BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polimer Dewasa ini, polimer merupakan salah satu ‘bahan teknik’ yang penting untuk keperluan konstruksi atau suku cadang, disamping bahan konvensional lainnya seperti logam dan keramik. Sebagai ‘polimer komoditas’, yaitu bahan polimer yang digunakan pada pembuatan barang keperluan konsumen, misalnya untuk peralatan rumah tangga, mainan, alat kantor, dan sebagainya, volume kebutuhannya semakin meningkat. Selain daripada itu, bahan polimer telah dimodifikasi secara fisiko-kimiawi menjadi bahan khusus dengan karakteristik tertentu seperti untuk pembuatan peralatan kesehatan dan komponen elektronika. Bahan polimer khusus termodifikasi ini, yang walaupun volume produksinya kecil, harganya dapat mencapai puluhan kali harga polimer komoditas. Karena latar belakang kebutuhan diatas, industri bahan polimer kini telah berkembang pesat mencapai pertumbuhan sampai 7% per tahun. Sampai tahun 1980-an industri tersebut telah memperkenalkan berbagai bahan polimer teknik, yang pada berbagai penggunaannya, bahan polimer tersebut telah menggantikan peranan bahan-bahan lain. Sebagai salah satu contoh, dalam dunia industri pipa distribusi air dan gas, bahan baja, besi, tembaga dan keramik telah digantikan oleh polipropilena dan polivinil klorida yang lebih murah dan mudah diperoleh (Wirjosentono, 1998). Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius pada tahun 1833. Sepanjang abad 19 para ilmuwan bekerja dengan makromolekul tanpa memiliki suatu pengertian yang jelas mengenai strukturnya. Sebenarnya, beberapa polimer alam yang termodifikasi telah dikomersilkan. Sebagai contoh, selulosa nitrat dipasarkan dibawah nama-nama ”Celluloid” dan ”guncotton”(Stevens,2001).
Universitas Sumatera Utara
Dr.W.H. Carothers, seorang ahli kimia Amerika Serikat, mengelompokan polimerisasi (proses pembentukan polimer tinggi) menjadi dua golongan, yakni polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Polimerisasi adisi melibatkan reaksi rantai. Penyebab reaksi rantai dapat berupa radikal bebas (partikel reaktif yang mengandung elektron tak berpasangan) atau ion. Radikal bebas biasanya terbentuk dari penguraian zat nisbi tidak mantap, yang disebut pemicu. Pemicu ini memicu reaksi rantai pada pembentukan polimer, dan polimerisasi ini berlangsung sangat cepat, sering dalam waktu hanya beberapa detik. Polimerisasi adisi terjadi khusus pada senyawa yang mempunyai ikatan rangkap, seperti misalnya etena dan turunan-turunannya. Polimerisasi kondensasi terjadi reaksi antara dua molekul bergugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) dan memberikan satu molekul besar bergugus fungsi banyak pula, dan diikuti oleh penyingkiran molekul kecil, seperti misalnya air (Cowd, 1991).
2.2. Polipropilena Polimer didefinisikan sebagai suatu molekul yang besar yang terdiri atas susunan ulang unit kimia yang kecil dan sederhana yang disebut monomer. Monomer polipropilena (CH2=CHCH3) diperoleh dari hasil samping pemurnian minyak bumi. Polipropilena (CH2-CHCH3)n merupakan suatu jenis polimer termoplastik yang mempunyai sifat melunak dan meleleh jika dipanaskan (Billmeyer, 1971) Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk kedalam polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Struktur molekul propilena dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut : CH3
H C=C H
H
Gambar 2.2. Struktur Propilena
Universitas Sumatera Utara
Karena keteraturan ruang polimer ini, rantai dapat dikemas lebih terjejal sehingga menghasilkan plastik yang kuat dan tahan panas. Pada suhu ruang, beberapa sifat, seperti daya regang dan kekakuan, sama dengan sifat polietena bermassa jenis tinggi, tetapi sifat itu berubah pada suhu yang lebih tinggi. Sifat kelarutan poli(propena) sama dengan sifat kelarutan yang dimiliki poli(etena), yakni tak larut pada suhu ruang (Cowd, M.A., 1991). Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90-0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena di bawah 0oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi (Gachter, 1990).
