BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Radikal Bebas 2.5.1. Definisi Radikal Bebas Menurut Fessendden (1986), Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dan bersifat sangat reaktif. Jika jumlahnya berlebihan, radikal bebas akan memicu efek patologis. Radikal bebas yang berlebih dapat menyerang senyawa apa saja terutama yang rentan seperti lipid dan protein dan berimplikasi pada timbulnya berbagai penyakit degeneratif (Middleton, 2000). Hal ini dapat terjadi sebagai akibat kurangnya antioksidan dalam tubuh, sehingga tidak mampu mengimbangi terjadinya produk oksidasi setiap saat.
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang kehilangan
pasangan elektronnya di permukaan kulit luarnya. Sebagai contoh, molekul oksigen yang normal lengkap pasangan elektronnya rumusnya adalah O2, tetapi bila berubah menjadi
radikal
bebas
maka
menjadi
O2- atau
dinamakan
Superoksida
(Kumalaningsih, 2006). 2.5.2. Struktur Kimia Radikal Bebas Atom terdiri dari nukleus, proton, dan elektron. Jumlah proton (bermuatan positif) dalam nukleus menentukan jumlah dari elektron (bermuatan negatif) yang mengelilingi atom tersebut. Elektron berperan dalam reaksi kimia dan merupakan bahan yang menggabungkan atom-atom untuk membentuk suatu molekul. Elektron mengelilingi, atau mengorbit suatu atom dalam satu atau lebih lapisan. Jika satu lapisan penuh, elektron akan mengisi lapisan kedua. Lapisan kedua akan penuh jika telah memiliki 8 elektron, dan seterusnya. Gambaran struktur terpenting sebuah atom dalam menentukan sifat kimianya adalah jumlah elektron pada lapisan luarnya. Suatu bahan yang elektron lapisan luarnya penuh tidak akan terjadi reaksi kimia (Proctor
Universitas Sumatera Utara
dan Reynolds, 1984). Karena atom-atom berusaha untuk mencapai keadaan stabilitas maksimum, sebuah atom akan selalu mencoba untuk melengkapi lapisan luarnya dengan : a. Menambah atau mengurangi elektron untuk mengisi maupun mengosongkan lapisan luarnya. b. Membagi elektron-elektronnya dengan cara bergabung bersama atom yang lain dalam rangka melegkapi lapisan luarnya (Droge, 2002). Atom sering kali melengkapi lapisan luarnya dengan cara membagi elektronelektron bersama atom yang lain. Dengan membagi elektron, atom-atom tersebut bergabung bersama dan mencapai kondisi stabilitas maksimum untuk membentuk molekul. Oleh karena radikal bebas sangat reaktif, maka mempunyai spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul lain, seperti protein, lemak, karbohidrat, dan DNA. Dalam rangka mendapatkan stabilitas kimia, radikal bebas tidak dapat mempertahankan bentuk asli dalam waktu lama dan segera berikatan dengan bahan sekitarnya. Radikal bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektron, zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga sehingga akan memulai suatu reaksi berantai, yang akhirnya terjadi kerusakan sel tersebut (Proctor dan Reynolds, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Struktur Kimia Radikal Bebas. Radikal bebas dapat terbentuk in-vivo dan in-vitro secara : 1. Pemecahan satu molekul normal secara homolitik menjadi dua. Proses ini jarang terjadi pada sistem biologi karena memerlukan tenaga yang tinggi dari sinar ultraviolet, panas, dan radiasi ion. 2. Kehilangan satu elektron dari molekul normal 3. Penambahan elektron pada molekul normal Pada radikal bebas elektron yang tidak berpasangan tidak mempengaruhi muatan elektrik dari molekulnya, dapat bermuatan positif, negatif, atau netral. 2.5.3. Jenis – Jenis Radikal Bebas berdasarkan Pembentukannya Ada dua kelompok radikal bebas yaitu kelompok logam dan non-logam. Dari kelompok logam yang paling berbahaya adalah radikal bebas Hg (merkuri). Pada reaksi logam dan non-logam tersebut yang melibatkan radikal bebas berfungsi sebagai zat pemacu (inisiator) yang dapat dihasilkan dengan cara berikut (Sitorus, 2008). 1. Pembentukan radikal bebas yang terimbas cahaya (fotolisis = hv) Beberapa jenis senyawa yang menghasilkan radikal bebas terimbas cahaya (hv) adalah sebagai berikut. a. Keton R – C – R
CO + 2 R.
║ O
Universitas Sumatera Utara
b. Hipoklorit RO. + Cl.
RO – Cl c. Nitrit
RO. + ON.
RO – NO d. Azoalkana
2R. + N2
R–N=N–R
2. Pembentukan radikal bebas yang terimbas panas (termolisis atau pirolisis) Beberapa jenis senyawa yang menghasilkan radikal bebas terimbas panas adalah sebagai berikut. a. Tetraalkil lead Pb + 4 R.
PbR4
b. Senyawa – senyawa azo 2 R2 – C. + N2
R2 – C – N = N – C – R2 │
│
│
CN
CN
CN
c. Senyawa halogen (dapat juga terimbas cahaya) 2 X.
X2
3. Pembentukan radikal bebas dengan dekomposisi senyawa golongan peroksida Senyawa peroksida yaitu senyawa yang mengandung ikatan ( - O-O - ) pada suhu kamar (250C) akan membentuk radikal bebas secara spontan yang dapat sebagai pemacu reaksi dengan mekanisme radikal bebas. a. Hidrogen per-oksida 2 HO.
H–O–O–H b. Per-anhihidrida asam R–C–O–O–C–R
2 R – C – O.
║
║
║
O
O
O
2R.
+ CO2
c. Per-alkoksi
Universitas Sumatera Utara
2RO.
R–O–O–R d. Per-asam karboksilat R – C – O – O – H
R – C – O. + HO.
