BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Paritas
2.1.1. Definisi Paritas Para adalah wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable) (Prawirohardjo et al, 2006). Paritas merupakan suatu istilah untuk menunjukkan jumlah kehamilan bagi seorang wanita yang melahirkan bayi yang dapat hidup pada setiap kehamilan (Oxford Concise Medical Dictionary, 2007).
2.1.2. Klasifikasi Istilah Paritas Menurut Cunningham et al (2005) terdapat beberapa istilah yang merujuk kepada jumlah paritas, yaitu: 1. Nullipara: seorang wanita yang tidak pernah menjalani proses kehamilan melebihi minggu ke-20. 2. Primipara: seorang wanita yang pernah melahirkan hanya sekali atau beberapa kali melahirkan janin yang hidup atau mati dengan estimasi lama waktu gestasi antara 20 atau beberapa minggu. 3. Multipara: seorang wanita yang pernah menjalani waktu kehamilan dengan sempurna 2 atau lebih dengan waktu gestasi 20 minggu atau lebih.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Penentuan Paritas Paritas ditentukan dari jumlah kehamilan yang mencapai 20 minggu dan bukan dari jumlah bayi yang dilahirkan. Oleh itu, paritas tidak lebih besar apabila yang dilahirkan adalah janin tunggal, kembar, atau kuintuplet, atau lebih kecil apabila janin lahir mati (Cunningham et al, 2005). Paritas adalah ringkasan dari riwayat kehamilan dan 2 angka digunakan untuk dokumentasi. Penambahan kedua angka ini memberi nilai untuk kehamilan sebelumnya. Sebagai contoh para 0+0 bererti tidak mempunyai riwayat kehamilan sebelumnya. Angka yang pertama merupakan jumlah angka janin yang masih hidup, ditambah dengan angka janin yang hidup selepas 24 minggu gestasi. Angka yang kedua merupakan angka kehamilan sebelum 24 minggu di mana janin tidak dilahirkan hidup (Drife et al, 2004).
2.2.
Anatomi Uterus Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah advokat atau buah pear
yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7,0–7,5cm, lebarnya adalah 5,25cm dan tebalnya 2,5cm. Uterus terdiri atas korpus uteri (dua pertiga bagian atas) dan serviks uterinya (sepertiga bagian bawah) (Saifuddin et al, 2005). Uterus terletak di dalam kavum pelvik diantara anterior dari vesika urinaria dan posterior dari rektum. Hampir keseluruhan dinding posterior uterus diselaputi oleh serosa atau peritoneum. Bagian bawah uterus membentuk batasan bagian anterior dari kavum Douglas. Hanya bagian atas dari dinding anterior uterus yang tertutup. Bagian bawahnya menyatu dengan bagian posterior dinding vesika urinaria (Cunningham et al, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal dan merupakan tempat di mana kedua tuba Falloppii masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian yang terbesar dan rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim. Serviks uteri terdiri dari pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio dan pars supravaginalis servisis uteri adalah bagian serviks yang berada di atas vagina. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis yang berbentuk seperti saluran lonjong dengan panjang 2,5cm. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum (Prawirohardjo et al, 2006). Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang diantara kedua lapisan ini saling beranyaman. Miometrium secara keseluruhannya dapat berkontraksi dan relaksasi. Kavum uterus dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan stroma yang kaya dengan pembuluh darah yang berkeluk-keluk (Saifuddin et al, 2005). Arteri pada uterus masing-masing berasal dari arteri internal iliaka yang menperdarahi bagian yang meluas dari ligamen hingga ke uterus. Setiap arcuate artery akan
membentuk suatu lingkaran
yang
menperdarahi uterus dan
beranastomosis dengan arcuate artery yang lain. Sepanjang perdarahan, arteri-arteri yang kecil akan penetrasi ke bagian miometrium sehingga ke endometrium dan menghasilkan arteri spiral (Kenneth, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Mioma Uteri
