BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bentonit Bentonit merupakan istilah dalam dunia perdagangan untuk clay yang mengandung monmorillonit. Kandungan utama bentonit adalah mineral monmorilonit (80%) dengan rumus kimia [Al
l.67Mg 0.33
(Na0.33 )]Si4O10 (OH)2. Warnanya bervariasi dari putih ke
kuning, sampai hijau zaitun, coklat kebiruan. Bentonit berasal dari perubahan hidrotermal dari abu vulkanik yang disimpan dalam berbagai air tawar (misalnya, danau alkali) dan cekungan laut (fosil laut yang melimpah dan batu kapur), ditandai dengan energi pengendapan yang rendah oleh lingkungan dan kondisi iklim sedang. Hamparan bentonit berkisar pada ketebalan dari beberapa sentimeter hingga puluhan meter (sebagian 0,3-1,5 m) dan dapat lebih dalam lagi sampai ratusan kilometer. Bentonit banyak terdapat secara luas di semua benua. Kandungan lain dalam bentonit merupakan pengotor dari beberapa jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit, mika dan klorit (Utracki, et. al, 2004).
Bentonit dikenal dan dipasarkan dengan berbagai
sinonim seperti sabun tanah liat, sabun mineral, wilkinite, staylite, vol-clay, aquagel, ardmorite, dan refinite (Johnston, 1961).
2.1.1 Jenis-jenis Bentonit Klasifikasi bentonit dibuat dengan terlebih dahulu menyelidiki karakteristik struktural seperti komposisi kimia dan mineralogi, kapasitas tukar kation dan luas permukaan spesifik. Bentonit alam
baik natrium atau kalsium bentonit memiliki sifat dan
kegunaan yang berbeda. Berdasarkan jenisnya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Na-bentonit – Swelling bentonite (Tipe Wyoming) Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering berwarna putih atau krem, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan
Universitas Sumatera Utara
berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi, suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran diduduki oleh ionion sodium (Na+). Kandungan Na2O dalam natrium bentonit umumnya lebih besar dari 2%. Karena sifatsifat tersebut maka mineral ini sering dipergunakan untuk lumpur pemboran, penyumbat kebocoran bendungan pada teknik sipil, bahan pencampur pembuatan cat, bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri pengecoran logam. 2. Ca-bentonit – non swelling bentonite. Ca-bentonit
ditandai
dengan
mengembang yang rendah dan
kemampuan
penyerapan
air
dan
kemampuan
tidak mampu untuk tetap tersuspensi dalam air.
Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi koloidal memiliki pH 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium. Dalam keadaan kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat. Bentonit jenis ini sangat baik digunakan sebagai lempung pemucat warna pada minyak kelapa (Porta, 2010 dan Supeno, 2009).
2.1. 2 Sifat Fisika dan Kimia Bentonit Sifat–sifat fisika bentonit antara lain berkilap lilin, umumnya lunak dan plastis, berwarna pucat dengan kenampakan putih, hijau muda, kelabu hingga merah muda dalam keaadaan segar dan menjadi krem bila lapuk yang kemudian berubah menjadi kuning, merah coklat hingga hitam. Bila diraba terasa licin seperti sabun. Bila dimasukkan ke dalam air, akan menyerap air, sedikit atau banyak, bila kena air hujan bentonit dapat berubah menjadi bubur dan bila kering akan menimbulkan rekahan yang nyata. Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 g/L; indeks bias 1,547-1,557; dan titik lebur 1330-1430 oC (Johnstone, 1961). Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat. Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada Tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Bentonit Senyawa SiO2 Al2O3 Fe2O3 CaO MgO Na2O K2O H2O
Na-Bentonit (%)
Ca-Bentonit (%)
61,3-61,4 19,8 3,9 0,6 1,3 2,2 0,4 7,2
62,12 17,33 5,30 3,68 3,30 0,50 0,55 7,22
Sumber: Puslitbang Tekmira, 2005 Struktur bangun lembaran bentonit terdiri dari 2 lapisan tetrahedral yang disusun unsur utama Silika (O, OH) yang mengapit satu lapisan oktahedral yang disusun oleh unsur M (O,OH) (M = Al, Mg, Fe) yang ditunjukkan pada Gambar 2. 1 yang disebut juga mineral tipe 2:1. Ruang dalam lembaran ini dapat menyusun hampir 85 % dari bentonit (Ray, 2003, Utracki, 2004). Struktur utama bentonit selalu bermuatan negatif walaupun pada lapisan oktahedral ada kelebihan muatan positif yang akan dikompensasi oleh kekurangan muatan positif pada lapisan oktahedral. Hal ini terjadi karena terjadinya substitusi isomorfik ion-ion, yaitu pada lapisan tetrahedral terjadi substitusi ion Si sedangkan lapisan oktahedral terjadi substitusi ion Al
3+
oleh Mg
2+
4+
oleh Al
3+
,
2+
dan Fe . Ruang
dalam lapisan bentonit dapat mengembang dan diisi oleh molekul-molekul air dan kation-kation lain (Alexandre dan Dubois, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.1. Struktur Kristal Montmorillonit, terdiri dari tiga unit lapisan, yaitu dua unit lapisan tetrahedral (mengandung ion silika) yang mengapit satu lapisan oktahedral ( mengandung ion besi dan magnesium) Montmorilonit umumnya berukuran sangat halus, sedangkan komponenkomponen dalam lapisan tidak terikat kuat. Jika mengadakan persentuhan dengan air, maka ruang di antara lapisan mineral mengembang, menyebabkan volume clay dapat berlipat ganda. Terdapat tanda bahwa jarak dasar (basal spacing) montmorilonit meningkat secara seragam jika terjadi penyerapan air. Beberapa peneliti mencatat bahwa meningkatnya jarak dasar dapat berlangsung perlahan-lahan, yaitu pertanda pembentukan kulit hidrasi di sekeliling kation-kation yang terdapat di antara lapisan. Tingginya daya mengembang atau mengerut dari montmorilonit menjadi alasan kuat mengapa mineral ini dapat menyerap dan memfiksasi ion-ion logam dan persenyawaan organik Dari keanekaragaman jenis lempung, montmorilonit ditemukan dalam bentuk tanah kebanyakan. Tingginya daya plastis, mengembang dan mengkerut, mineral ini menyebabkan tanah menjadi plastis jika basah dan keras jika kering. Retakan-retakan pada permukaan tanah akan terlihat jika permukaan tanah mengering.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Kegunaan Bentonit Bentonit terutama digunakan dalam dalam pengecoran pasir, lumpur bor, pengecoran logam, absorben, sebagai campuran berbagai komposit, bahan makanan untuk unggas dan hewan peliharaan, penjernihan, pembuatan makanan, kosmetik dan obat-obatan. Bentonit telah digunakan untuk penjernihan cairan (terutama anggur putih dan jus). Bentonit juga merupakan adsorben yang paling banyak digunakan, juga berfungsi sebagai zat pemutih (bleaching) dan katalis. Sekitar 6 juta ton bentonit diproduksi setiap tahunnya (Utracki, 2004). 2.1.4 Bentonit Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terletak di ujung Barat Laut Pulau Sumatera, luasnya mencakup 12,26 % Pulau Sumatera atau totalnya sekitar 55.390 km2. Provinsi ini memiliki 23 kota kabupaten dengan berbagai kekayaan alamnya seperti minyak bumi dan gas alam. Disamping itu Aceh juga terkenal dengan sumber hutan dan mineralnya. Jenis bahan galian yang termasuk kelompok mineral logam dan non logam. Kandungan mineral daerah Aceh cukup potensial, hal ini disebabkan oleh faktor geologi, terutama karena berada pada jalur patahan Sumatera dan adanya jalur tunjaman (subduction zone) di sebelah barat Sumatra yang masih aktif sampai saat ini, akibat tujaman tersebut sebagian batuannya mengalami mineralisasi. Bahan galian logam dan bukan logam di Aceh banyak yang belum di kembangkan dan dioptimalkan. Beberapa bahan galian logam, seperti emas, tembaga, mangan, besi, timbal, pasir besi, belerang, batu bara, timah dan nikel dan bahan galian non logam yang banyak terdapat di Aceh diantaranya adalah pasir kuarsa, lempung, sirtu, andesit, felspar, batu gamping, batu sabak, bentonit dan gabro, granit, basal, kuarsit, diorin dan andesit. Daerah-daerah yang mempunyai bentonit di Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Sabang, Aceh
Tengah,
dan
Kabupaten
Simeulue
(http://bisnis
Kabupaten investasi.
