5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Kemih 2.1.1. Definisi Infeksi saluran kemih merupakan istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Bakteri yang didapati di urin disebut bakteriuria. Bakteriuria ini dikatakan bermakna jika menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 cfu (colony forming units) / ml pada biakan urin. Bakteriuria bermakna yang tanpa disertai manifestasi presentasi klinis infeksi saluran kemih disebut bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna yang disertai dengan presentasi klinis ISK disebut bakteriuria bermakna simtomatik. Infeksi saluran kemih ini bisa muncul dimana saja di sepanjang saluran kemih (IUGA, 2012). Sesuai dengan letaknya infeksi saluran kemih dapat dibagi dua, infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah. Infeksi saluran kemih atas pada wanita meliputi sistitis, sindrom uretra akut. Pada lelaki meliputi sistitis, prostatis, epididimis, dan uretritis. Contoh infeksi saluran kemih atas adalah pielonefritis (Sukandar, 2009).
2.1.2. Epidemiologi Pada wanita, infeksi saluran kemih asimtomatik meningkat disertai dengan pertambahan usia. Beberapa data pada pria juga menunjukkan peningkatan infeksi saluran kemih dengan pertambahan usia, tetapi prevalensinya selalu berada di bawah wanita dengan usia yang sama. Pada wanita dengan usia di bawah 50 tahun dengan beberapa gejala-gejala infeksi saluran kemih lebih dominan memiliki bakteriuria ( Scottish Intercolegiate Guideline Network, 2012).
Universitas Sumatera Utara
6
2.1.3. Etiologi Pada umumnya infeksi saluran kemih disebabkan mikroorganisme tunggal seperti (Sukandar, 2009) : a.
Escherichia coli, merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien infeksi saluran kemih baik simtomatik maupun asimtomatik.
b. Mikroorganisme lain seperti Proteus sp., Klebsiella sp. dan Staphylococcus. c.
Infeksi yang disebabkan Pseudomonas sp. dan mikroorganisme lain jarang dijumpai.
2.1.4. Patogenesis Patogenesis
bakteriuria
asimtomatik
menjadi
simtomatik
dengan
presentasi klinis infeksi saluran kemih tergantung dari patogenisitas bakteri dan pasien sendiri (Sukandar, 2009). Peranan patogenisitas bakteri meliputi : a. Bacterial Attachment of mucosa Penelitian menunjukkan bahwa fimbriae merupakan salah satu pelengkap patogenisitas yang mempunyai kemampuan melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. b. Faktor Virulensi Lainnya Kemampuan mikroorganisme atau bakteri untuk melekat pada sel inang tergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non fimbriae. c. Faktor Virulensi Variasi Fase Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan tergantung dari respon faktor luar. Konsep ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Sementara itu dari pasien sendiri yang dikatakan sebagai Peranan Faktor Tuan Rumah (host) adalah: a. Faktor Predisposisi Pencetus Infeksi Saluran Kemih
Universitas Sumatera Utara
7
Faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering kambuh bila sudah terdapat kelainan pada struktur anatomi saluran kemih. b. Status Immunologi Pasien Penelitian mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap infeksi saluran kemih. Penelitian lain juga melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap infeksi saluran kemih rekuren.
2.1.5. Manifestasi Klinis Pada infeksi saluran kemih atas yaitu pielonefritis akut presentasi klinisnya berupa panas tinggi dengan suhu 39,5°-40,5°C, hal ini juga disertai dengan menggigil dan sakit pinggang. Presentasi dari pieolonefritis ini sering diawali dengan infeksi saluran kemih bawah (sistitis). Pada infeksi saluran kemih bawah (sistitis) manifestasinya dapat berupa sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria. Pada sindroma uretra akut, manifestasi klinisnya sulit dibedakan dengan sistitis. Sindroma ini sering ditemukan pada perempuan usia 20-50 tahun (Sukandar, 2009).