║
║
O
O
2.5.4. Tipe Radikal Bebas dalam Tubuh Menurut Araujo dan Arnal (1998), Radikal bebas terpenting dalam tubuh adalah radikal derivat dari oksigen yang disebut kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species/ROS), termasuk didalamnya adalah triplet (3O2), tunggal (singlet/1O2), anion superoksida (O2.-), radikal hidroksil (-OH), nitrit oksida (NO), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorus (HOCl), hidrogen peroksida (H2O2), radikal alkoxyl (LO), dan radikal peroksil (LO-2). Radikal bebas yang mengandung karbon (CCL3-) yang berasal dari oksidasi radikal molekul organik. Radikal yang mengandung hidrogen hasil dari penyerangan atom H (H-). Bentuk lain adalah radikal yang mengandung sulfur yang diproduksi pada oksidasi glutation menghasilkan radikal thiyl (R-S-). Radikal yang mengandung nitrogen juga ditemukan, misalnya radikal fenyldiazine. Tabel 2.1. Radikal Bebas Biologis : KELOMPOK OKSIGEN REAKTIF
O2·? ·OH
Radikal Superoksida (Superoxide radical) Radikal hidroksil (Hydroxyl radical)
ROO·
Radikal peroksil (Peroxyl radical)
H2O2
Hydrogen peroksida (Hydrogen peroxide)
1
Oksigen tunggal (Singlet oxygen)
O2
NO·
Nitrit oksida (Nitric oxide)
ONOO?
Nitrit peroksida (Peroxynitrite)
HOCl
Asam hipoklor (Hypochlorous acid)
Universitas Sumatera Utara
2.5.5. Sumber Radikal Bebas Radikal bebas yang ada ditubuh manusia berasal dari 2 sumber : a. Endogen b. Eksogen a. Sumber Endogen 1. Autoksidasi : Merupakan produk dari proses metabolisme aerobik. Molekul yang mengalami autoksidasi berasal dari katekolamin, hemoglobin, mioglobin, sitokrom C yang tereduksi, dan thiol. Autoksidasi dari molekul diatas menghasilkan reduksi dari oksigen diradikal dan pembentukan kelompok reaktif oksigen. Superoksida merupakan bentukan awal radikal. Ion ferrous (Fe II) juga dapat kehilangan elektronnya melalui oksigen untuk membuat superoksida dan Fe III melalui proses autoksidasi (Droge, 2002). 2. Oksidasi enzimatik Beberapa jenis sistem enzim mampu menghasilkan radikal bebas dalam jumlah yang cukup bermakna, meliputi xanthine oxidase (activated in ischemia-reperfusion), prostaglandin synthase, lipoxygenase, aldehyde oxidase, dan amino acid oxidase. Enzim myeloperoxidase hasil aktifasi netrofil, memanfaatkan hidrogen peroksida untuk oksidasi ion klorida menjadi suatu oksidan yang kuat asam hipoklor (Inoue, 2001). 3. Respiratory burst Merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan proses dimana sel fagositik menggunakan oksigen dalam jumlah yang besar selama fagositosis. Lebih kurang 70-90 % penggunaan oksigen tersebut dapat diperhitungkan dalam produksi superoksida (Albina dan Reicher, 2000). Fagositik sel tersebut memiliki sistem membran bound flavoprotein cytochrome-b-245 NADPH oxidase. Enzim membran sel seperti NADPH-oxidase keluar dalam bentuk inaktif. Paparan terhadap bakteri yang diselimuti imunoglobulin, kompleks imun, komplemen 5a, atau leukotrien dapat
Universitas Sumatera Utara
mengaktifkan enzim NADPH-oxidase. Aktifasi tersebut mengawali respiratory burst pada membran sel untuk memproduksi superoksida. Kemudian H2O2 dibentuk dari superoksida dengan cara dismutasi bersama generasi berikutnya dari OH dan HOCl oleh bakteri (Abate dan Patel, 1990). b. Sumber Eksogen 1. Obat-obatan : Beberapa macam obat dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam bentuk peningkatan tekanan oksigen. Bahan-bahan tersebut bereaksi bersama hiperoksia dapat mempercepat tingkat kerusakan. Termasuk didalamnya antibiotika kelompok quinoid atau berikatan logam untuk aktifitasnya (nitrofurantoin), obat kanker seperti bleomycin, anthracyclines (adriamycin), dan methotrexate, yang memiliki aktifitas pro-oksidan. Selain itu, radikal juga berasal dari fenilbutason, beberapa asam fenamat dan komponen aminosalisilat dari sulfasalasin dapat menginaktifasi protease, dan penggunaan asam askorbat dalam jumlah banyak mempercepat peroksidasi lemak (Inoue, 2001). 2. Radiasi : Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi elektromagnetik (sinar X, sinar gamma) dan radiasi partikel (partikel elektron, photon, neutron, alfa, dan beta) menghasilkan radikal primer dengan cara memindahkan energinya pada komponen seluler seperti air. Radikal primer tersebut dapat mengalami reaksi sekunder bersama oksigen yang terurai atau bersama cairan seluler (Droge, 2002). 3. Asap rokok : Oksidan dalam rokok mempunyai jumlah yang cukup untuk memainkan peranan yang besar terjadinya kerusakan saluran napas. Telah diketahui bahwa oksidan asap tembakau menghabiskan antioksidan intraseluler dalam sel paru (in vivo) melalui mekanisme yang dikaitkan terhadap tekanan oksidan. Diperkirakan bahwa tiap hisapan rokok mempunyai bahan oksidan dalam jumlah yang sangat besar, meliputi
Universitas Sumatera Utara