Acehprov.go.id/pertambangan.php). Kabupaten Bener Meriah dengan Ibukotanya Simpang Tiga Redelong terletak antara 40 33‘50‖ - 40 54‘50‖ Lintang Utara dan 960 40‘75‖ – 970 17‘50‖ Bujur Timur
Universitas Sumatera Utara
dengan tinggi rata-rata di atas permukaan laut 100 - 2.500 meter. Kabupaten yang memiliki luas 1.919,69 km2 terdiri dari 10 kecamatan,dan 23 kampung (http://www.benermeriahkab.go.id/index.php/tata-ruang/geografi-tofologi).
Gambar 2.2. Peta Kabupaten Bener Meriah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Secara adminitratif, batas-batas wilayah Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut : di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Aceh Tengah, di sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, di sebelah Utara dengan kabupaten Aceh Utara dan Bireuen, dan di sebelah selatan dengan kabupaten Aceh Tengah. Secara geografis daerah ini terletak pada posisi koordinat 96o 40‘ 15‘‘ – 97o 19‘ 19‘‘ Bujur timur dan 4o 34‘ 42‘‘ – 4o 58‘ 13‘‘ Lintang Utara. Desa Negeri Antara merupakan
Universitas Sumatera Utara
salah satu desa yang terletak di kecamatan Rime Gayo, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Bireuen. Hasil inventarisasi dan evaluasi Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (2010), baik dari pengamatan lapangan serta analisa laboratorium, di Kabupaten Bener Meriah, geologi yang teramati sebanyak 8 formasi dari 28 formasi dan terdapat 23 lokasi bahan galian bukan logam berupa: andesit, bentonit, batu gamping, feldspar, granit, diorit, lempung, magnesit, batu mulia nephrit, serpentinit, sirtu dan tras. Endapan bentonit untuk Desa Negeri Antara sampai saat ini belum diteliti.
2. 1. 5 Modifikasi Bentonit Clay biasanya mengandung muatan negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation. Muatan ini berasal dari satu atau lebih dari beberapa reaksi yang berbeda. Sumber utama dari muatan negatif tersebut, yaitu substitusi isomorfis dan disosiasi dari gugus hidroksil yang terbuka. Ion-ion yang dapat dipertukarkan adalah ion-ion yang berada di sekitar mineral lempung silika alumina. Reaksi pertukaran ion bersifat stoikiometris dan berbeda dengan penyerapan atau sorpsi dan desorpsi. Pertukaran ion adalah suatu proses dimana kation yang biasanya terdapat pada antarlapis kristal digantikan oleh kation dari larutan. Dalam air, kation pada permukaan lapisan menjadi lebih mudah digantikan oleh kation lain yang terdapat dalam larutan, yang dikenal dengan‖exchangeable cation‖. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam mili equivalent per 100 gram clay kering yang disebut cation exchange capacity (CEC) atau kapasitas tukar kation (KTK). Kapasitas tukar kation (KTK)
tanah
didefinisikan
sebagai
kapasitas
tanah
untuk
menyerap
dan
mempertukarkan kation. Harga KTK mineral clay bervariasi menurut tipe dan jumlah koloid dalam clay tersebut. Tabel 2.2 menunjukkan harga rata-rata KTK berbagai mineral clay. Diantara mineral-mineral yang lain, montmorilonit mempunyai harga KTK yang paling tinggi. Faktor utama tingginya harga KTK pada montmorilonit yaitu
Universitas Sumatera Utara
pemutusan ikatan dan substitusi dalam struktur kristal. Pemutusan ikatan di sekitar sudut
satuan
silika-alumina
dalam
montmorilonit
akan
menimbulkan
ketidakseimbangan muatan permukaan. Substitusi Al3+ untuk Si4+ dalam lembar tetrahedral dan substitusi ion-ion valensi lebih rendah, terutama Mg2+ untuk Al3+ dalam lembar oktahedral menghasilkan muatan yang tidak seimbang pada satuan struktur montmorilonit (Galimberti, 2011).
Tabel 2.2 Harga Rata-Rata Kapasitas Tukar Kation Jenis Mineral
KTK (mek/100 gram)
Montmorillonit Hektorit Saponit Vermikulit Kaolinit Sepiolit-palygorskit Allophan Imogolit
80-120 120 85 150 3-15 20-30 25 17-40
Sumber: Galimberti, 2011 2. 1. 6 Interkalasi Bentonit Salah satu kekurangan clay adalah sifatnya yang hidrofilik sehingga dapat menyebabkan aglomerasi mineral clay dalam matriks polimer yang bersifat hidrofobik. Kekurangan ini dapat diatasi dengan menginterkalasikan kation organik seperti asam amino atau alkil amonium membentuk organoclay yang bersifat hidrofobik. Peningkatkan basal spacing setelah proses interkalasi juga dapat meningkatkan kemampuan difusi polimer atau prekursor polimer ke dalam interlayer clay. Interkalasi didasari atas pertukaran kation yang terdapat pada antar lapis lempung, seperti Na+, K+, dan Ca2+. Interkalasi ke dalam struktur lempung mengakibatkan peningkatan luas permukaan, basal spacing (jarak dasar antar lapis silikat montmorillonit), dan keasaman permukaan yang berpengaruh terhadap daya adsorpsinya. Proses interkalasi ini dapat mengakibatkan pori-pori lempung semakin besar dan homogen, antar
Universitas Sumatera Utara
lapisnyapun menjadi lebih stabil daripada sebelum diinterkalasi. Skema terjadinya proses interkalasi ditunjukkan dalam Gambar 2.3 (Gatos, et.al, 2010). Tujuan dari interkalasi adalah untuk: 1. Memperluas jarak interlayer 2. Mengurangi interaksi solid-solid antara lempung 3. Meningkatkan interaksi antara lempung dan matriks (Utracki, 2004).
