2. Tahap Persalinan Pembagian tahap persalinan dibagi dalam empat kala yaitu (Manuaba, 2007): 1. KALA I Kala I adalah kala pembukaan serviks yang berlangsung antara pembukaan lengkap (10 cm) pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam, sedangkan pada multigravida kira-kira tujuh jam. Proses pembukaan serviks sebagai his dibagi dalam dua fase:
Universitas Sumatera Utara
a. Fase laten, berlangsung selama delapan jam. Pembukaan sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. b. Fase aktif, dibagi dalam tiga fase lagi, yaitu: 1) Fase akselerasi, yaitu dalam waktu dua jam, pembukaan 3 cm menjadi 4 cm. 2) Fase dilatasi, yaitu dalam waktu dua jam terjadi pembukaan yang sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. 3) Fase deselerasi, yaitu pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu dua jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida maupun multigravida, tetapi pada multigravida fase laten, fase aktif dan fase deselerasi menjadi lebih pendek.
2. KALA II Kala II adalah kala pengeluaran janin yang dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi baru lahir, proses ini biasanya berlangsung 1,5-2 jam pada primigravida dan 0,5-1 jam pada multigravida. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung dua jam pada primigravida dan satu jam pada multigravida. Gejala utama Kala II: a.
His semakin kuat, dengan internal 2-3 menit dengan durasi 50-100 detik.
b.
Menjelang kala II ketuban pecah ditandai dengan pengeluaran cairan secara mendadak.
c.
Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap dan di ikuti keinginan ingin mengejan karena tertekannya pleksus franken houser.
d.
Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga terjadi: •
Kepala membuka pintu
•
Sub occiput sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, muka dan seluruh kepala janin.
Universitas Sumatera Utara
e.
Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu penyesuaian kepala pada punggung.
f.
Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong dengan jalan: 1.
Kepala dipegang pada os occiput dan dibawahi dagu, ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu depan, dan curam ke atas untuk melahirkan bahu belakang.
2.
Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa badan bayi.
3.
3.
Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
KALA III Kala III adalah kala uri yaitu dimulai segera setelah bayi lahir sampai
lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak boleh lebih dari 30 menit. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan tanda-tanda dibawah ini: a.
Uterus menjadi bundar.
b.
Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim.
c.
Tali pusat bertambah panjang.
d.
Terjadi perdarahan kira-kira 100-200 cc.
4.
KALA IV Kala IV adalah dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai dua jam
pertama postpartum. Masa postpartum merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu. Pemantauan ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering. Pengawasan pada kala IV: a.
Periksa fundus: - 15 menit pada jam pertama setelah persalinan. - Setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. - Masase fundus jika perlu untuk menimbulkan kontraksi.
Universitas Sumatera Utara
b.
Periksa kelengkapan plasenta untuk memastikan tidak ada bagian-bagian yang tersisa dalam uterus.
c.
Periksa luka robekan pada perineum dan vagina yang membutuhkan jahitan.
d.
Memperkirakan pengeluaran darah.
e.
Menghindari stagnasi lokia yang dapat menimbulkan infeksi.
f.
Periksa untuk memastikan kandung kemih tidak penuh.
g.
Periksa kondisi ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil pantau ibu lebih sering.
h.
Periksa kondisi bayi baru lahir: - Apakah bayi bernafas dengan baik. - Apakah bayi kering dan hangat. - Apakah bayi siap disusui/pemberian ASI memuaskan.
2.3.
Postpartum Dalam bahasa Latin, waktu tertentu setelah melahirkan anak disebut
puerperium, yaitu dari kata puer yang berarti bayi dan parous yang artinya melahirkan. Puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi (Bahiyatun, 2009). Masa nifas (puerperium) menurut Sarwono Prawirohardjo dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti ketika sebelum hamil, berlangsung kira-kira enam minggu (Syafrudin dan Hamidah, 2009).
2.3.1. Periode Nifas (pueperium) dibagi dalam tiga periode, yaitu (Bahiyatun, 2009): 1.
Pueperium dini, adalah kepulihan ketika ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan.
2.
Pueperium intermedial, adalah kepulihan menyeluruh alat-alat genital.
3.