2.2.1. Struktur Polipropilena Dalam struktur polimer atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5oC dan membentuk rantai zigzag planar. Untuk polipropilena struktur zigzag planar tiga dimensi dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda-beda tergantung pada posisi gugus metil satu sama lain. Ini menghasilkan struktur isotaktik, sindiotaktik atau ataktik. Ketiga struktur polipropilena tersebut pada pokoknya secara kimia berbeda satu sama lainnya. Pada polipropilena isotaktik semua gugus metil (CH3) terletak pada sisi yang sama dari rantai utama karbonnya, pada sindiotaktik gugus metil terletak arah berlawanan selang-seling, sedangkan yang ataktik gugus metilnya acak seperti gambar dibawah ini (Hartomo, A.J., 1995).
Universitas Sumatera Utara
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.2.1. Polipropilena (a) isotaktik (b) sindiotaktik (c) ataktik
2.2.2. Kegunaan Polipropilena Polipropilena atau polipropilen (PP) adalah sebuah polimer termoplastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan, tekstil (contohnya tali, pakaian, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah yang dapat dipakai berulang-ulang serta bagian plastik, perlengkapan laboratorium, pengeras suara, komponen
otomotif,
dan
uang
kertas
polimer
(http://en.wikipedia.org.wiki.Polypropylene). Produk poli(propena) lebih tahan terhadap goresan daripada produk poli(etena) yang bersesuaian. Poli(propena) digunakan untuk bagian dalam mesin pencuci, komponen mobil, kursi, tangkai pegangan, kotak, keranjang, pipa,isolator listrik, kemasan (berupa lembaran tipis) makanan dan barang (Cowd, M.A., 1991).
Universitas Sumatera Utara
2.3.Proses Degradasi Polimer Degradasi polimer pada dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat karena ikatan rantai utama makromolekul. Pada polimer linier, reaksi tersebut mengurangi masa molekul atau panjang rantainya. Sesuai dengan penyebabnya, kerusakan atau degradasi polimer ada beberapa macam. Kerusakan termal (panas), fotodegradasi (cahaya), radiasi (energi tinggi), kimia, biologi (biodegradasi) dan mekanis. Dalam artian peningkatan berat ukuran molekul ikat silang dapat dianggap lawan degradasi (Allen, 1983). Pada kerusakkan termal (termokimia) ada peluang aditif, katalis atau pengotor, turut bereaksi meskipun dari segi istilah seakan-akan tidak ada senyawa lain yang tidak terlibat. Fotodegradasi polimer lazim melibatkan kromofor yang menyerap daerah UV di bawah 400 nanometer. Radiasi energi tinggi misalnya sinar X, gamma, atau partikel, tidak khas serapan. Segenap bagian molekul dapat kena dampak, apabila didukung oleh faktor oksigen, aditif, kristalin, atau pelarut tertentu. Degradasi mekanis dapat terjadi saat pemprosesan maupun ketika produk digunakan oleh gaya geser, dampak benturan dan sebagainya (http://id.wikipedia.org/wiki/maleat anhidrida).
2.4.Benzoil Peroksida Di antara berbagai jenis inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak dipakai. Mereka tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang bergantung pada strukturnya. Peroksida yang paling umum dipakai adalah benzoil peroksida yang mengalami homolisis termal untuk membentuk radikal-radikal benzoiloksi. Benzoil peroksida (waktu paruhnya 30 menit pada 100oC) mempunyai keuntungan yaitu radikal benzoiloksi yang cukup stabil sehingga cenderung bereaksi dengan molekul-molekul monomer yang lebih reaktif sebelum mengeliminasi karbon dioksida, dengan demikian mengurangi pemborosan inisiator (Stevens,M.P.,2001). Polimerisasi radikal bebas merupakan macam polimerisasi adisi yang paling umum dan terpenting. Biasanya radikal bebas dibentuk melalui penguraian zat nirmantap
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan bahang atau cahaya. Radikal bebas ini menjadi pemicu pada polimerisasi (Cowd,M.P.,1991). O
C O O
panas atau u.v. 2
C
O
O•
C O
Gambar 2.4. Pembentukan Radikal pada Benzoil Peroksida Salah satu metode polimerisasi yang digunakan adalah polimerisasi inisiasi yang mana radikal bebas dimasukkan kedalam sistem dengan tanpa adanya peningkatan kedudukan reaksi. Radikal dapat dimasukan pada tingkatan bebas atau komponen yang terdekomposisi selama reaksi polimerisasi berlangsung. Dekomposisi dari inisiator pada radikal bebas menggunakan energi yang lebih rendah dari formasi mereka sendiri dengan aktivasi langsung molekul monomernya. Namun demikian adisi dari inisiator dengan sangat cepat meningkatkan kedudukan dari langkah pertama (formasi pusat aktif) dan mempengaruhi secara keseluruhan dari reaksi polimerisasi. Interaksi dari monomer dengan radikal bebas yang dimasukkan kedalam sistem atau hasil dekomposisi dari inisiator adalah merupakan langkah utama dalam pembentukan ikatan propagasi. Dengan demikian radikal bebas atau komponen secara umum yang dimasukkan kedalam bahan polimer digunakan pada reaksi polimerisasi.