aldehida, epoxida, peroxida, dan radikal bebas lain yang mungkin cukup berumur panjang dan bertahan hingga menyebabkan kerusakan alveoli. Bahan lain seperti nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas. Juga mengandung radikal lain yang relatif stabil dalam fase tar. Contoh radikal dalam fase tar meliputi semiquinone moieties dihasilkan dari bermacam-macam quinone dan hydroquinone. Perdarahan kecil berulang merupakan penyebab yang sangat mungkin dari desposisi besi dalam jaringan paru perokok. Besi dalam bentuk tersebut meyebabkan pembentukan radikal hidroksil yang mematikan dari hidrogen peroksida. Juga ditemukan bahwa perokok mengalami peningkatan netrofil dalam saluran napas bawah yang mempunyai kontribusi pada peningkatan lebih lanjut konsentrasi radikal bebas (Proctor dan Reynolds, 1984). 2.5.6. Proses Pembentukan Radikal Bebas dalam Tubuh Bagaimana radikal bebas dapat terbentuk merupakan pertanyaan yang mendasar. Radikal bebas dapat masuk dan terbentuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat, dan makanan berlemak. Menurut Kumalaningsih (2006) penjabaran ketiga cara tersebut adalah sebagai berikut. a. Melalui pernafasan Saat kita melakukan pernafasan akan masuk oksigen (O2) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk proses pembakaran gula menjadi CO2, H2O, dan energi. Dalam hal ini O2 sangat berperan karena bila tidak ada O2 proses kehidupan akan tidak lancar dan membahayakan bagi tubuh kita sendiri. Tetapi dengan bernafas atau oksigen yang berlebihan saat olahraga terjadi reaksi yang kompleks dalam tubuh dan menghasilkan produk-produk sampingan berupa radikal bebas, yaitu radikal oksigen singlet, radikal peroksida lipid, radikal hidroksil, radikal superoksida. Semua radikal bebas oksigen ini sangat cepat merusak jaringan- jaringan sel. b. Lingkungan tidak sehat Pembakaran yang tidak sempurna misalnya asap rokok yang tidak menghasilkan CO2 tetapi CO, demikian juga asap dari kendaran bermotor merupakan radikal bebas
Universitas Sumatera Utara
yang berbahaya sekali bagi paru-paru. Di samping itu juga dari asupan makanan yang mengandung logam-logam berat memungkinkan terbentuknya radikal bebas akibat oksidasi dari luar. Beberapa macam radikal bebas antara lain superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), hidroxyl radical OH, singlet oxygen O2, hypoclorus radical OCL, ozone O3. c. Makanan berlemak Lemak sangat bermanfaat bagi tubuh kita tetapi konsumsi lemak yang berlebihan khususnya konsumsi lemak polyunsaturated dan lemak hydrogenasi sangat berpotensi menghasilkan radikal bebas. Lemak polysaturated, lemak ini disebut juga lemak tidak jenuh artinya lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada atom C-nya. Adanya ikatan rangkap tersebut mudah sekali dioksidasi atau terserang peroksidasi lipid membentuk radikal peroksida lipid. Makanan yang banyak mengandung lemak polyunsaturated antara lain mayones dan saos salad akan mudah sekali terserang radikal bebas. Lemak hidrogenasi, adalah lemak yang ikatan rangkap tak jenuhnya telah disubtitusi dengan hidrogen, lemak ini disebut margarin atau mentega tiruan. Lemak hidrogenasi sangat berbahaya karena dapat mengubah kemampuan serap selaput sel sehingga mengakibatkan fungsi selaput sel sebagai pelindung menjadi tidak berarti (Kumalaningsih, 2006). 2.5.7. Mekanisme Kimiawi Radikal Bebas Menurut Sitorus (2008), Mekanisme radikal bebas melalui tiga tahapan sebagai berikut : Inisiasi (permulaan), Propagasi (pertumbuhan = perambatan), Terminasi (penghentian). Misalkan mekanisme klorinasi metana dengan persamaan reaksi berikut yang dapat terimbas cahaya maupun terimbas panas. CH4
+
Cl2
CH3 – Cl + CH2Cl2 + CH – Cl3 + CCL4 + Produk lainya.
Mekanismenya adalah sebagai berikut. 1. Inisiasi, Cl – Cl
2Cl.
Universitas Sumatera Utara
2. Propagasi, Selanjutnya radikal Cl. pada inisiasi akan menghasilkan sederet reaksi pertumbuhan sebagai berikut. Cl. + H – CH3 H3C. + H –
Cl
H3C. + Cl – Cl CH3Cl +
Cl.
ClH2C – H + Cl.ClH2C. +
HCl
ClH2C. + Cl – Cl CH2Cl2 +
Cl.,
dan seterusnya membentuk CHCl3 dan CCl4 3. Terminasi, Daur propagasi akan terputus pada terminasi dengan terjadinya reaksi penggabungan (coupling). Cl. + H3C.
CH3 – Cl
H3C + H3C
CH3 – CH3 KP1 KP2
E Ea2 ∆HRKS
H3C(I = Intermediet) CH4 + X
Ea1 Produk (campuran)
Koordinat Reaksi
Gambar 2.2. Diagram Energi Reaksi Radikal Bebas 2.5.8. Mekanisme Radikal Bebas dalam Merusak Organ Tubuh Manusia Radikal bebas diproduksi dalam sel yang secara umum melalui reaksi pemindahan elektron, menggunakan mediator enzimatik atau non-enzimatik. Produksi radikal bebas dalam sel dapat terjadi secara rutin maupun sebagai reaksi terhadap rangsangan. Secara rutin adalah superoksida yang dihasilkan melalui aktifasi fagosit dan reaksi katalisa seperti ribonukleotida reduktase. Sedang pembentukan melalui rangsangan adalah kebocoran superoksida, hidrogen peroksida dan kelompok
Universitas Sumatera Utara
oksigen reaktif (ROS) lainnya pada saat bertemunya bakteri dengan fagosit teraktifasi. Pada keadaan normal sumber utama radikal bebas adalah kebocoran elektron yang terjadi dari rantai transport elektron, misalnya yang ada dalam mitokondria dan endoplasma retikulum dan molekul oksigen yang menghasilkan superoksida (Abate dan Patel, 1990). Dalam kondisi yang tidak lazim seperti radiasi ion, sinar ultraviolet, dan paparan energi tinggi lainnya, dihasilkan radikal bebas yang sangat berlebihan (Droge, 2002).