2.1.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Menentukan jumlah dan jenis bakteri di urin merupakan suatu prosedur yang sangat penting dalam penentuan diagnosis. Pada pasien simtomatik, bakteri di urin ditemukan dengan jumlah yang sangat besar (≥105cfu/ml). Sedangkan pada pasien asimtomatik, dua spesimen urine berturut turut harus diperiksa secara bakteriologis sebelum diberi terapi, dan ≥10
5
bakteri per milliliter harus dapat
dibuktikan pada kedua spesimen (Fauci et al, 2008). Pada beberapa keadaan seperti pemakaian antibiotik, konsentrasi urea yang tinggi, osmolaritas yang tinggi, dan pH urine yang rendah dapat mengakibatkan terhambatnya multiplikasi dari bakteri sehingga didapatkan
Universitas Sumatera Utara
8
jumlah koloni bakteri yang sedikit walaupun terdapat infeksi. Dengan alasan demikian, cairan antiseptik tidak boleh digunakan untuk mencuci daerah periurethral sebelum pengambilan spesimen. Penggunaan diuretik dan baru berkemih juga mengurangi jumlah bakteri dalam urine (Fauci et al, 2008 ). Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin dilakukan, harus berdasarkan indikasi yang kuat seperti : infeksi saluran kemih kambuh, pasien laki laki, gejala urologik, hematuria persisten, mikroorganisme yang jarang, infeksi saluran kemih berulang dengan interval ≤6 minggu (Sukandar, 2009). Beberapa renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi infeksi saluran kemih adalah (Sukandar 2009) : a). Ultrasonografi (USG), b). Radiografi yang meliputi Foto Polos Perut, Pielografi IV dan Micturating cystogram, serta c). Isotop Scanning.
2.1.7. Penatalaksanaan Infeksi saluran kemih bawah Prinsip manajemen infeksi saluran kemih bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin : a. Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan penggunaan antibiotik tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetropim 200mg b. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari c. Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang tanpa leukosuria.
Infeksi saluran kemih atas Pada umumnya, pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral paling sedikit 48
Universitas Sumatera Utara
9
jam. The Infectious Disease Of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui mikroorganisme sebagai penyebabnya yaitu : Fluorokuinolon, Aminoglikosida dengan atau tanpa Ampisilin, Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa Aminiglikosida (Sukandar 2009).
2.2 Bakteri 2.2.1. Definisi Bakteri merupakan salah satu anggota dari organisme prokariot. Bakteri memiliki Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) yang berbentuk lingkaran dengan keliling sekitar 1 mm yang merupakan kromosom prokariot dan tidak mempunyai membran nukelus. DNA ini disimpan dalam sebuah area khusus yang disebut nukeloid. Bakteri memiliki kemampuan untuk bertukar informasi genetik. Informasi ini dapat dibawa oleh plasmid, elemen genetik kecil dan khusus yang mampu bereplikasi. Salah satu yang menjadi perhatian khusus pada plasmid adalah adanya plasmid resistan obat yang dapat membuat bakteri lain menjadi resistan terhadap pengobatan dengan menggunakan antibiotik (Brooks et al, 2008). 2.2.2. Klasifikasi Sesuai Pewarnaan Gram Bakteri pada dasarnya dapat diklasifikasikan atas beberapa kriteria, baik dari ada tidaknya dinding sel dan dari pewarnaan gram. Pewarnaan gram merupakan sebuah prosedur yang telah banyak digunakan. Pewarnaan ini pertama kali ditemukan oleh Dr. Hans Christian Gram, penelitiannya menemukan sebuah prosedur sehingga bakteri dapat dibedakan atas dua kelas besar, yaitu bakteri gram positif dan gram negatif. Perbedaan hasil pewarnaan ini memberikan informasi bahwa pembagian ini memiliki perbedaan yang fundamental pada struktur kimia dari dindingnya. Prosedur dari pewarnaan gram ini dimulai dengan primary stain dengan pemberian pewarna basa kristal violet. Hal ini bertujuan untuk memberi warna pada seluruh sel. Kemudian larutan iodine ditambahkan, maka semua bakteri akan berwarna biru pada fase ini. Lalu sediaan ditambahkan alkohol 95%, larutan ini berfungsi sebagai decolorizing agents dan akan
Universitas Sumatera Utara
10
membersihkan iodine dari gram negatif tetapi tidak dari gram positif. Langkah terakhir dari pewarnaan ini adalah counterstain dengan menggunakan safranin merah, pewarnaan ini dimaksudkan agar bakteri gram negatif mendapatkan warna yang baru dari kontras. Maka dari hasil pewarnaan ini akan didapatkan bakteri gram negatif berwarna merah sedangkan bakteri gram positif berwarna biru keunguan. Perbedaan warna ini diakibatkan adanya perbedaan struktur kimia dari dinding sel bakteri (Nester et al, 2004).
