BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polipropilena Sifat dari polipropilena (PP) sama dengan polythene, tapi PP telah mengalami perubahan sifat fisikanya yang baik dan ketahanan terhadap bahan kimia yang luar biasa. PP tahan terhadap asam, alkali, dan garam meskipun pada suhu yang tinggi (Cook,1964).
CH2 CH
CH3
Gambar 2.1 Struktur Propilena
Pada suhu ruang, beberapa sifat seperti daya regang dan kekakuan, sama dengan sifat polietena bermasa jenis tinggi, tetapi sifat itu berubah pada suhu yang lebih tinggi. Sifat kelarutan polipropilena sama dengan sifat kelarutan yang dimiliki polietena, yakni tak larut pada suhu ruang. Produk PP lebih tahan terhadap goresan daripada produk polietena yang bersesuaian PP digunakan untuk bagian dalam mesin cuci, komponen mobil, kursi, tangkai pegangan, kotak, keranjang, pipa, isolator listrik, kemasan, lembaran tipis makanan (Cowd, 1991).
PP adalah polimer yang terbentuk dari struktur satuan (monomer), dan digolongkan dalam polimer termoplastik atau disebut plastik. Plastik merupakan bahan yang mudah diubah bentuk dengan perlakuan panas. Sifat dari plastik adalah massa atau densitasnya rendah, tembus cahaya , tidak korosif, dapat didaur ulang, harganya relatif murah, kurang dapat menghantarkan listrik dan penghantar panasnya kurang baik. Monomer PP diperoleh dari proses Fraksinasi minyak mentah (crude oil) yang merupakan salah satu hasil aktifitas barang tambang dalam negeri (Sudirman, 2002). Polipropilena mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan dengan polietilen begitu juga kekuatan dari rantainya yang
Universitas sumatera utara
lebih besar terhadap gangguan dan perputaran terhadap beban karena adanya gugus metil (Allen, 1983). Struktur PP dapat berbentuk isotaktik, sindiotaktik, atau ataktik. Kristalinitas dari PP isotaktik membuatnya berbentuk padat dengan sifat komersil yang menarik. PP isotaktik merupakan rantai linear, merupakan polimer kristalin yang tinggi, dengan titik lebur 165 oC. PP merupakan plastik yang berkilat, dengan densitas 0,905 g/cm3. Karena kristalinitasnya yang tinggi berpengaruh kepada kekuatannya yang tinggi, kekakuan dan kekerasannya. Hasil dari perbandingan daya tarik dan beratnya menguntungkan diberbagai aplikasi. Titik lebur propilena yang tinggi dapat membuat polipropilena dicetak dengan baik dan merupakan polimer dengan daya regangan yang tinggi pada temperatur yang tinggi. PP sedikit lebih stabil dibandingkan polietilen
jika dikenai panas, cahaya dan serangan oksidasi
(biasanya disebabkan adanya kehadiran hidrogen tersier) dan harus distabilisasi dengan antioksidan dan cahaya ultraviolet yang terserap. Hasil dari susunan ini cukup memuaskan, seperti untuk beberapa aplikasi untuk permadani diluar atau didalam ruangan, tetapi harganya sedikit mahal (Billmeyer, 1984).
Penggunaan bahan plastik dimasyarakat saat ini sangat banyak. Agar didapat kekuatan plastik yang tinggi, dalam proses pembuatannya perlu ditambahkan pengisi (filler) sebagai penguat. Penguat tersebut dapat berupa serbuk atau serat. Material yang terdiri dari penguat yang diikat dengan polimer disebut dengan material komposit. Pengisi (filler) yang ditambah kedalam polimer bertujuan untuk meningkatkan kekuatan mekanik seperti kekuatan kejut (impact), kekuatan tarik (tensile strength), kekuatan tekan, kekerasan,dan lain-lain. (Gamayel, 2012).
