ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA`
2.1 Distribusi Poisson Distribusi poisson adalah banyaknya sukses yang terjadi dalam suatu selang waktu atau daerah tertentu. Bilangan Y yang menyatakan banyaknya hasil percobaan dalam suatu percobaan poisson disebut variabel acak poisson dan distribusi peluangnya disebut distribusi poisson. Ditribusi poisson merupakan suatu distribusi dimana kejadian tergantung pada interval waktu tertentu atau disuatu daerah tertentu dengan hasil pengamatan berupa variabel diskrit. Interval waktu tersebut dapat berupa semenit, sehari, seminggu, sebulan atau setahun. Daerah tertentu yang dimaksudkan dapat berupa suatu garis, suatu volume, atau mungkin sepotong bahan (Walpole, 1995). Beberapa karakteristik dari percobaan yang mengikuti sebaran distribusi poisson antara yakni (Cameron dan Trivedi, 1998) : 1. Kejadian yang terjadi pada jumlah anggota populasi yang besar dengan probabilitas yang kecil. 2. Bergantung pada interval waktu tertentu. 3. Kejadian yang termasuk dalam counting process atau termasuk ke dalam lingkupan proses stokastik. 4. Perulangan dari kejadian yang mengikuti sebaran distribusi binomial. Fungsi peluang dari distribusi poisson itu sendiri menurut Myers (1990) dapat dinyatakan sebagai berikut :
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
๐ ๐ฆ; ยต =
๐ โยต ยต๐ฆ ๐ฆ!
; y=0,1,2,โฆ..
(2.1)
ยต merupakan rata-rata variabel random Y yang berdistribusi poisson dimana nilai rata-rata dan varians dari Y mempunyai nilai lebih dari nol. Parameter ฮผ > 0, parameter diatas disebut juga sebagai fungsi peluang poisson. Misalkan Y adalah suatu variabel random yang berdistribusi Poisson, maka mempunyai mean dan variance yang sama yaitu ฮผ. Untuk nilai ฮผ yang besar akan lebih mendekati distribusi normal. Distribusi poisson merupakan suatu distribusi yang paling sederhana dalam pemodelan data yang berupa count (jumlah). Distribusi poisson memberikan suatu model yang realistis untuk berbagai macam fenomena random selama nilai dari variabel random poisson adalah bilangan integer non negative, banyak fenomena random untuk suatu count dari beberapa respon (variable yang diteliti) merupakan suatu calon untuk pemodelan yang mengasumsikan distribusi poisson, namun tidak semua data yang berupa count dapat dimodelkan secara realistis dengan distribusi poisson. Apabila asumsi tertentu yang berkenaan dengan fenomena yang diteiti terpenuhi, maka model poisson adalah model yang benar. Sebagai contoh, diasumsikan seadang meneliti suatu kejadian tertentu yang terjaddi dalam suatu waktu (time), ruang (space), wilayah (region), atau panjang (length) maka dalam hal ini distribusi poisson dapat digunakan.
2.2 Regresi Poisson Menurut Agresti (2002), Regresi Poisson merupakan model regresi nonlinier dimana variabel respon (variabel Y) mengikuti distribusi Poisson.
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Distribusi Poisson merupakan distribusi yang paling sederhana untuk data count. Regresi poisson merupakan GLM (Generalized Linier Model) yang menyatakan bahwa dalam GLM terdapat 3 komponen yaitu komponen random, komponen sistematik, dan link function. Komponen random merupakan variabel dependen yaitu variabel Y. Variabel y merupakan vektor yang terdiri dari [y1,y2,โฆโฆ, yn]T. Komponen random dari GLM termasuk kedalam keluarga eksponensial yang fungsi peluang densitasnya dapat dinyatakan sebagai berikut : f(yi,ฮธ) = a(ฮธ)b(yi)exp(yi Q(ฮธ)) (2.2) Komponen sistematik yaitu vektor ฮท yang terdiri dari [ฮท1,ฮท2,ฮท3,โฆ..,ฮทn]T menghubungkan dengan variabel X atau sebagai variabel prediktor, sehingga untuk bentuk umum dari ฮท = Xฮฒ dimana X merupakan suatu matriks dengan elemen yang terdiri variabel prediktor sedangkan ฮฒ merupakan bentuk vektor dari parameter-parameter model. Masing-masing dari elemen ฮท dapat dinyatakan ฮทi = ๐ ๐ =0 ๐ฝ jxij merupakan
kombinasi linier dari variabel prediktor disebut dengan linier
prediktor. Komponen yang ketiga yaitu link function yang menghubungkan antara komponen random dan komponen sistematik. Berdasarkan Agresti (2002) dimisalkan ยตi = E(Yi) dimana i=1,2,3,โฆ..n. Model untuk menghubungkan ยตi dengan ฮทi, dimana g (.) adalah fungsi yang diturunkan sehingga g (.) menghubungkan E(Yi) dengan variabel penjelas dan diformulasikan sebagai berikut : g(ยตi) =
TESIS
๐ ๐ =0 ๐ฝ jxij =
ฮฒo + ฮฒ1xi1 + โฆ. + ฮฒkxik
Geographically Weight .....
(2.3)
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Link function yang digunakan dalam regresi poisson adalah In, sehingga In (ยตi) = ฮทi. dengan demikian regresi poisson dapat dinyatakan sebagai berikut : In ((ยตi) = ฮฒo +
๐ ๐ =1 ๐ฝ jxij ,
i = 1, 2, โฆโฆ. , n
(2.4)
Dimana ยตi = ยตi (xi) = -ex ฮฒ
Distribusi data jumlahan yang paling sederhana adalah poisson. distribusi poisson juga termasuk dalam keluarga eksponensial. Hal ini ditunjukkan oleh Agresti (2002) fungsi peluang densitasnya sebagai berikut : ๐ ๐ฆ, ยต =
๐ โยต ยต๐ฆ ๐ฆ!
=
exp โฮผ exp โก (y ๐๐ ฮผ) ๐ฆ!
(2.5) Berdasarkan persamaan (2.1) dan persamaan (2.5) maka dapat dikatakan bahwa, 1
ฮธ = ยต, a ยต = exp โยต , b y = y! , dan Q (ยต) = In (ยต),
sehingga
terbukti
bahwa poisson termasuk dalam keluarga eksponensial. 2.2.1 Estimasi Parameter Model Regresi Poisson Penaksiran parameter regresi poisson dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Metode statistika digunakan ketika distribusi variabelnya diketahui (Erdkhadifa, 2012). Taksiran maksimum likelihood untuk parameter ฮฒj dinyatakan dengan ๐ฝ(๐ ) yang merupakan penyelesaian dari turunan pertama fungsi likelihoodnya, dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Mengambil n sampel random y1,y2,โฆโฆ,yn
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2. Membuat fungsi likelihoodnya. Berdasarkan persamaan distribusi poisson yang ditunjukkan pada persamaan (2.1), maka fungsi likelihoodnya adalah sebagai berikut : y
n
expโก (โยตi )ยตi i ๐๐ L ฮฒ = ๐๐ yi ! i=1 yi n expโก (โยตi )ยตi = ๐๐ ( ) yi ! i=1 n
= i=1 n
= i=1 n
= =
y
(๐๐ eโฮผ i + ๐๐( ยตi i ) โ ๐๐ (yi !)) (โยตi + yi ๐๐ ยตi โ ๐๐ (yi !)) T
T
(โex i ๐ท + yi ๐๐ ex i ๐ท โ ๐๐ (yi !))
i=1 n x Ti i=1(โe ๐ท +
(2.6)
n i=1 yi
xiT ๐ท โ
๐ ๐=1 ๐๐
(yi !))