Gambar 2.3. Sistem Oksigen Aktif Reaksi Perusakan oleh Radikal Bebas Definisi tekanan oksidatif (oxidative stress) adalah suatu keadaan dimana tingkat oksigen reaktif intermediate (ROI) yang toksik melebihi pertahanan anti-oksidan endogen. Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal bebas, yang akan bereaksi dengan lemak, protein, asam nukleat seluler, sehingga terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu. Lemak merupakan biomolekul yang rentan terhadap serangan radikal bebas. a. Peroksidasi lemak Membran sel kaya akan sumber poly unsaturated fatty acid (PUFA), yang mudah dirusak oleh bahan-bahan pengoksidasi; proses tersebut dinamakan peroksidasi lemak. Hal ini sangat merusak karena merupakan suatu proses berkelanjutan. Pemecahan hidroperoksida lemak sering melibatkan katalisis ion logam transisi (Droge, 2002). LH + R·→ L·+ RH ;
Universitas Sumatera Utara
L· + O2→ LOO· ; LOO· + L'H → LOOH + L'· ; LOOH → LO·, LOO·, aldehydes. b. Kerusakan protein Protein dan asam nukleat lebih tahan terhadap radikal bebas daripada PUFA, sehingga kecil kemungkinan dalam terjadinya reaksi berantai yang cepat. Serangan radikal bebas terhadap protein sangat jarang kecuali bila sangat ekstensif. Hal ini terjadi hanya jika radikal tersebut mampu berakumulasi (jarang pada sel normal), atau bila kerusakannya terfokus pada daerah tertentu dalam protein. Salah satu penyebab kerusakan terfokus adalah jika protein berikatan dengan ion logam transisi (Proctor dan Reynolds, 1984). c. Kerusakan DNA Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis (Allen dan Tressini, 2000). 2.5.9. Penyakit – Penyakit akibat Paparan Radikal Bebas Telah dikemukakan diatas bahwa setiap radikal mempunyai suatu elektron yang tidak berpasangan di permukaan kulit luarnya sehingga dia berusaha mencapai elektron dari jaringan- jaringan yang ada di dalam tubuh kita yang disusun oleh selsel. Setiap sel memiliki selaput lemak atau lipid yang melindunginya. Radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh kita mulai merusak sel, lalu protein, enzim dan kemudian inti sel dimana DNA dibentuk yang menyebabkan kerusakan-kerusakan pada sel-sel kita yang berakibat timbulnya berbagai penyakit sebagai berikut (Gomall, 1986). 1. Penyakit Jantung Koroner (PJK) Penyakit jantung koroner (PJK) menjadi silent killer nomor satu. Hal ini disebabkan karena molekul besar lemak yang disebut LDL atau low density lipoprotein
Universitas Sumatera Utara
teroksidasi antara lain oleh radikal bebas. LDL yang teroksidasi akan mengendap di pembuluh darah jantung sehingga menjadi sempit dan aliran darah terganggu sehingga sebagian sel-sel jantung tidak cukup nutrisi dan mati. 2. Penyakit Kanker Kanker disebabkan oleh adanya serangan radikal bebas pada DNA dan RNA dalam sel sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan sel yang abnormal akan merusak jaringan. Selain itu, kanker timbul karena didalam tubuh kita juga terdapat senyawa penyebab timbulnya kanker atau karsinogen akibat pembakaran yang tidak sempurna. Salah satu paling berbahaya adalah hidrokarbon aromatik. 3. Penyakit Katarak Kerusakan
protein
akibat
elektronnya
diambil
oleh
radikal
bebas
dapat
mengakibatkan sel-sel jaringan dimana protein tersebut berada menjadi rusak yang banyak terjadi adalah pada lensa mata sehingga menyebakan katarak. 4. Penyakit Degeneratif Penyakit degeneratif atau kamerosotan fungsi tubuh disebabkan antara lain karena asam lemak tak jenuh dalam jaringan sel terserang oleh radikal bebas sehingga terjadi reaksi antar sel dan menghasilkan senyawa peroksida yang merusak sel. 5. Proses Penuaan Dalam tubuh sebenarnya ada enzim yang dapat menangkal radikal bebas, akan tetapi karena ulah manusia mengakibatkan enzimatis tidak pernah mencapai 100%. Akibat dari kerusakan jaringan ini secara pelan-pelan menyebabkan elastisitas kolagen merosot dan kulit menjadi keriput dan timbul bintik-bintik pigmen kecoklatan.
2.6. Antioksidan 2.6.1. Definisi Antioksidan Menurut Kochhar dan Rossell (1990) mendefinisikan antioksidan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid.
Universitas Sumatera Utara
Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). 2.6.2. Jenis – Jenis Antioksidan berdasarkan Sumbernya Menurut
Amarowicz
(2000),
Sumber-sumber
antioksidan
dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Menurut Kumalaningsih (2006), terdapat tiga jenis antioksidsan yaitu : 1.) Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim-enzim. 2.) Antioksidan alami yang diperoleh dari hewan dan tumbuhan. 3.) Antioksidan sintetik yang dibuat dari bahan-bahan kimia. Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia. Senyawa fenol sintetis seperti Butil hidroksianisol (BHA) dan Butil hidroksitoluen (BHT) bukan antioksidan yang baik, sebab pada pemaparan yang lama dapat menyebabkan efek negatif terhadap kesehatan serta meningkatkan terjadinya karsinogenesis (Rohman dan Riyanto, 2004). Antioksidan alami adalah antioksidan hasil ekstraksi bahan alam. Antioksidan alami seperti α-tokoferol dan asam askorbat, memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil, tetapi aktivitasnya lebih tinggi daripada antioksidan sintetik (Miranda, 2005). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaanya untuk makanan dan penggunaannya telah sering digunakan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), tert-butil hidoksi quinon (TBHQ), NDGA dan tokoferol. Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.
Universitas Sumatera Utara
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt, 1992). Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal dari tumbuhan yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid, dan senyawa fenolik. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt, 1992). Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-lain (Nakatani,1992). 2.6.3. Jenis – Jenis Antioksidan berdasarkan Fungsinya Menurut Rice-Evans (1997) dalam Kumalaningsih (2007), atas dasar fungsinya terdapat lima jenis antioksidan yaitu : a. Antioksidan Primer Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, yaitu sebelum sempat bereaksi. Antioksidan primer yang ada dalam tubuh yang sangat terkenal adalah enzim superoksida dismutase. b. Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang
Universitas Sumatera Utara
lebih besar. Contoh yang populer, antioksidan sekunder adalah vitamin E, vitamin C dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan. c. Antioksidan Tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA penderita kanker. d. Oxgygen Scavanger Antioksidan yang termasuk oxygen scavanger yang mampu mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi, misalnya vitamin C. e. Chelators atau Sequesstrants Senyawa yang dapat mengikat
logam sehingga logam tersebut tidak dapat
mengkatalis reaksi oksidasi. Akibatnya kerusakan dapat dicegah. Contoh senyawa tersebut adalah asam sitrat dan asam amino. Tubuh dapat menghasilkan antioksidan yang berupa enzim yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut juga ko-faktor. Antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh antara lain adalah superoksida dismutase, glutathione peroksidase, dan katalase. 2.6.4. Mekanisme Kerja Antioksidan Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat pula digunakan untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang banyak mengandung ikatan rangkap di dalam strukturnya (Kelly, 2002). Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan perlu dijelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Menurut Sitorus (2008), Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisisasi, propagasi, dan terminasi. Pada
Universitas Sumatera Utara
tahap inisisasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3). Inisisasi
: RH – – R* + H*
(1)
Propagasi
: R* + O2 – – ROO*
(2)
ROO* + RH – – ROOH + R*
(3)
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bertanggung jawab atas flavor makanan berlemak. Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada, mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi. Seringkali, kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibanding dengan satu jenis antioksidan saja. Sebagai contoh asam askorbat seringkali dicampur dengan antioksidan yang merupakan senyawa fenolik untuk mencegah reaksi oksidasi lemak. Dalam proses melumpuhkan radikal bebas, vitamin E menjadi pelopor diikuti oleh vitamin C dan dengan bantuan senyawa glutathion, betakaroten, seng, mangan, dan selenium akan memudahkan pelumpuhan radikal bebas. (Pratt, 1990). 2.6.5. Antioksidan di dalam Tubuh untuk Pertahanan Sel Sifat reaktif yang tersebar dari sistem pembentukan radikal dalam sel menyebabkan evolusi mekanisme pertahanan terhadap efek perusakan suatu bahan teroksidasi kuat. Gambar dibawah ini menunjukkan aktifitas enzim intraseluler tersebut. SOD (superoksida dismutase dan katalase) mengkatalisasi dismutasi dari
Universitas Sumatera Utara
superoksida dan hidrogen peroksida. GSH (glutation) peroksidase mereduksi peroksida hidrogen dan organik menjadi air dan alcohol (Inoue, 2001). GSH S-transferase melakukan pemindahan residu glutation menjadi metabolit elektrofilik reaktif dari xenobiotic (Poli, 1993). Produksi glutation teroksidasi (GSSG) direduksi secara cepat oleh reaksi yang menggunakan NADPH yang dihasilkan dari berbagai sistem intraseluler, diantaranya hexose-monophosphate shunt. Berbagai isoenzim organel spesifik dari dismutase superoksida juga ditemukan. SOD Zn, Cu merupakan sitoplasmik, sedangkan enzim Zn, Mn mitokondrial. Isoenzim ini tidak ditemukan dalam cairan ekstraseluler (Poli, 1993).