Universitas Sumatera Utara
Jika radikal bebas dimasukkan kedalam sistem polimerisasi dimulai dengan tahap propagasi dan melewati tahap inisiasi. Polimerisasi dengan kehadiran suatu komponen yang terdekomposisi menjadi radikal bebas dibawah kondisi reaksi mengalami tiga tahap, namun pada tahap pertama (formasi pusat aktif) membutuhkan energi bebas yang rendah. Proses reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut :
(R) 2
2R (radikal bebas)
.
R + A1 R
A1. + A1
R
A 1.
R
A 2.
……………………………… R
Am-1 + A1
R
Am
propagasi R
R
Am. An (m≤ n)
terminasi
Dimana (R)2 adalah inisiator, dimana terdekomposisi kedalam radikal bebas (Strepikheyev, 1971).
2.5.Maleat Anhidrida Maleat anhidrat adalah senyawa vinil tidak jenuh yang merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, bahan aditif dan minyak pelumas. Plastisiser dan kopolimer maleat anhidrida mempunyai sifat kimia yang khas yaitu adanya ikatan gugus karboksil di dalamnya. Umumnya senyawanya dengan dua karbon ikatan rangkap mempunyai sifat yang karakteristik. Maleat anhidrida masih digunakan dalam penelitian polimer. Maleat anhidrida dapat dibuat dari asam maleat, seperti reaksi diberikut ini :
Universitas Sumatera Utara
O H3C
O HC
C O
H3C
OH OH HC
C
C
+ C
O Asetat anhidrida
O Asam maleat
O HC
C
+ 2 CH3COOH O
HC
C
Asam asetat
O Maleat anhidrida Gambar 2.5. Proses Pembentukan Maleat Anhidrida maleat anhidrida dengan berat molekul 98,06, larut dalam air, meleleh pada temperatur 57-60oC, mendidih pada 202oC. Maleat anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan mentah dalam sintesis resin poliester pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat anhidrida mempunyai sifat kimia khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil didalamnya, ikatan ini berperan dalam reaksi adisi(Arifin, 1996). Polimerisasi dari monomer dilakukan dengan pemasukan berbagai macam gugus fungsi oleh karena itu maleat anhidrida merupakan salah satu bahan yang mempunyai gugus yang bervariasi yaitu gugus yang dapat berikatan dengan bahan polimer dan bahan serat alam. (Strepikheyev, A., 1971)
Universitas Sumatera Utara
2.6.Metode Grafting
A. Mekanisme Radikal Bebas Yaitu metode tertua dan terluas penggunaanya, karena relatif simpel. Ada 5 metode grafting dengan mekanisme radikal bebas yaitu : 1. Metode Kimia (chemical method) Radikal bebas dilepaskan oleh inisiator seperti benzoil peroksida (BPO) atau azobisissobutironitril (AIBN) 3. Metode Fotografting Kelompok khromoponik dipolimer menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah visibel dan elektromagnetik. Hasilnya pemutusan ikatan dan kemudian pada dekomposisi radikal dimana menghasilkan inisiasi grafting Contohnya metilmetakrilat tergrafting pada poly(metil-vinil-keton) 3. Metode Radiasigrafting Pada metode ini kopolimer graft dimulai pada daerah radikal pada rantai polimer dengan energi radiasi yang tinggi pada daerah vakum atau medium lainnya. 4. Metode Plasma Grafting Grafting plastik seperti fiber dengan pemberian sinar. Dengan suhu yang rendah merupakan sistem yang kompleks untuk elektron, atom, spesies ionisasi dan pelepasan atom dan molekul. 5. Metode Kimia Mekanik Grafting Mekanisme yang bersifat reaktif dan ultrasonik menyebabkan polimer mengalami degradasi disebabkan oleh sebuah radikal bebas.