Gambar 2.3 Skema dari: a) clay dan b) organo modified clay, dimana R dapat digantikan dengan komponen kimia lain Jenis nanokomposit yang terbentuk akibat interaksi polimer dengan lapisan silikat dapat dilihat dalam Gambar 2.4 (Galimberti, et al, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Jenis-jenis komposit: a) mikrokomposit, fase terpisah; (b) nanokomposit eksfoilasi ; (c) nanokomposit interkalasi; (d) nanokomposit interkalasi dan flokulasi Pada Gambar 2.4.a Clay termodifikasi tidak tersebar dalam matriks karet secara efisien. Terjadi penggumpalan dimana terjadi tumpukan lapisan clay. Hal ini biasa terjadi pada mikrokomposit. Nanokomposit (Gambar 2. 5.b-d) dengan adanya partikel clay dalam ukuran nano, penyebaran lempung dalam matriks jauh lebih efisien, dimana dapat terjadi lapisan tunggal ataupun berupa tumpukan dari beberapa lamella (Galimberti et al, 2011) Lapisan silikat dari montmorillonit yang dapat diinterkalasi dan dieksfoliasi menjadikannya banyak digunakan sebagai pengisi nanokomposit diantaranya untuk meningkatkan sifat termal (Leszczynska, 2007), penyerapan air, dan dapat mengurangi sifat flammabilitas dari nanokomposit tersebut (Qin, et al, 2004), meningkatkan sifat mekanik (Ding, et al., 2005 ; Kim dan Hoang, 2006; Sharma, 2009), meningkatkan sifat fire retardancy (Wang, et al, 2011), dan meningkatkan derajat degradasi (Shi, et al, 2007). 2. 2 Surfaktan Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan
Universitas Sumatera Utara
minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian nonpolar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan
air,
sedangkan
gugus
lipofilik
bersifat
non
polar
dan
mudah
bersenyawa dengan minyak. Pada molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul dibandingkan
surfaktan
tersebut
akan
diabsorpsi
lebih
kuat
oleh
air
dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi
lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula
sebaliknya,
molekul
bila
surfaktan
gugus
tersebut
nonpolarnya akan
lebih
diabsorpsi
dominan, lebih
maka
kuat
oleh
molekulminyak
dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih
rendah
sehingga
mudah
menyebar
dan
menjadi
fase
kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan
larutan.
Setelah
mencapai
konsentrasi
tertentu,
tegangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu: 1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang.
Universitas Sumatera Utara
2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium. 3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida. 4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain (Myer, 2006). Mekanisme adsorpsi surfaktan ke dalam molekul bentonit untuk membentuk organobentonit tergantung kepada struktur kimia, jenis dan jumlah gugus fungsi yang ada. Adsorbsi berbagai jenis surfaktan ke permukaan partikel bentonit dapat terjadi dengan mekanisme sebagai berikut: a. Bentonit yang bermuatan negatif akan berikatan kuat dengan molekul bermuatan positif. Dengan demikian surfaktan kationik akan
teradsorbsi dengan gaya
elektrostatis. b. Surfaktan nonionik teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan adanya ikatan hidrogen dan gaya van der Waals. c. Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit yang bermuatan positif. Tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970). Beberapa penelitian menyimpulkan surfaktan anionik tidak teradsopsi sama sekali ke permukaan bentonit (Law and Kunze, 1968; Schott, 1968) ataupun teradsorpsi dalam jumlah yang sangat kecil (Wayman, 1963; Hower, 1970). Meskipun gugus sulfonat bermuatan negatif, namun perbandingan gugus sulfonat ini relatif sedikit jika dibandingkan dengan rantai hidrokarbonnya..
Universitas Sumatera Utara
Mao, et al
(2010) menyimpulkan bahwa interkalasi surfaktan ke dalam lapisan
bentonit terjadi dengan dua gaya: a) gaya van der Waals diantara rantai hidrokarbon dan b) gaya elektrostatis antara gugus hidrofilik surfaktan. Penambahan muatan yang berlawanan meningkatkan gaya van der Waals antara rantai hidrokarbon dan mengurangi gaya elektrostatis. 2.2.1 Cetiltrimetilamonium Bromida (CTAB) CTAB merupakan surfaktan kationik dengan rumus molekul C19H42BrN, dengan berat molekul 364,45 g/mol.
Berbentuk serbuk putih, titik lebur 237-243oC. Sebagai
surfaktan, CTAB banyak digunakan sebagai buffer larutan untuk mengekstraksi DNA dan sebagai pemodifikasi permukaan dalam pembuatan komposit clay.
Gambar. 2.5. Rumus Molekul CTAB
Permukaan clay yang bermuatan negatif dapat dimodifikasi dengan surfaktan melalui reaksi pertukaran ion. Modifikasi ini menyebabkan clay yang semula hidrofilik menjadi organofilik. Banyak penelitian memodifikasi bentonit dengan menggunakan alkil amoniun kuarterner sebagai surfaktan kation salah satunya menggunakan CTAB. Reaksi pertukaran ion memudahkan surfktan kationik terinterkalasi ke dalam lapisan clay, sehingga menambah jarak basal spacing antarlapis clay (Boyd, 2001). Polaritas
mineral clay dapat diganti dengan kation organik, dimana ion logam
anorganik melepaskan
muatan negatif pada lapisan silikat. Reaksi antara CTAB
dengan bentonit ditunjukkan sebagai berikut: C19H42N+ Br+ + Na+ -bentonit
C19H42N+ -bentonit + Na+ Br-……………...(2.1)
Secara umum, reaksi antara garam ammonium dengan Natrium bentonit diilustrasikan pada Gambar 2. 6 (Galimberti, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Reaksi antara Garam Ammonium dengan Na-bentonit
2. 2. 2 Polietilen Glikol (PEG) PEG termasuk golongan polieter yang banyak digunakan dalam industri obat-obatan. Selain itu PEG juga berfungsi sebagai surfaktan nonionik. Rumus molekulnya H-(OCH2-CH2)n-OH dengan berat molekul bervariasi.
Gambar. 2.7. Rumus Molekul PEG Sebagai surfaktan nonionik. PEG akan teradsorbsi ke partikel-partikel bentonit dengan adanya ikatan hidrogen. Dengan adanya ikatan hidrogen ini, gaya tarik elektrostatis akan berkurang (Wayne, 2006). Shen (2001), dalam percobaannya menyimpulkan bahwa penggunaan PEG sebagai surfaktan nonionik lebih stabil dan memiliki kapasitar tukar ion yang lebih besar dibandingkan dengan surfaktan kationik.
Si O
Si O
O
H-(O-CH2-CH2-)n
O
O
Si O
O
H-(O-CH2-CH2-)n
O
O
O
Si O
O
H-(O-CH2-CH2-)n
O
O H-(O-CH2-CH2-)n
O
O
Universitas Sumatera Utara
Si
Si
Si
Si
Gambar 2.8. Modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen PEG berikatan dengan SiO2 bentonit dan membentuk antar lapis bentonit yang lebih besar setelah dimodifikasi Gambar 2.8 menjelaskan mekanisme modifikasi bentonit dengan adanya ikatan hidrogen pada molekul PEG, menyebabkan PEG dapat terinterkalasi ke permukaan bentonit.