Gambar 2.4. Enzim-Enzim Pertahanan Antioksidan Beberapa bahan tereduksi (tabel 2) juga bekerja sebagai antioksidan, reduksi kelompok radikal aktif seperti radikal peroksi dan hidroksi menjadi bentuk yang kurang reaktif misalnya air. Seperti halnya pembangkitan kembali oksigen singlet. Penggabungan tersebut juga mengakhiri reaksi radikal berantai (Inoue, 2001). Pertahanan antioksidan kimiawi bagai pedang bermata dua. Pertama, saat bahan tereduksi menjadi radikal maka derivat radikalnya juga terbentuk. Sehingga, jika suatu radikal sangat tidak stabil, reaksi radikal berantai mungkin akan berlanjut. Kedua, bahan tereduksi dapat mereduksi oksigen menjadi superoksida atau peroksida merupakan radikal hidroksil dalam reaksi auto-oksidasi. Ascorbat dan asam urat dapat berfungsi sebagai anti oksidan, ikut serta secara langsung dalam auto-oksidasi,
Universitas Sumatera Utara
baik melalui reduksi aktifator oksigen lain seperti rangkaian logam transisi atau quinone, atau bertindak sebagai kofaktor enzim (Poli, 1993). Proses tersebut dapat melibatkan kemampuan askorbat untuk depolimerisasi DNA, hambatan Na+/K+ ATPase otak, potensiasi toksisitas paraquat, dan sebagai mediator peroksidasi lemak. Juga mempunyai kontribusi kelainan patofisiologi dari metabolisme purin. Sifat yang sesungguhnya campuran pro atau antioksidan untuk bahan pereduksi khusus adalah integrasi kompleks dari beberapa faktor. Pada kasus zat pembersih radikal hidroksil, produk dari interaksi radikal dengan antioksidan umumnya kurang reaktif dibanding radikal hidroksil. Radikal yang terbentuk tersebut cukup stabil dan dalam konsentrasi cukup tinggi namun dapat terjadi mekanisme seperti pada glutation dan superoksida. pH sangat mempengaruhi reduksi langsung oksigen menjadi superoksida oleh senyawa sulfidril, sedangkan faktor lokal lainnya seperti konsentrasi molar dari molekul oksigen juga punya peranan penting (Inoue, 2001). Oksigen singlet dan bagian triplet molekul yang tereksitasi mungkin disempurnakan melalui interaksi bersama sistem konjugasi sistem diene seperti yang ditemukan pada karoten, tokoferol, atau melanin. Seperti antioksidan pereduksi, senyawa tersebut dapat juga menghasilkan jenis elektron aktif dan mungkin juga penyakit (Inoue, 2001). Tabel 2.2. Antioksidan dan Enzim Pembersih (Scavenging) : Antioksidan Glutathione Sulfhydryl Vitamin C Vitamin E β-carotene Uric acid Bilirubin Coenzyme Q 10
Antioksidan utama didalam dan diluar sel. Dalam sel 2-10 mM, plasma 5-25 μM Cysteine dan homocysteine Antioksidan hidrofilik pada ekstraseluler 40-140 μM dalam plasma Pembersih pada ruang hidrofobik dalam plasma terikat pada LDL 0.5-1.6 mg/dl (10-40 μM) 0.055 mg/dl Hasil metabolik adenosin dan xantine. Antioksidan kuat terhadap radikal hidroksil (HO●) Antiokasidan hidrofobik terikat pada albumin 20 μM 0.08 mg/dl
Universitas Sumatera Utara
Enzim pembersih SOD Terdapat pada semua sel mamalia Cu/Zn-SOD Sitosol, eritrosit 2300 unit/g Hb Mn-SOD Mitokondria Extracelluler SOD (EC- Plasma dan endotel permukaan, terikat pada heparin SOD) Catalase Peroksisum, RBC 153.000 unit/g Hb GSH peroxidase Sitosol (75%), mitokondria (25%) GSSG reductase NADPH dependent Thioredoxin system Regulasi redok Binding protein Albumin Ceruloplasmin Transferin Metalothionein
Antioksidan kuat 0.5 mM dalam plasma Aktifitas feroksidase 15-60 mg/dl plasma Membersihkan Fe bebas 200-400 mg/dl Membersihkan logam berat
2.6.6. Sumber dan Manfaat Antioksidan Alami dalam Menangkal Radikal Bebas Menurut Shahidi (1991) dalam Kumalaningsih (2006), ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serelia, buah-buahan, sayur-sayuran, dan tumbuhan/alga laut. Dari semua sumber-sumber tersebut, beberapa macam antioksidan yang penting terkandung didalamnya yaitu sebagai berikut. 1. Vitamin E Vitamin E atau Tokoferol tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak atau minyak. Terdapat 8 (delapan) bentuk vitamin E yaitu 4 (empat) tokoferol alfa, beta, gamma, dan delta serta 4 (empat) tokotrienol. Dari delapan bentuk tersebut yang bermanfaat bagi aktivitas biologis dalam tubuh adalah alfa yang ditemukan dalam darah dan jaringan tubuh yang berfungsi sebagai antioksidan primer yang dapat mengakhiri rentetan reaksi radikal bebas. Tabel 2.3. Sumber Vitamin E Berdasarkan Ukuran Saji : Bahan pangan Telur, utuh , segar Minyak jagung
