BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan tujuan pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut. 1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan ini dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras. 2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan , yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi
Universitas Sumatera Utara
bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida dan rodentisida), antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklis (Cahyadi, 2006). Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila : 1. Dimaksudkan untuk mencapai masing – masing tujuan penggunaan dalam pengolahan. 2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan. 3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan. 4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2 yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa). Sedangkan jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga dan melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi, 2006).
2.2 Bahan Tambahan Kimia yang Dilarang Masyarakat dan industri seharusnya perlu memperhatikan bahan tambahan dalam hubungannya dengan kemungkinan pemalsuan terhadap komponen yang
Universitas Sumatera Utara
berkualitas rendah dan kemungkinan bahaya yang ditimbulkan oleh komponen beracun dalam bahan pangan. Beberapa contoh bahan tambahan pangan antara lain pengendali keasaman atau alkalinitas, pengembang roti, pengemulsi, penstabil, pengental, pemberi cita rasa, pemanis, pewarna, suplemen gizi, pengawet, antioksidan, nitrit, nitrat dan fosfat. Bahan tambahan kimia yang dilarang merupakan suatu bahan yang dapat bersifat
toksisitas
dan
menimbulkan
bahaya
bagi
kesehatan
yang
mengkonsumsinya dan menggunakannya dalam bahan tambahan pangan. Beberapa Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut Permenkes RI No. 72/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut : Natrium Tetraborat (Borax), Formalin (Formaldehyde), Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Kalium klorat (Pottasium
Chlorate),
Dietilpirokarbonat
(Diethylpyrocarbonate,DEPC),
Nitrofuranzon (Nitrofuranzone), Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and in salt), P-Phenetilkarbamida (P—Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenil urea).
2.3 Pengawet Dalam Kehidupan Sehari – Hari Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk makanan seperti ikan asin, mie basah dan tahu yang memakai formalin sebagai pengawet. Produk makanan berformalin tidak hanya ditemukan di sejumlah pasar tradisional, tetapi sering pula ditemukan di berbagai supermarket
Universitas Sumatera Utara
di berbagai wilayah di tanah air sehingga penggunaannya untuk pengawet makanan sangat membahayakan konsumen. Kasus yang terjadi selama ini ialah sejumlah produsen nakal menggunakan pengawet yang ditujukan untuk tekstil, plastik, bahkan pengawet mayat. Hal ini disebabkan oleh relatif murahnya pengawet yang tidak ditujukan untuk makanan jika dibandingkan dengan pengawet makanan. Di samping itu, ketidaktahuan produsen maupun konsumen tentang bahaya penggunaan pengawet non makanan sebagai pengawet makanan mengakibatkan kasus ini makin sering terjadi. Selain formalin, ada beberapa jenis pengawet lain yang sebenarnya bukan bahan tambahan makanan, tetapi digunakan untuk mengawetkan makanan sehingga penggunaannya sangat membahayakan konsumen di antaranya natrium tetra borat (boraks), asam salisilat, dan garamnya, dietilpilokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofuranzon dan kalium bromat. Di antara bahan – bahan tersebut yang paling sering digunakan di masyarakat adalah formalin dan boraks (Cahyadi, 2006). Departemen kesehatan RI berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72/Menkes/Per/IX/88 mendefinisikan bahan tambahan pangan seperti yang telah ditetapkan, formalin dan boraks termasuk dalam daftar bahwa tambahan kimia yang dilarang untuk digunakan (Kurniawati, 2004).
2.3.1. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet Bahan pangan biasanya rusak karena adanya mikroorganisme yang bersifat patogen (menyebabkan kerugian dan kerusakan pada suatu bahan pangan). Mekanisme kerja senyawa antimikroba berbeda – beda antara senyawa yang satu
Universitas Sumatera Utara
dengan yang lain, meskipun tujuan akhirnya sama yaitu menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba. Formaldehid dapat merusak bakteri karena bakteri adalah protein. Pada reaksi formaldehid dengan protein, yang pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi lisin diantara gugus – gugus polar dari peptidanya. Selain menyerang gugus -NH2 dari lisin formaldehid juga menyerang residu tirosin dan histidin (Cahyadi, 2006).