2. 2. 3 Sodium Dodesil Sulfat (SDS) SDS merupakan surfaktan anionik dengan rumus molekul CH3(CH2)11SO3Na dan berat molekul 288,372 g/mol. SDS banyak digunakan sebagai bahan pembuatan detergen. SDS tidak bersifat karsinogenik walaupun mudah mengiritasi kulit.
Gambar. 2.9. Rumus Molekul Sodium Dodesil Sulfat Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan bentonit. Zhang, et al (2010) dan Chen, et al (2011) mengemukakan bahwa surfaktan anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton (ion H3O+ ) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970).
Universitas Sumatera Utara
Secara teori, surfaktan anionik dapat teradsorbsi pada bagian ujung struktur bentonit yang bermuatan positif meskipun tingkat adsorpsi pada bagian ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan adsorpsi oleh surfaktan kationik (Hower, 1970). Surfaktan anionik bermuatan negatif sehingga sulit untuk bereaksi ke dalam lapisan bentonit. Zhang, et al (2010) dan Chen, et al (2011) mengemukakan bahwa surfaktan anionik dapat masuk ke dalam lapisan bentonit sebagai pasangan ion dengan proton (ion H3O+ ) dan Na+ ataupun Ca2+ sebagai ion penukar. Gambar 2.9 menunjukkan modifikasi bentonit oleh SDS.
(a) bentonit
(b) penyisipan molekul SDS di antara permukaan partikel bentonit
(c) terjadi peningkatan jarak antar lapis bentonit dengan adanya interkalasi SDS
Gambar 2.10 Modifikasi permukaan bentonit oleh molekul SDS
Universitas Sumatera Utara
2.3 Karet Alam Karet alam adalah material polimer yang didapat dari tanaman Havea braziliensis yang merupakan tanaman daerah tropis dan tumbuh optimal di dataran rendah dengan ketinggian 0-200 m dpl. Makin tinggi tempat, pertumbuhan karet makin lambat dan hasilnya lebih rendah (Ariyantoro, 2006). Lateks adalah suatu koloid dari partikel karet dalam air. Lateks Hevea brasiliensis merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet dan non karet yang tersuspensi dalam medium cair yang mengandung banyak bahanbahan terlarut yang disebut serum. Serum lateks mengandung bahan-bahan terlarut ion-ion anorganik dan ion-ion logam yang masuk ke dalam lateks saat lateks disadap. Lateks yang terkumpul digumpalkan dengan asam format (Hani, 2009).
Koagulum
yang terkumpul kemudian digiling dengan roll mil, untuk membuang kelebihan air dan dikeringkan. Sebagian besar kemudian diolah dalam bentuk bal dan lembaran (Ciesielski, 1999). Ion kalium pada lateks terdapat dalam jumlah paling besar. Kandungan ion magnesium yang terdapat dalam lateks amoniakal cukup rendah, hal ini dikarenakan sebagian besar ion magnesium membentuk endapan magnesium amonium posfat dengan amonium. Kandungan ion besi dalam lateks komersial sangat bervariasi karena adanya kontaminasi dari kontainer yang dipakai. Karet alam merupakan suatu senyawa polimer hidrokarbon yang panjang.
Partikel karet
berbentuk bulat berukuran antara 5 nm – 3 mm. Unit dasar dari karet alam adalah senyawa yang mengandung 5 atom karbon dan 8 atom hidrogen yang membentuk suatu senyawa isoprena (C5H8). Karet alam terdiri dari 1000-5000 unit isoprena yang berikatan secara kepala ke ekor (head to tail) dengan susunan geometri 98% cis-1,4poliisoprena dan 2% trans-1,4-poliisoprena (Archer et.al., 1963). Karet alam tidak murni poliisoprena, tapi mengandung sekitar 95% poliisoprena dan 5% bagian non karet seperti lemak, glikolipid, fosfolipid, protein, senyawa-senyawa anorganik, dan lain-lain, mempunyai berat molekul 200.000-500.000, dengan dua ikatan rangkap yang
Universitas Sumatera Utara
biasanya digunakan dalam reaksi kimia (Simpson, 2002). Rumus molekul karet cis-1,4 poliisoprena dengan unit pembentuknya isoprena dapat dilihat pada Gambar. 2.11.
n Gambar 2.11 Monomer cis-1,4 poliisoprena pembentuk molekul karet alam Komposisi kimia karet alam dapat dilihat pada Tabel 2. 3. Tabel 2.3. Komposisi kimia karet alam No
Bahan
Kadar (%)
1
Hidrokarbon karet
93,7
2
Fosfolipid lemak
2,4
3
Glikolipid
1,0
4
Protein
2,2
5
Karbohidrat
0,4
6
Bahan-bahan organik
0,2
7
Lain-lain
0,1
Sumber: Tanaka, 1998 Bahan-bahan selain karet yang terdapat di dalam lateks, seperti lipid dapat berperan sebagai antioksidan. Sedangkan protein, selain berfungsi sebagai penstabil
sistem
mempercepat dan
lipid
koloid
lateks
juga
berperan
sebagai
bahan
proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi karet. yang
ada
di
dalam
lateks
dapat
membentuk
yang Protein
senyawa
fosfolipoprotein, berupa membran bermuatan negatif yang melapisi partikel karet. Membran sejenis ini menyebabkan partikel-partikel karet terdispersi secara stabil di dalam serum lateks. Lapisan dalam adalah lapisan hidrofobik dan lapisan luar adalah lapisan hidrofilik.
Lapisan hidrofilik mengandung
Universitas Sumatera Utara
protein dan sabun (Tanaka, 1998). Bahan-bahan tersebut cenderung rusak dan terbuang pada penggumpalan yang berlangsung secara alami. Meskipun isoprene,
karet
struktur alam
kimia
polimer
digolongkan
ke
karet
alam
dalam
kelas
selalu
sama,
berdasarkan
poli
tingkat
kotorannya. Jenis yang paling populer adalah karet lembaran (Rubber Smoke Sheet) dan Karet remah (Crumb Rubber) yang digolongkan dalam SIR (Standard Indonesian Rubber) 5, 10, dan 20. Semakin kecil angkanya maka semakin sedikit kadar kotorannya sehingga
harganyapun semakin mahal
(Ciesielski,1999).
2. 3. 1. Sifat Fisika dan Kimia Karet Alam Karet alam dikenal sebagai elastomer yang memiliki sifat lunak tetapi cukup kenyal sehingga akan kembali ke bentuknya semula setelah diubah-ubah bentuk.
Perlakuan secara kimia terhadap karet alam menggambarkan jenis
proses yang digunakan untuk memperbaiki sifat polimer. Karet alam termasuk ke dalam kelompok elastomer yang berpotensi besar
dalam
dunia
perindustrian.
Struktur
molekulnya
berupa
jaringan
(network) dengan berat molekul tinggi dan dengan tingkat kristalisasi yang relatif tinggi, sehingga mampu menyalurkan gaya-gaya bahkan melawannya jika dikenai beban statis maupun dinamis. Hal ini menyebabkan karet alam memiliki kuat tarik (tensile strength), daya pantul tinggi (rebound resilience), kelenturan
(flexing),
daya
cengkeram
yang
baik,
kalor
timbul
yang
rendah/tidak mudah panas (heat build up), elastisitas tinggi, daya aus yang tinggi, memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance), plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah, daya lekat,
daya redam, dan kestabilan suhu yang relatif baik. Sifat-sifat unggul ini menyebabkan
karet
alam
banyak
digunakan
untuk
barang-barang
industri
terutama ban.