Ukuran saji I butir besar 1 sdm
Kandungan Vit.E / Tokoferol (mg) 0,88 1,9
Manfaat
Mencegah kanker
Universitas Sumatera Utara
Minyak zaitun Minyak kacang tanah Minyak kedelai Jus tomat Apel dengan kulit Mangga Mentega Kacang tanah, kering Alpukat Asparagus beku Bayam Kentang manis Tomat merah Taoge
1 sdm 1 sdm
1,6 1,6
1 sdm 6 ons larutan 1 buah sedang 1 buah sedang 1 sdm 1 ons
1,5 0,4 0,81 2,32 3 2,56
1 buah sedang 4 potong 1/2 cup 1 buah sedang 1 buah 100 gr
2,32 1,15 0,53 5,93 0,42 117 – 662
Mencegah serangan jantung Mencegah stroke Mencegah osteoporosis Membangkit kan sisitem imunitas Mempelancar pencernaan Meningkatka n kesuburan Menjaga ph lambung
(Sumber: Anonymous, 2005) 2. Vitamin C Vitamin C merupakan antioksidan yang tangguh. Ia membantu menjaga kesehatan sel, meningkatan penyerapan zat besi, dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Bagi pria, antioksidan ini memperbaiki mutu sperma, dengan cara mencegah radikal bebas merusak lapisan pembungkus sperma. Asupan vitamin C terbatas menjadi salah satu faktor penentu kesuburan. Di samping berfungsi sebagai antioksidan, vitamin C memiliki fungsi menjaga dan memelihara kesehatan pembuluh-pembuluh kapiler, kesehatan gigi dan gusi. Vitamin C membantu penyerapan zat besi dan dapat menghambat
nitrosamin,
zat
pemicu kanker. Vitamin
C juga membantu
penyembuhan luka. Vitamin C sudah mengalami perkembangan, sampai sekarang ada 3 generasi vitamin C. Generasi pertama adalah asam askorbat, generasi kedua adalah vitamin C penyangga atau buffer, dan generasi ketiga adalah Ester-C®. Kebutuhan vitamin C yang dianjurkan adalah sebesar 30 – 60 mg per hari. Sedangkan rata-rata kecukupan vitamin C untuk keluarga adalah sebesar 53,7 ± 2,2 mg. Sumber utama vitamin C adalah dari buah-buahan dan sayur-sayuran, sedangkan bahan makanan
Universitas Sumatera Utara
yang berasal dari hewani pada umunya tidak merupakan sumber yang kaya akan vitamin C. Tabel 2.4. Buah-buahan Sumber Vitamin C: No.
Nama Bahan Makanan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Belimbing Jambu biji Jeruk bali Jeruk garut Embacang (bacang) Kemang Mangga Nenas Pepaya Pisang ambon Rambutan Sawo manila Sirsak
Berat Tiap Satuan Penukar (gram)
Kandungan Vitamin C
100 50 100 100 100 100 100 150 100 300 100 150 150
Setiap satuan bahan penukar mengandung vitamin C 30 – 80 mg
(Sumber: John M deMAN, 1997) Tabel 2.5. Sumber Vitamin C dari Sayuran: No.
Nama Bahan Makanan
Kandungan Vitamin C per 100 gram Bahan (mg)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Daun singkong Daun katuk Daun kelor Daun melinjo Gandaria Bayam Kol / Kubis
275 239 220 182 111 60 60
(Sumber: John M deMAN, 1997) 3. Vitamin A Vitamin A adalah istilah umum untuk suatu kelompok senyawa yang memiliki aktivitas biologi dari retinol dan merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan, reproduksi, pertumbuhan, diferensiasi epitelium, dan sekresi lendir/getah. Sumber utama vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya α-karoten) dan retinil ester dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester diabsorpsi bersama lamak dan ditransportasikan
Universitas Sumatera Utara
ke hati untuk disimpan. Kata “karoten” berasal dari kata Latin yang berarti wortel (carrot), yaitu pigmen warna kuning dan oranye pada buah dan sayuran. Salah satu anggota senyawa karoten yang banyak dikenal adalah β-karoten, yaitu senyawa yang akan dikonversikan jadi vitamin A (retinol) oleh tubuh. Itu sebabnya, β-karoten sering disebut pro-vitamin A (sumber vitamin A). Tabel 2.6. Sumber Vitamin A : No.
Sumber
1. 2. 3. 4. 5.