B. Mekanisme Ionik Merupakan teknik yang baik untuk persiapan kopolimer graft. Metode ini dibagi dua yaitu : 1. Metode Anionik Graft kopolimerisasi mengalami inisiasi oleh anion dengan reaksi basa dengan asam proton pada rantai utama polimer.
Universitas Sumatera Utara
2. Metode Kationik Reaksi inisiasi diantara alkil halida dan asam lewis merupakan contoh untuk kationik grafting.
C. Mekanisme Koordinasi Stereospesifik inisiator memberikan stereo blok kopolimer mengandung rangkaian isotaktik dan heterotaktik.
D. Mekanisme Coupling Polimer yang mengandung hidrogen yang aktif digunakan untuk sintesis kopolimer graft. Poli (etilen oksida) adalah grafting yang mudah kedalam nilon (Singh, R.P. 1992).
2.7.
Proses Grafting Fungsionalisasi terhadap polipropilena oleh monomer-monomer
polar yang
merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kepolaran dari polipropilena tersebut, dengan cara menggrafting maleat anhidrida pada polipropilena. Dan kenyataannya berbagai jenis dari polimer-polimer yang tergrafting telah digunakan secara luas untuk memperbaiki adhesi permukaan antara komponen pada campuran polimer. Modifikasi dari polipropilena
juga digunakan secara luas untuk meningkatkan
penggunaan dari bahan-bahan mekanik dari komposit yang berbahan dasar polipropilena dan juga meningkatkan kekuatan dari komposit tersebut. (E.P.Collar, 1996)
Universitas Sumatera Utara
Berikut reaksi grafting PP-g-MA : Dekomposisi Peroksida O
O O
C
O
O temperatur
C
2
O•
C
Proses Degradasi O
CH3
H O• +
C
O•
C C•
C C H
H
CH3
H
H
n
C
+
OH
n
Proses Grafting Maleat Anhidrida kedalam Polipropilena CH3
H C
C•
C
+
H
CH3
H
n
O
O
C
H
O
. O
O CH3
H C
C .
O
O
n O
H
CH3 C
H
O
H
C C
+
H
CH3
H
n
n
C
+
H
H n O
O
O
CH3
H C C• H
n
Universitas Sumatera Utara
CH3
H C
C •
H
n
O
O
CH3
H
C C•
+
H
CH3
H
C n
C
+
H
O
CH3
H C
C
Hn O
O
O disproporsionasi
CH3
H C
C .•
O
O
n
H
H
n
H C
C
C
CH3
CH3 O
O
H
C
C C•
+
H
H
CH3
H
O
O
Ikat Silang (crosslinking)
Grafting menyebabkan sedikit berkurangnya kuat tensil dan pemanjangan putus. Hal ini karena kemungkinan adanya permutusasi rantai serentak dengan grafting (Hartomo, 1996). Persen grafting dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini persen grafting
W2 W1 W1
x 100
Dimana W1 adalah berat sebelum polimerisasi cangkok dan W2 berat setelah polimerisasi cangkok.(Saihi, D. 2001)
2.8. Analisa Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Pada saat ini spektrofotometer infra merah sering digunakan untuk keperluan analisa kuantitatif, akan tetapi sering juga digunakan untuk analisa kualitatif dengan spektrofotometer ultra-lembayung dan sinar tampak. Penggunaan spektrofotometer infra
Universitas Sumatera Utara
merah dimaksudkan untuk analisa yang lebih banyak ditujukan untuk identifikasi senyawa organik (Silver Stein, 1986). Pada tahun 1965, Coley dan Turky mendemonstrasikan teknik spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared spectroscopy). Pada dasarnya teknik ini sama dengan spektroskopi inframerah biasa, kecuali dilengkapi dengan cara perhitungan Fourier Transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer yang telah lama ditemukan oleh Michelson pada akhir abad 19. Michelson telah mendapatkan informasi spectrum dari suatu berkas radiasi dengan mengamati interferogram yang diperoleh dari interferometer tersebut. Penggunaan spektrometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya senyawa organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum yang berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruhnya didaerah spectrum IR yakni 4000-400 cm-1. Pada temperatur biasa molekul organik frekuensi vibrasinya dalam keadaan tetap. Masing-masing ikatan mempunyai vibrasi regangan (stretching) dan vibrasi tekuk (bending) yang dapat mengabsorbsi energi radiasi