Universitas Sumatera Utara
Akan
tetapi,
karet
alam
juga
memiliki
kelemahan.
Karet
alam
merupakan hidrokarbon tidak polar dengan kandungan ikatan tidak jenuh yang tinggi di dalam molekulnya. Struktur karet alam tersebut menyebabkan keelektronegatifannya
rendah,
sehingga
polaritasnya
juga
rendah.
Kondisi
demikian mengakibatkan karet mudah teroksidasi, tidak tahan panas, ozon, degradasi pada suhu tinggi, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik. Berbagai kelemahan tersebut telah membatasi bidang penggunaan karet alam, terutama
untuk
pembuatan
lingkungan ekstrim.
barang
jadi
karet
teknik
yang
harus
tahan
Hal ini menyebabkan penggunaan karet alam banyak
digantikan oleh karet sintetik (Hani, 2009). Sejak satu dekade lalu seiring dengan berkembang pesatnya nanoteknologi di seluruh dunia, penelitian tentang nanokomposit berbasis karet yang diperkuat dengan partikel nanometer seperti montmorillonite, kaolin, nano-kalsium karbonat, nanosilica, nano-magnesium hidroksida, attapulgite clay, and halloysite telah menjadi perhatian para peneliti di pusat-pusat penelitian karet (Gonzales, dkk, 2008). Ciri umum dari nanokomposit ini adalah tidak lagi bergantung pada bahan berbasis petrokimia dan umumnya memanfaatkan bahan yang terbaharukan, ramah lingkungan serta harga murah.
Harga karet alam semakin menaik akibat tingginya permintaan pasar
sementara lahan untuk memperlebar kebun penanaman pohon karet semakin berkurang. Bencana alam yang kerap mengganggu produksi karet juga ikut meyebabkan harga karet semakin mahal. Demikian juga halnya arang hitam yang diproduksi dari bahan petrokimia semakin mahal. Untuk itu, penelitian tentang nanokomposit berbasis karet alam yang diperkuat dengan serat atau partikel alam berukuran nano sangat penting dalam pembuatan dan penyediaan produk karet dengan kualitas tinggi tetapi harga rendah dan ramah lingkungan.
2. 3. 2 Vulkanisasi Karet Alam Masalah utama karet alam adalah taktisitas atau cara penyusunan polimer yang teratur (isotaktik). Masalah taktisitas karet alam dapat diselesaikan oleh Charles Goodyear
Universitas Sumatera Utara
(1839) yang menemukan metode vulkanisasi karet alam dengan belerang sehingga karet alam dapat diubah elastisitasnya. Vulkanisasi karet alam melibatkan pembentukan ikatan silang –S–S– di antara rantai poliisoprena. Vulkanisasi karet berguna untuk menghasilkan karet alam dengan derajat elastisitas sesuai harapan. Pada vulkanisasi karet alam, penyisipan rantai-rantai pendek dari atom belerang akan mengikat secara silang di antara dua rantai polimer karet alam. Jika jumlah ikatan silang relatif besar, polimer dari karet alam menjadi lebih tegar (Gambar 2. 12).
Gambar. 2.12. Pada vulkanisasi karet alam, makin banyak ikatan silang, makin tegar karet yang terbentuk. Sejak Goodyear melakukan percobaan memanaskan karet dengan sejumlah kecil sulfur, proses ini menjadi metode terbaik dan paling praktis untuk merubah sifat fisik dari karet. Proses ini disebut vulkanisasi. Fenomena ini tidak hanya terjadi pada karet alam, namun juga pada karet sintetis. Telah diketahui pula bahwa baik panas maupun sulfur tidak menjadi faktor utama dari proses vulkanisasi. Karet dapat divulkanisasi atau mengalami proses curing tanpa adanya panas. Contohnya dengan bantuan sulfur klorida. Banyak pula bahan yang tidak mengandung sulfur tapi dapat memvulkanisasi karet. Bahan ini terbagi dua yaitu oxidizing agents seperti selenium, telurium dan peroksida organik. Serta sumber radikal bebas seperti akselerator, senyawa azo dan peroksida organik.
Universitas Sumatera Utara
Banyak reaksi kimia yang berhubungan dengan vulkanisasi divariasikan, tetapi hanya melibatkan sedikit atom dari setiap molekul polimer. Definisi dari vulkanisasi dalam kaitannya dengan sifat fisik karet adalah setiap perlakuan yang menurunkan laju alir elastomer, meningkatkan tensile strength dan modulus. Meskipun vulkanisasi terjadi dengan adanya panas dan sulfur, proses itu tetap berlangsung secara lambat. Reaksi ini dapat dipercepat dengan penambahan sejumlah kecil bahan organik atau anorganik yang disebut akselerator. Untuk mengoptimalkan kerjanya, akselerator membutuhkan bahan kimia lain yang dikenal sebagai aktivator, yang dapat berfungsi sebagai aktivator adalah oksida-oksida logam seperti ZnO. Vulkanisasi dapat dibagi menjadi dua kategori, vulkanisasi nonsulfur dengan peroksida, senyawa nitro, kuinon atau senyawa azo sebagai curing agents; dan vulkanisasi dengan sulfur, selenium atau telurium.
2. 3. 3. Bahan Tambahan Bahan pelunak adalah bahan-bahan yang ditambahkan untuk memudahkan pencampuran karet dengan bahan-bahan kimia lainnya, terutama campuran bahan pengisi memerlukan waktu yang lebih singkat. Bahan pelunak ini juga berfungsi sebagai bahan pembantu pengolah yaitu mempermudah pemberian bentuk dan membuat barang-barang jadi karet lebih empuk. Bahan ini bersifat licin dan mengkilap. Contohnya : asam stearat, parafin, lilin, faktis, resin, damar dan lain-lain. Bahan pemercepat berfungsi untuk membantu dalam mengontrol waktu dan temperatur pada proses vulkanisasi dan dapat memperbaiki sifat vulkanisasi karet. Beberapa jenis bahan pemercepat antara lain bahan pemercepat organik.
