BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hewan Coba Mencit 2.1.1. Data Biologis Mencit Menurut Harkness & Wagner (1995), mencit memiliki tubuh yang berukuran kecil, ditutupi oleh bulu yang lembut dan tebal, kaki yang pendek dan ekor yang panjang, tipis dan sedikit berbulu. Berikut adalah data biologis dari hewan coba mencit dewasa : a. Berat tubuh jantan
: 20-40 g
b. Jangka waktu hidup
: 1,5-3 tahun
c. Suhu tubuh
: 36,5-380C
d. Kecepatan detak jantung
: 325-780 kali per menit
e. Kecepatan respirasi
: 60-220 kali per menit
f. Konsumsi makanan
: 12-18 g/100 g/hari
g. Konsumsi minuman
: 15 mL/100g/hari
h. Frekuensi pendengaran
: 2 KHz- 50 KHz
2.1.2. Tingkah Laku Mencit Normal Mencit merupakan hewan sosial dan memiliki rasa ingin tahu. Ketika mencit masih muda, mereka bisa berkelompok dengan sangat baik. Mencit selalu terlihat tidur bersama-sama dalam kelompok. Ketika mereka dikandangkan dalam suatu kelompok, satu atau dua mencit terkadang akan memotong bulu dan menggaruk-garuk wajah, kepala, dan bagian tubuh mencit lainnya. Mencit akan menjaga wilayah teritorialnya, tidak agresif terhadap manusia. Menit jantan dewasa pada beberapa strain akan saling menyerang apabila dikandangkan bersama, khususnya apabila pada kondisi yang sangat bising dan beberapa strain mencit lebih mudah mendapat penyerangan. Mencit dapat memberikan beberapa luka gigitan pada alat genitalia dan ekor serta sepanjang bagian punggung dari lawannya. Beberapa serangan luka dapat mengakibatkan kegilaan dan kematian (Hrapkiewicz & Medina, 1998).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Kecemasan Kecemasan adalah suatu keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara subyektif (Stuart, 2001). Kecemasan merupakan suatu keadaan yang wajar karena setiap individu ingin terhindar dari marabahaya. Ganggguan kecemasan ditandai dengan perasaan tidak tenang. Menurut psikoneuroendokrinologi, sistem hormonal memiliki kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan sistem saraf dan perilaku yang diperantarai oleh jalur dopaminergik dan serotoninergik (Kishi & Elmquist, 2005). Kecemasan diperantarai oleh suatu sistem kompleks yang melibatkan sistem limbik, talamus, korteks frontal secara anatomis norepinefrin, serotonin dan GABA (aminobutirik –gamma neuroregulator), reseptor GABA berpasangan reseptor benzodiazepine pada sistem neurokimia (Tomb, 2004). Menurut Hawari (2004), gejala kecemasan terjadi secara fisiologis meliputi: a. Gangguan pola tidur (sirkardian) b. Gangguan konsentrasi dan daya ingat c. Gejala somatik meliputi rasa sakit pada otot dan tulang, jantung berdebar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan kemih dan sebagainya.
2.2.1. Respon Stres secara Biologi Respon stres secara biologis merupakan suatu pergerakan yang efektif antara sistem neuroendokrin, sistem saraf otonom, metabolisme dan aktivitas kekebalan tubuh yang termasuk putaran umpan balik berganda pada sistem saraf tepi dan saraf pusat. Sistem ini memicu tingkah laku adaptif jangka pendek, termasuk gairah, kewaspadaan dan pusat konsentrasi, untuk sementara menghambat fungsi yang tidak penting selama mengalami masa krisis seperti makan, mencerna, tumbuh dan dorongan seksual. Aliran darah secara spontan mengalami perubahan seperti peningkatan kecepatan denyut jantung dan bernafas berfungsi untuk meningkatkan oksigenasi dan pasokan glukosa ke otot dan tulang, sehingga memfasilitasi respon ’fight-flight’ atau respon awal. Beberapa senyawa kimia otak memediasi dari respon stres, termasuk glukokortikoid (kortisol) yang dihasilkan dari HPA (Hipotalamus-Pituitari-Adrenal), yang mengatur metabolisme dan
Universitas Sumatera Utara