2.3.1. Definisi Mioma Uteri Leiomioma (dikenali sebagai fibroid atau mioma) merupakan proliferasi secara lokal pada sel otot polos yang dikelilingi oleh kompresi otot fiber dari pseudokapsul. Prevalensi tertinggi adalah pada dekade yang kelima dari usia wanita, kemungkinan muncul 1 pada 4 wanita kulit putih dan 1 pada 2 wanita kulit hitam (Beckmann et al, 2010). Dalam Cunningham, F.G. et al (2005), leiomioma merupakan tumor jinak otot polos yang sering ditemukan sewaktu kehamilan. Rice et al (1989) melaporkan sebanyak 1,4% dari lebih 6700 kehamilan merupakan komplikasi dari mioma uteri. Sheiner et al (1989) melaporkan 1 dari 500 wanita hamil mempunyai komplikasi yang berhubungan dengan leiomioma. Mioma sering ditemui sekitar 1 hingga 2% pada kehamilan yang didiagnosis menggunakan ultrasonografi. Risiko mioma mulai berkurang dengan peningkatan jumlah paritas dan peningkatan usia kehamilan. Wanita dengan sekurang-kurangnya dua kehamilan cukup bulan mempunyai separuh risiko untuk mendapat mioma. Merokok mengurangkan risiko terjadinya mioma uteri karena adanya pengurangan tingkat estrogen, dan obesitas meningkatkan risiko terjadinya mioma uteri akibat dari peningkatan tingkat estrogen. Walaupun pengurangan risiko terjadinya mioma ada hubungannya dengan faktor pengurangan tingkat estrogen, termasuk wanita yang kurus, merokok, dan olahraga, namun penggunaan kontrasepsi secara oral tidak ada hubungan dengan peningkatan risiko mioma uteri. Walaubagaimanapun, Nurses’ Health Study melaporkan terjadinya sedikit peningkatan risiko apabila menggunakan kontrasepsi secara oral pada usia awal remaja (Speroff et al, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Faktor Risiko Mioma Uteri Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan pertumbuhan dari fibroid, yaitu: 1. Umur: Wanita pada umur 30-an dan 40-an sering mengalami pertumbuhan fibroid. Namun begitu, sebanyak 30% dari seluruh wanita mengalami pertumbuhan fibroid apabila umur mereka mencapai 35 tahun.
Dari hasil estimasi yang dilakukan, seramai
20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit hitam dengan usia di atas 30 tahun mengalami fibroid (Rosenthal, 2003). 2. Riwayat keluarga: Adanya ahli keluarga dengan fibroid meningkatkan faktor risiko. Jika ibu kepada wanita mempunyai fibroid, maka risiko yang dihadapinya sekitar 3 kali lebih tinggi berbanding dengan tiada riwayat keluarga (National Women’s Health Information Center). 3. Ras dan etnik: Statistik menggambarkan wanita dari Afrika-Amerika mempunyai 3 hingga 5 kali lipat risiko mengalami fibroid berbanding wanita kulit putih (Shriver E.K., 2005). 4. Obesitas: Obesitas akan menjurus kepada peningkatan BMI sekaligus meningkatkan risiko kejadian dan perkembangan fibroid. (Bieber et al, 2006) 5. Pemakanan: Makan daging yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya fibroid. Makan makanan mengandungi sayuran hijau dapat melindungi wanita dari pertumbuhan fibroid (National Women’s Health Information Center).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Karakteristik dan Klasifikasi Mioma Uteri Leiomioma dapat membesar hingga lebih dari 45kg. Setiap tumor dibatasi oleh pseudokapsul, bidang pembelahan potensial yang berguna untuk enukleasi dengan pembedahan. Leiomioma mungkin terjadi satu atau multinoduler dan biasanya berwarna lebih muda dibanding miometrium normal. Pada irisan tertentu, leiomioma menunjukkan pola trabekulasi atau pusaran (whorled) otot polos dan jaringan ikat fibrosa dengan perbandingan yang bervariasi. Secara mikroskopis, dijumpai miosit yang sudah matang dan berukuran seragam dengan penampakan jinak yang khas. Sel otot polos tersusun dalam berkas-berkas dengan jaringan fibrosa berselang seling yang berhubungan dengan perluasan atrofi dan degenerasi yang sudah terjadi (Benson et al, 2009). Suplai darah biasanya melalui satu atau dua arteri besar dan tumor cenderung memperbesar suplai darahnya dengan degenerasi berikutnya. Pada leiomioma yang lebih besar, dua pertiga menunjukkan beberapa degenerasi. Degenerasi leiomioma akut relatif jarang tetapi dapat menjadi nekrotik, hemoragik atau septik (Benson et al, 2009). Menurut Beckmann et al (2010), leiomioma dapat diklasifikasikan ke dalam subkelompok berdasarkan hubungan anatomi terhadap lapisan dari uterus. Tiga jenis yang biasa ditemui adalah: 1. Intramural yang terletak di bagian tengah dari dinding otot uterus; 2. Subserosal yang berada di bawah lapisan serosa uterus; 3. Submukosal yang letaknya berada di bawah endometrium.