Misalnya,
Mercapto Benzhoathizole Disulfida (MBTS), Marcapto Banzhoathizole (MBT), dan Diphenil Guanidin (DPG), Tetra Metil Thiura Disulfarat (TMTD) dan bahan pemercepat
anorganik, misalnya karbonat, timah hitam, magnesium, dan lain-lan (Mark dan Erman, 2005). Bahan pengaktif adalah bahan yang dapat meningkatkan kerja dari bahan pemercepat. Umumnya bahan pemercepat tidak dapat bekerja baik tanpa bahan
Universitas Sumatera Utara
pengaktif. Bahan pengaktif yang bisa digunakan adalah ZnO, asam stearat, PbO, MgO dan sebagainya pada umumnya sekitar 2 sampai 5 phr. Campuran bahan pengaktif, bahan pemercepat dan belerang (S) disebut sistem vulkanisasi dari kompon (vulcanising system of the coumpond). Antioksidan berfungsi mencegah atau mengurangi kerusakan produk karena pengaruh oksidasi yang dapat menyebabkan pemutusan rantai polimer. Tanda-tanda yang terlihat apabila produk rusak adalah polimer menjadi rapuh, kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi, sifat kuat tariknya berkurang, terjadi retak-retak pada permukaan produk, terjadi perubahan warna, jenis bahan antioksidan diantaranya butilated hidroksi toluen (BHT) dan phenil-beta-naphthylamine (PBN). Bahan Pengisi (filler): Vulkanisat dengan komposisi karet, sulfur, akselerator, aktivator dan asam organik relatif bersifat lembut. Nilainya dalam industri modern pun relatif rendah. Untuk memperbaiki nilai di industri perlu ditambahkan bahan pengisi. Penambahan ini meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti kekuatan tarik, kekakuan, ketahanan sobek, dan ketahanan abrasi. Bahan yang ditambahkan disebut reinforcing fillers dan perbaikan yang ditimbulkan disebut reinforcement. Kemampuan filler untuk memperbaiki sifat vulkanisat dipengaruhi oleh sifat alami filler, tipe elastomer dan jumlah filler yang digunakan. Komposisi kimia dari filler menentukan kemampuan kerja dari filler. Karbon hitam adalah filler yang paling efisien meskipun ukuran partikel, kondisi permukaan dan sifat lain dapat dikombinasikan secara luas. Sifat elastomer juga turut menentukan daya kerja dari filler. Bahan yang baik untuk memperbaiki sifat karet tertentu, belum tentu bekerja sama baiknya untuk jenis karet lain. Peningkatan jumlah filler menyebabkan perbaikan sifat vulkanisat. Karbon hitam selama ini merupakan bahan murah yang dapat memperbaiki ketiga sifat penting vulkanisat yaitu tensile strength, tear resistance dan abrasion resistance. Akan tetapi karbon hitam dapat menyebabkan polusi dan memberikan warna hitam. Dalam beberapa dekade ini beberapa penelitian dipusatkan untuk mencari pengganti karbon hitam. Sepiolit, Kaolin dan Silika dapat digunakan sebagai bahan pengisi meskipun
Universitas Sumatera Utara
sifat penguatnya lebih rendah dari karbon hitam. Polimer berlapis silikat mulai diteliti sejak dikenalkan nanokomposit polyamida-organoclay.
Clay dan mineral clay
termasuk montmorilonit, saponit, hektorit, dan sebagainya mulai digunakan sebagai pengisi pada karet dan plastik (Arroyo, 2002). Penguatan elastomer oleh pengisi koloid, seperti karbon hitam, clay atau silika, memainkan peranan penting dalam perbaikan sifat mekanik bahan karet. Potensi penguatan ini terutama disebabkan dua efek: (i) pembentukan jaringan pengisi terikat secara fleksibel dan (ii) kopling polimer-filler yang kuat. Kedua efek ini timbul akibat tingginya aktivitas permukaan dan permukaan partikel filler yang spesifik (Vilgis, et al, 2009) 2.4 Komposit Komposit dapat didefinisikan sebagai yang terdiri dari dua atau lebih material dimana sifat kimia dan fisika yang berbeda dipisahkan oleh sebuah gaya antarmuka yang berbeda. Komposit, menjadi bahan penting hari ini, karena memiliki keuntungan seperti berat molekul rendah, ketahanan terhadap korosi, daya tahan tinggi, dan lebih cepat proses pembuatannya. Komposit banyak digunakan sebagai bahan dalam membuat material pesawat, kemasan peralatan elektronik untuk medis, dan beberapa bahan bangunan rumah. Perbedaan antara campuran dan komposit dalam komposit
dua
konstituen
utama tetap dikenali
adalah bahwa
sementara
dalam
campuran mungkin tidak dikenali. Bahan utama yang biasa digunakan adalah kayu, beton, keramik, dan sebagainya (Thomas, et.al., 2012) Material komposit merupakan bahan yang terdiri dari dua atau lebih fase (fase matriks dan fasa terdispersi) yang berbeda sifat antara keduanya. Fase matriks adalah fase utama memiliki karakter kontinyu, biasanya lebih elastis dan kurang keras. Matriks ini mengikat fasa terdispersi . Fase terdispersi menguatkan matriks dalam bentuk diskontinyu. Fase sekunder disebut fase terdispersi. Fasa terdispersi biasanya lebih kuat dari matriks, oleh karena itu, kadang-kadang disebut fase penguat.
Universitas Sumatera Utara
2. 4. 1 Polimer Nanokomposit
Nanokomposit adalah suatu komposit dimana setidaknya salah satu fase berukuran nanometer. Polimer nanokomposit merupakan material yang terbentuk melalui penggabungkan material polimer organik dengan material lain dalam skala nanometer. Polimer nanokomposit sangat menarik perhatian karena seringkali mempunyai sifat mekanik, termal, elektrik, dan optik yang lebih baik dibandingkan dengan makro ataupun mikropartikelnya. Secara umum polimer nanokomposit terbentuk dengan mendispersikan nanopartikel organik atau anorganik pada matriks polimer. Nanopartikel dapat berupa material tiga dimensi berbentuk sferis atau polihedral seperti silika, material dua dimensi berupa padatan berlapis seperti clay, grafit, dan hidrotalsit ataupun nanofiber satu dimensi seperti nanotube. Nanokomposit polimer – lempung biasanya merupakan bahan penggabungan antara polimer dan bahan komposit sebagai penguat (reinforcement), seperti silika, zeolit, dan lain-lain. Reinforcement yang digunakan biasanya juga sebagai pengisi (filler) pada matriks polimer. Polimer berlapis silikat adalah salah satu nanokomposit hibrida yang terdiri dari fase organik (yaitu polimer) dan fase anorganik (yaitu silikat). Alasan pemilihan silikat adalah karena bahan ini dapat terdispersi dengan baik di seluruh bagian nanokomposit. Modifikasi organofilik membuat silikat kompatibel dengan polimer (Arroyo, 2002).
Bahan silikat yang sering digunakan adalah turunan dari
phyllosilicate seperti mika, talc, montmorilonite, vermiculite, hectorite dan saponite. Seluruh bahan yang disebutkan di atas dikenal dengan sebutan bahan 2:1 berlapis silikat (layered silicate) (Paul, 2008). Ada 4 (empat) jenis dispersi polimer berlapis silikat dalam sebuah matrik polimer seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13: a. Dispersi konvensional dari lempung yang tidak terinterkalasi b. Bentuk interkalasi dimana d-spacing < 8.8nm c dan d. Struktur Eksfoliasi, dimana d-spacing > 8.8 nm (Utracki, 2004)
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 2.13. Distribusi Silikat Berlapis dalam matriks polimer Sejak pertama kali dalam industri karet, untuk membuat kompon karet selalu menggunakan pengisi. Pengisi yang dimasukkan ke dalam kompon terdiri dari dua jenis yaitu pengisi inert (inert fillers) dan pengisi penguat (reinforcing fillers). Pengisi inert ditambahkan ke dalam karet untuk menambah volume dan mengurangi biaya. Kontras dengan pengisi penguat seperti karbon hitam dan silika yang akan menambah sifat mekanik, untuk mengubah konduktivitas listrik, meningkatkan ketahanan terhadap panas dan pembakaran. Paling sedikit 20% pengisi harus ditambahkan ke dalam kompon untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Nanokomposit berbasis silikat mengubah paradigma dalam pembuatan material (Galimberti, 2011)
Universitas Sumatera Utara
2. 4. 2 Aplikasi dan Penggunaan Nanokomposit Beberapa aplikasi penting teknologi yang didasarkan material nano antara lain produksi bubuk nano keramik dan material lain, nanokomposit, pengembangan sistem nanoelektrokimia, aplikasi penggunaan tabung nano untuk menyimpan hidrogen, chip DNA dan chip untuk menguji kadar logam dalam kimia ataupun biokimia. Teknologi nano juga digunakan dalam mendeteksi gen maupun mendeteksi obat dalam bidang kedokteran. Selain itu, juga dapat digunakan dalam alat-alat nanoelektronik. Pengembangan teknologi nano lebih lanjut dapat diaplikasikan dalam pembuatan laser jenis baru, nanosensor, nanokomputer (yang berbasis tabung nano dan material nano), dan banyak lagi aplikasi lainnya (Rao, et al, 2004).