Remote pueperium, adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila masa hamil dan melahirkan terdapat komplikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Perubahan Fisiologis (Leveno et al 2009)
A.
Uterus Setelah persalinan, kaliber pembuluh ekstrauterus berkurang hingga
hampir mencapai keadaan sebelum hamil. Lubang serviks berkontraksi secara perlahan, dan selama beberapa hari setelah persalinan lubang ini massih mudah dimasuki dengan dua jari. Pada akhir minggu pertama, serviks menebal dan kanalis terbentuk kembali. Os eksternus tidak pulih secara total ke bentuk pragravidanya. Os eksternus tetap melebar dan cekungan bilateral di tempat laserasi menetap hingga menjadi tanda serviks para. Setelah dua hari pertama, uterus mulai menciut, dalam dua minggu uterus telah turun ke dalam rongga panggul sejati. Ukuran uterus kembali seperti pada keadaan prahamil dalam waktu sekitar empat minggu.
Tabel 2.1. Tinggi Fundus Uterus dan Berat Uterus Menurut Masa Involusi Involusi
Tinggi fundus uterus
Berat uterus
Bayi lahir
Setinggi pusat
1000 gram
Uri lahir
2 jari di bawah pusat
750 gram
1 minggu
Pertengahan pusat simfisis
500 gram
2 minggu
Tidak teraba di atas simfisis
350 gram
6 minggu
Bertambah kecil
50 gram
8 minggu
Sebesar normal
30 gram
(Mochtar, 1998) •
Afterpains Pada multipara, uterus sering berkontraksi dengan kuat pada interval-
interval tertentu dan menimbulkan afterpains. Afterpains terutama dirasakan jika bayi menyusui karena adanya pelepasan oksitosin, kadang, nyeri ini terasa sangat hebat hingga pasien memerlukan analgesik, tetapi pada umumnya nyeri akan berkurang pada hari ketiga postpartum.
Universitas Sumatera Utara
•
Lokia Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan
pengeluaran rabas vagina dengan jumlah bervariasi, rabas ini disebut dengan lokia. Selama beberapa hari setelah persalinan, lokia mengandung cukup banyak darah sehingga berwarna merah (lokia rubra). Setelah tiga atau empat hari, lokia menjadi pucat (lokia serosa). Setelah sekitar hari ke-10 karena adanya leukosit dan penurunan kandungan air, lokia berwarna putih atau putih kekuningan (lokia alba). Lokia dapat menetap hingga empat minggu. •
Subinvolusi Kata ini menerangkan penghentian atau retardasi involusi, proses saat
uterus secara normal pulih ke ukuran semula pada masa nifas. Hal ini disertai oleh perdarahan uterus yang ireguler atau berlebihan. Kausa subinvolusi diantaranya adalah retensi potongan plasenta dan endometritis.
B.
Saluran kemih Kehamilan normal berkaitan dengan peningkatan bermakna air ekstrasel
dan diuresis setelah kehamilan merupakan proses fisiologis untuk membalikkan keadaan tersebut. Diuresis biasa terjadi antara hari kedua dan kelima postpartum.
C.
Vagina Sama seperti seviks, vagina dan pintu keuar vagina jarang pulih ke dimensi
nulipara. Selain itu, perubahan pada penyangga panggul selama persalinan mungkin mempermudah timbulnya prolaps uterus dan inkontinensia urin.
D.
Peritoneum dan Dinding Abdomen Ligamentum latum dan teres memerlukan waktu yang cukup lama untuk
pulih dari peregangan dan pelonggaran yang terjadi selama masa kehamilan. Dinding abdomen lunak dan lembek karena ruptur serat elastik di kulit. Pemulihan struktur ini ke keadaan normal membutuhkan waktu beberapa minggu.
Universitas Sumatera Utara
E.
Darah Selama beberapa hari pertama postpartum, konsentrasi hemoglobin dan
hematokrit berfluktuasi dalam tingkat sedang. Pada waktu satu minggu setelah melahirkan, volume darah hampir kembali ke tingkat nonhamil. Leukositosis dan trombositosis yang mencolok terjadi selama dan setelah melahirkan. Kadangkadang hitung leukosit mencapai 30.000/ l.
F.