Kemudian persamaan (2.6) diturunkan terhadap ฮฒ disamakan dengan nol untuk syarat sebagai berikut : ๐๐๐๐ฟ(๐ฝ) = โ ๐๐ฝ
๐ ๐=1
๐๐ exp( ๐ฅ๐๐ ๐ท) +
๐ ๐=1
๐ฆ๐ ๐ฅ๐๐
Pada beberapa kasus tertentu, cara derivatif ini kadang tidak menghasilkan suatu solusi yang eksplisit karena persamaannya masih berbentuk implicit. Alternative lain yang biasa digunakan untuk mencari MLE adalah dengan menggunakan metode iterasi numerik yaitu Newton Rhapson. Ide dasar dari model ini adalah memaksimumkan fungsi likelihood (Myers, 1990). Algoritma untuk apotimisasi dengan metode Newton Raphson dapat dituliskan sebagai berikut : 1. Menentukan nilai taksiran awal parameter ๐ฝ(0) , biasanya diperoleh dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) yaitu : ๐ฝ(0) = (XTX)-1 XTY
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dimana, 1 ๐ฅ11 โฆ 1 ๐ฅ21 โฆ X= โฎ โฎ โฆ 1 ๐ฅ๐1 โฆ (2.7) 2. Membentuk vector gradient g, gT(ฮฒ(m))(k+1)x1 =
๐๐๐๐ฟ (๐ฝ ) ๐ ๐ฝ0
,
๐๐๐๐ฟ (๐ฝ ) ๐ ๐ฝ1
๐ฅ1๐ ๐ฅ2๐ dan Y = [Y1, Y2 , โฆโฆ..Yn] โฎ ๐ฅ๐๐
, โฆโฆโฆ,
๐๐๐๐ฟ (๐ฝ) ๐ ๐ฝ๐
) ฮฒ=ฮฒ(m)
k adalah banyaknya parameter yang ditaksir. 3. Membentuk matrik hessian H : Matrik hessian ini disebut juga matrik informasi. ๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ
H(ฮฒ(m))(k+1)x(k+1) =
๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ
๐ ฮฒ 20
๐ ๐ฝ 0 ๐๐ฝ 1
๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ
๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ
๐ ฮฒ 20
๐ ฮฒ 21
๐ 2 ๐๐๐ฟ
๐ 2 ๐๐๐ฟ
๐ฝ
๐ ฮฒ 20
๐ ๐๐๐๐ก๐๐๐
๐ฝ
๐ ฮฒ 21 ๐ 2 ๐๐๐ฟ
๐ฝ
๐ ฮฒ 21
โฆ โฆ โฑ โฆ
๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ๐๐ฝ 0 ๐ ๐ฝ ๐ฅ ๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ๐๐ฝ 1 ๐ ๐ฝ ๐ฅ ๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ๐ ๐ฝ 1 ๐๐ฝ ๐ฅ ๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ๐ ฮฒ 21
๐ฝ =๐ฝ (๐ )
4. Memasukkan nilai ๐ฝ(0) kedalam elemen-elemen vektor g dan matriks H, sehingga diperoleh vector g (๐ฝ ) dan matriks H(๐ฝ(0) ) 5. Mulai dari m=0 dilakukan iterasi pada persamaan : ฮฒ(m+1) = ฮฒ(m) โ H-1(m)g(m). Nilai ฮฒ(m) merupakan sekumpulan penasir parameter yang konvergen pada iterasi ke-m. 6. Jika belum didapatkan penaksir parameter yang konvergen, maka dilanjutkan kembali langkah 5 hingga iterasi ke m=m+1. Iterasi berhenti pada keadaan konvergen yaitu pada saat โฮฒ(m+1) โ ฮฒ(m)โโคษ, dimana ษ merupakan bilangan yang sangat kecil.
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.2.2
Pengujian Parameter Model Regresi Poisson Sebelum menentukan nilai statistik uji, maka terlebih dahulu ditentukan dua
fungsi likelihood yang berhubungan dengan model regresi yang diperoleh. Kedua fungsi tersebut adalah L(๐บ ) yaitu nilai maksimum likelihood untuk model yang lebih lengkap dengan melibatkan variabel prediktor dan L(ฯ) yaitu nilai maksimum likelihood untuk model sederhana tanpa melibatkan variabel prediktor. Pengujian parameter model regresi poisson dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Ratio Test (MLRT) dengan hipotesis sebagai berikut: Ho : ฮฒ1 = ฮฒ2 = ... = ฮฒj = 0 H1 : paling sedikit ada satu ฮฒj โ 0; j = 1,2,โฆ,k Likelihood ratio dapat dinotasikan sebagai berikut : โ=
๐ฟ(๐บ ) ๐ฟ(ฯ )
(2.8) karena regresi poisson termasuk dalam keluarga eksponensial sehingga likelihood ratio pada persamaan (2.8) dapat juga ditulis dalam bentuk : D(๐ฝ ) = -2 In ห = -2 In ๐ฟ(ฯ )
๐ฟ(๐บ )
(2.9) D(๐ฝ ) merupakan deviansi model regresi poisson atau devians yang dihitung pada seluruh parameter dalam model. Nilai D(๐ฝ ) yang semakin kecil pula tingkat kesalahan yang dihasilkan model, sehingga model menjadi semkin tepat. D(๐ฝ ) disebut juga sebagai statistik rasio likelihood, dimana untuk ukuran sampel
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
besar berdistribusi dari statistik uji pada persamaan (2.8) akan mengikuti distribusi Chi-Square dengan derajat bebasnya adalah banyaknya parameter model dibawah populasi dikurangi dengan banyaknya parameter dibawah H0. Criteria pengujiannya adalah H0 ditolak apabilan D(๐ฝ )> X2(ฮฑ;k). Selanjutnya dilakukan pengujian parameter model secara parsial yakni untuk mengetahui parameter mana yang memberikan pengaruh signifikan terhadap model. Misalkan, ingin menguji apakah parameter ฮฒj berpengaruh terhadap model yang dirumuskan sebagai berikut : Hipotesis : H0 : ฮฒj = 0 H1 : ฮฒj โ 0, j=1,2,..6 Statistik Uji : W=
ฮฒj se (ฮฒ j )
(2.10) 2.2.3 Uji Independen atau Autokorelasi Uji independen atau uji autokorelasi residual untuk mengetahui apakah ada korelasi antar residual. Autokorelasi adalah korelasi antara variabel antara variabel gangguan dari saru observasi dengan observasi lain. Jika model mengandung autokorelasi, maka estimator akan menghasilkan varian yang tidak minimum, sehingga perhitungan standar error menjadi tidak bias dipercaya kebenarannya, selain itu uji hipotesis yang didasarkan distribusi t maupun F tidak dapat lagi dipercaya untuk mengevaluasi hasil regresi (Widarjono, 2010). Untuk mendeteksi autokorelasi, digunakan Uji Durbin Watson.