fungsi imunitas tubuh. Perubahan kardiovaskuler diinduksi oleh katekolamin, norepinefrin dan epinefrin yang kembali diatur oleh Brainstem Locus Cereleus dan jaringan saraf otonom pusat dan tepi. Mediator penting lainnya dari respon stres termasuk hormon yang dihasilkan hipotalamus, Corticotrophine Releasing Hormone (CRH), Adenocorticotrophine Hormone (ACTH), serotonin, dan derivat peptida dari proopiomelanocortine (POMC) termasuk Alpha Melanocyte Stimulating Hormone dan beta endorfin. Hormon-hormon ini berperan penting sebagai mediator, bukan hanya pada jaringan tepi tetapi juga bekerja pada reseptor target pada daerah otak untuk memediasi fungsi kognitif, emosi, reward (upah), dan pusat pengontrol otak (Lupien et al., 2009). Respon biologis sangat adaptif pada jangka waktu pendek, namun aktivasi sistem ini pada jangka waktu lama akan memiliki akibat merugikan bagi kesehatan (Chrousos, 2009). 2.2.2. Model Pengujian Kecemasan Hewan Uji (Vogel Water-Lick Conflict, Geller- Seifter & IntelliCage) Pada model kecemasan ini, dilakukan kombinasi antara prosedur Vogel WaterLick dan Geller-Seifter yang kemudian disesuaikan dengan alat IntelliCage untuk meningkatkan kepekaan secara statistik dan mengurangi jumlah hewan uji yang dibutuhkan serta memperbolehkan masa puasa pada hewan uji. Hasil pengkondisian ini, ditekankan pada prosedur minum yang diadaptasikan oleh IntelliCage. Pada prosedur konvensional, mencit dikondisikan untuk terbiasa dengan stimulus (secara umum auditori) dan diberikan stimulus penolakan yang tidak dikondisikan dalam prosedur konvensional biasanya digunakan rangsangan kejut listrik. Secara bergantian, diamati reaksi hewan terhadap kedua stimulus tersebut (Safi et al., 2006). Pada IntelliCage, tekanan yang diberikan saat minum berupa semburan angin dapat diterima setelah melakukan adaptasi. Menurut Vanover et al.,(2004) sebaiknya dilakukan perpanjangan masa puasa ± 24-48 jam. Sebaiknya, semua hewan uji mendapatkan perlakuan yang sama, tetapi hanya sebagian dari kelompok sampel yang mendapatkan obat. Sementara yang lainnya mendapatkan sham injection atau larutan saline (NaCl). Hal ini dilakukan untuk melepaskan
Universitas Sumatera Utara
potensi efek habituasi ke arah hukuman menuju efek obat yang akan diuji. Untuk pengaturan prosedur akhir, mencit akan mengalami 4 situasi yang berbeda: a. Mencit diuji untuk efek habituasi tanpa obat b. Mencit diuji untuk efek injeksi larutan saline (NaCl) c. Mencit diuji untuk efek obat d. Perlakuan (pemberian stimulus berupa makanan, minuman, auditori dan visual berupa warna).
2.3. Efek dan Potensi Obat Klorpromazin Klorpromazin menimbulkan efek farmakologis dengan memengaruhi pusat dopaminergik, yaitu dengan bekerja sebagai antagonis pada reseptor dopamin, memblok dopamin sehingga tidak dapat berinteraksi dengan reseptor (Siswandono & Soekardjo, 1995). Salah satu neurotransmiter mayor di dalam otak dan bagian dari sistem saraf pusat adalah dopamin, yang mempunyai fungsi penting dalam menghambat gerakan pada pusat kontrol gerakan. Dopamin pada keadaan psikis yang normal mempunyai konsentrasi yang cukup tinggi di bagian otak tertentu. Penipisan kadar dopamin pada bagian basal ganglia berhubungan dengan adanya tremor, bradikinesia dan kekakuan (Mutaqqin, 2008). Dopamin merupakan senyawa katekolamin yang penting pada otak mamalia yang mengontrol fungsi lokomotorik, kognisi, emosi reinforcement positif dan regulasi endokrin. Pada bagian perifer, dopamin mengatur fungsi kardiovaskuler, sekresi hormon, tonus pembuluh darah, fungsi renal dan motilitas gastrointestinal (Ikawati, 2006). Pemblokan obat ini terdapat pada tiga jalur utama yang dipengaruhinya, yaitu: jalur mesolimbik berkaitan dengan efek antipsikotik, sedasi dan gangguan performa; jalur tuberoinfudibular berkaitan dengan efek neuroendokrin; jalur nigrostriata berkaitan dengan pergerakan (Barber & Robertson, 2009). Menurut Barber & Robertson (2009), efek samping antipsikotik tipikal Klorpromazin muncul akibat kerja obat pada berbagai reseptor. Antipsikotik berkaitan dengan ekstrapiramidal, yaitu: a. Efek Dopaminergik: efek neurologis akut (distonia, tremor, Parkinsonisme) dan neurologis kronis (diskinesia tardif, distonia tardif).