Wortel Pepaya Tomat Semangka Pisang Raja
Kandungan Vitamin A (S.I) dalam 100 gr bahan 12.000 365 1.500 590 950
(Sumber: Anonymous, 1990) 4. Senyawa Fenolik Senyawa fenolik adalah senyawa antioksidan alami yang berupa flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik. Komponen senyawa fenolik bersifat polar dn memiliki fungsi antara lain sebagai penangkap radikal bebas dan peredam terbentuknya oksingen singlet. Senyawa fenolik dapat larut dalam air. Tumbuh-tumbuhan yang termasuk senyawa fenolik dan sangat bagus sebagai antioksidan karena memiliki aroma dan rasa yang menyegarkan, antara lain: Jahe ( Zingiber Officinale ), Bawang Putih ( Allium Sativum ), Kunyit ( Curcuma Sp ), dan Teh ( Camellia Sp ). 5. Anthosianin Anthosianin adalah senyawa flavonoid yang merupakan sekelompok zat warna berwarna kemerahan yang larut dalam air dan tersebar sangat luas di dunia tumbuhtumbuhan. Oleh karena itu, dapat juga digunakan sebagai pewarna alami yang tersebar luas dalam tumbuhan (bunga, buah-buahan, dan sayuran). Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air adalah penyebab hampir semua warna merah, oranye, ungu, dan biru. Aplikasi anthosianin sebagai pewarna makanan dan minuman
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan pada pH rendah seperti untuk minuman ringan, minuman beralkohol, manisan, saos, pikel, makanan beku atau kalengan serta yoghurt. Jenis tumbuhan dan buah yang banyak mengandung zat anthosianin adalah Ubi Jalar Ungu ( Ipomea Batatas Var Ayamurasaki ) dan Stroberi. 6. Isoflavon Isoflavon dapat ditemukan pada kacang-kacangan terutama kedelai yang diyakini memiliki sifat estrogenik, antikarsinogenik, antiosteoporoisitik, antioksidan, dan dapat juga memperbaiki sindroma menopouse. Pada olahan kedelai yaitu tempe memiliki kandungan senyawa isoflavon dengan aktivitas antioksidan dan anti hemolitik, senyawa tersebut ialah yang disebut dengan faktor 2, genisten, dan daidzein. 2.6.7. Metabolisme Antioksidan dalam Tubuh Liver adalah organ utama untuk membersihkan zat-zat toksin berasal dari bakteri maupun zat kimia seperti indotoksin, oksidan, dan pro-oksidan. Untuk melakukan detoksikasi dari bahan berbahaya tersebut, liver mengandung antioksidan dengan berat molekul rendah dan enzim yang merusak kelompok oksigen reaktif (reactive oxygen species. ROS) yaitu glutation tereduksi (GSH), vitamin C, vitamin E, superoksid dismutase (SOD), glutation peroksidase, dan katalase (Inoue, 2001).
2.7. Tindakan Pencegahan dalam Menangkal Radikal Bebas Menurut Dr. Kenneth H. Cooper, Ada 4 (empat) langkah yang dapat dilakukan yang menjadi pencetus Preventive Medicine untuk melawan radikal bebas yang berbahaya dalam tubuh kita yaitu : 1. Berolah raga dengan intensitas rendah. 2. Mengkombinasi beberapa antioksidan setiap hari. 3. Mengatur diet dan memasak secara benar agar antioksidan dalam makanan tidak rusak. 4. Bergaya hidup bebas dari radikal bebas.
Universitas Sumatera Utara
Berikut merupakan ulasan dan saran-saran bagaimana cara memahami 4 (empat) langkah yang dapat dilakukan tersebut menjadi pencetus Preventive Medicine diatas. Langkah
1
:
Lakukan
Olah
Raga
Dengan
Intensitas
Rendah
Pada keadaan normal radikal bebas terbentuk secara amat perlahan kemudian dinetralisir oleh antioksidan yang ada dalam tubuh. Namun jika laju pembentukan radikal bebas sangat meningkat karena terpicu oleh latihan yang terlalu keras atau berolahraga secara berlebihan sehingga jumlah radikal bebas akan terbentuk melebihi kemampuan sistem pertahanan tubuh, maka molekul pemberontak tambahan yang tidak dapat dicegah ini lalu menyerang membran sel , sehingga terjadi kerusakan pada sel-sel tubuh kita yang mengakibatkan timbulnya penyakit . Sebaliknya dengan meningkatkan ketahanan tubuh kita secara bertahap melalui program latihan olah raga dengan intensitas rendah yang disarankan seperti jalan cepat, jogging, berenang, dan bersepeda statis ini, dapat meningkatkan enzim antioksidan endogen seperti enzim superoksid dismutase, glutation peroksidase dan katalase untuk mencegah kerja setiap radikal bebas yang merusak. Langkah 2 : Gunakan Kombinasi Beberapa Antioksidan Setiap Hari Seperti kita ketahui campuran antioksidan ada beraneka ragam bergantung pada usia, jenis kelamin, dan tingkat kegiatan , serta bobot badan kita. Banyak pandangan sangat meyakini bahwa kebutuhan semua vitamin dan mineral dapat kita peroleh dari makanan yang kita makan melalui menu harian kita, ternyata tidak semudah itu. Untuk memperoleh vitamin E dengan dosis 100 IU dimana jumlah dosis itu lebih kecil dari dosis optimum harian rata-rata yang disarankan oleh para ahli nutrisi, kita harus makan dua mangkuk kemiri, atau semangkuk biji bunga matahari dan bila kita memakannya maka pemasukan lemak dan kalori akan luar biasa banyaknya. Untuk memperoleh 1000 mg vitamin C diperlukan mengkonsumsi 15 buah jeruk, atau 25 buah cabe hijau, atau untuk memperoleh 25.000 – 50.000 IU beta karoten diperlukan makan paling sedikit dua sampai tiga batang wortel atau tiga mangkuk butternut
Universitas Sumatera Utara
squash. Bila kita melihat contoh diatas maka jalan terbaik untuk dapat mencukupi vitamin atau mineral adalah menyusun dan mengkonsumsi beberapa suplemen yang disesuaikan dengan kebutuhan kita sendiri. Pengunaan suplemen makanan ini tentunya tergantung dari pada usia, jenis kelamin, tingkat kegiatan, bobot badan serta penyakit yang sedang diderita oleh kita. Langkah 3 : Cara Memasak dan Cara Diet Agar Antioksidan Dalam Makanan Tidak Rusak Sekalipun kita mengetahui suatu makanan mengandung banyak antioksidan, ini tidak berarti bahwa jika kita memakannya akan memperoleh seluruh keuntungan yang terdapat di dalam makanan tersebut. Nilai gizi makanan dapat hilang banyak selama pegemasan, penyimpanan, pemasakan, atau penyiapan lain. Sebagai paduan didalam menyiapkan makanan ingatlah hal-hal berikut ini : 1. Perubahan nilai PH nya , keasaman, atau kebasaannya makanan dapat terjadi selama proses pembuataannya. Penambahan zat tambahan misalnya vetsin, dan lain-lain. 2. Metode masak terbaik untuk mempertahankan kandungan antioksidan adalah : Microwave, Uap, Tumis. 3. Hindari bahan-bahan yang sudah layu dalam mengolah makanan. 4. Hindari pemotongan, perajangan, pengirisan, pembilasan, atau perendaman yang berlebihan. 5. Cobalah mengkonsumsi air yang kita gunakan dalam merebus bahan makanan mungkin antioksidan ada didalamnya. 6. Jangan menyimpan di kulkas makanan yang telah dimasak lebih dari satu hari tanpa mengunakan wadah yang kedap udara. 7. Jangan menghangatkan kembali makanan nabati yang telah dimasak satu kali. 8. Hindari mempertahankan kehangatan makanan selama lebih dari 30 menit sebelum dihidangkan. 9. Jangan menyimpan bahan makanan segar dalam lemari es lebih dari 1 minggu
Universitas Sumatera Utara
Langkah
4
:
Gaya
Hidup
Bebas
Dari
Radikal
Bebas.