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Hipotesis : H0
: Tidak ada Autokorelasi positif maupun negatif
Ha
: Ada Autokorelasi positif maupun negatif d=
๐ 2 ๐ก=2 (๐ ๐ก โ ๐ ๐กโ1 ) ๐ ๐ 2 ๐ก=1 ๐ก
(2.11) Jika p value < ฮฑ (0,05) maka dikatakan bahwa H0 ditolak sehingga ada autokorelasi positif maupun negatif. 2.2.4 Multikolineritas Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam model regresi dengan beberapa variabel prediktor adalah tidak terjadi kasus multikolineritas atau tidak adanya korelasi antara satu variabel prediktor dengan lainnya. Apabila kasus ini terjadi maka akan dapat mengakibatkan memiliki error yang sangat besar atau matriks (XโX)-1 memiliki determinan sama dengan nol. Kasus multikolineritas dapat dideteksi sebagaimana berikut (Hocking, 1996) : 1. Apabila koefisien korelasi pearson antar variabel prediktor 0,95 maka terdapat korelasi yang tinggi antar variabel tersebut. 2. Jika nila Variance Inflation Factor (VIF) lebih besar dari 10, maka terjadi kasus multikolineritas. Nilai VIF dinyatakan sebagai berikut: VIF =
1 1โR 2j
dengan R2j adalah koefisien determinasi.
3. Nilai koefisien korelasi Pearson (rij) antar variabel-variabel predictor. Jika nilai korelasi antar variabel kurang dari 0,05 maka menunjukkan adanya multikolineritas antara variabel predictor. Solusi yang dapat digunkan untuk mengatasi multikolineritas adalah dengan mengeluarkan variabel prediktor
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang tidak signifikan atau dengan membentuk variabel baru menggunakan PCR. 2.3 Kasus Equidispersi Metode regresi poisson mewajibkan equidispersi, yaitu kondisi dimana nilai dari mean dan varians dari variabel respon sama. Namun, adakalanya terjadi fenomena overdispersi dalam data yang dimodelkan dengan dengan distribusi poisson (Khoshgoftar, dkk., 2004). Overdispersi adalah suatu kondisi dimana nilai varians lebih besar daripada mean, dan model regresi Poisson yang dihasilkan akan menjadi tidak sesuai serta menghasilkan estimasi parameter yang tidak sesuai (Ridout, dkk, 2001). Taksiran dispersi diukur dengan devians atau Pearsonโs Chi-square yang dibagi derajat bebas. Data dianggap overdispersi, jika taksiran dispersi > 1 atau underdispersi, jika taksiran dispersi < 1. Masalah lain dari regresi poisson adalah jika terdapat banyak data yang bernilai nol, sehingga lebih banyak data nol-nya dibandingkan regresi poissonnya yang akan diprediksi. Jika hal ini terjadi, maka akan menyebabkan regresi poisson menjadi tidak tepat menggambarkan data yang sebenarnya. Dengan demikkian, untuk mengatasi masalah over/under dispersi pada data yang dimodelkan menggunakan General Poisson Regression (GPR). GPR merupakan salah satu alternative untuk mengatasi adanya over/under dispersi yang terjadi pada data yang akan dimodelkan menggunakan regresi poisson (Asriyanti, 2008).
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.4 Generalized Poisson Regression (GPR) Menurut Famoye et al (2004), regresi poisson tidak sesuai dalam memodelkan data overdispersi atau underdispersi. Oleh karena itu, dilakukan pendekatan dengan model regresi yang lebih sesuai yang salah satunya adalah model Generalized Poisson Regression (GPR). Model Generalized Poisson Regression adalah suatu model regresi yang dipergunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel respon yang berupa data count dengan satu atau lebih variabel prediktor. Pada model GPR, selain terdapat parameter juga terdapat ฮธ sebagai parameter dispersi. Pada umumnya, model GPR sama dengan regresi poisson yaitu pada persamaan (2.6) akan tetapi model GPR mengasumsikan bahwa komponen randomnya berdistribusi general poisson. Dalam analisis GPR, jika ฮธ sama dengan 0 maka model GPR akan menjadi model regresi poisson. Jika ฮธ lebih dari 0 maka model GPR mempresentasikan data count yang mengandung kasus overdispersi dan jika ฮธ kurang dari 0 mempresentasikan data count yang mengandung underdispersi. Penaksiran parameter model GPR menggunakan metode Maximum Likelihood Estimator (MLE). Fungsi log-likelihood untuk model GPR sebagai berikut : ln ๐ฟ ๐ฝ, ๐ =
๐ ๐=1
๐ฆ๐ ๐ฅ๐๐ ๐ฝ โ๐ฆ๐ ln 1 + ๐ exp ๐ฅ๐๐ ๐ฝ) + ๐ฆ๐ โ 1 ln 1 + ๐๐ฆ๐ โ ln ๐ฆ๐ ! โ ๐๐ฅ๐ ๐ฅ๐๐ ๐ฝ 1 + ๐๐ฆ๐ (1 + ๐๐๐ฅ๐ ๐ฅ๐๐ ๐ฝ )โ1
(2.13) Untuk mendapatkan taksiran parameter ฮฒ dan ฮธ maka persamaan (2.13) diturunkan terhadap ฮฒ dan ฮธ menggunakan metode numerik, iterasi Newton-
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Raphson. Pengujian parameter model GPR dilakukan sama seperti regresi poisson dengan menggunakan metode MLRT dan uji parsial menggunakan statistik uji z (Irawati, 2012). 2.5 Aspek Data Spasial Regresi spasial adalah salah satu metode untuk mengetahui hubungan antara variabel respon (Y) dan variabel prediktor (X) dengan memperhatikan aspek kewilayahan atau spasial. Menurut (Anselin, 1988), aspek dari spasial yang dimaksud adalah mempunyai sifat eror yang saling berkorelasi atau dengan kata lain memiliki heterogenitas spasial. Dalam Hukum I Tobler, segala sesuatu berhubungan satu sama lain tetapi suatu yang dekat lebih memiliki pengaruh daripada sesuatu yang lebih jauh. Hukum I Tobler tersebut menyatakan dependensi dari spasial. Setiap lokasi mempunyai karakteristik tersendiri yng khas dan unik, sehingga setiap lokasi mempunyai kondisi dari segi struktur, parameter dan bentuk fungsinya, hal inilah yang dinyatakan sebagai heterogenitas spasial. 2.5.1 Pengujian Dependensi Spasial Pengujian dependensi spasial dilakukan untuk melihat apakah pengamatan disuatu daerah atau lokasi berpengaruh terhadap pengamatan dari daerah atau lokasi lainnya yang berdekatan. Pengujian dependensi spasial dilakukan dengan menggunakan Moranโs I, dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : ฮป = 0 (Tidak ada dependensi spasial) H1 : ฮป โ 0 (Ada dependensi spasial) Statistik Uji : Zhit =
TESIS
ฮปโฮป 0 ) var ฮป
Geographically Weight .....