2. 5 Analisis dan Karakterisasi Bahan Polimer 2. 5. 1 Spektroskopi Infra merah Fourier-Transform (FTIR) Serapan radiasi infra merah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik. Ada dua jenis vibrasi ikatan kimia yang dapat menyerap radiasi infra merah, yakni vibrasi longitudinal dan vibrasi sudut. Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah satuan-ulangan (sampai 102 – 105 unit per rantai). Secara teori spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya. Akan tetapi, berbeda dengan senyawa bobot molekul rendah yang murni, struktur satuan-ulangan dalam rantai polimer tidak selamanya identik. Ditambah lagi perubahan susunan geometris, perubahan orientasi ikatan dan bentuk kristal akan mempengaruhi serapan inframerah oleh kimia satuan-ulangan. Karena itu dapat diduga bahwa polimer dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari 103 – 106 atom per molekul akan memberikan sejumlah besar pita serapan. Pada dasarnya, teknik FTIR adalah sama dengan spektroskopi inframerah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara penghitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2. 5. 2 Uji Tarik (Tensile Strength) Sifat mekanik polimer termoplastik merupakan respon terhadap pembebanan yang secara umum dapat dijelaskan dengan mempelajari hubungan antara struktur rantai molekulnya dan fenomena yang teramati. Terjadinya deformasi pada polimer dapat dilihat pada Gambar 2.14. Pola hasil pengujian tarik dari mesin uji antara gaya tarik dan perpanjangan dapat dilihat dalam Gambar 2.15. Perilaku mekanik dari polimer termoplastik secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Perilaku elastik, (2) Perilaku plastik, dan (3) Perilaku visko-elastik, hal ini diperlihatkan pada Gambar 2.15 (http:/www.infometrik.com/2009/09/mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifatmekanik-logam). Perilaku termoplastik secara umum adalah elastik non-linear yang tergantung pada waktu (time-dependent) , ada dua mekanisme yang terjadi pada daerah elastis, yaitu: (1) Distorsi keseluruhan bagian yang mengalami deformasi (2) Regangan dan distorsi ikatan-ikatan kovalennya. Perilaku elastik non-inear atau non-proporsional pada daerah elastis terutama berhubungan dengan mekanisme distorsi dari keseluruhan rantai molekulnya yang linear atau linear dengan cabang. Perilaku plastis pada polimer termoplastik pada umumnya dapat
dijelaskan dengan mekanisme gelinciran rantai (chain sliding). Ikatan sekunder sangat berperan dalam mekanisme ini akan berperan sebagai semacam ‗tahanan‘ dalam proses gelincir atau deformasi geser (shear) antar rantai molekul yang sejajar searah dengan arah garis gaya. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ikatan sekunder sangat menentukan ketahanan polimer termoplastik terhadap deformasi plastik atau yang selama ini kita kenal dengan kekuatan (strength) dari polimer.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Spesimen Uji Tarik dan Perilaku Polimer Termoplastis Saat Mengalami Pembebanan pada Mesin Uji Tarik
Gambar.2.15.Kurva Hubungan Tegangan Terhadap Regangan Gelinciran rantai molekul polimer termoplastik dapat pula dilihat sebagai aliran viskos dari suatu fluida. Kemudahan molekul polimer untuk dideformasi secara permanen dalam hal ini berbanding lurus dengan viskositas dari polimer. Perilaku penciutan (necking) dari polimer termoplastik amorph agak sedikit berbeda dengan perilaku penciutan logam pada umumnya. Hal ini disebabkan karena pada saat terjadi
Universitas Sumatera Utara
penciutan akan terjadi kristalisasi yang menyebabkan penguatan lokal pada daerah tersebut dan penurunan laju deformasi. Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya di mana gaya tarik yang diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifat-sifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji. Pertambahan panjangnya (Δl) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut deformasi, dan regangan merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula yang dinyatakan dalam persamaan (2.1). Regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen . ……..………(2.1) dengan: ε = regangan (%) Δl = pertambahan panjang (m) lo = panjang mula-mula (m) l = panjang akhir (m) Perbandingan gaya pada sampel terhadap luas penampang lintang pada saat pemberian gaya disebut tegangan (stress). Tegangan tarik maksimum suatu kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya tarik maksimum dengan luas penampang mula-mula, dengan persamaan (2.2) sebagai berikut:
ζ
……………………………(2.2)
dengan: ζm = Tegangan tarik maksimum (Nm-2) Pm = Gaya tarik maksimum (N) Ao = Luas penampang awal (m2)
Universitas Sumatera Utara
Gaya maksimum adalah besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh sampel sebelum putus. Modulus Young adalah ukuran suatu bahan yang diartikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya maka semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan . Kurva hubungan tegangan
terhadap
regangan
dapat
dilihat
pada
Gambar
2.16
(http:/www.infometrik.com/2009/09/mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifat-mekaniklogam).