pada frekuensi itu. Yang dimaksud vibrasi regangan adalah terjadinya terus menerus perubahan jarak antara dua atom didalam suatu molekul. Vibrasi regangan ini ada dua macam, yaitu regangan simetris dan tak simetris. Yang dimaksud vibrasi tekuk adalah terjadinya perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi tekuk, yakni vibrasi tekuk dalam bidang (implane bending) yang dapat berupa vibrasi scissoring (deformasi) atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang (out of plane bending) yang dapat berupa wagning atau berupa twisting (Seymour, 1984). Formulasi bahan polimer komersil dengan kandungan aditif bervariasi seperti pemplastis, pengisi, pemantap dan antioksidasi, memberikan kekhasan pada spektrum inframerahnya. Analisis inframerah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, dan struktur rantai polimer. Disamping itu, analisis IR dapat digunakan
Universitas Sumatera Utara
untuk karakterisasi bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer. Gugus lain yang menunjukan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus hidroksida dan karboksilat. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum inframerah adalah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm-1- 2900 cm-1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung untuk analisis suatu material (Hummel, D.O.,1985). Untuk memperoleh informasi struktur dari spektra inframerah lebih lanjut, kita harus terbiasa dengan frekuensi atau panjang gelombang dimana berbagai gugus fungsional menyerap. Sebagai pelengkap informasi tersebut, dipakai tabel, yang disebut tabel korelasi inframerah yang memuat informasi dimana berbagai gugus fungsional menyerap.(Sastrohamidjojo,H. 1992)
2.9. Analisis Termal Diferensial (DTA) Cara analisis termal atas polimer penting, apalagi dengan makin canggih dan jitunya intrumentasi. Kegunaannya antara lain untuk mengetahui kestabilan termalnya, waktu hidup dan waktu simpan (keawetan) pada kondisi tertentu, fasa dan perubahan fasa didalamnya, juga informasi tentang pengaruh aditif yang dimasukkan ke dalam bahan polimer tersebut. Ada berbagai cara simakan termal atas polimer, misalnya termogravimetri, thermal differensial (DTA), termomekanik dan banyak lagi. Pada analisis termal diferensial (DTA), sampel diprogram suhu dengan laju terkontrol, suhu terus dipantau. DTA berguna untuk pengukuran derajat kekristalan, penyimakan struktur beda-morfologis berbagai ionomer polimer, pengukuran titik transisi gelas, kajian puncak ganda titik leleh polimer isotaktik, transisi-transisi orde satu kopolimer, annealing polimorf, pengaruh riwayat termal atas sifat, kajian stabilitas polimer, kinetika pirolisis, pengaruh panjang/jenis gugus samping atas titik leleh, pengaruh laju pemanasan atas titik leleh, juga untuk penyidikan berbagai jenis polimer komersil (Hartomo, A.J., 1995).
Universitas Sumatera Utara
Diffrensial Thermal Analysis (DTA) adalah suatu cara untuk menentukan perubahan sifat-sifat khusus panas dari suatu bahan sampel dengan mengukur dan mencatat keduaduanya, temperatur T(oC) dan dari bahan sampel dan perbedaan temperatur ΔT (oC) diantara dua sampel yang diukur dan satu bahan pembanding yang panasnya stabil, seperti α-alumina atau bubuk pengaman (seperti pada sekering), sementara pemanas berlangsung dengan kecepatan konstan pemanas (oven) dengan menghasilkan panas ideal. Cara ini selalu dilakukan dalam industri-industri. Dengan kata lain Diffrensial Thermal Analysis (DTA) adalah cara untuk mendeteksi dan mengukur bagian bahan yang tidak seimbang (tidak stabil) dalam temperatur dengan bahan pembanding bila terjadi reaksi endotermik (perubahan panas dalam) atau eksotermik (perubahan panas luar) dalam sampel pada proses pemanasan. (Warman, 1994)
Universitas Sumatera Utara