Universitas Sumatera Utara
Mioma submukosal dapat tumbuh bertangkai menjadi polips, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks yang dikenali sebagai myomgeburt. Mioma subserosal dapat tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intra ligamenter. Selain itu, mioma subserosal dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut sebagai wandering atau parasitic fibroid. Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam saluran serviks sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit. (Saifuddin, 2005)
Gambar 2.1. Berbagai Jenis Mioma Uteri (Saifuddin, 2005)
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Gejala Klinis Mioma Uteri Sekitar dua pertiga wanita dengan leiomioma tidak menunjukkan gejala. Munculnya gejala tergantung pada jumlah, ukuran, letak, keadaan dan kondisi. Gejala ginekologi yang paling umum adalah perdarahan uterus abnormal, efek penekanan, nyeri dan infertilitas. Perdarahan uterus abnormal dijumpai pada kirakira 30% penderita leiomioma uteri. Menoragia merupakan pola perdarahan uterus abnormal yang paling umum. Meskipun pola apa saja mungkin terjadi, namun yang paling sering berupa perdarahan bercak premenstruasi dan sedikit perdarahan terus menerus setelah menstruasi. Anemia defisiensi besi sering terjadi akibat kehilangan darah menstruasi yang banyak (Benson et al, 2009). Selain itu, gejala dari tekanan dan desakan leiomioma bervariasi. Paling umum adalah pertambahan lingkar perut, rasa penuh atau berat pada pelvis, gangguan frekuensi miksi akibat terdorongnya kandung kemih dan sumbatan ureter. Gejala lain yang lebih jarang dijumpai adalah tumor besar yang menyebabkan bendungan pelvis dengan edema ekstremitas bawah atau konstipasi. Tumor parasitik dapat menyebabkan sumbatan usus. Tumor pada serviks pula dapat menyebabkan leukorea, perdarahan pervaginam, dispareunia atau infertilitas. Abortus mungkin terjadi 2 hingga 3 kali lebih sering pada penderita leiomoma (Benson et al, 2009).
2.3.5. Patofisiologi Mioma Uteri Nyeri abdomen dapat disebabkan oleh torsi, degenerasi atau perdarahan di dalam tumor. Nyeri kram dapat disebabkan oleh kontraksi uterus sebagai upaya untuk mengeluarkan suatu polip fibroid melalui kanalis servikalis (Taber, 1994). Rasa nyeri bukan merupakan gejala khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan, pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan dismenore (Saifuddin et al, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Lokasi mioma penting dalam menentukan tingkat keparahan perdarahan yang berhubungan dengan fibroid. Mioma submukosa dapat meningkatkan terjadinya menoragia baik secara efek lokal terhadap endometrium atau alterasi endometrium terhadap permukaan fibroid. Namun, tiada bukti dari histeroskopik atau mikroskopik yang menyokong hipotesa ini (Bieber et al, 2006). Perubahan dari vaskular dapat menjadi mekanisme yang berpotensi terhadap fibroid dalam mempengaruhi menoragia. Miometrium yang berdekatan dengan mioma mengalami kompresi vena yang mengarah kepada formasi venous lake di dalam miometrium sekaligus mempengaruhi corak perdarahan (Bieber et al, 2006). Berhubungan dengan lokasi mioma diantara miometrium, fibroid dapat bertumbuh besar sehingga menekan organ yang berdekatan dan mengganggu fungsi pelvik. Oleh itu, penderita akan mengalami sakit di bagian bawah abdominal, sakit belakang atau masalah berkemih (Rosenthal,2003). Gangguan penekanan dari mioma tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul (Saifuddin et al, 2005). Ukuran fibroid yang sangat besar dapat mengganggu kehamilan karena mioma mengambil terlalu banyak ruang. Tambahan pula, fibroid dapat bertambah besar sehingga penderita yang tidak hamil dapat menyerupai wanita hamil (Rosenthal,2003). Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus (Saifuddin et al, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Wanita dengan mioma subserosa dan mioma intramural tidak mempunyai risiko infertilitas walaupun subanalisis dari 4000 pasien mengarah kepada penurunan kadar implantasi yang signifikan. Presentasi mioma submukosa menghasilkan 68% penurunan implantasi dan 73% penurunan kehamilan klinis. Ini adalah penting bagi menunjukkan dari meta-analisis bahwa tiada makna yang signifikan dalam peningkatan infertilitas pada wanita dengan jumlah fibroid yang banyak atau lokasi leiomioma. Kebanyakan peneliti menyokong kepada konsep fibroid dan fertilitas dengan penurunan signifikan dari lokasi anatomik submukosa kepada intramural kepada subserosa (Bieber et al, 2006).