Situasi ini bagus dilanjutkan ke depannya dengan beberapa alasan berikut:
1. Produknya dengan harga yang relatif rendah dan begitu juga harga monomernya yang rendah dan teknologi polimerisasi yang efisien, dibandingkan dengan termoplastik yang lain. Persaingan teknologi dan
Universitas sumatera utara
penawaran metode produksi dengan pengurangan harga dengan pengubahan teknik 2. Polimernya dapat dimodifikasi dengan berbagai macam aplikasi. Melalui polimerisasi, orientasi, dan teknik lain dari sifat fisika produknya yang dapat divariasikan dengan jarak suhu dan keperluan mekanik. 3. Proses yang mudah dari polimer ini membuat penggunaannya lebih ekonomis ( Kroschwitz,1990).
PP merupakan suatu polimer ideal yang sering digunakan sebagai lembar kemasan. PP memiliki sifat kelembapan yang baik kecuali terjadi inhibisi dengan oksigen. Untuk pemanfaatan penggunaan dari PP tersebut, dapat dilakukan modifikasi terhadap PP (Severini, 1999). PP merupakan suatu komoditas yang menarik dari polimer termoplastik. Ketertarikan terhadap PP ini ditimbulkan karena aplikasinya dibidang komposit, bioteknologi, teknologi serbuk, bidang elektronik, dan pendukung katalisasi untuk bioreaktor dan pada pengeringan air (Paik, 2007).
2.2 Pisang Kepok
Ciri-ciri pisang kepok (Musa Paradisiaca. L ) yaitu berbatang besar, kekar, tinggi mencapai 3 - 3,5 m, berwarna hijau muda, Daun berwarna hijau tua, lebar dan kuat sehingga bisa digunakan sebagai pembungkus nasi. Pisang kepok hampir mirip pisang siam dan pisang batu. Berat tandan buah 10 – 50 Kg. Tandan buah yang beratnya sampai 50 Kg memiliki batang dan tandan yang sangat besar sehingga dikenal dengan kepok raksasa. Ada jenis pisang kepok yang daging buahnya berwarna putih (Kepok putih) dan ada yang kekuningan (Kepok kuning) pisang kepok kuning lebih disukai konsumen dibanding kepok putih. Berikut merupakan klasifikasi botani tanaman pisang.
Menurut Herbarium Medanense (2011) klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai beikut :
Universitas sumatera utara
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Lliliopsida
Sub Kelas
: Commelinidae
Ordo
: Zingiberales
Famili
`: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradiasiaca L
Nama lokal
: Pisang Kepok
Umur panen kira-kira 4 bulan sejak keluar jantung, warna kulit buah kekuningan, setiap tandan terdapat 6-12 sisiran dan setiap sisiran 10-20 buah (Sunarjono, 2002). Pisang kepok atau pisang kepok kuning termasuk pisang berkulit tebal dengan warna kuning menarik kalau sudah matang (Trubus, 2004). kulit pisang kepok dapat dilihat pada gambar 2.2 :
Gambar 2.2 Limbah kulit pisang kepok (Musa acuminate balbisiana colla) Adapun komposisi dari kulit pisang dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini :
Universitas sumatera utara
Tabel 2.1 Komposisi Kulit Pisang Parameter
Jumlah (%)
Materi Organik
91,50 ± 0,05
Protein
0,90 ± 0,25
Crude lipid
1,70 ± 0,10
Karbohidrat
59,00 ± 1,36
Crude Fibre
31,70 ± 0,25
Sumber : Rahmawati et al, 2011
2.4 Interaksi Pemlastis dengan Polimer
Pemlastis dalam konsep sederhana adalah merupakan pelarut organik dengan titik didih tinggi atau padatan dengan titik leleh rendah yang ditambahkan kedalam resin yang keras atau kaku, sehingga akumulasi gaya antar molekul pada rantai panjang akan menurun akibatnya kelenturan, pelunakan dan pemanjangan resin akan bertambah, Dengan berkurangnya gaya antar molekul menyebabkan gerakan antar rantai lebih mudah bergerak, akibatnya bahan yang tadi keras dan kaku akan menjadi lembut pada suhu kamar. Persyaratan mendasar yang harus dipenuhi oleh pemlastis adalah bahwa semua gaya antar molekul antara pemlastis-pemlastis, polimer-polimer, pemlastis-polimer harus dalam besaran yang sama. Untuk menjadi pemlastis yang efisien maka suatu senyawa dengan berat molekul rendah harus memiliki afinitas yang cukup untuk mengatasi interaksi antara polimerpolimer dengan cara mensolvasi polimer pada titik kontak interaksi. Untuk memberikan fleksibelitas yang baik pada suhu rendah senyawa ini juga harus memiliki mobilitas yang cukup untuk berpartisipasi dalam kesetimbangan sistem dan harus dapat berdifusi melalui sistem tersebut (Rudin, 1982 dan Frankel, 1975).