Tidak ada jalan untuk mundur atau melarikan diri ke suatu lingkungan yang betulbetul bebas dari gangguan radikal bebas. Dengan hidup di tengah masyarakat modern kita akan terpapar oleh berbagai pemicu dari lingkungan yang memacu pembentukan molekul radikal bebas yang bisa merusak dalam tubuh kita. Kendati demikian kita dapat meminimalisasi ancaman radikal bebas terhadap kesehatan kita dan membuat hidup kita lebih panjang serta menjadi lebih produktif secara maksimal. Seperti kita ketahui, olah raga yang tidak berlebihan, mengkonsumsi suplemen antioksidan, dan tata menu makanan yang benar dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap radikal bebas secara bemakna. Akan tetapi untuk memperoleh pertahanan yang betulbetul sempurna perlu juga dilakukan tindakan pencegahan yang memungkinkan hadirnya radikal bebas dalam diri kita. Ini berarti bahwa kita harus belajar mengenali dan mengurangi atau bahkan menghilangkan faktor-faktor yang dapat terus-menerus memacu pembentukan radikal bebas dalam tubuh kita. Tahap terakhir ini merupakan tahap yang tersulit karena beberapa hal yaitu : 1. Berhadapan dengan kebiasaan-kebiasaan pribadi yang sudah berakar kuat misalnya merokok. 2. Mengatasi berbagai hambatan yang tampaknya sulit teratasi misalnya pencemaran udara di tempat kita hidup atau bekerja. Kenyataan tersebut diatas jangan menyurutkan semangat kita untuk dapat menghindari dari semua radikal bebas yang berlebihan yang dapat mempengaruhi kesehatan tubuh kita. Memang suatu pekerjaan yang sulit untuk menghilangkan sama sekali radikal bebas yang sangat banyak ini, tetapi paling tidak dengan mengetahui radikal bebas tersebut, dapat kita meminimalkan terpaparnya sehingga rencana dapat kita buat untuk pertahanan seumur hidup terhadap ancaman molekul-molekul pemberontak itu. Sekarang kita telah memiliki 4 (empat) pelindung utama untuk mencegah kerusakan akibat radikal bebas yaitu olah raga dengan intensitas rendah, suplemen antioksidan, tatanan menu dengan jumlah antioksidan maksimal, kemudian
Universitas Sumatera Utara
perlindungan paling akhir bagi kita adalah gaya hidup yang kita pilih sehari-hari untuk menghindari paparan berlebihan berbagai radikal bebas yang mengancam tubuh kita . Langkah tersebut diatas kita sebut revolusi antioksidan jika dipertimbangkan dari berbagai aspek sesungguhnya merupakan suatu cara pendekatan yang menyeluruh dan betul-betul merupakan perubahan baru untuk memperoleh kesehatan dan umur panjang. Selain itu, salah satu yang menjadi tindakan pencegahan saat bekerja agar tebebas dari radikal bebas adalah dengan menggunakan alat pelindung diri. Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia. Adapun bentuk dari alat tersebut adalah : 1. Safety Helmet. Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung. 2. Tali Keselamatan (safety belt). Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi ataupun peralatan lain yang serupa (mobil,pesawat, alat berat, lainnya). 3. Sepatu Karet (sepatu boot). Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek ataupun berlumpur. Kebanyakan di lapisi dengan metal untuk melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan lainlain. 4. Sepatu pelindung (safety shoes). Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dan lain-lain. 5. Sarung Tangan. Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
6. Tali Pengaman (Safety Harness). Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter. 7. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff). Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising. 8. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses). Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas). 9. Masker (Respirator). Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun, dan lain-lain). 10. Pelindung wajah (Face Shield). Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda). 11. Jas Hujan (Rain Coat). Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat). Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja (K3L 'Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan').
2.8. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan 2.8.1. Pengertian Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini disebut teori S-OR atau Stimulus Organisme Respons. Skiner memdekan ada dua jenis respons, yaitu : 1. respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. 2. operant respons atau instrumental repons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. 2.8.2. Batasan Perilaku Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus di atas, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Skiner, 1938). 1. Perilaku tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, presepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.. 2. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behaviour, tindakan nyata atau praktik (practice). 2.8.3. Perilaku Kesehatan Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman,
serta
lingkungan.
Dari
batasan
ini,
perilaku
kesehatan
dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintanance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. 2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan, atau sering disebut Perilaku Pencarian Pengobatan (health seeking behaviour) Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 3. Perilaku Kesehatan Lingkungan Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
Dengan
perkataan
lain,
bagaimana
seseorang
mengelola
lingkungannya sehingga tidak menggangu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya. Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini adalah Perilaku Hidup Sehat, Perilaku Sakit (illness behaviour), dan Perilaku Peran Sakit (the sick role behaviour). 2.8.4. Domain Perilaku Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiaptiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni : 1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. 2. Determinan atau faktor eksternal, yakni
Universitas Sumatera Utara
lingkungan, baik lingkungkan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Benyamin Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni : a. Kognitif (cognitif),
b.
Afektif
(affective),
c.
Psikomotor
(psychomotor).
Dalam
perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : 1. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pacaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). a. Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) menggungkapkan
bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : 1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu. 2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. 3. Evaluation, menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan. 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. 2. Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksaanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). a. Komponen Pokok Sikap Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok. 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama membentuk sikap yang utuh (total attitude). b. Berbagai Tingkatan Sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan. 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
Universitas Sumatera Utara
2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. 4. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. 3. Praktik atau Tindakan (Practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua, dan lain-lain. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan. 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. 2. Respons terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. 3. Mekanisme (mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis tanpa perintah terlebih dahulu, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
Universitas Sumatera Utara
4. Adopsi (adoption) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah di modifikasikanya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilkukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan serta tahun yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. 2.8.5. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis atau menilai perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu : a. Faktor predisposisi (Predisposing factors) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini sering juga disebut faktor pemudah. b. Faktor pemungkin (Enambling factors) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu dan sebagainya. c. Faktor penguat (Reinforcing factors) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas, termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintahan daerah, yang terkait dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara