BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aluminium Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang
Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menduga bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan nama alumine untuk basa alum. Pada Tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada 1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum, walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”. Aluminium ditemukan pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted. Baru diakui secara pasti oleh F. Wohler pada tahun 1827. Sumber unsur ini tidak terdapat bebas, bijih utamanya adalah bauksit. Penggunaan Aluminium antara lain untuk pembuatan kabel, kerangka kapal terbang, mobil dan berbagai produk peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat, penjernih air, fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata sintesis. Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abuabu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar hingga 600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi. Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas. Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.
Universitas Sumatera Utara
Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvanik dengan paduan Tembaga. Dalam keadaan murni aluminium terlalu lunak, terutama kekuatannya sangat rendah untuk dapat dipergunakan pada berbagai keperluan teknik. Dengan pemaduan ini dapat diperbaiki tetapi seringkali sifat tahan korosinya berkurang, demikian juga keuletannya. Jenis dan pengaruh unsur-unsur paduan terhadap perbaikan sifat aluminium antara lain: 1. Silikon (Si) Dengan atau tanpa paduan lainnya silikon mempunyai ketahanan terhadap korosi. Bila bersama aluminium ia akan mempunyai kekuatan yang tinggi setelah perlakuan panas, tetapi silikon mempunyai kualitas pengerjaan mesin yang jelek, selain itu juga mempunyai ketahanan koefisien panas yang rendah. 2. Tembaga (Cu) Dengan
unsur
tembaga
pada
aluminium
akan
meningkatkan
kekerasannya dan kekuatannya karena tembaga bisa memperhalus struktur butir dan akan mempunyai kualitas pengerjaan mesin yang baik, mampu tempa, keuletan yang baik dan mudah dibentuk. 3. Magnesium (Mg) Dengan unsur magnesium pada aluminium akan mempunyai ketahanan korosi yang baik dan kualitas pengerjaan mesin yang baik, mampu las serta kekuatannya cukup. 4. Nikel (Ni) Dengan unsur nikel aluminium dapat bekerja pada temperature tinggi, misalnya piston dan silinder head untuk motor. 5. Mangan (Mn) Dengan unsur mangan aluminium sangat mudah dibentuk, tahan korosi baik, sifat dan mampu lasnya baik.
Universitas Sumatera Utara
6. Seng (Zn) Umumnya seng ditambahkan bersama-sama dengan unsur tembaga dalam prosentase kecil. Dengan penambahan ini akan meningkatkan sifatsifat mekanik pada perlakuan panas, juga kemampuan mesin. 7. Ferro (Fe) Penambahan ferro dimaksud untuk mengurangi penyusutan, tapi penambahan ferro (Fe) yang besar akan menyebabkan struktur perubahan butir yang kasar, namun hal ini dapat diperbaiki dengan Mg atau Cr. 8. Titanium (Ti) Penambahan titanium pada aluminium dimaksud untuk mendapat struktur butir yang halus. Biasanya penambahan bersama-sama dengan Cr dalam prosentase 0,1%, titanium juga dapat meningkatkan mampu mesin.
2.1.1
Proses Pembuatan Aluminium Aluminium adalah logam yang sangat reaktif yang membentuk ikatan
kimia berenergi tinggi dengan oksigen. Dibandingkan dengan logam lain, proses ekstraksi aluminium dari batuannya memerlukan energi yang tinggi untuk mereduksi Al2O3. Proses reduksi ini tidak semudah mereduksi besi dengan menggunakan batu bara, karena aluminium merupakan reduktor yang lebih kuat dari karbon. Proses produksi aluminium dimulai dari pengambilan bahan tambang yang mengandung aluminium (bauksit, corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan sebagainya). Selanjutnya, bahan tambang dibawa menuju proses Bayer yang ditampilkan oleh gambar 2.1
Gambar 2.1 Proses Bayer
Universitas Sumatera Utara
Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan tambang yang mengandung aluminium dengan larutan natrium hidroksida pada temperatur 175 °C sehingga menghasilkan aluminium hidroksida, Al(OH)3. Aluminium hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 °C sehingga terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air. Setelah Alumina dihasilkan, alumina dibawa ke proses Hall-Heroult. Proses Hall-Heroult dimulai dengan melarutkan alumina dengan lelehan Na3AlF6, atau yang biasa disebut cryolite. Larutan lalu dielektrolisis dan akan mengakibatkan aluminium cair menempel pada anoda, sementara oksigen dari alumina akan teroksidasi bersama anoda yang terbuat dari karbon, membentuk karbon dioksida. Aluminium cair memiliki massa jenis yang lebih ringan dari pada larutan alumina, sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan mudah.