Proses pemlastis ini prinsipnya adalah terjadinya dispersi molekul pemlastis kedalam fase polimer. Bilamana pemlastis mempunyai gaya interaksi kedalam fase polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam sekala molekul dan
Universitas sumatera utara
terbentuk larutan polimer pemlastis sehingga keadaan ini disebut kompatibel. Interaksi antara polimer pemlastis ini sangat dipengaruhi oleh sifat afinitas polimer-pemlastis tinggi, maka molekul pemlastis akan terdifusi ke dalam bundel, disini molekul pemlastis akan berada antara rantai polimer dan mempengaruhi mobilitas rantai (Wirjosentono, 1995).
Pada mulanya dianggap bahwa sifat mekanis (misalnya kekuatan tarik) dari polimer terplastisasi akan lebih rendah dari polimer semula. Hal ini benar jika konsentrasi pemlastis cukup besar. Karena adanya lapisan molekul pemlastis diantara rantai polimer akan menurunkan gaya interaksi anatara molekul atau rantai. Akan tetapi bila pemlastis hanya ditambahkan dalam jumlah yang kecil akan terjadi kenaikan kekuatan mekanis bahan yang kemudian menurun kembali bila konsentrasi bertambah (Ningsih,1999).
2.5 Dimetil ftalat
Senyawa-senyawa ftalat adalah pemlastis yang paling umum digunakan khususnya dimetil ftalat (DMP). DMP dapat diperoleh dengan mudah dan menguasi 86 % pasaran pemlastis dunia. DMP adalah cairan jernih dan bagian terbesar berupa senyawa diester dari asam ftalat, memiliki 2 cabang ester (diester), memiliki densitan 1,19 g/cm3. Berikut adalah struktur dari senyawa DMP. Struktur dari DMP dapat dilihat pada gambar 2.3 :
Gambar 2.3 Struktur senyawa dimetil ftalat
Senyawa DMP adalah senyawa benzen terpolarisasi yang efektif sebagai pemlastis melalui pembentukan gel sehingga kompatibilitas dengan PP dan
Universitas sumatera utara
polietilena. Pembentukan gel dan kompatibilitas menurun dengan peningkatan panjang rantai alkohol. Bagian terpolarisasi adalah untuk memberikan gaya antraktif dipol-dipol dan selanjutnya menghasilkan sifat polar dari molekul pemlastis, sementara rantai alifatis pada bagian nonpolar akan menyelubungi dipol-dipol
polimer
(Garnaik,
1996).
pemlastis
adalah
senyawa
yang
memungkinkan plastik yang dihasilkan tidak kaku dan rapuh. Sebagian besar pemlastis sintetis yang digunakan berasal dari golongan ftalat (Arban, 2007).
2.6 Bahan Pengisi
Bahan pengisi digunakan secara luas sebagai bahan tambahan pada komposisi polimer. Bahan pengisi inert ditambahkan pada komposisi polimer untuk memperbaiki sifat dan untuk mengurangi biaya atau harga.
Ada tiga jenis pengisi yaitu :
1.
Pengisi yang memperkuat Akan memperkuat polimer dengan adanya tarikan yang tinggi dari serat yang dikenal dengan serat plastik yang memperkuat (fibre reinforced plastic / FRP). FRP memiliki modulus elastisitas yang tinggi, kekuatan yang tinggi, tahan terhadap korosi dan mudah untuk dibentuk. Serat penguat yang utamanya adalah kaca, grafit, alummina, carbon, boron.
2.
Pengisi aktif Serat yang mempunyai kekuatan mekanik disebut serat aktif dan yang tidak mempunyai kekuatan mekanik disebut serat tidak aktif. Serat aktif (carbon black, silika gel) lebih kuat
10 hingga 20 kali dibandingkan elastromer
sintetik dan karet.
3.
Pengisi tidak aktif Serat ini digunakan untuk menekan harga lebih rendah sebaik mungkin seperti hasil pencampurannya yang baik. Serat ini terdiri dari kayu dan
Universitas sumatera utara
material yang hampir sama dengan bentuk dan ukuran yang berbeda. Serat ini juga mengisi volume lebih besar lagi. Oleh karena itu perbandingan serat dengan matriksnya sangatlah penting agar tidak terjadinya kesalahan metode (Bhatnaghar, 2004)
Umumnya proses pengolahan polimer dilakukan dengan menambahkan bahan pengisi untuk memodifikasinya dengan partikel-partikel ataupun padatan berpori. Resin, amino, tepung kayu, selulosa, kalsium karbonat. Material-material ini dapat meningkatkan kekuatan stabilitas bentuk (struktur polimer), tahan terhadap abrasi dan material yang stabil terhadap panas. Secara prinsip pengisi yang dipakai dalam polimer dapat dibedakan menjdi dua jenis yaitu partikulat dan fibrus (Ningsih, 1999).
2.7 Maleat Anhidrat
Monomer polifungsional maleat anhidrat (2,5-furan-dion atau cis-butenedionic anhidrat), asam maleat (asam (z)-2-butenedion) merupakan senyawa kimia yang dibutuhkan di dalam dunia komersil. Dengan adanya ikatan rangkap yang reaktif dan anhidrat atau bagian asam yang menunjukkan sifat yang unik dari maleat anhidrat, asam maleat. Maleat anhidrat merupakan compatibilizer yang paling populer diantara semua jenis anhidrida. Maleat anhidrat dapat digunakan sebagai compatibilizer pada material polimer seperti polipropilena, polietilene dan acrylonitrile butadine styrene copolymer. Penggunaan maleat anhidrida sebagai kompatibilitas telah dilakukan pada beberapa pembuatan komposit dan berefek positif seperti komposit berbahan kayu-PP, komposit berbahan baku pinuspolymeric diphenylmethane diisocyanate dan komposit berbahan baku serbuk batang kelapa sawit-PP ( Dhini, 2011).
Pada tahun 1961, telah ditunjukkan bahwa maleat anhidrat dapat berhomopolimerisasi dengan radiasi uv, dengan adanya inisiator radikal, anion dengan berbagai dasar, elektrokimia dan pengaruh gelombang. Maleat anhidrat merupakan polimer yang dihasilkan dengan cara inisiator radikal. Maleat anhidrat
Universitas sumatera utara
dihasilkan dengan adanya dehidrasi dari asam maleat. Sifat-sifatnya berwarna putih, memiliki berat molekul yang rendah, larut dalam air, sedikit larut dalam asetonitril, alkohol, keton, ester. Struktur dari maleat anhidrat dapat dilihat pada gambar 2.4 :
HC
CH
C O
C O
O
Gambar 2.4 Struktur maleat anhidrat (Kroschwitz, 1990).
Maleat Anhidrat adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat Anhidrat mempunyai sifat kimia khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil didalamnya , ikatan ini berperan dalam reaksi adisi (Arifin, 1996).
2.8 Benzoil Peroksida
Kebanyakan inisiator yang digunakan secara luas adalah radikal bebas yang dihasilkan dari peruraian peroksida. Peroksida organik seperti benzoil peroksida terurai secara homolitik menghasilkan radikal bebas benzoil. Kemudian radikal radikal bebas benzoil diuraikan untuk membentuk karbon dioksida (CO2) dan radikal bebas fenil. Radikal bebas fenil itu kemudian ditambahkan pada monomer vinil seperti polipropilena. Untuk menghasilkan sebuah radikal bebas yang baru dapat merambat (propagasi) dengan monomer-monomer vinil lainnya (parker, 1994). Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikat silang dari berbagi polimer dan material polimer. Senyawa perosida ini dapat digunakan dalam pembentukan radikal bebas (Billmeyer, 1984).