(2.14)
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Dengan ฮป=
๐๐ป ๐๐ ๐๐ป ๐
Dimana e merupakan vektor residual regresi Ordinary Least Square (OLS) sedangkan W merupakan matriks penimbang spasial. Nilai rata-rata dan nilai varians dari Moranโs I secara matematis dirumuskan sebagai berikut : E(I) =
๐ก๐ (๐๐) (๐โ๐)
Var(I) =
๐ก๐ ๐๐๐๐ T + ๐ก๐ ๐๐ T +(๐ก๐ ๐๐) 2 dโE(๐ผ)2
(2.15) Dimana d
= (n โ k)(n โ k โ 2)
k
=p+1
M = (I-X(XTX)-1XT) Keputusan : H0 ditolak, jika |Zhitung| > Zฮฑ/2 2.5.2 Pengujian Heterogenitas Spasial Pengujian heterogenitas spasial dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kekhasan pada setiap daerah atau lokasi pengamatan sehigga akan terjadi perbedaan secara spasial pada parameter regresi yang dihasilkan. Menurut Anselin (1988), pengujian heterogenitas spasial diuji menggunakan uji Breusch-Pagan, dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : ๐12 = ๐22 = โฏ = ๐๐2 = ๐ 2 (homoskedastisitas) H1 : minimal ada satu ๐๐2 โ ๐ 2 (Heteroskedastisitas) Statistik uji : BP = ยฝ fT A(ATA)-1 ATf Elemen vektor f dirumuskan sebagai berikut :
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
๐๐ =
๐๐2 ๐2
โ 1
(2.16) Dimana, ei : Merupakan error dari metode Ordinary Least Square (OLS) A : Merupakan matriks berukuran n x (k+1) yang berisi vektor yang sudah di normal standarkan untuk setiap observasi. H0 ditolak jika BP > ๐๐2 atau pvalue < ฮฑ.
2.6 Geographically Weight Poisson Regression (GWPR) Model GWPR merupakan bentuk local dari regresi poisson yang menghasilkan penaksir parameter model yang bersifat lokal untuk setiap titik atau lokasi dimana data tersebut dikumpulkan, dengan mengasumsikan bahwa data berdistribusi poisson. Menurut Fotheringhem, dkk (2002) model GWPR dikembangkan dari metode GWR yaitu suatu teknik yang membawa kerangka dari model regresi sederhana menjadi model regresi yang terboboti. Dalam model GWPR, variabel respon y diprediksi oleh variabel prediktor yang masing-masing koefisien regresinya bergantung pada lokasi dimana data tersebut diamati. Model GWPR dengan menotasikan vektor koordinat lintang dan bujur (uj,vi) adalah sebagai berikut : yi~poisson (ยตi) dengan ยตi = exp
๐ ๐ =0 ๐ฝ๐
(๐ข๐ , ๐ฃ๐ )๐ฅ๐๐
(2.17)
Dimana, yi
TESIS
: nilai observasi variabel respon ke โi
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
: nilai observasi variabel prediktor ke โj pada pengamatan lokasi
๐ฅ๐๐
(๐ข๐ , ๐ฃ๐ ) ๐ฝ๐ (๐ข๐ , ๐ฃ๐ ) : koefisien regresi variabel prediktor ke-j untuk setiap lokasi (๐ข๐ , ๐ฃ๐ ) : koordinat lintang bujur dari titik ke-I pada suatu lokasi geografis
(๐ข๐ , ๐ฃ๐ )
2.6.1 Estimasi Parameter Model Geographically Weight Poisson Regression (GWPR) Penaksir parameter model GWPR dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Langkah pertama adalah dengan membentuk fungsi likelihood yaitu sebagai berikut : ๐
๐ฟ ๐ฝ ๐ข๐ , ๐ฃ๐
= ๐=1
๐ฆ
expโก (โ๐ข๐ )๐ข๐ ๐ ๐ฆ๐ !
Setelah didapatkan fungsi likelihood model GWPR kemudian fungsi likelihood tersebut diubah dalam bentuk logaritma natural atau fungsi ln-likelihood menjadi : ๐ฆ
๐๐ ๐ฟ ๐ท ๐ข๐ , ๐ฃ๐
= In ๐=1
๐๐ ๐ฟ ๐ท ๐ข๐ , ๐ฃ๐
=
expโก (โ๐ข๐ )๐ข๐ ๐ ๐ฆ๐ !
๐ ๐=1(โ๐ข๐
+ ๐ฆ๐ ln(๐ข๐ ) โ ๐๐(๐ฆ๐ !))
(2.18)
Bentuk ยตi = exp (xiT ฮฒ(u,v)) + yi xiT ฮฒ(u,v) โ ln(yi)) disubtitusikan terhadap persamaan (2.18) sehingga diperoleh bentuk lain dari persamaan tersebut : ๐๐ ๐ฟ ๐ท ๐ข๐ , ๐ฃ๐
=
๐ ๐ =1
โ exp(xiT ฮฒ (ui , vi )) + yj xjT ฮฒ (ui , vi ) โ ๐๐ (yi !)
(2.19)
Pada model GWPR faktor yang diperhatikan sebagai pembobot adalah faktor geografis yang dari tiap titik pengamatan (daerah). Setiap daerah memiliki faktor geografis yang berbeda-beda sehingga hal ini menunjukkan bahwa setiap daerah menunjukkan sifat lokal pada model GWPR. Oleh karena itu, pembobot
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
diberikan pada bentuk ln likelihood untuk model GWPR, sehingga diperoleh persamaan seperti berikut : ๐n ๐ฟ ๐ท ๐ข๐ , ๐ฃ๐
๐ ๐ =1
=
โ exp(xiT ฮฒ (ui , vi )) + yj xjT ฮฒ (ui , vi )๐๐(yi !) ๐ค๐ (ui , vi )
Kemudian untuk memperoleh taksiran parameter, menurunkan fungsi lnlikelihood model GWPR dengan pembobot geografis diturunkan terhadap ฮฒT (ui , vi ) dan disamakan dengan nol. ๐๐ผ๐๐ฟ ๐ฝ u i ,v i ๐ ๐ฝ ๐ ((u i ,v i ))
=โ
๐ ๐ =1
โ exp(xiT ฮฒ (ui , vi )) + yj xjT ฮฒ (ui , vi )๐๐ (yi !) ๐ค๐ (ui , vi )
๐
โ exp(xiT ฮฒ (ui , vi )) + yj xjT ฮฒ (ui , vi ) โ ๐๐ (yi !) ๐ค๐ ui , vi = 0 ๐ =1
Persamaan
diatas
berbentuk
close
form
sehingga
untuk
menyelesaikannya digunakan metode Newton-Raphson Iteratively Reweighted Least Square (IRLS) yaitu dengan algoritma optimisasi sebagai berikut : 1. Menentukan nilai taksiran awal parameter ๐ฝ(0) biasanya diperoleh dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) yaitu : ๐ฝ(0) = (XโX)-1XโY dengan X dan Y didefiinisikan sebagai berikut :
X=
1 1 1
x11 โฆ x21 โฆ โฎโฎโฑโฎ x๐1 โฆ
x1๐ x2๐
dan Y = [y1,y2โฆโฆ.yn]
x๐๐
2. Membentuk vektor gradient g, gT (ฮฒ(m)(ui,vi))(k+1)x1 =
๐๐๐ ๐ฟ(๐ฝ ) ๐๐๐ ๐ฟ(๐ฝ ) ๐๐ฝ 0
,
๐๐ฝ 1
,โฆ,
๐๐๐ ๐ฟ(๐ฝ) ๐๐ฝ ๐
๐ฝ =๐ฝ(๐ )
k adalah banyaknya parameter yang ditaksir. ฮฒ(m+1)(ui,vi) = ฮฒ(m)(ui,vi)-H-1(m)(ฮฒ(m)(ui,vi))g(m)(ฮฒ(m)(ui,vi))
TESIS
Geographically Weight .....