2.2.2.1. Bakteri Gram Positif Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal berupa peptidoglikan yang mengandung asam teikoat dan asam teikuronat, selain itu beberapa sel gram positif mengandung molekul polasakarida. Asam teikoat dan asam teikuronat merupakan polimer yang larut dalam air, mengandung residu ribitol atau gliserol yang bergabung melalui ikatan fosfodiester dan membawa satu atau lebih pengganti asam amino atau gula. Terdapat dua jenis asam teikoat yaitu asam teikoat dinding sel yang secara kovalen berikatan dengan peptidoglikan dan asam teikoat membran (lipoteikoat) yang secara kovalen berikatan dengan glikolipid membran dan terkonsentrasi di mesosom. Beberapa bakteri gram positif tidak memiliki asam teikot dinding sel tetapi seluruh spesiesnya positif memiliki asam teikoat membran (Brooks et al, 2008). Fungsi dari asam teikoat masih menjadi spekulasi pada ahli sampai sekarang. Asam teikoat mengikat ion magnesium dan bisa jadi berperan dalam menyediakan ion magnesium ke dalam sel selain itu mereka juga berperan dalam fungsi normal selubung sel. Sedangkan asam teikoat membran atau lipoteikoat melekatkan dinding sel ke membran sel (Brooks et al, 2008). Asam teikoat dan asam lipoteikoat kedua-duanya menempel di atas lapisan peptidoglikan dikarenakan keduanya bermuatan negatif sehingga memberikan sel polaritas yang negatif (Nester et al, 2004). Bakteri gram positif ini meliputi : bakteri gram positif pembentuk spora (Bacillus, Klostridium) dan bakteri gram positif tidak membentuk spora
Universitas Sumatera Utara
11
(Corynebacterium, Propionbacterium, Listeria, Erisepelothrix, Actinomycetes) (Brooks et al, 2008).
2.2.2.2. Bakteri Gram Negatif Dinding sel dari bakteri gram negatif jauh lebih kompleks dari gram positif. Bakteri ini hanya mengandung sebuah lapisan tipis peptidoglikan (Nester et al, 2004). Dinding sel gram negatif mengandung tiga komponen yang terletak di luar lapisan peptidoglikan yaitu : lipoprotein, membran luar, dan lipopolisakarida. Lipoprotein, dilihat dari jumlahnya, merupakan protein yang paling banyak ditemukan pada sel gram negatif. Fungsi dari lipoprotein ini adalah untuk menstabilkan membran luar dan merekatkannya ke lapisan peptidoglikan (Brooks et al, 2008). Membran luar merupakan sebuah struktur berlapis ganda, lapisan sebelah dalamnya memiliki komposisi yang serupa dengan membran sitoplasma. Kemampuan membran luar untuk mengeluarkan molekul hidrofobik adalah sebuah ciri yang tidak biasa dijumpai pada membran membran biologis dan berfungsi untuk melindungi sel dari garam empedu. Membran luar memiliki suatu jalur khusus yang terdiri dari molekul protein yang disebut porin yang memungkinkan difusi pasif komponen hidrofilik seperti gula, asam amino, dan beberapa jenis amino lain (Brooks et al, 2008). Lipopolisakarida, pada bakteri gram negatif tersusun atas lipid kompleks yang disebut lipid A, yang padanya melekat sebuah polisakarida yang terbentuk dari sebuah inti dan rangkaian terminal dari unit yang berulang. Kehadiran lipopolisakarida dibutuhkan untuk fungsi banyak protein pada membran luar. Lipid A tersusun atas disakarida glukosamin disakarida yang terfosforilasi yang padanya melekat sejumlah rantai panjang asam lemak. Lipopolisakarida yang sangat beracun bagi hewan disebut endotoksin pada bakteri gram negatif karena terikat kuat pada permukaan sel dan akan dilepaskan saat sel mengalami lisis. Lipopolisakarida dipecah menjadi lipid A dan polisakarida. Polisakarida merupakan antigen utama permukaan pada sel bakteri yang disebut antigen O. Ruang antara membran bagian dalam dan bagian
Universitas Sumatera Utara
12
luar disebut periplasma, berisi lapisan murein dan suatu larutan protein mirip gel (Brooks et al, 2008). Beberapa contoh dari bakteri gram negatif ini adalah Enterobacteriaceae, Pseudomonas, Vibrio, Campylobacter, Helicobacter, Hemophilus, Bordetella, Brucella, Yersinia, Neisseri (Brooks et al, 2008).