Universitas Sumatera Utara
b. Efek Neuroendokrin: amenore, galaktore dan infertilitas. c. Efek Idiosinkratik: Syndrome neuroleptik maligna. d. Efek Fisiologis : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, kegagalan ejakulasi.
2.4. Musik Klasik Musik adalah seni gabungan antara organisasi atau kombinasi dari suara atau bunyi dan diam yang dapat menggambarkan keindahan dan ekspresi dari emosi dalam alur waktu dan ruang tertentu (Campbell, 2001). Musik dapat menyebabkan kepuasan estetis melalui indera pendengaran dan memiliki hubungan waktu untuk menghasilkan komposisi yang memiliki kesatuan dan kesinambungan. Musik melalui suara dapat mengubah frekuensi yang tidak harmonis kembali ke vibrasi yang normal. Musik merupakan bahasa universal yang memiliki banyak tujuan, dan telah diketahui pada bidang kesehatan untuk mengurangi tingkat stres dan kecemasan (Covington & Crosby, 1997). Wolfgang Amadeus Mozart adalah seorang pencipta musik klasik. Aliran musik ini merupakan hasil dari kebudayaan Eropa yang muncul pada 250 tahun lalu. Mozart menciptakan musik yang memiliki irama, melodi dan frekuensi yang tinggi sehingga dapat merangsang dan menguatkan presepsi spasial. Musik klasik memiliki intervensi dalam mengobati, menyembuhkan dan membebaskan emosi (Musbikin, 2009). Hal ini dikarenakan musik menghasilkan rangsangan ritmis yang ditangkap organ pendengaran dan ditangkap di dalam sistem saraf dan otak akan mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengar. Ritme internal akan memengaruhi metabolisme tubuh sehingga membangun sistem kekebalan yang lebih baik (Satiadarma, 2002). Perubahan fisiologis di dalam tubuh terjadi akibat aktivitas dua sistem neuroendokrin yang dikendalikan hipotalamus yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal (Prabowo & Regina, 2007). Hipotalamus merupakan pusat kontrol stres pada otak. Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleus di batang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom akan bereaksi langsung pada otot polos dan organ internal untuk meningkatkan tekanan darah (Primadita, 2011). Inilah yang menyebabkan musik dapat memodulasi
Universitas Sumatera Utara
status emosi dan sintesis hormon yang berhubungan dengan status emosi (Kristyanto et al., 2010). Efek menenangkan dari musik ditunjukkan dalam hal memengaruhi tingkah laku dan fisiologis dari hewan uji laboratorium (Chikahisa et al., 2007). Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang pemberian stimulasi audio terhadap berbagai jenis hewan seperti burung, kuda, anjing, ikan dan primata (Cruz et al., 2015) menyatakan bahwa pemajanan audio musik klasik dapat memberi respon positif bagi tubuh.