2.1.2
Microstruktur Aluminium Gambar 2.2 memperlihatkan struktur mikro aluminium murni. Gambar
2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon. Gambar (a) merupakan paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar (b) merupakan paduan Al-Si dengan perlakuan termal. Gambar (c) adalah paduan Al-Si dengan perlakuan termal dan penempaan. Perhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur mikro semakin baik.
Gambar 2.2 Struktur mikro dari aluminium murni
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon.
2.1.3
Sifat-Sifat Aluminium Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi
oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut. Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logamterpapar oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium.
2.1.3.1 Sifat Fisik Aluminium Sifat fisik dari aluminium dapat dilihat pada tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Sifat fisik aluminium
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/aluminium
2.1.3.2 Sifat Mekanik Aluminium Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut: 1. Kekuatan tarik Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai suatu acuan terhadap kekuatan bahan. Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi, aluminium perlu dipadukan. Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 600 Mpa (paduan 7075). 2. Kekerasan Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut
Universitas Sumatera Utara
ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode. Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell. Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 20 skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium perlu dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel sebesar 160. 3. Ductility (kelenturan) Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tarik, ductility ditunjukkan dengan bentuk neckingnya; material dengan ductility yang tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan dalam hasil pengujian tarik, ductility diukur dengan skala yang disebut elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan ketika dilakukan uji kekuatan tarik. Elongasi ditulis dalam persentase pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan. 4. Recyclability (daya untuk didaur ulang) Aluminium adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang tanpa penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi, hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi logam utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang. 5. Reflectivity (daya pemantulan) Aluminium adalah reflektor yang baik dari cahaya serta panas, dan dengan bobot yang ringan, membuatnya ideal untuk bahan reflektor misalnya atap.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Diagram fasa aluminium Suhu rekristalisasi pada paduan Al-Mn adalah ± 660 ºC. Struktur kristal logam akan rusak pada titik cairnya, sehingga perlakuan panas dilakukan dibawah suhu rekristalisasi bahan. Diagram fasa Al-Mn seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Diagram fasa Al-Mn Sumber: ASM Handbook Penambahan magan pada paduan akan berefek pada sifat dapat perlakuan pengerasan (work-hardening) pada alumunium paduan, sehingga didapatkan logam paduan dengan kekuatan tarik tinggi namun tidak terlalu rapuh. Penambahan mangan juga akan berefek pada meningkatnya suhu rekristalisasi dari paduan.
2.1.5
Aplikasi Aluminium untuk Konstruksi Atap Atap adalah bagian dari suatu bangunan yang berfungsi sebagai penutup
seluruh ruangan yang ada dibawahnya terhadap pengaruh panas, hujan, angin, debu atau untuk keperluan perlindungan.
Universitas Sumatera Utara
Syarat – syarat atap yang harus di penuhi antara lain: 1. Konstruksi atap harus kuat menahan beratnya sendiri dan tahan terhadap tekanan maupun tiupan angin 2. Pemilihan bentuk atap yang akan dipakai hendaknya sedemikian rupa, sehingga menambah keindahaan serta kenyamanaan bertempat tinggal bagi penghuninya 3. Agar rangka atap tidak mudah diserang oleh rayap/bubuk, perlu diberi lapisan pengawet 4. Bahan penutup atap harus tahan terhadap pengaruh cuaca 5. Kemiringan atau sudut lereng atap harus disesuaikan dengan jenis bahan penutupnya maka kemiringannya dibuat lebih landai. 6. Tahan panas dan tahan api.
Aluminium adalah bahan yang belakangan dipilih untuk digunakan sebagai material dari pembuatan atap. Keunggulan utamanya adalah massanya yg ringan dengan kekuatan menengah dan daya tahan terhadap korosi serta kemampuannya untuk merefleksikan kembali sinar matahari. Di Indonesia klasifikasi penggunaan aluminium sebagai atap terdapat dalam SNI 03-25831989 aluminium lembaran bergelombang untuk atap dan dinding. Sesuai standar tersebut salah satu jenis aluminium yang dapat digunakan sebagai bahan atap adalah seri 5005 dengan spesifikasi kekuatan mekanis seperti pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Kekuatan mekanis aluminium 5005 Form Proof stress 0.2 Ultimate Tensile Strength, Hardness, % sheet
MPa 60
Brinnel 120
30
Sumber: http://aluminium.matter.uk.org/
2.2
Deformasi plastis menyeluruh (Severe Plastic Deformation) Deformasi plastis menyeluruh adalah salah satu proses untuk
memperoleh struktur kristal yang sangat halus dalam logam, yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
struktur kristalografi yang berbeda (Zrnik, J, 2008). Proses deformasi plastis menyeluruh dapat didefinisikan sebagai proses-proses yang menyebabkan regangan plastis yang sangat tinggi pada logam untuk menghasilkankan penghalusan butir (Srinivasan, R, 2006). Jumlah tegangan plastis yang dihasilkan oleh logam klasik dalam proses operasi seringkali terbatas karena kegagalan material atau alat. Metode pembentukan tekan lebih disukai untuk menghambat terjadi nukleasi, pertumbuhan dan koalesensi yang mengarah pada rapuhan bahan. Dalam beberapa proses seperti rolling atau drawing pengurangan ukuran dari ketebalan material dapat dicapai. Namun, bentuk yang dihasilkan oleh proses cukup besar untuk digunakan dalam konversi lebih lanjut menjadi produk. Jadi proses pembentukan logam baru mampu menghasilkan deformasi plastis yang sangat besar atau menyeluruh (SPD) tanpa perubahan besar dalam geometri (Olejnik, L, 2005).
Berikut ini adalah beberapa metode deformasi menyeluruh: 1. High Pressure Torsion (HPT, Valiev at al., 1997) Deformasi plastik
menyeluruh
dengan high pressure torsion
menyebabkan terjadi deformasi didalam cakram di antara dua landasan di mana satu landasan berputar terhadap landasan lainnya yang mencengkram material seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Metode ini terbatas pada cakram kecil. Deformasi yang terinduksi selama HPT adalah tidak seragam dari pusat ke diameter luar (Srinivasan, R, 2006).
Gambar 2.5 Persentasi secara skematik dari High pressure torsion
Universitas Sumatera Utara
2. Equal Channel Angular Pressing (ECAP, Segal, 1977) Equal channel angular pressing adalah suatu prosedur proses dimana material diberikan regangan plastis berupa geseran sederhana dengan penekanan melalui cetakan dua saluran. Cetakan ini terdiri dari dua saluran yang berbentuk L dengan penampang sama dan memiliki sudut (θ) antara dua saluran tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.6. Regangan yang besar akibat penekanan pada proses Cetak Tekan ini mengakibatkan perubahan pada struktur butir (Srinivasan, R, 2006).
Gambar 2.6 Persentasi secara skematik dari Equal channel angular pressing
3. Cyclic Extrusion-Compression (CEC, J. and M. Richert, Zasadzinski, Korbel, 1979) Richert J. dkk. datang dengan ide Cyclic extrusion-compression (CEC), CEC melibatkan aliran berputar dari logam antara ekstrusi bolakbalik dan ruang kompresi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Efek deformasi jelas bisa dicapai dengan bingkai/cetakan tetap dan pukulan bergerak atau sebaliknya.
Gambar 2.7 Persentasi secara skematik dari Cyclic extrusion-compression
Universitas Sumatera Utara
4. Multiaxial Forging (CCDF, Ghosh, 1988) Multi-Axial Compressions/Forgings terjadi deformasi dari sampel penampang persegi panjang melalui serangkaian kompresi sehingga dimensi awal bilet yang dipertahankan. Arah penempatan diubah melalui dari sudut 900 antara kompresi yang berurutan. Skema satu langkah Multi-Axial Compressions/Forgings
ditunjukkan
pada
Gambar
2.8.
Multi-Axial
Compressions/Forgings sangat efektif didalam memproduksi struktur butir halus, tetapi kekurangannya adalah distribusi regangan tidak seragam sepanjang bilet penampang. Namun ketidak seragaman ini dapat dihilangkan dengan pelumasan yang baik pada bilet dan melalui sejumlah langkah kompresi/tempa.
Gambar 2.8 Persentasi secara skematik dari Multiaxial forging
5. Accumulatibe Roll-Bonding (ARB, Saito, Tsuji, Utsunomiya, Sakai, 1998) Teknik ini menggunakan mesin pengerolan logam konvensional. Lempengan logam dirol sehingga ketebalannya berkurang setengahnya dari tebal awal logam sebelum dirol. Kemudian lempengan logam yang telah dirol dipotong menjadi 2 bagian, dan ditumpuk menjadi 1 lapisan, kemudian dirol kembali sehingga ketebalannya berkurang setengahnya dari tebal awal. Proses ini terus berulang-ulang dilakukan sehingga regangan yang sangat besar bisa diperoleh dan terkumpul pada logam yang diproses. Prosesnya seperti yang ditunjukkan gamba 2.9.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Persentasi secara skematik dari Accumulative Roll-Bonding
6. Repetitive Corrugation And Straightening (RCS, Zhu, Lowe, Jiang, Huang, 2001) Selama
proses
RCS,
benda
kerja
berulang-ulang
mengalami
pembengkokan dan pelurusan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Dengan proses ini,
akumulasi tegangan tinggi sambil mempertahankan
bentuk benda kerja awal. Proses ini dapat berlangsung secara terus menerus atau terputus-putus. Benda kerja diratakan diluar dengan cetakan datar dalam proses yang terputus-putus dan gulungan halus dalam proses yang berlangsung secara terus menerus.
Gambar 2.10 Persentasi secara skematik dari RCS
2.3
Accumulative Roll-Bonding (ARB) Accumulative roll bonding, singkatnya proses ARB ditemukan oleh
ilmuwan jepang dari universitas Osaka yang bernama Nobuhiro Tsuji pada tahun 1998. Adapun detail mengenai proses ARB bisa dilihat dari gambar 2.11.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 Prinsip Proses ARB
Rolling adalah proses deformasi plastis yang sangat baik untuk memproduksi lembaran, pelat dan batangan logam. Teknik ARB menggunakan mesin pengerolan logam konvensional. Lempengan logam dirol sehingga ketebalannya berkurang setengahnya dari tebal awal logam sebelum dirol. Kemudian lempengan logam yg telah dirol dipotong menjadi 2 bagian, dan di tumpuk menjadi 1 lapisan. Untuk memperoleh rekatan yang baik selama proses pengerolan, permukaan 2 logam yang akan saling kontak harus dibersihkan terlebih dahulu. Biasanya proses pembersihan kotoran yang menempel dilakukan dengan meng-gerinda permukaan. Setelah bersih, lempengan logam tersebut kemudian ditumpuk menjadi 1 lapisan, dan di rol kembali sehingga ketebalan berkurang setengahnya. Proses ini (rolling->cutting->surface treatment>stacking) terus berulang-ulang dilakukan sehingga regangan yang sangat besar bisa diperoleh dan terkumpul pada logam yang diproses. Proses ini dapat menghasilkan regangan plastik yang tinggi karena pertambahan lebar diabaikan dalam pengerolan, jika, penurunan ketebalan dipertahankan sampai 50% dalam setiap laluan. Regangan yang bisa dicapai tidak terbatas, karena pada prinsipnya banyak siklus tidak terbatas (Ibrahim M. Elseaidy, 2007). Deformasi besar sangat dimungkinkan oleh proses ARB. Ketika reduksi adalah 50% per siklus, ketebalan lapisan (T), total reduksi (rt), dan total regangan ekuifalen (εt) setelah siklus ke-n dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1, persamaan 2.2, dan persamaan 2.3.
Universitas Sumatera Utara
(2.1) rt (2.2) εt
(2.3)
Keterangan: T = Ketebalan lapisan To = Ketebalan lapisan awal rt = Total reduksi εt = regangan ekuivalen n = jumlah layer
2.4
Uji Tarik Adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk
mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus. Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban tarik. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile Strength” dalam bahasa Indonesia disebut kekuatan tarik maksimum. Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik( ε eng.), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik (∆L) terhadap panjang batang mula-mula (L0).Tegangan yang dihasilkan pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (σeng), dimana didefinisikan sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0). Tegangan normal tesebut akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.4).
σ =
F Ao
(2.4)
Keterangan: σ = Tegangan normal akibat beban tarik statik (N/mm2) F = Beban tarik (N)
Universitas Sumatera Utara
Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2) Regangan akibat beban tarik statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2.5).
ε=
∆L L
(2.5)
Dimana: ∆L = L-L0
Keterangan: ε = Regangan akibat beban tarik statik L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tarik (mm) Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)
Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik dan tekan pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat beban tarik yang terjadi, panjang akan menjadi berkurang dan diameter pada spesimen akan menjadi besar, maka ini akan terjadi deformasi plastis. Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.6) E=σ/ε
(2.6)
E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus Elastisitas” atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve). Kurva ini ditunjukkan oleh gambar 2.12.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Kurva Tegangan-Regangan
2.5
Uji Kekerasan (Hardness Test) Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri,
tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur kekerasannya. Di dalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu. Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan dengan penekanan (brinnel). Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).
Universitas Sumatera Utara
Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan empat macam metode pengujian kekerasan, yakni: 1. Brinell (HB/BHN) Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. 2. Rockwell (HR/RHN) Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah: 1. HRa (Untuk material yang lunak). 2. HRb (Untuk material dengan kekerasan sedang). 3. HRc (Untuk material yang sangat keras). 3. Vickers (HV/VHN) Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. 4. Micro Hardness Metode yang satu ini jarang sekali dipakai.
Universitas Sumatera Utara
2.6
Metallography Test Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui
pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan analisa mikro struktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam, kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan perbedaan komposisi. Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat dipengaruhi oleh mikro struktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya. Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.
2.6.1
Mounting Spesimen Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak
beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Untuk memudahkan
penanganannya,
maka
spesimen-spesimen
tersebut
harus
ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah: 1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) 2. Sifat eksoterimis rendah 3. Viskositas rendah 4. Penyusutan linier rendah 5. Sifat adhesi baik 6. Flowability baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada spesimen 7. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif.
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang
Universitas Sumatera Utara
dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb.in-2) dan panas (1490˚C) pada mold saat mounting.
2.6.2
Polishing (Pemolesan) Spesimen Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.
Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dengan permukaan teratur. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus.