2.2.3. Pertumbuhan dan Reproduksi Bakteri secara umum berkembang dengan pembelahan biner, setelah sebuah sel bakteri besarnya bertambah dan seluruh bagiannya telah digandakan, maka bakteri tersebut akan membelah. Satu sel akan membelah menjadi dua, kemudian dua menjadi empat, dan empat menjadi delapan dan seterusnya. Dengan kata lain peningkatan jumlah sel adalah eksponensial. Waktu bagi bakteri untuk memperbanyak jumlahnya tergantung pada berapa kondisi seperti spesies organismenya dan kondisi bakteri tersebut tumbuh, berupa nutrisi dan lingkungannya (Nester et al, 2004). Dengan diketahuinya bahwa lingkungan dan faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan dari prokariot, menjadi sangat mungkin untuk menyediakan sebuah kondisi untuk penanaman bakteri. Dengan adanya keanekaragaman dari bakteri sehingga berbagai media dapat digunakan untuk kultur bakteri. Beberapa tipe dari media kompleks adalah media yang sering digunakan. Media kompleks mengandung beberapa jenis komposisi seperti jus daging dan protein yang sudah diproses yang memungkinkan bakteri tumbuh. Komposisi yang sering digunakan adalah pepton di mana protein ini diambil dari beberapa sumber yang telah dihidrolisis sebelumnya menjadi asam amino. Ekstrak merupakan komponen yang larut dalam air dari sebuah substansi contohnya adalah ekstrak dari daging sapi berupa ekstrak air. Medium yang paling sering digunakan adalah nutrient broth yang terdiri dari 5 gram pepton dan 3 gram ekstrak daging sapi. Jika agar ditambahkan maka nutrien agar akan terbentuk. Selain itu terdapat juga media lain yaitu blood agar, chocolate agar. Beberapa bakteri memiliki media khusus untuk pembiakannya seperti MC.Conkey agar
yang digunakan untuk isolasi
Universitas Sumatera Utara
13
bakteri gram negatif dan Thayer Marthin untuk bakteri Neisseria Gonorrheae (Nester et al, 2004).
2.3. Bakteri Penyebab ISK 2.3.1. Bakteri Gram Positif Beberapa bakteri gram postif dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran kemih
seperti
:
Staphylococcus
aureus,
Staphylococcus
epidermidis,
Staphylococcus saprophyticus, dan Enterococci (Creighton University, 2004).
2.3.1.1. Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif dengan sel sferis atau berbentuk bulat dengan ukuran diameter 0,5-1 μm, tidak membentuk spora dan dapat hidup dalam keadaan fakultatif aerob. Bakteri ini memiliki reaksi katalase dan koagulase yang positif, yang membedakannya dari bakteri lain (Buyser et al, 2009). Bakteri ini menghasilkan koagulase yang merupakan suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang mengandung oksalat atau sitrat. Selain itu, bakteri ini juga memiliki faktor penggumpal yang berfungsi melekatkan organisme ke fibrin atau fibrinogen (Brooks et al, 2008). Bakteri ini cepat berkembang pada suhu 37°C tetapi suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah 20-25°C dengan pH 6-7. Koloninya pada medium padat bentuk bulat, halus, meninggi dan berkilau. Koloni bakteri ini biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning tua kecokelatan. Bakteri Staphylococcus aureus ini relatif resistan terhadap pengeringan panas (tahan pada suhu 50°C selama 30 menit), dan pada Natrium Klorida 9% tetapi bakteri ini mudah dihambat oleh bahan kimia tertentu seperti heksaklorofen 3%. (Brooks et al, 2008).
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 2.1. Kultur Staphlococcus aureus dengan warna koloni kuning pada agar darah (Kayser et al, 2005)
Bakteri ini memiliki sensitivitas yang berbeda-beda pada beberapa antibiotik, berikut beberapa strain yang resistan terhadap antibiotik (Brooks et al, 2008) : a. Organisme vancomycin-intermediate Staphylococcus aureus (VISA), yang diisolasi dari pasien dengan pengobatan Vancomycin jangka panjang. Mekanisme resistansi ini berhubungan dengan peningkatan sintesis dinding sel serta perubahan dinding sel. b. Strain vancomycin-resistant Staphylococcus aureus (VRSA) yang resistan terhadap antibiotik Vancomycin dengan adanya gen vanA dan gen mecA c. Strain yang sifat resistansinya diperantarai plasmid, terutama resistan terhadap tetrasiklin, eritromisin dan aminogilikosida, sering terjadi pada staphylococcus.
2.3.1.2. Staphylococcus epidermidis Bakteri ini merupakan salah satu bakteri spesies Staphylococcus, secara umum bentuk dari bakteri ini hampir sama dengan Staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan flora normal di kulit manusia (Brooks et al, 2008). Koloni dari bakteri ini berwarna abu-abu hingga putih, banyak koloni menghasilkan pigmen setelah di inkubasi lama ini dikarenakan pigmen tidak dapat dihasilkan pada keadaan anaerob (Brooks et al, 2008).
Universitas Sumatera Utara
15
Seperti bakteri Staphylococcus lainnya bakteri ini relatif resistan pada pengeringan panas (tahan pada suhu 50°C selama 30 menit), dan pada natrium klorida 9% tetapi bakteri ini mudah dihambat oleh bahan kimia tertentu seperti heksaklorofen 3%. (Brooks et al, 2008). Penelitian mendapatkan bahwa bakteri ini telah mengalami multi drug resistance, seperti pada antibiotik klindamisin, klorampenicol, cotrimoxazole, ciproflaxin, cefixitin, aminoglikosida (Barros et al, 2012).
2.3.1.3. Staphylococcus saphrophyticus Bakteri ini termasuk dalam bakteri Staphylococcus dengan koagulase negatif, tidak berpigmen, dan nonhemolitik. Merupakan salah satu flora normal tubuh yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih pada wanita dewasa (Brooks et al, 2008). Secara morfologi bakteri ini memiliki bentuk yang sama dengan bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini cepat berkembang pada suhu 37°C tetapi suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah 20-25°C dengan pH 6-7. Koloninya pada medium padat bentuk bulat, halus, meninggi dan berkilau (Brooks et al, 2008). Bakteri Staphylococcus saprophyticus ini dapat tumbuh pada medium yang mengandung sulfat sebagai sumber nitrogen, tetapi bakteri ini tidak dapat memperoleh amonia dari reduksi nitrat ataupun nitrit. Bakteri ini mendapatkan amonia dari urea yang dihidrolisa oleh urease. Urease dari bakteri inilah yang berperan dalam patogenesis infeksi saluran kemih (Kuroda et al, 2005). Menurut beberapa penelitian, bakteri ini diketahui telah resistan terhadap antibiotik novobiocin (Raz et al, 2005).
2.3.1.4. Enterococci Bakteri ini merupakan kokus tunggal yang berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai (Brooks et al 2008). Bakteri ini juga menghasilkan asam laktat sebagai hasil utama dari fermentasinya. Bakteri ini dapat tumbuh dengan adanya O2 (fakultatif anaerob), tetapi sebagai bakteri pefermentasi, bakteri
Universitas Sumatera Utara
16
ini tidak mendapatkan keuntungan dari O2 ini dikarenakan bakteri ini tidak memiliki enzim katalase (Nester et al, 2005). Enterococci adalah golongan bakteri nonmotil yang sering disebut sebagai grup antigen D (Kaysar et al, 2005) Enterococcus tumbuh paling baik pada suhu 15°C dan 45°C. Bakteri ini dapat tumbuh pada agar dengan konsentrasi natrium klorida yang tinggi (6,5%), dalam metilen biru (0,1%), dan dalam empedu-eskulin dan pada pH 9 (Kayser et al, 2005). Masalah utama pada bakteri ini adalah resistansi, bakteri ini diketahui resistan terhadap beberapa antibiotik, antara lain: a. Resistansi Intrinsik Enterococcus secara intrinsik resistan pada sefalosporin, penisilin resistinpenisilinase, dan monobaktam (Brooks et al , 2008). b. Resistensi pada Aminoglikosida Terhadap antibiotik aminoglikosida seperti streptomicin atau gentamicin bakteri ini memiliki resistansi tingkat rendah. Tetapi ada beberapa Enterecoccus tingkat resistansi yang tinggi, hal ini diakibatkan adanya modifikasi
enzim
aminoglikosida
enterokokus
(
enterococcal
aminoglycoside – modifying enzyme) (Brooks et al, 2008). c. Resistansi terhadap Vancomycin Vancomycin mengganggu sintesis dinding sel dengan cara berinteraksi dengan
D-alanil-D-alanin
pada
rantai
pentapeptida
prekursor
peptidoglikan . Sedangkan penentu resistansi yang pernah diteliti adalah operon VanA. Ini merupakan suatu sistem gen yang terbungkus di dalam plasmid yang dapat mentransfer sendiri (self transable plasmid) (Brooks et al, 2008). d. Resistansi terhadap antibiotik β-Laktam Dengan adanya protein pengikat penisilin pada bakteri ini menyebabkan afinitas bakteri ini pada antibiotik β-Laktam sangat rendah (Nester et al, 2005) e. Resistansi terhadap Trimetoprim-Sulfametoksazol
Universitas Sumatera Utara
17
Resistansi terhadap antibiotik ini dikarenakan enterokokus dapat menggunakan folat eksogen yang tersedia secara in-vivo yang tidak dapat dihambat oleh antibiotik ini (Brooks et al, 2008).
2.3.2. Bakteri Gram Negatif Beberapa bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemih yaitu : Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
2.3.2.1. Escherichia coli Esherichia
coli
merupakan
bakteri
gram
negatif
genus
dari
Enterobacteriaceae yang memiliki beberapa sifat yaitu : berbentuk batang, bersifat motil dengan flagel peritrik. Bakteri ini merupakan salah satu flora normal tubuh manusia, biasanya ditemukan pada saluran pencernaan. Selain itu bakteri ini secara khas menunjukkan hasil positif pada tes indol, lisin dekarboksilase, fermentasi mannitol, dan menghasilkan gas dari glukosa (Brooks et al, 2008). Escherichia coli pada media pembiakan membentuk koloni yang sirkular, konveks, dan halus dengan tepi yang tegas. Beberapa media biakan sering digunakan pada bakteri ini seperti : Triptofan, MacConkey, Eosin-metilen biru (EMB), dan Voges-Proskauer (Brooks et al, 2008).
Gambar 2.2. Pewarnaan gram pada Escherichia coli (Levinson, 2008)
Universitas Sumatera Utara
18
Escherichia coli penghasil
merupakan salah satu genus dari Enterobacteriaceae
extended-spectrum-β
laktamase
(ESBL).
Produksi
ESBL
ini
mengakibatkan Escherichia coli resistan pada antibiotik seperti penisilin dan cephalosporin (CDC, 2013)
2.3.2.2. Klebsiella pneumoniae Sama halnya dengan Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae merupakan salah satu genus dari Enterobacteriaceae yang memiliki bentuk seperti batang yang pendek tetapi kapsul pada Klebsiella lebih besar dan teratur serta bersifat nonmotil, tumbuh dengan sifat fakultatif anaerob (Brooks et al, 2008). Klebsilla menunjukkan reaksi positif pada produksi urase, reaksi katalase, fermentasi dari glukosa, laktosa, sukrosa tetapi bakteri ini memberikan hasil yang negatif pada tes indol (Sikarwar dan Batra, 2011). Koloni pada biakan Klebsiella besar, mukoid dan cenderung bersatu pada inkubasi yang lama. Beberapa media biakan sering digunakan pada bakteri ini seperti : Triptofan, MacConkey, Eosin-metilen biru (EMB), dan Voges-Proskauer (Brooks et al, 2008). Bakteri ini memiliki sensitivitas/ kepekaan yang tinggi pada antibiotik yaitu : ceftriakson, amikacin, dan sefotaksim. Klebsiella memiliki resistansi tinggi pada beberapa antibiotik yaitu : chlorampenicol, penicillin, ampicillin, dan tetracyclin (Refdanita et al, 2004).
2.3.2.3. Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa memiliki bentuk batang, motil serta berukuran sekitar 0,6 x 2 mm. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang dapat muncul dalam bentuk tunggal, berpasangan atau kadang dalam bentuk rantai pendek. Pseudomonas merupakan bakteri yang sering didapat di usus bakteri ini bersifat oksidase positif dan tidak memfermentasi glukosa (Brooks et al 2008). Bakteri ini merupakan bakteri obligat aerob, yang dapat tumbuh pada banyak jenis biakan, pada suhu 42°C . Pseuodomonas aeruginosa ini membentuk koloni bulat halus dengan warna flouresensi kehijauan. Bakteri ini mnghasilkan
Universitas Sumatera Utara
19
pioverdi berflouresensi yang memberikan warna hijau pada agar (Brooks et al 2008).