Gambar. 2.16. Kurva Tegangan-Regangan Bahan Kenyal Grafik 2.16 merupakan kurva tegangan regangan bahan kenyal yang menunjukkan bahwa dari bagian awal kurva tegangan-regangan mulai dari titik 0 sampai a merupakan daerah elastis, daerah ini berlaku hukum Hooke. Titik a merupakan batas plastis yang didefenisikan sebagai tegangan terbesar yang dapat ditahan oleh suatu bahan tanpa mengalami regangan permanen apabila beban ditiadakan. Dengan demikian, apabila beban ditiadakan di sebarang titik 0 dan a, kurva akan menelusuri jejaknya kembali dan bahan yang bersangkutan akan kembali ke panjang awalnya. Titik b merupakan tegangan tarik maksimum yang masih bisa ditahan oleh bahan. Titik c merupakan titik putus/patah. Penambahan beban sehingga melampaui titik a akan sangat menambah regangan sampai tercapai titik c di mana
Universitas Sumatera Utara
bahan menjadi putus. Dari titik a sampai c dikatakan bahan mengalami deformasi plastis. Jika jarak titik 0 dan a besar, maka bahan itu dikatakan kenyal (ductile). Jika pemutusan terjadi segera setelah melewati batas elastis maka bahan itu dikatakan rapuh. Pada daerah antara titik 0 dan a berlaku hukum Hooke dan besarnya modulus elastisitas pada daerah ini dapat ditulis dengan persamaan (2.3) berikut ini: ……………(2.3) Dengan : E = modulus elastisitas atau Modulus Young (Nm-2) ζ = tegangan (Nm-2) ε = regangan (%) Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam industri suku cadang mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya, yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis yang khas ini disebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam bahan polimer, yakni ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer yang lebih lemah (Wirjosentono, 1995). 2.5. 3 Pengujian Kestabilan Termal (Thermal Gravimetry Analysis/TGA) TGA merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju berat dari material sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material dan memprediksi stabilitas termalnya pada temperatur mencapai 1000o C. Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi atau dehidrasi. Analisa termal dapat didefinisikan sebagai pengukuran sifat-sifat fisik dan kimia material sebagai fungsi dari suhu. Pada prakteknya, istilah analisa termal seringkali digunakan untuk sifat-sifat spesifik tertentu. Misalnya entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal. Karakteristik termal memegang peranan penting terhadap sifat suatu bahan karena berkaitan erat dengan struktur dalam bahan itu sendiri. Suatu bahan bila dipanaskan akan terjadi perubahan struktur yang
Universitas Sumatera Utara
mengakibatkan adanya perubahan dalam kapasitas panas atau energi termal bahan tersebut. Teknik analisa termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika (penguapan) atau kimia (dekomposisi) suatu bahan yang ditunjukkan dengan penyerapan panas (endotermik) dan pengeluaran panas (eksotermik). Proses termal meliputi antara lain proses perubahan fase (transisi gelas), pelunakan, pelelehan, oksidasi, dan dekomposisi. Kaitannya dengan industri, teknik analisa termal digunakan untuk penentuan kontrol kualitas suatu produk atau bahan khususnya polimer. Tanpa adanya pengetahuan data-data termal, pemrosesan suatu bahan akan sangat sulit dilakukan. Sifat termal suatu bahan menggambarkan kelakuan dari bahan tersebut jika dikenakan perlakuan termal (dipanaskan atau didinginkan). Dengan demikian pengetahuan tentang sifat termal suatu bahan menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan pemrosesan bahan menjadi barang jadi maupun untuk kontrol kualitas. Ketika zat organik dipanaskan sampai suhu tinggi maka memiliki kecendrungan untuk membentuk senyawa-senyawa aromatik, hal ini mengikuti fakta bahwa polimerpolimer aromatik mesti tahan terhadap suhu tinggi. Agar suatu polimer layak dianggap o
stabil panas atau tahan panas, polimer tersebut harus tidak terurai di bawah suhu 400 C dan harus mempertahankan sifatnya yang bermanfaat pada suhu dekomposisi, polimerpolimer demikian harus memiliki suhu transisi gelas atau peleburan kristal yang tinggi. Stabilitas panas utamanya merupakan fungsi dari energi ikatan. Ketika suhu naik ke titik di mana energi getaran menimbulkan putusnya ikatan, polimer yang bersangkutan akan terurai. Dekomposisi dalam udara adalah suatu ukuran untuk stabilitas termooksidatif bahan pada umumnya mengikuti mekanisme yang berbeda. Akan tetapi adanya oksigen, memiliki efek kecil terhadap suhu dekomposisi awal, oleh karena itu putusnya ikatan utamanya merupakan sebuah proses termal bukan oksidatif. Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinyu; reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada Gambar 2.17. Sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram,
Universitas Sumatera Utara
dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1–20 oC /menit, mempertahan berat awalnya , Wi, sampai mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah konstan kedua teramati pada suhu diatas Tf, yang berhubungan harga berat residu Wf. Berat Wi, Wf, dan ΔW adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat digunakan pada perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya, dll.
Gambar 2.17. Skema termogram bagi reaksi dekomposisi satu tahap
2. 5. 4 Mikroskop Pemindai Elektron (SEM) SEM berbeda dengan mikroskopi elektron transmisi (TEM) dalam hal ini suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100
. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi-dispersi
pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan
Universitas Sumatera Utara
perekat. SEM teristimewa berharga dalam mengevaluasi betapa penanaman (implant) bedah polimerik bereaksi baik dengan lingkungan bagian-bagiannya (Stevens, 2001).
2. 5. 5 Difraksi Sinar – X Difraksi sinar–X berdasarkan interferensi konstruktif dari sinar–X monokromatik dan kristal sampel. Sinar–X dihasilkan oleh tabung sinar katoda, disaring untuk menghasilkan radiasi monokrmatik, dan diarahkan terhadap sampel. Interaksi antara sinar–X dengan sampel menghasilkan interferensi konstruktif (sinar difraksi) ketika kondisinya memenuhi Hukum Bragg yang dapat dilihat pada persamaan (3) berikut: ................(2.5) dengan : n = Bilangan bulat yang menyatakan fasa pada fraksi yang menghasilkan terang = Panjang gelombang sinar–X yang tergantung dari tabung anoda dari generator penghasil sinar–X yang digunakan d = Lebar celah = Sudut difraksi (sudut pengukuran dalam derajat) Hukum ini menyatakan hubungan antara panjang gelombang radiasi elektromagnetik terhadap sudut difraksi dan jarak kisi dalam kristal sampel. Kemudian, difraksi sinar–X terdeteksi, diproses, dan dihitung. Dengan scanning sampel berjarak sudut 2 , semua arah difraksi yang mungkin dari kisi tercapai. Perubahan puncak difraksi untuk jarak (d) memungkinkan untuk melakukan identifikasi bahan karena masing – masing bahan mempunyai satu set jarak (d) yang khas. Biasanya, kondisi tersebut dicapai ketika membandingkan jarak (d) dengan rujukan standar bahan. Karakterisasi XRD bertujuan untuk menganalisis struktur kristal. Prinsip kerja XRD adalah difraksi sinar–X yang disebabkan oleh adanya
Universitas Sumatera Utara
hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut saling menguatkan. Sinar-X dihamburkan oleh atom – atom dalam zat padat material. Ketika sinarX jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar-X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelombang. Sedangkan ukuran kristal dapat ditentukan dari persamaan Scherrer yang dapat dilihat dari persamaan (2.6). ..................................(2.6) dengan : L = ukuran kristal λ = panjang gelombang radiasi sinar-X yang digunakan β = lebar dari setengah puncak gelombang tertinggi θ = sudut puncak Selain untuk mengetahui fasa kristalin dalam material, teknik XRD juga dapat digunakan untuk mengamati morfologi nanokomposit.
2.5.6 Analisis distribusi ukuran partikel menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) Particle Size Analyzer (PSA) dapat menganalisis partikel suatu sampel yang bertujuan menentukan ukuran partikel dan distribusinya dari sampel yang representatif. Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui gambar yang dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel menggunakan PSA dapat dilakuan dengan (1) difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan milimeter, (2) counter principle untuk mengukur dan menghitung partikel yang berukuran mikron sampai dengan milimeter, dan (3) penghamburan sinar untuk mengukur partikel yang berukuran mikron sampai dengan nanometer.
Universitas Sumatera Utara