Penurunan Berat Badan Terjadi penurunan berat badan sekitar 5-6 kg karena evakuasi uterus dan
pengeluaran darah normal. Selain itu, terjadi penurunan berat badan sekitar 2-3 kg melalui diuresis. Sebagian besar wanita mencapai berat badan pada saat sebelum hamil dalam waktu enam bulan.
G.
Payudara Pada waktu 24 jam pertama setelah melahirkan terjadi sekresi lakteal,
payudara mengalami distensi, menjadi padat, dan nodular.
2.4.
Depresi Postpartum Depresi postpartum adalah depresi berat yang biasa timbul mulai 1-2 dan
4 minggu setelah melahirkan. Depresi postpartum sangat umum terjadi pada ibu yang baru melahirkan, khususnya melahirkan anak pertama (Minirth dan Meier, 2001). Namun dapat terjadi pada anak kedua dan ketiga. Wanita yang mengalami depresi postpartum memiliki risiko untuk mendapatkan episode berulang pada persalinan selanjutnya (Tomb, 2004). Depresi postpartum serupa dengan depresi mayor atau minor lainnya yang dapat timbul kapan saja. Dianggap depresi postpartum jika mulai dalam tiga sampai enam bulan setelah melahirkan (Lenovo et al, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.
Epidemiologi Insiden depresi postpartum sedang atau berat atau gangguan bipolar
postpartum berkisar dari 30-200 per 1000 kelahiran hidup (Strigtht, 2005). Depresi postpartum mengenai sekitar 10% dari semua ibu baru (Curtis, 2000). Beberapa kelompok wanita memiliki kemungkinan yang jauh lebih besar mengalami depresi selama masa nifas. Remaja dan wanita yang memiliki riwayat penyakit depresif memiliki risiko depresi postpartum sekitar 30%. Hampir 70% wanita yang memiliki riwayat depresi postpartum akan kembali mengalami gangguan ini. Jika seorang wanita memiliki riwayat depresi postpartum dan saat ini mengalami blues, kemungkinan wanita tersebut menderita depresi mayor akan meningkat menjadi 85% (Leveno et al, 2009).
2.4.2. Etiologi Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya depresi postpartum adalah sebagai berikut: 1.
Faktor-faktor predisposisi meliputi riwayat psikosis puerperium, gangguan bipolar
(sebelumnya disebut
sebagai
manik-depresif),
delirium dan
halusinasi, perubahan suasana hati yang cepat agitasi atau bingung dan potensial bunuh diri atau membunuh anaknya. 2. Depresi postpartum dengan atau tanpa psikosis dilihat dari tiga perspektif, yaitu: •
Teori biologis, meliputi perubahan fungsi hipotalamus, kemungkinan berhubungan dengan pengaruh hormonal yang berubah.
•
Teori psikologis, meliputi sistem pendukung yang buruk, stres psikologis atau memiliki hubungan yang kurang baik dengan pasangannya.
•
Teori sosiokultural, meliputi tingkat kepuasan sosial yang rendah, dukungan, dan kontrol baik di rumah maupun peran sebagai sebagai orang tua (Strigtht, 2005).
3. Sensitivitas individual ibu terhadap perubahan hormon juga dapat menjadi faktor penyebab. Penyebab lain yang mungkin adalah adanya riwayat keluarga
Universitas Sumatera Utara
tentang depresi, kurang dukungan keluarga setelah melahirkan, isolasi dan keletihan kronis (Curtis, 2000). 4. Faktor demografi yaitu umur ibu saat kehamilan dan melahirkan yang sering dikaitkan dengan kesiapan mental untuk menjadi seorang ibu. 5. Faktor pengalaman, depresi postpartum lebih sering ditemukan pada perempuan yang baru pertama kali melahirkan (primipara) 6. Farktor pendidikan, perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran antara dorongan untuk bekerja dengan peran sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus anak-anak (Kruckman, 2001 dalam Soep, 2009)
2.4.3.