2.6.3
Etching (Etsa) Spesimen Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara
selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Pengamatan struktur makro dan mikro. Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi dua, yaitu: 1. Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100 kali.
Universitas Sumatera Utara
2. Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran di atas 100 kali.
2.6.4 Analisa Struktur Butir Tiap volume yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah tidak teratur antarbutir disebut batas butir. Lebar batas butir sekitar dua atau tiga deretan atom. Sebetulnya, butir dan batas butir berdimensi tiga. Gambar hanya menampilkan penampang tertentu. Gelembung polihedral yang terbentuk bila larutan sabun kita aduk merupakan model tiga dimensi dari kristal dengan batas butirnya. Butir kristal tidak sepenuhnya berbentuk polihedral, tetapi dapat mempunyai bentuk yang berbeda, bergantung pada riwayat termal dan mekanik bahan utuh. Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin keras bahan, dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi
2.6.4.1 Perubahan Struktur Butir Struktur kristal logam akan rusak pada titik cairnya. Batas butir akan lenyap dan kekuatan mekanik tidak akan berarti lagi. Struktur kristal akan terbentuk kembali jika logam didinginkan. Sewaktu membeku, energi dilepaskan dalam bentuk panas laten pembekuan, dan laju pembekuan bergantung pada jumlah panas yang dapat dilepaskan. Bila pendinginan berlangsung secara perlahan-lahan, terbentuklah kelompok atom pada permukaan cairan yang kemudian menjadi inti butiran padat. Selama solidifikasi dengan laju pendinginan lambat, inti pertama bertambah besar akibat kepindahan atom dari cairan kebahan padat. Akhirnya, semua cairan bertransformasi dan butir bertambah besar. Batas butir merupakan titik pertemuan pertumbuhan berbagai inti. Bila pendinginan cepat, jumlah kelompok bertambah dan tiap-tiap kelompok tumbuh dengan cepat hingga akhirnya saling bertemu. Sebagai hasil akhir, diperoleh logam dengan jumlah butir yang banyak atau disebut logam padat berbutir halus.
Universitas Sumatera Utara
Bila logam direntangkan melampaui batas elsitk dan mengalami deformasi tetap sebagian energi deformasi tertumpuk dalam butir sebagai distorsi kisi dan rangkaian dislokasi. Struktur coran logam yang langsung membeku dari cairan tidak mengadung energi deformasi mekanik. Oleh karena itu, struktur akan stabil dan hampir-hampir tidak mempunyai kecederungan untuk berubah. Pemanasan hingga temperatur tinggi hanya akan mengubah bentuk butir secara terbatas, terkecuali pada besi dan baja. Pada logam ini, transformasi struktur padat terjadi jauh dibawah titik cair, dan mempunyai efek memperhalus butir struktur coran. Akan tetapi, umumnya bahan teknik tidak mengalami transformasi seperti itu dan struktur coran akan tetap ada sampai dipecahkan secara mekanik. Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin keras bahan dan kekuatan luluh; keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan Petch yang dirumuskan pada persamaan (2.6). (2.6) Dimana: σy = Tegangan luluh σi= Tegangan friksi (friction stress) k= Koefisien penguat (strengthening coefficient) d= ukuran (diameter) butir
2.6.4.2 Penghitungan Besar Butir Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang dikembangkan oleh Jeffries. Metode ini cukup sederhana untuk menetukan jumlah butir persatuan luas pada bagian bidang yang dapat dihubungkan pada standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA.
Universitas Sumatera Utara
Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini ditunjukkan oleh gambar 2.13.
Gambar 2.13 Perhitungan butiran mengunakan metode planimetri Sumber: ASTM E 112-96, 2000
Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries (f) (2.7)
Pengali Jeffries tergantung pada perbesaran yang digunakan dan dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 faktor pengali (f) Jeffries
Sumber: ASTM E 112-96, 2000
Universitas Sumatera Utara