Universitas sumatera utara
2.9 Grafting Polipropilena
Grafting kopolimer adalah suatu polimer yang terdiri dari molekul-molekul dengan satu atau lebih jenis dari monomer yang terhubung pada sisi rantai utama. Grafting kopolimer dapat juga disiapkan oleh proses kopolimerisasi cabang dengan monomer yang akan membentuk rantai utama. Grafting maleat anhidrida pada polipropilena yaitu (PP-g-MA) saat ini merupakan menjadi daya tarik industri yang sedang sangat berkembang dan patut untuk dipertimbangkan dan dikembangkan, karena dapat menghasilkan keselarasan dan peningkatan kereaktifan. Fungsionalisasi terhadap polipropilena oleh monomer-monomer polar yang merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kepolaran dari PP tersebut, dengan cara menggrafting maleat anhidrat pada PP. Dan kenyataannya berbagai jenis dari polimer-polimer yang tergrafting telah digunakan secara luas untuk memperbaiki adhesi permukaan antara komponen pada campuran polimer. Modifikasi dari PP juga digunakan secara luas untuk meningkatkan penggunaan dari bahan-bahan mekanik dari komposit yang berbahan dasar polipropilena dan juga meningkatkan kekuatan dari komposit tersebut (Rachmi, 2012).
Mekanisme penempelan gugus fungsi pada PP diawali dengan hilangnya satu atom H dari atom C tersier dengan adanya inisiator benzoil peroksida menghasilkan radikal PP, selanjutnya akan berinteraksi dengan gugus maleat anhidrida. Berikut ini mekanisme reaksi dari PP-g-MA dapat dilihat pada gambar 2.5 dibawah ini :
Universitas sumatera utara
-
Dekomposisi Inisiator O
O
O
C O O C
2
165°C
C O
BPO -
Radikal BPO
Inisiasi O C
O+
H CH3
H CH3
C C
C C
H H Radikal BPO
-
n
H
PP
O +
OH
n
Radikal PP
Propagasi H CH3
H CH3
C C
+
H
n
+ H.
C C O
O
O
H
n
O Radikal PP
-
C
MA
O
O
PP-g-MA Radikal
Terminasi H CH3 C
C
+
H
n
H CH3
H CH3
C
C
H
C n
C
+
H
H n
PP Radikal O
O
O
PP-g-MA Radikal
O
O
O
PP-g-MA
H CH3 C
C
n
Disproporsionasi
Universitas sumatera utara
H CH3 C
H CH3
C
+
H
n
H
C C H
n
H
O
O
PP-g-MA radikal
H
C
C
C
C
PP Radikal O
H
CH3 O
O
CH3 O
ikat silang (crosslinking)
Gambar 2.5 Reaksi Grafting Maleat Anhidrat kedalam Polipropilena (Bettini, 1999).
2.10 Kompatibilitas Campuran Polimer
Secara teknologi Kompatibilitas merupakan beberapa proses yang mempertinggi sifat-sifat campuran untuk membuatnya lebih berguna. Polimer yang lebih kompatibel secara termodinamik memberikan pencampuran yang lebih baik. Hal ini mungkin disebabkan ukuran partikel yang dihasilkan selama pencampuran lebih kecil dan volume antara fase juga lebih kecil. Campuran polimer yang dihasilkan dengan metode campuran lelehan (melt mixing) lebih baik dari pada campuran dalam larutan. Dalam teknologi material, batasan kompatibilitas sering digunakan untuk menggambarkan layak atau menguntungkannya sifat-sifat yang terjadi bila polimer dicampur.
Metode peningkatan kompatibilitas poliblend antara lain : 1. Rekristalisasi 2. Peningkatan silang secara in-situ 3. Penambahan bahan pengkompatibel 4. Peningkatan kopolimer dari reaksi gugus fungsi pada bagian spesifik kedua polimer (Yusnaidar, 2001).
Universitas sumatera utara
2.11 Karakterisasi Campuran Polimer 2.11.1 Analisa Sifat Permukaan dengan Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 μm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rusdi, 2008).