(2.20)
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dimana : g(m) (ฮฒ(m)(ui,vi)) = =
๐ ๐ =1 ๐ฅ๐
๐๐๐ ๐ฟ(๐ฝ (u i ,v i )) ๐ ๐ฝ ๐ ((u i ,v i ))
๐ค๐ ๐ข๐ , ๐ฃ๐ expโก (๐ฅ๐๐ ๐ท ๐ข๐ , ๐ฃ๐ +
๐ ๐ =1 ๐ฅ๐
๐ค๐ ๐ข๐ , ๐ฃ๐ ๐ฆ๐ (2.15)
3. Membentuk matriks Hessian H : Matriks Hessian ini disebut juga matriks informasi.
๐ป(๐ฝ ๐ ๐ข๐ , ๐ฃ๐
๐+1 ๐ฅ ๐+1
=
๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ui , vi ๐๐ฝ02 2 ๐ ๐ผ๐๐ฟ ๐ฝ ui , vi ๐๐ฝ02
๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ui , vi ๐๐ฝ0 ๐๐ฝ1 ๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ui , vi ๐๐ฝ12
๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ui , vi ๐๐ฝ0 ๐๐ฝ๐ ๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ui , vi โฆ ๐๐ฝ1 ๐๐ฝ๐
โฆ
โฑ ๐ 2 ๐๐๐ฟ ๐ฝ ui , vi ๐๐ฝ๐2
๐ฝ =๐ฝ (๐ )
4. Memasukkan nilai ๐ฝ(0) ke dalam elemen-elemen vektor g dan matriks H, sehingga diperoleh vektor g(๐ฝ(0) ) dan matriks H(๐ฝ(0) ). 5. Mulai dari m=0 dilakukan iterasi pada persamaan ๐ฝ((๐ +1) ๐ข๐ , ๐ฃ๐ ) = ๐ฝ ๐ ๐ข๐ , ๐ฃ๐
โ ๐ป โ1 g (๐ )
Nilai ๐ฝ(0) merupakan sekumpulan penaksir parameter yang konvergen pada iterasi ke-m. jika belum didapatkan penaksir parameter yang konvergen, maka dilanjutkan kembali langkah 5
hingga iterasi ke m=m+1. Iterasi
berhenti pada keadaan konvergen yaitu pada saat โฮฒ(m+1)(ui,vi) - ฮฒ(m)(ui,vi)โ โค ๐, dimana ๐ merupakan bilangan yang sangat kecil yakni 10-5. Taksiran awal dari parameter diperoleh dengan menggunakan persamaan : ๐ฝ(0) = (XTX)-1XTY. 2.6.2 Pengujian Parameter Model Geographically Weight Poisson Regression (GWPR)
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Pengujian pertama yang dilakukan adalah menguji kesamaan antara model GWPR dengan model regresi poisson. Hipotesis pengujian kesamaan sebagai berikut : H0 : (ฮฒj (ui,vi)) = ฮฒj ; i = 1,2,โฆ.,n ; k = 0,1,2โฆ.p H1 : (ฮฒj (ui,vi)) โ ฮฒj Deviansi Model A/df A Model B/df B
Statistik Uji : Fhit = Deviansi dfA = n-(k+1)
dfB = n-2trace(S) + trace(STWSW-1) Misalkan model GWPR disebut sebagai model B dengan derajat bebas dfB dan model poisson sebagai model A dengan derajat bebas dfA, dengan demikian statistik ujinya adalah Fhit yang mengikuti distribusi F dengan derajat bebas dfA dan dfB. S merupakan hat matriks dan W adalah matriks pembobot, n merupakan banyaknya data atau observasi sedangkan k adalah banyaknya variable. Untuk mencari nilai devians dari model GWPR adalah dengan persamaan : D(๐ฝ ) = 2(lnL(๐บ ) โ lnL(๐) D(๐ฝ ) disebut juga dengan devians model ^ GWPR atau likelihood ratio. L(๐) merupakan suatu fungsi likelihood untuk himpunan parameter dibawah H0, dan L(๐บ ) merupakan suatu fungsi likelihood dengan himpunan ฮฉ yang terdiri dari parameter-parameter kecuali parameter dibawah H0. y
L(๐บ ) =
i ๐ exp โฮผ i ฮผ i ๐=1 yi !
L(๐บ ) =
i ๐ exp โฮผ i ฮผ i ๐=1 yi !
; exp
k j=0 ฮฒj xij
y
TESIS
; ฮผi = exp
k j=0 ฮฒj (ฮผi , vi )xij
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Keputusan : Tolak H0 jika Fhit > F(๐ผ,๐๐ ๐ด ,๐๐ ๐ต ) artinya bahwa ada perbedaan yang signifikan antara model poisson dengan model GWPR. Namun H0 diterima jika Fhit โค F(๐ผ ,๐๐ ๐ด ,๐๐ ๐ต ) artinya bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara model poisson dengan model GWPR dimana ฮฑ merupakan taraf signifikansi. Hasil pengujian tersebut kemudian diperoleh keputusan kesamaan antara model regresi poisson dan model GWPR. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian secara parsial untuk setiap parameter dari model GWPR. Pegujian hipotesis secara parsial sebagai berikut : H0 : (ฮฒj (ui,vi)) = 0 H1 : (ฮฒj (ui,vi)) โ 0 ฮฒ (u i ,v i ) j u i ,v i )
Statistik Uji : T = se (ฮฒj (2.21)
Menurut Nakaya (2005), statistik uji di atas didekati dengan distribusi normal standard sehingga signifikansi testnya adalah |T| > tฮฑ/2 ; n-p -1 untuk ฮฑ sebesar 10% dengan jumlah sampel yang besar. Jika didapatkan keputusan H0 ditolak, artinya parameter ke-j pada lokasi ke-i (ui , vi ) berpengaruh signifikan terhadap model. Jika H0 diterima maka |T| < tฮฑ/2 ; n-p -1, artinya parameter ke-j pada lokasi ke-i (ui , vi ) tidak berpengaruh signifikan terhadap model.