2.3.6. Patogenesis Mioma Uteri Mioma uteri berkembang sebagai klon sel yang abnormal hasil dari satu sel progenitor dimana tempat berlakunya mutasi. Penelitian menunjukkan bahawa mioma uteri adalah monoklonal. Perbedaan kadar pertumbuhan menggambarkan perbedaan abnormalitas sitogenetik pada suatu tumor. Kehadiran mioma multipel pada uterus yang sama tiada hubungan klonisasi dan setiap tumor tumbuh tidak bergantungan antara satu sama yang lain (Speroff et al, 2005). Keadaan di dalam leiomioma adalah hiperesterogenik. Konsentrasi estradiol meningkat, dan leiomioma mengandungi lebih banyak reseptor estrogen dan progesteron. Tingkat ekspresi dari gen dan enzim aromatase meningkat pada leiomioma. Malah, tisu-tisu leiomioma menjadi hipersensitifitas terhadap estrogen dan tidak dapat merangsang regulator untuk membatasi respon dari estrogen. Pada miometrium dan leiomioma, puncak aktivitas mitotik berlaku semasa fase luteal. Pemberian progestational agents dengan dosis tinggi dapat meningkatkan aktivitas mitotik. Ini menunjukkan terdapat stimulus dari progesteron terhadap peningkatan aktivitas mitotik dalam leiomioma, tetapi dalam penelitian terhadap binatang menunjukkan terdapat stimulus dan inhibisi dari pertumbuhan miometrium (Speroff et al, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Konsentrasi reseptor progesteron dijumpai meningkat pada leiomioma. Walaupun masih kontroversi, konsentrasi reseptor progesteron pada fibroid meningkat sepanjang siklus menstruasi. Penemuan ini patut diberi perhatian karena siklus menstruasi yang normal akan menstimulasi peningkatan daripada reseptor progesteron. Tiada sistem regulator di dalam fibroid sehingga konsentrasi reseptor progesteron akan tetap meningkat. Peningkatan progesteron akan meningkatkan indeks mitotik dalam fibroid di mana potensiasi pertumbuhan fibroid sewaktu perubahan siklus hormonal dari siklus menstruasi berlaku (Bieber et al, 2006). Estrogen dan progesteron saling berinteraksi dengan growth factors yang bervariasi di dalam leiomioma untuk mempengaruhi dan menstimulasi pertumbuhan. Epidermal growth factor (EGF) dan reseptornya (EGF-R) dapat dijumpai pada miometrium dan sel leiomioma. Menurut Maruo et al dalam Bieber et al (2006), esterogen dapat meningkatkan produksi lokal dari EGF dalam sel leiomioma, manakala progesteron secara sinergis meningkatkan EGF-R. Faktor ini menyebabkan meningkatnya potensi mitogenik dari sel leiomioma.
2.3.7. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Mioma Uteri Tergantung dari lokasi dan ukuran, leiomioma kadang kala dapat dipalpasi dengan
pemeriksaan
pelvis
bimanual
atau
pada
pemeriksaan
abdominal.