Gambaran Klinis Gejala pada depresi postpartum adalah sebagai berikut (Leveno et al,
2009; Syafrudin dan Hamidah, 2009; Stevens, 2002): • Merasa sedih • Suasana hati yang tertekan atau kehilangan minat hampir sepanjang hari • Penurunan atau peningkatan berat badan • Kehilangan nafsu makan • Sulit tidur atau terlalu banyak tidur • Rasa lelah dan tidak bersemangat • Iritabilitas dan kemurungan • Tidak memperhatikan bayi • Merasa tidak berharga atau merasa bersalah • Berkurang kemampuan untuk berpikir dan mengambil keputusan • Pikiran bunuh diri atau membunuh bayi
2.4.4. Perjalanan penyakit Perjalanan alami penyakit adalah dengan adanya perbaikan bertahap dalam waktu enam bulan setelah persalinan. Kemungkinan untuk pulih sempurna
Universitas Sumatera Utara
umumnya baik. Hampir 15% wanita mengalami perjalanan penyakit monofasik disertai pemulihan total, dan separuhnya memperlihatkan perjalanan multifasik dengan rata-rata 2,5 episode depresi per pasien dan akhirnya pulih sempurna. Pada sebagian kasus depresi postpartum dapat bersifat asimtomatik sampai berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun, keadaan ini dapat mempengaruhi kualitas hubungan antara ibu dan anaknya. Ibu yang mengalami depresi terbukti kurang berinteraksi sosial dan bermain dengan anaknya (Leveno et al, 2009)
2.5.
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) Antara 8-12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua
dan menjadi sangat tertekan. Depresi yang terdeteksi secara klinis biasa muncul pada 6-12 minggu pertama postpartum. Dengan alasan itu, ibu diminta untuk mengisi kuesioner setelah melahirkan (Syafrudin dan Hamidah, 2009). Ibu yang rentan mengalami depresi postpartum adalah sebagai berikut (Syafrudin dan Hamidah, 2009): •
Mempunyai riwayat keluarga atau riwayat pribadi yang mengalami depresi.
•
Tidak mempunyai pengalaman merawat orang lain; misalnya saudara kandung, di masa anak-anak atau remaja.
•
Memiliki keluarga yang tidak stabil atau kasar di masa anak-anak atau remaja.
•
Tidak memiliki dukungan positif dari suami selama dan setelah melahirkan.
•
Pernah didiagnosis menderita depresi selama kehamilan.
•
Terputus dari saudara dekat atau teman yang dapat merawat bayi dari waktu ke waktu. Skrining rutin untuk depresi postpartum dapat menggunakan alat
pemeriksaan psikiatrik yang disebut Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) yang didisain oleh Cox, Holden dan Sagovsky. Edinburgh Postnatal Depression Scale dapat digunakan pada ibu yang sedang rawat inap, home visit, atau pada 6-8 minggu setelah melahirkan. Edinburgh Postnatal Depression Scale
Universitas Sumatera Utara
terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit (Cox, Holden dan Sagovsky, 1987). Sepuluh pertanyaan pada EPDS adalah cara yang bernilai dan efisien untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko untuk depresi postpartum, mudah dijalankan dan telah terbukti menjadi alat skrining yang efektif (Cox, Holden dan Sagovsky, 1987). Setiap pertanyaan memiliki empat respon yang mungkin, yang dinilai dari 0 sampai 3. Nilai skor maksimum EPDS adalah 30, jika skor rendah maka lebih baik. Di United Kingdom, jika skor EPDS 9-10 maka direkomendasikan untuk menjalani skrining selanjutnya. Pada wanita yang mendapatkan total skor EPDS lebih dari 10, berisiko tinggi untuk terjadinya depresi postpartum (Wisner, Parry, dan Piontek, 2002). Edinburgh Postnatal Depression Scale sudah di-translate dalam berbagai bahasa dan di validasi di berbagai negara diantaranya Arab, Cina, Belanda, Perancis, Jerman, Jepang, Norwegia, Vietnam, Malaysia. Edinburgh Postnatal Depression Scale dalam bahasa Indonesia sudah diterjemahkan (Department of Health Government of Western Australia, 2006). Penerjemahan EPDS ke dalam bahasa Indonesia sudah dilakukan dan telah divalidasi di Jakarta. Hasil studi tersebut membuktikan bahwa instrumen dalam bahasa Indonesia lebih sahih dan reliable untuk digunakan pada wanita Indonesia (Kusumadewi, Irawati, Elvira, dan Wibisono, 1998 dalam Sari, 2009).
Universitas Sumatera Utara