2.7 Penentuan Bandwidth (G) dan Pembobot Optimum Bandwidth diartikan sebagai radius dari suatu lingkaran, sehingga sebuah titik yang berada dalam radius tersebut masih dianggap memiliki pengaruh. Nilai bandwidth yang sangat besar menyebabkan bias yang semakin besar pula. Hal ini
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
disebabkan semakin banyaknya pengamatan yang berada dalam radius G, model yang diperoleh terlalu halus (oversmoothing), sehingga mengakibatkan hasil penaksiran membutuhkan banyak pengamatan. Sebaliknya jika nilai bandwidth yang sangat kecil menyebabkan varians semakin besar. Hal ini dikarenakan jika nilai bandwidth sangat kecil maka akan semakin membutuhkan sedikit pengamatan yang berada dalam radius G, sehingga model yang didapat sangat kasar (undersmoothing) (Nurcahayani, 2014). Menurut Nakaya (2005), bobot fungsi kernel adaptive gaussian yang digunakan memiliki fungsi sebagai berikut : ๐ค๐ (๐ข๐ , ๐ฃ๐ ) = exp
โ
1 d ij 2 2 G
Alternatif lain untu pembobot lainnya dengan mnggunakan kernel bisquare dengan fungsi sebagai berikut :
๐ค๐ ๐ข๐ , ๐ฃ๐ =
1โ 0
๐๐๐ ๐บ
2
> d๐๐ โค G
lainnya
Dimana : d๐๐ =
๐ข๐ โ ๐ข๐
2
+ ๐ฃ๐ โ ๐ฃ๐
2
d๐๐ merupakan jarak euclidean lokasi ๐ข๐ , ๐ฃ๐ dan lokasi ๐ข๐ , ๐ฃ๐ . G merupakan nilai bandwidth optimum di setiap lokasi. Metode yang digunakan untuk memilih bandwidth optimum adalah Cross Validation (CV) dengan rumus sebagai berikut :
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
CV G =
n i=1
yi โ yโ i G
2
(2.22) Dengan yโ i G adalah nilai penaksir yi dimana pengamatan di lokasi (ui,vi) dihilangkan dari proses penaksiran.
2.8 Pemilihan Model Terbaik Untuk memperoleh model terbaik dari beberapa kemungkinan metode dengan asumsi poisson, maka menggunakan criteria model terbaik AIC. Terdapat beberapa metode dalam menentukan model terbaik, salah satu diantaranya adalah Akaike Information Criterion (AIC). Menurut Bozdogan (2000), AIC didefinisikan sebagai berikut : AIC = -2 In L (๐) + 2k Dimana L(๐) adalah nilai likelihood, dan k adalah jumlah parameter. Model terbaik adalah model yang mempunyai nilai AIC terkecil.
2.9 Penyakit Kusta 2.9.1 Pengertian Penyakit Kusta adalah suatu penyakit infeksi kronis yang merusak terutama jaringan saraf dan kulit (Rahardja, 2007). Penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycbacterium leprae) yang menyerang saraf tepi kulit, dan jaringan tubuh lainnya keculi susunan saraf pusat. Atas dasar definisi tersebut maka untuk mendiagnosa kusta dicari kelainankelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan-kelainan
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
yang tampak pada kulit (Depkes R.I, 2007). Penyakit kusta terutama didapatkan pada daerah tropis dan subtropis yang udaranya panas dan lembab pada lingkungan hidup yang tidak sehat (Soedarto, 2009). 2.9.2 Etiologi Penyakit
kusta adalah
penyakit
menular
yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae. Pertama kali ditemukan oleh G.H Armauer Hansen pada tahun 1873. M. leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwann cell) dan sel dari system retikulo endothelial. Sampai saat ini hanya manusia satu-satunya yang dianggap sebagai sumber penularan walaupun kuman kusta dapat hidup pada armadillo, simpanse dan pada telapak kaki tikus yang tidak mempunyai kelenjar thymus. Kuman kusta banyak ditemukan dimukosa hidung manusia. Penularan terjadi apabila M. leprae yang utuh (hidup) keluar dari tubuh penderita dan masuk kedalam tubuh orang lain. Belum diketahui secara pasti bagaimana cara penularan dari penyakit kusta. Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita. Penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak menjadi sumber penularan kepada orang lain (Depkes R.I, 2007) Mycobacterium
leprae
adalah
basil
tahan
asam
dari
family
mikobakteriasease. Multiplikasi Mycobacterium leprae yang sangat lambat diamati pada model binatang yang sebagian dapat menjelaskan masa inkubasi yang lama yang ditemukan pada penyakit manusia; masa 3-5 tahun diduga khas. Kejadian kusta yang jarang terjadi pada bayi sekitar umur 3 bulan member kesan bahwa penularan dalam rahim dapat terjadi atau bahwa masa inkubasi yang amat
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pendek dimungkinkan pada keadaan tertentu. Penularan melalui sekresi hidung yang terinfeksi tampak merupakan dasar pada kebanyakan infeksi (Wahab, 2000). 2.9.3 Diagnosis Diagnosis penyakit kusta menurut Soedarto (2009) adalah dengan melihat kondisi kulit, karena kelainan kulit merupakan gejala awal dari penyakit kusta. Gejala awal yang tampak berupa kelainan motorik, kelainan sensorik dan kelainan trofik pada alat gerak penderita. Kelainan kulit pada penderita kusta berbeda jelas dari kulit normal disekitarnya. Lesi kulit menjadi tidak peka terhadap rasa nyeri dan rasa raba. Diagnosis kusta dipastikan dengan ditemukannya kuman kusta pada pemeriksaan mikrokopis atas kerokan kulit. Diagnosis penyakit Kusta menurut Depkes R.I (2007) adalah dengan mencari tanda-tanda utama atau Cardinal Sign, yaitu : 1. Lesi (Kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesi). 2. Penebalan saraf tepi yang disertasi dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini biasa berupa : a. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa b. Gangguan fungsi motoris : kelamahan otot (parese) aau kelumpuhan (paralise) c. Gangguan fungsi otonom : ulit kering dan retak-retak.
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA positif). Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar pederita dapat di diagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai penderita yang dicurigai atau suspek. Tanda-tanda tersangka kusta atau suspek : a. Tanda-tanda pada kulit 1) Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih dibagian tubuh 2) Kulit mengkilap 3) Bercak yang tidak gatal 4) Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut 5) Lepuh tidak nyeri b. Tanda-tanda pada saraf 1) Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka 2) Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka 3) Adanya cacat (deformitas) 4) Luka (ulkus) yang tidak sembuh-sembuh
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2.9.4 Klasifikasi Sebenarnya dikenal banyak jenis klasisfikasi penyakit kusta yang cukup menyulitkan, misalnya klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan Klasifiasi WHO. Pada tahun 1982 sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan dilapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillary (PB) dan tipe Multibacillary (MB). Klasifikasi atau tipe kusta menurut WHO dilihat dari tanda utama adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Klasifikasi Kusta menurut Tanda Utama Kusta No Tanda Utama PB 1 Bercak Kusta Jumlah 1 s/d 5 Penebalan saraf tepi yag disertai 2 hanya satu saraf gangguan fungsi 3 Sediaan apusan BTA Negatif
MB Jumlah < 5 > 1 saraf BTA positif
Klasifikasi/tipe kusta menurut WHO dilihat dari kelainan kulit dan hasil pemeriksaan seperti pada tabel 2.2 : Tabel 2.2. Klasifikasi Kusta menurut Kelainan ulit dan Hasil Pemeriksaan Penderita Kusta Kelainan kulit dan No PB MB hasil pemeriksaan Bercak (makula) mati 1 rasa a. Ukuran Kecil dan besar Kecil-kecil Unilateral atau b. Distribusi Bilateral simetris bilateral asimetris c. Konistensi Kering dan kasar Halus, berkilat
TESIS
d. Batas
Tegas
e. Kehilangan rasa pada bercak
selalu ada dan jelas
Geographically Weight .....