2.4.1. Neurokimia Musik Klasik Musik dapat membangkitkan berbagai emosi yang kuat termasuk sukacita, kesedihan, ketakutan dan kedamaian. Musik dapat memberikan suatu sensasi dan euforia dari pendengarnya. Musik berkaitan dengan intensitas rangsangan emosional (Rickard, 2004). Musik dipercaya memiliki suatu kekuatan yang khusus dan dampaknya tidak mudah dijelaskan secara neurokimia (Bush, 1995). Kemajuan dari bidang neurosains, membuktikan bahwa musik memengaruhi sistem neurokimia yang sama dengan reward atau upah (makanan, minuman dan sebagainya) sebagai stimulus. Musik telah menunjukkan potensinya dalam mengembalikan ke frekuensi normal denyut jantung, kestabilan bernafas, sekresi keringat dan sistem saraf otonom lainnya (Blood et al., 1999). Hal ini menguatkan penelitian bahwa orangorang menggunakan musik untuk mencapai keseimbangan fisiologis dan fisik. Peneliti menggambarkan bahwa hasil aktivasi dari mesokortikolimbik dapat memediasi pengaruh musik pada jaringan saraf (Pavlovie & Bodnar, 1998). Suatu teknologi neuroimaging telah menyelidiki aktivasi fungsional, konektivitas musik ke jaringan saraf dan pelepasan hormon dopamin terhadap musik. Pada suatu studi lain menunjukkan bahwa jika sensasi mendengarkan musik dikaitkan dengan peningkatan yang signifikan oleh aliran darah di daerah otak yang strukturnya terdiri dari sistem mesokortikolimbik, ventral striatum (termasuk nukleus akumben), otak tengah, talamus, otak kecil, insula, anterior korteks singulate (ACC) dan korteks orbitofrontal (OFC). Musik melibatkan aktivasi nukleus akumben yang kaya akan opioid. Opioid mengatur sekresi morfin
Universitas Sumatera Utara
analgesia dan pereda rasa nyeri. Musik terkait juga dengan aktivasi nukleus akumben dan struktur otak yang berguna untuk mengatur sistem otonom, emosional dan fungsi kognitif (Craig, 2002). Neuron dopaminergik yang berasal dari daerah ventral tegmental dan nukleus akumben serta otak tengah diperlukan untuk suatu efektivitas rangsangan. Bagian-bagian otak tersebut membuat suatu hubungan antara subsistem emosional dan kognitif ketika mendengarkan musik, sehingga transmisi dopamin dapat memperkuat rangsangan lainnya pada jaringan saraf.
2.5. IntelliCage IntelliCage (New Behavior AG, Zurich, Switzerland) mampu memonitoring secara otomatis dan dapat mempelajari tingkah laku mencit seperti berada di dalam lingkungan kandang. IntelliCage berukuran (37,5 cm x 55 cm x 20,5 cm), terdapat juga empat perekam sudut yang terpasang pada setiap sudut, dimana ukuran setiap sudut berukuran 15 cm x 15 cm x 21 cm berbentuk segitiga. Pada setiap sudut terdapat antena yang secara otomatis mampu mengawasi setiap individu mencit mengunjungi sudut, dimana terdapat juga tuas cahaya (photobeam) yang akan merekam hendusan. Mencit akan menjilat dari ujung pipa botol, maka sensor akan merekam dalam rata-rata saat melewati ujung pipa botol. Empat segitiga sebagai tempat shelter akan diletakkan ditengah sebagai pusat dari kandang, pada bagian atasnya terdapat tempat makan yang dapat diberikan sebagai akses menuju makanan secara ad-libitum (Mechan et al., 2009). Keuntungan dengan menggunakan IntelliCage adalah mampu untuk mengawasi pembelajaran dan aktivitas hewan coba pada setiap periode waktu misalnya selama regenerasi dan deregenerasi saraf, menjadi peluang untuk mempelajari tingkah laku hewan tanpa stres dan kontak manusia, mempelajari prosedur ruangan dan nonruangan secara otomatis dengan pengamatan on-line, dapat memperkaya pengetahuan tentang tingkah laku hewan coba dan mengurangi waktu pengerjaan dan pengulangan secara teknis oleh peneliti. IntelliCage terdiri dari Designer, Controller dan Analyzer. Designer disediakan untuk
menge
mbangkan, menyimpan skema keadaan yang digunakan dalam penelitian. Skema keadaan berupa diagram yang disebut dengan modul, dirancang pada
Universitas Sumatera Utara
Experimental file. Controller adalah perangkat lunak berperan untuk menjalankan penelitian dengan cara mengikuti modul pada Experimental file serta memeriksa semua data yang masuk secara online dalam bentuk tabel dan grafik. Analyzer berguna untuk mengolah data yang disimpan, serta memberikan gambaran dari hasil pengamatan tingkah laku pada IntelliCage, dimana hasil akhirnya berupa grafik pada setiap parameter uji dan analisis statistik (TSE, 2013). Tempat makan
Botol minum
Mencit ±16 ekor
Sudut pembelajaran
(a) (b) Gambar 1.1. (a). bagian bagian dasar dari IntelliCage (b) rincian bagian sudut pembelajaran (corner)
(a) (b) Gambar 1.2. (a). 1. Serial kabel sebagai penghubung IntelliCage ke PC, 2. Micro-prosessor (b). 1. Botol yang berisi minuman untuk mencit, 2. Saluran semburan angin, 3. Pintu yang dapat secara otomatis terbuka dan tertutup sesuai design.
Universitas Sumatera Utara