Pemeriksaan bimanual menemukan pada pembesaran uterus yang irregular dan mengeras dengan lumpy-bumpy atau protrusi batu bulat (cobblestone) yang dapat teraba agak keras semasa palpasi (Heffner et al, 2004). Pemeriksaan ginekologik secara rutin kadang kala dapat menemukan fibroid. Semasa pemeriksaan ini, pemeriksa memeriksa ukuran uterus dengan meletakkan dua jari dari sebelah tangan ke dalam vagina manakala tangan yang berlawanan memberi sedikit penekanan ke atas abdomen. Jika terdapat fibroid, uterus akan teraba lebih besar atau uterus akan membesar mengarah ke kawasan yang tidak sepatutnya (Shriver, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Semasa mengambil sampel endometrium kadang kala dapat ditemukan kavum uterus yang irregular. Selalunya diagnosis menunjukkan adanya penilaian patologis terhadap spesimen uterus dari indikasi yang berbeda. Pada pemeriksaan abdominal pelvis teraba suatu massa pelvis yang besar, midline, irregular-contoured mobile dengan karakteristik hard feel atau keras (Beckmann et al, 2010). Pelvis ultrasonografi digunakan untuk memastikan (bila perlu) kehadiran mioma uteri, tetapi biasanya ditegakkan secara klinis. Komponen kista sering terlihat hipoekogenik dan penampakan yang konsisten
dengan mioma yang melalui
degenerasi. Struktur adneksal termasuk ovari dapat dibedakan dari tumor. CAT dan MRI berguna untuk evaluasi mioma yang berukuran besar karena ultrasonografi tidak dapat menggambarkannya (Beckmann et al, 2010). Histeroskopi dapat digunakan untuk evaluasi pembesaran uterus secara langsung dari kavum endometrium dengan menggambarkan peningkatan ukuran kavum dan mioma submukosal dapat divisualisasi dan diangkat (Beckmann et al, 2010).
2.4
Hubungan Kehamilan Dengan Mioma Uteri Reseptor esterogen menurun pada miometrium yang normal semasa fase
sekresi dari siklus menstruasi dan semasa kehamilan (Benassayag and colleagues, 1999). Pada mioma, reseptor esterogen terdapat sepanjang siklus menstruasi, tetapi mengalami supresi semasa kehamilan. Reseptor progesteron terdapat pada miometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Tambahan pula mioma berkembang pada awal kehamilan akibat dari stimulasi hormonal dan growth factors yang sama yang memicu perkembangan uterus. Paradoks, mioma memberi respon yang berbeda pada setiap individu wanita dan tidak dapat dipredeksi secara akurat perkembangan setiap mioma (Cunningham et al, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Pada trimester pertama, ukuran mioma tidak berubah atau makin membesar sehubungan dengan peningkatan estrogen. Pada trimester kedua, mioma yang berukuran 2 hingga 6cm selalunya tidak berubah atau membesar, namun bagi mioma yang berukuran besar akan mengecil, kemungkinan dari inisiasi penurunan regulasi reseptor esterogen. Pada trimester ketiga, tanpa mengirakan ukuran mioma, selalunya mioma tidak berubah atau mengecil akibat dari penurunan regulasi reseptor esterogen (Cunningham et al, 2005). Volume leiomioma yang meningkat semasa kehamilan jarang membesar lebih dari 25%. Lebih 10% wanita dengan mioma mengalami komplikasi tipe antepartum, intrapartum atau postpartum. Komplikasi akibat leiomioma termasuk keguguran, antepartum dan postpartum hemoragik, gangguan plasenta, peningkatan risiko kelahiran preterm dan persalinan, peningkatan kadar seksio sesarea dan perubahan akut iskemia dan degenerasi kedua fibroid dapat mengurangkan perfusi atau torsi. Fibroid dapat meningkatkan risiko keguguran secara spontan semasa trimester pertama (Bieber et al, 2006). Terdapat dua faktor yang penting dalam menentukan morbiditas yaitu ukuran mioma dan lokasi. Jarak mioma dengan daerah implantasi sangat penting. Terjadinya aborsi, abrupsio plasenta, kelahiran preterm dan postpartum hemoragik dapat meningkat jika plasenta berhampiran atau diimplantasi pada mioma. Tumor pada serviks atau bagian bawah segmen uterus dapat mengganggu persalinan. Mioma ukuran besar dapat menyebabkan distorsi pada anatomi dan menolak ureter ke lateral. (Cunningham et al, 2005) Degenerasi merah dari mioma dapat terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut, di mana suatu kondisi yang berakibat dari infark hemoragik sentral pada mioma. Pada kondisi ini gejala utamanya adalah sakit, sering dikaitkan dengan rebound tenderness, demam yang ringan, leukositosis, mual dan muntah (Speroff et al, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kehamilan dengan mioma uteri. Kehamilan secara fisiologisnya dapat memberi efek pada mioma uteri dalam mempertahankan kandungan. Namun, mioma uteri dapat juga memberikan efek terhadap kehamilan yang akan mengganggu kandungan. Oleh itu, jumlah paritas seseorang dengan kejadian mioma uteri berbeda-beda pada setiap individu.
Universitas Sumatera Utara