Kurang tegas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
No
Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan e. Kehilangan kemampuan berkeringat, rambut rontok dan bercak
PB
MB
selalu ada dan jelas
Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut
a. Kulit
Tidak ada
Ada, kadang-kadang
b. Membrana mukosa (hidung tersumbat, perdarahan dihidung)
Tidak pernah ada
Ada, kadang-kadang tidak ada
3
Ciri-ciri
Central healig (penyembuhan di tengah)
4
Nodulus
Tidak ada
Kadang-kadang ada
5
Deformitas
Terjadi dini
Biasanya simetris, terjdi lambat
2
Infiltrat
-
Punched out lesion (lesi bentuk seperti donat) Madarosis Ginekomasti Hidung Pelana Suara sengau
2.9.5 Pecegahan Penyakit Kusta Pencegahan penyakit kusta menurut Wahab (2000) dilakukan dengan dua pendekatan untuk menanggulangi penularan kusta khususnya di daerah endemik. Pertama diarahkan pada risiko infeksi pada kontak rumah tangga penderita kusta, terutama penderita dengan type multibalsiler. Didasarkan pada pemeriksaan kontak secara periodik teratur dan pengobatan awal pada bukti adanya kusta pertama. Pendekatan kedua adalah melalui vaksinasi. Sedangkan menurut Farida (2010), penegahan kusta dengan menerapkan perilaku hidup bersih serta waspadai
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
perubahan pada kulit dan segera periksakan diri ke Puskesmas agar kusta dapat dikenali sejak dini dan segera diobati. Pencegahan kusta berdasakan 5 tingkat pencegahan menurut Leavel dan Clark adalah sebagai berikut : a. Promosi Kesehatan (Health Promotion) Promosi Kesehatan (Health Promotion) adalah upaya meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi penyebab serta derajat risk serta meningkatkan secara optimal lingkungan yang sehat. Sasaran dari pencegahan ini yaitu orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan. Promosi Kesehatan (Health Promotion) dalam mencegah terjadinya penyakit kusta dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya : 1) Memberikan
penyuluhan
kepada
masayarakat
tentang
pentingnya
menerapkan pola hidup sehat dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sejak dini, untuk mencegah terjadinya suatu penyakit seperti kusta. 2) Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini dari suatu penyakit seperti kusta. 3) Melakukan perbaikan
lingkungan sosial
seperti
mengurangi
dan
menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi risiko terjadinya infeksi. 4) Peningkatan kesegaran jasmani dengan membiasakan diri berolahraga secara tertatur .
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
b. Perlindungan Khusus (Spesific Protection) Sasaran pada perlindungan khusus (Spesific Protection) yang utama ditujukan adalah pada pejamu dan atau penyebab untuk meningkatkan daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi risk terhadap penyakit tertentu. Perlindungan khusus (Spesific Protection) dalam mencegah terjadinya penyakit kusta dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya : 1) Peningkatan hygiene sanitasi lingkungan sekitar rumah untuk menekan timbulnya bibit penyakit. 2) Perbaikan status gizi individu/perorangan ataupun masyarakat untuk membentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan agent penyakit yang akan masuk kedalam tubuh, seperti mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi yang baik dan yang diperlukan oleh tubuh. c. Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment) Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment) merupakan pencegahan yang ditujukan bagi mereka yang menderita/terancam akan menderita suatu penyakit tertentu, dengan tujuan mencegah meluasnya penyakit/terjadinya wabah pada penyakit menular dan menghentikan proses penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi.
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment) dalam mencegah terjadinya penyakit kusta dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya : 1) Temukan semua penderita secara dini dan aktif dengan cara pemeriksaan berkala di sarana pelayanan kesehatan guna memastikan bahwa seseorang benar-benar tidak menderita penyakit kusta ataupun gangguan kesehatan lainnya. 2) Melakukan screening (pencarian penderita kusta) dan berikan segera pengobatan yang tepat dan sediakan fasilitas untuk penemuan dan pengobatan penderita agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. 3) Sediakan fasilitas yang memadai agar dapat melakukan diagnosa dini terhadap penderita, kontak dan tersangka. d. Pembatasan Cacat (Disability Limitation) Pembatasan kecacatan (Disability Limitation) merupakan pencegahan yang bertujuan mencegah teradinya kecacatan dan kematian karena penyebab tertentu. Adapaun
pembatasan
kecacatan
(Disability
Limitation)
dalam
mencegah terjadinya penyakit kusta dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya : 1) Mencegah proses penyakit lebih lanjut dengan cara melakukan pengobatan secara berkesinambungan sehingga dapat tercapai proses pemulihan yang baik.
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2) Melakukan perawatan khusus secara berkala guna memperoleh pemulihan kesehatan yang lebih cepat. e. Rehabilitasi (Rehabilitation) Rehabilitasi (Rehabilitation) merupakan pencegahan yang bertujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial secara optimal. Rehabilitasi (Rehabilitation) dalam mencegah terjadinya penyakit kusta dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya : 1) Rehabilitasi fisik/medis apabila terdapat gangguan kesehatan fisik akibat penyakit kusta. 2) Rehabilitasi mental/psyco rehabilitation pada penderita kusta agar penderita tidak merasa tidak percaya diri ataupun malu kepada orang lain dan masyarakat disekitarnya. 3) Rehabilitasi sosial pada penderita kusta, agar penderita dapat menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna seperti aktif dalam kegiatankegiatan kemasyarakatan. 2.9.6 Epidemiologi Penyakit Kusta 1.
Distribusi Kusta Menurut Geografis Penyakit kusta menyebar di seluruh dunia mulai dari Afrika,
Amerika,
Asia
Tenggara,
Mediterania
Timur
dan
Pasifik
Barat.
Diperkirakan jumlah penderita baru kusta di dunia pada tahun 2006 adalah sekitar 259.017.