Gambar 2.3. Pigmen piosianin (biru-hijau) yang dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa menyebar pada agar (Levinson, 2008)
Beberapa strain dari Pseudomonas diketahui telah resistan pada beberapa antibiotik seperti : aminoglikosida, carbapenem, cephalosphorin, fluoroquinolone (CDC, 2013).
2.4. Resistansi Bakteri Terhadap Antibiotik Resistansi bakteri terhadap antibiotik merupakan suatu masalah dunia, dan sifat resistan ini diketahui dapat menyebar antar negara (CDC, 2013). Dengan adanya masalah resistansi yang meningkat tiap tahunnya hal ini akan membatasi efek dari antibiotik itu sendiri serta memberi keuntungan bagi bakteri lain yang sensitif (Nester et al, 2004). Bakteri yang telah mengalami resistansi diketahui dapat menyebar, bakteri ini dapat menyebar melalui para praktisi kesehatan yang sebelumnya memiliki kontak pada bakteri yang telah resistan (CDC, 2013). Beberapa hal dilakukan untuk mengetahui bakteri apa yang telah mengalami resistansi. Pada percobaan hal ini dapat diketahui dengan menilai atau membandingkan
minimum inhibitory concentration (MIC). MIC merupakan
konsentrasi dari antibiotik di mana pada konsentrasi tersebut sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Semakin tinggi nilai dari MIC maka kemungkinan bakteri tersebut telah mengalami resistansi ( Joyner, 2007).
Universitas Sumatera Utara
20
2.4.1. Mekanisme Resistansi Bakteri Terhadap Antibiotik Terdapat berbagai mekanisme yang menyebabkan mikroorganisme mengalami resistansi : a. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menghancurkan obat aktif. Contohnya adalah Stafilokokus yang mengalami resistan pada bakteri penghasil enzim β-Laktamase yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. b. Mikroorganisme mengubah target molekul. Sebuah obat antimikroba mengenali dan berikatan pada target molekul yang spesifik. Perubahan sedikit pada target yang berasal dari
mutasi dapat mencegah obat
berikatan. c. Penurunan ambilan obat. Protein porin yang berada di membran luar dari bakteri gram negatif secara selektif memperbolehkan molekul hidrofobik untuk memasuki sel. Perubahan pada protein ini dapat mengubah permeabilitas dan mencegah beberapa obat memasuki sel. d. Penurunan eliminasi obat. Sistem yang digunakan oleh bakteri untuk transpor bahan yang telah rusak dikenal sebagai efflux pump. Perubahan yang mengakibatkan peningkatan kerja dari pompa ini dapat menyebabkan peningkatan tingkat eliminasi dari sebuah organisme pada obat, sehingga mengakibatkan bakteri dapat bertahan pada konsentrasi tinggi dari obat (Nester et al, 2004).
2.4.2. Uji Resistansi Terdapat dua uji standar yang sering digunakan untuk menentukan level resistansi bakteri pada yaitu (Kayser, 2005) : A. Dilution Test Faktor dua seri pengenceran agen secara geometris disediakan pada media nutrisi, diinokulasikan dengan organisme yang akan diuji dan diinkubasikan kemudian konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan ditentukan. Pada agar dilution test piringan nutrien agar yang mengandung antibiotik diinokulasikan dengan organisme yang akan diuji.
Universitas Sumatera Utara
21
B. Agar Diffusion Test Pada tes ini dilakukan inokulasi yang difus pada agar nutrien dengan organisme yang akan diuji. Kemudian disk/cakram ataupun kertas filter yang mengandung agen antimikroba diletakkan pada agar kemudian diinkubasikan. Zona inhibisi di sekitar disk memberikan informasi resistansi dari organisme tersebut. Hal ini sangat mungkin karena terdapat hubungan antara log2 MIC dan diameter zona inhibisi.
Gambar 2.4. Contoh Agar Diffusion Test terlihat adanya Zona inhibisi di sekitar disk (Kayser, 2005)
Universitas Sumatera Utara