SEM menggunakan prinsip scanning yaitu berkas elektron diarahkan pada titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan pada titik permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang. Maka tiap bagian permukaan itu akan memantulakan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan ditangkap oleh detektor
Universitas sumatera utara
dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi. Dalam Penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM pemakaiannya terbatas, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi berkisar 1000 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi pigmen dalam cat, pelepukan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi pada penamaan (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian tubuh (Stevens, 2001)
2.11.2 Uji Tarik dan Kemuluran
Bila suatu bahan dikenakan bahan tarik yang disebut tegangan (gaya persatuan luas), maka bahan akan mengalami perpanjangan (regangan). Kurva tegangan terhadap regangan merupakan gambaran karakteristik dari sifat mekanik suatu bahan. Kekuatan tarik diartikan sebagi besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Kekuatan tarik dapat dihitung berdasarkan rumus :
σ =
F A
(1)
Keterangan : σ = kekuatan tarik (Mpa) F = beban tarik (N) A = luas penampang (m2) (Wirjosentono,1995). Pada uji tarik benda diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah besar secara kontinu, bersamaan dengan bertambahnya besar
diamati
perpanjangan yang dialami benda yang diuji. Hasil dari suatu uji tarik yang berupa nilai merupakan tegangan tarik ( Dieter,1986). Berdasarkan ASTM D-638, bentuk spesimen dumbbell (tipe 1) dibutuhkan untuk uji kekuatan komposit. Detail bentuk ditunjukkan gambar berikut : Gambar 2.6 Bentuk Spesimen Dumbbell Tipe I ASTM D-638
Universitas sumatera utara
65 mm
25,5mm 2 mm
19 mm
6 mm 33 mm 115 mm Gambar 2.6 Spesimen uji berdasarkan ASTM D638
2.11.3. Kerapatan Papan Komposit
Kerapatan komposit merupakan salah satu sifat fisis yang sangat berpengaruh terhadap kualitas komposit. Karena itu kerapatan komposit diupayakan seseragam mungkin, sehingga
perbedaan sifat-sifat komposit yang dianalisis sedapat
mungkin tidak disebabkan oleh perbedaan kerapatan (Dina, 2006). Kerapatan komposit dihitung berdasarkan berat dan volume keringnya. Kerapatannya dihitung berdasarkan rumus :
Keterangan : ρ = kerapatan (gr/cm3)
ρ=
m
(2)
v
m = berat contoh uji kering (gr) v = volume contoh uji kering (cm3) (Danu, 2009)
2.11.4 Uji Daya Serap Air
Nilai daya
serap air mencerminkan kemampuan untuk menyerap air setelah
direndam selama 2 jam dan 24 jam. Air yang masuk terdiri dari air yang langsung masuk melalui rongga-rongga kosong di dalam papan dan air yang masuk ke dalam partikel-partikel penyusun. Pengujian
ini bertujuan untuk
melihat bagaimana ketahanan papan terhadap pengaruh cuaca jika digunakan untuk penggunaan eksterior. Daya
serap
air
papan
komposit
dihitung
Universitas sumatera utara
berdasarkan berat sebelum dan sesudah perendaman dalam air selama 2 dan 24 jam. Besarnya daya serap air papan dihitung berdasarkan rumus:
DSA =
B₂−B₁ B₁
x 100%
(3)
Keterangan : DSA = Daya serap air (%) B1
= berat contoh uji sebelum perendaman (gr)
B2
= berat contoh uji setelah perendaman (gr) (Danu, 2009).
2.11.5 Spektroskopi Inframerah Fourier Transform (FTIR)
Karakterisasi bahan polimer dengan menggunakan spektroskopi inframerah merupakan salah satu pemeriksaan yang spesifik, meskipun yang paling penting adalah konsep frekuensi gugusnya ( Bark, 1982). Teknik FTIR sama dengan spektroskopi inframerah biasa, dimana pada spektroskopi infra merah serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang
menyebabkan
perubahan
polaribilitas
dengan
gelombang
listrik
elektromagnetik. Dalam teknik spektroskopi inframerah sampel molekul disinari dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang antara 200-4000cm-1 (Wirjosentono, 1995).
Sistem optik sekarang yang kebanyakan digunakan adalah sistem sinar ganda. Radiasi dari sumbernya akan berpisah menjadi dua sinar, salah satunya akan melewati sampel. Panjang gelombang yang diserap akan dibandingkan dengan sinar yang kedua, dan referensi yang lain (Bark, 1992). Beda spektroskopi inframerah dengan FTIR, pada FTIR dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Kelebihan dari FTIR mencakup ukuran sampel partikel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini
Universitas sumatera utara
memiliki komputer yang terdedikasi kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum (Steven, 2001).
Universitas sumatera utara