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jumlah paling banyak terdapat diregional Asia Tenggara (174.118) diikuti regional Amerika (47.612), regional Afrika (27.902) dan sisanya berada di regional lain di dunia. Tabel 2.3 Situasi Kusta Menurut Regional WHO pada awal tahun 2007 (Diluar Regional Eropa) Prevalensi awal Kasus baru dilaporkan Regional WHO 2007 selama tahun 2007 Afrika 40.830 (0,56) 42.814 (5,92) Amerika
32.904 (0,39)
41.780 (4,98)
Asia Tenggara
133.422 (0,81)
201.635 (12,17)
Mediterran Timur
4.024 (0,09)
3.133 (0,67)
Pasifik Barat
8.646 (0,05)
7.137 (0,41)
219.826
296.499
Total
Gambaran yang menarik dari ditribusi penyakit kusta menurut geografi adalah variasi geografi berdasarkan proporsi cacat tingkat 2, proporsi penderita anak (0-14 tahun), proporsi MB, dan proporsi perempuan. Tabel 2.4 Gambaran penemuan penderita baru dilaporkan menurut Negara (melaporkan 100 atau lebih penderita baru) diberbagai regional WHO, 2006 Kisaran Kisaran Kisaran Kisaran Regional Proposi Proposi Proposi MB Proposi WHO Perempuan Cacat tk 2 (%) Anak (%) (%) (%) Congo : 56,7 Congo : 8,5 Niger : 2,4 Comoros : 3 Afrika Kenya : 90,5
Uganda : 60,0
CAR : 19,2
Burundi : 22,2
Amerika
Bolivia : 44,24 Cuba : 84,5
Argentina : 26,0 Brazil : 46,0
Cuba :0,55 Brazil : 7,91
Bolivia : 44,24 Paraguay :10,9
Asia Tenggara
Bangladesh : 38,11 Indonesia : 80,49 Somalia : 34,10 Mesir : 89,74
India : 34,0 Nepal : 46,0
Thailand : 4,51 Srilanka : 10,3 Sudan : 2,71 Yemen : 12,3
India : 2,25 Thailand : 14,3
PNG : 27,27 Filipina : 90,5
Kamboja : 28,0 Laos : 40,0
China : 2,86 Kamboja : 9,84
FSM : 0,66 Filipina : 23,0
Mediterran Timur Pasifik Barat
TESIS
Somalia : 16,0 Pakista : 41,0
Geographically Weight .....
Mesir : 3,92 Somalia : 34,1
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
CAR : Central African Republic PNG : Papua New Guinea FSM : Federated States of Micronesia Tabel 2.4 menunjukkan bahwa secara global, persentasi terbesar untuk kisaran proporsi MB terdapat di negara Kenya dan Filipina, sedangkan persentasi terbesar untuk kisaran proporsi perempuan dan anak terdapat pada negara Uganda dan Central African Republik. Persentasi terbesar untuk proporsi cacat tingkat 2, terdapat di negara Bolivia. Secara umum variasi geografi dengan persentasi terbesar terdapat di wilayah Afrika. Penyebab adanya variasi geografi tersebut belum begitu jelas kecuali kemungkinan menyangkut beberapa faktor diantaranya adalah kesempatan paparan dan predisposisi genetik. 2. Distribusi Menurut Waktu Terdapat 15 negara yang melaporkan 1000 atau lebih penderita baru selama tahun 2006. 15 negara ini mempunyai kontribusi 94% dari seluruh penderita baru dunia. Sejak tahun 2002, penurunan penemuan penderita baru terjadi secara global terjadi, tetapi ada juga peningkatan penemuan penderita baru, hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.5 Penemuan Kasus Baru Di 17 Negara No. 1 2 3 4 5 6
TESIS
Negara Angola Bangladesh Brazil China DR Congo India
2002 4.727 9.844 38.365 1.646 5.037 473.6
Jumlah kasus baru ditemukan 2003 2004 2005 2.933 2.109 1.877 8.712 8.242 7.882 49.206 49.384 38.410 1.404 1.499 1.658 7.165 11.781 10.737 367.1 260.063 161.45
Geographically Weight .....
2006 1.078 6.280 44.436 1.506 8.257 139.25
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
No.
Negara
7 8 9 10 11 12 13 14 15
Indonesia Madagascar Mozambique Myanmar Nepal Nigeria Philipina Sri Lanka United Republik of Tanzania Total Total Global
2002 12.377 5.482 5.830 7.386 13.830 5.078 2.479 2.214 6.497 599,95 4 (97%) 620.63 8
Jumlah kasus baru ditemukan 2003 2004 2005 14.641 16.549 19.695 5.104 3.710 2.709 5.907 4.266 5.371 3.808 3.748 3.571 8.046 6.958 6.150 4.799 5.276 5.024 2.397 2.254 3.130 1.925 1.995 1.924 5.279 5.190 4.237 495.07 4 (96%) 514.71 8
389,027 (95%) 407.791
279.66 6 (94%) 296.44 9
2006 17.682 1.536 3.637 3.721 4.235 3.544 2.517 1.993 3.450 243,12 4 (94%) 259.01 7
Tabel 2.5 menunjukkan bahwa secara global terjadi penurunan penemuan kasus baru pada penderita kusta, tetapi sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 ada beberapa negara mengalami peningkatan kasus baru yaitu seperti di Brazil dan Sri Lanka. Dan sebagai negara terbanyak penderita kusta adalah negara India, diikuti Brazil dan Indonesia. 3. Distribusi Menurut Faktor Manusia a. Etnik atau suku Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perebdaan distribusi dapat dilihat karena faktor geografi. Namun jika diamati dalam suatu negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor etnik.
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Di Myanmar, kejadian kusta lepromatosa lebih sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan dengan etnik India. Situasi di Malaysia juga mengindikasikan hal yang sama. b. Faktor Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi berperan penting dalam kejadian kusta, hal ini terbukti pada negara-negara di Eropa. Dengan adanya peningkatan sosial ekonomi, maka kejadian kusta sangat cepat menurun bahkan menghilang. c. Distribusi menurut umur Penyakit kusta menurut Wahab (2000) dapat menyerang semua umur tetapi infeksi pada bayi sangat jarang terjadi. Harahap (2000) juga mengungkapkan bahwa penyakit kusta dapat mengenai semua umur tetapi kejadian terbanyak terjadi pada umur 15-29 tahun. Serangan pertama kali pada usia di atas 70 tahun sangat jarang terjadi. Di Brasilia terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut. Namun menurut (Depkes R.I, 2007) kasus kusta terbanyak adalah pada umur muda dan produktif. d. Distribusi menurut jenis kelamin Kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan. Berdasarkan laporan, sebagian besar negara didunia kecuali dibeberapa negara di Afrika menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang dari pada perempuan. Rendahnya kejadian kusta pada perempuan kemungkinan karena faktor lingkungan atau faktor biologi. Seperti penyakit menular
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
lainnya laki-laki lebih banyak terpapar dengan faktor risiko sebagai akibat gaya hidup (Depkes R.I, 2007). 2.9.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kusta Menurut Riswanto (2007) faktor usia, jenis kelamin, ras, lingkungan serta rendahnya tingkat sosial ekonomi diduga memiliki hubungan yang sangat erat terhadap berkembanganya penyakit kusta. Kehidupan ekonomi yang pas-pasan akan mengakibatkan kekurangan pangan yang meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit. Menurut Blum, dari empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan, lingkungan merupakan faktor penyumbang terbesar yang kemudian dikuti perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas. Lingkungan merupakan tempat berkembangbiaknya berbagai macam bakteri, termasuk bakteri kusta. Rumah merupakan bagian dari lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kesehatan individu dan masyarakat. Rumah yang memenuhi syarat kesehatan meliputi seperti memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, pencahayaan yang cukup, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang terbuat bukan dari tanah (Norlatifah, dkk, 2009).
TESIS
Geographically Weight .....
Fitri Rachmillah Fadmi