2.3.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan yakni sebagai berikut. 1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen. 2. Memperpanjang umur simpan pangan. 3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan. 4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah. 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan. 6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. Keamanan senyawa – senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu diperhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan dari luar bahan pangan maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan itu sendiri (Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4.Formalin (Formaldehid) Formaldehid adalah suatu senyawa kimia berbentuk gas dan baunya sangat menusuk. Formalin mengandung 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet dan stabilisator. Formaldehid berbentuk serbuk atau padatan disebut paraformaldehid. Formalin dan paraformaldehid dapat melepaskan gas formaldehid. Formaldehid dalam bentuk cairan biasanya digunakan untuk mengawetkan spesimen hayati. Formaldehid memiliki rumus molekul CH2O dan memiliki nama lain yang diantaranya ialah formol, metilen aldehid, paraforin, morbisida, oksometan, polioksimetilen glikol, metanal, formoform, superlisoform, formiat aldehid, formalit, tetraoksimetilen, metil oksida, karsan, trioksane, oksimetilen dan metilen glikol. Formaldehid mempunyai masssa molar 30,03 g/mol dengan titik leleh – 92oC dan titik didih – 21o C (Susanti, 2010). Rumus struktur dari formaldehid yaitu :
Gambar 2.1 struktur bangun formaldehid Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lender hidung dan tenggorokan dan rasa yang membakar. Bobot tiap mililiter ialah 1,08 gram. Dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam klorofom dan eter. Sifatnya yang mudah larut dalam air dikarenakan adanya elektron sunyi pada oksigen sehingga dapat mengadakan ikatan hidrogen molekul air (Fessenden, 1986).
Universitas Sumatera Utara
Formaldehid murni tidaklah tersedia secara komersial, tetapi dijual dalam 30-50% (b/b) larutan mengandug air. Formalin (37% CH2O) adalah larutan yang paling umum. Pada umumnya metanol atau unsur – unsur lain ditambahkan kedalam larutan sebagai alat penstabil untuk mengurangi polimerisasi formaldehid, dalam bentuk padat, formaldehid dijual sebagai trioxane (CH2O)3 dan polimernya paraformaldehid, dengan 8-100 unit formaldehid (WHO,2002).
Gambar 2.2 Larutan Formaldehid Larutan formaldehid adalah desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid berekasi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktivitas mikroorganisme. Efek sporosidnya yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan formaldehid 0,5 % dalam waktu 6-12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam waktu 2-4 hari dapat membunuh spora. Sedangkan larutan 8% dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam (Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara
2.4.1. Fungsi Formalin yang Sebenarnya
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga digunakan sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
2.4.2. Penyalahgunaan Formalin Besarnya manfaat formalin di bidang industri tersebut ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai POM setempat. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mie basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya. Formalin sering disalahgunakan karena harganya yang sangat
Universitas Sumatera Utara
murah dan mudah didapat, produsen seringkali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas, dan mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin. Bila piring atau gelas tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang terdapat dalam gelas akan larut (Cahyadi, 2006).
2.4.3.Gangguan Kesehatan Karena penggunaan Formalin Formalin dapat masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan saluran pernapasan. Gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung pada cara zat ini masuk ke dalam tubuh. Bahaya kanker pada manusia dapat terjadi jika kandungan formalin dalam tubuh tinggi, secara kimia formalin akan berekasi dalam tubuh dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang berujung pada kerusakan organ tubuh. Formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Dampak formalin bagi kesehatan Akut
Kronik
Merupakan efek langsung terlihat Efek pada kesehatan manusia dapat pada kesehatan manusia akibat jangka terlihat setelah terkena dalam jangka pendek yang terjadi biasanya terpapar waktu
yang
lama
dan
berulang,
formalin dalam jumlah yang banyak, biasanya jika mengkonsumsi formalin seperti : iritasi, alergi, mata berair, dalam jumlah kecil dan terakumulasi mual, muntah, rasa terbakar, sakit dalam jaringan, seperti : mata berair, perut, pusing, radang tonsil, radang gangguan tenggorokan,
sakit
dada,
pada
pencernaan,
hati,
jantung ginjal, pankreas, sistem saraf pusat,
berdebar, diare. Pada konsentrasi menstruasi dan dapat menyebabkan yang
sangat
tinggi
dapat kanker karena bersifat karsinogenik.
menyebabkan kematian. (Yuliarti, 2007).
2.4.4. Uji Formalin yang Biasa Digunakan Uji kualitatif formalin yang biasanya digunakan dalam laboratorium dilakukan dengan ; metode asam kromatropat dengan pereaksi C6H6Na2O8S2. H2O (asam kromatropat) dalam H2SO4 60% : hasil destilasi dari sampel yang diduga mengandung formaldehid dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan asam kromatropat 0,5% dalam H2SO4 60% yang kemudian dipanaskan di atas waterbath, adanya formaldehid ditunjukkan dengan perubahan warna dari bening menjadi warna ungu. Reaksi cermin perak : hasil destilasi dari sampel yang diduga mengandung formaldehid dimasukkan ke dalam tabung reaksi
Universitas Sumatera Utara
ditambahkan larutan AgNO3 dan NH4OH lalu ditambahkan 1 tetes NaOH 2 N, adanya formaldehid ditunjukkan dengan adanya cermin perak di dasar larutan (BPOM, 2001). Uji Hehner – Fulton, larutan pereaksi dicampur air boron jenuh (1 bagian) ditambahkan ke dalam larutan asam sulfat dingin dan susu segar bebas aldehid, adanya formaldehid ditunjukkan dengan adanya warna merah muda ungu (SNI, 1992).
2.5. Buah naga Buah naga atau dragon fruit merupakan salah satu jenis tanaman buah yang memiliki daya tarik tersendiri. Rasa khas dari buah naga ini merupakan kombinasi antara rasa manis, asam dan sedikit gurih menyegarkan, selain itu buahnya pun mengandung zat – zat berkhasiat sebagai obat. Oleh karena itu, bila tanaman ini dikembangkan lebih lanjut maka tidak tertutup kemungkinan bahwa buah ini dapat diolah menjadi suatu industri bahan pewarna alami.
Gambar 2.3 Buah naga (Hylocereus polyrhizus)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Faridah (2011), buah naga yang berwarna merah atau merah violet merupakan sumber pigmen betasianin. Betasianin diketahui mempunyai banyak manfaat yang diantaranya berfungsi sebagai antioksidan dan pewarna alami. Buah naga memiliki khasiat untuk kesehatan, diantaranya ialah sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker usus, pelindung kesehatan mulut, mengatasi kolesterol tinggi, pencegah pendarahan dan obat peluruh keputihan. Adanya khasiat – khasiat tersebut disebabkan oleh kandugan nutrisi dalam buahnya yang sangat mendukung kesehatan tubuh (Kristanto, 2003). Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan, buah naga mengandung beberapa metabolit sekunder yang diantaranya adalah alkaloid dan steroid.
2.5.1. Klasifikasi Buah Naga Buah naga termasuk dalam kelompok tanaman kaktus atau family Cactaceae dan subfamily Hylocereanea. Genus ini pun terdiri dari 16 spesies. Adapun klasifikasi buah naga tersebut adalah sebagai berikut. Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi
: Angiospermae (biji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo
: Cactales
Family
: Cactaceae
Subfamily
: Hylocereanea
Genus
: Hylocereus
Spesies
: Hylocereus polyrhizus
Universitas Sumatera Utara
2.5.2. Morfologi Tanaman yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara ini sudah lama dimanfaatkan buahnya untuk konsumsi segar. Tanaman ini merupakan tanaman jenis memanjat. Secara morfologis, tanaman ini termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Morfologinya terdiri dari akar, batang, cabang bunga, buah dan biji. Hylocereus polyrhizus lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia memiliki kulit buah berwarna merah dan daging buah bewarna merah keunguan. Kulitnya terdapat sisik jumbai hijau. Kadar kemanisan mencapai 13-15 briks. Duri pada batang dan cang berjarak lebih rapat. Tanaman ini tergolong sangat rajin berbunga. Tingkat keberhasilan bunga menjadi buah sangat kecil yaitu 50% sehingga produktivitas buahnya tergolong rendah. Berat buahnya sekitar 400 gram. Lokasi penanaman yang ideal pada ketinggian rendah sampai sedang (Kristanto, 2003).
2.5.3. Khasiat Buah Naga Buah naga mempunyai khasiat untuk kesehatan yang diantaranya ialah sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker usus, pelindung kesehatan mulut, pencegah pendarahan, mengurangi kolesterol dan obat keputihan. Adanya khasiat – khasiat tersebut disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam buahnya yaitu:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Kandungan nutrisi buah naga Nutrisi Kadar gula Air
Kandungan 13-18 briks 90,20 %
Karbohidrat
11,5 gram
Asam
0,139 gram
Protein
0,53 gram
Serat
0,71 gram
Kalsium
134,5 gram
Fosfor
8,7 gram
Magnesium
60,4 gram
Vitamin C
9,4 gram (Kristanto, 2003).
2.6. Skrining Fitokimia Pada zaman modern, senyawa organik yang diisolasi dari kultur mikroorganisme, seperti halnya tanaman, telah banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit misalnya (antibiotik penisilin dan tetrasiklin). Senyawa – senyawa organik yang berasal dari sumber – sumber alami ini disebut metabolit sekunder (Herbert, 1989). Tanaman dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional apabila tanaman tersebut menganung senyawa kimia yang mempunyai aktifitas biologis (zat aktif). Senyawa aktif biologis tersebut merupakan metabolit sekunder yang meliputi alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin dan saponin. Kandungan senyawa metabolit
Universitas Sumatera Utara
sekunder dalam suatu tanaman dapat diketahui dengan suatu metode pendekatan yang dapat memberikan informasi adanya senyawa metabolit sekunder. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode skrining fitokimia (Setyowati et al. 2014). Uraian mengenai beberapa senyawa metabolit sekunder tersebut ialah a. Alkaloid Alkaloid adalah kelompok produk alami yang mengandung nitrogen dan terdapat pada tumbuhan meskipun juga ditemukan dibeberapa jamur (Hornback, 2006). Kebanyakan alkaloid bersifat basa, sifat tersebut tergantung pada adanya pasangan elektron pada nitrogen. Kebanyakan alkaloid tidak berwarna , tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies aromatik berwarna seperti berberin yang berwarna kuning dan betanin yang berwarna merah. b. Flavonoid Senyawa flavonoid adalah senyawa yang megandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Flavonoid juga memberikan kontribusi warna pada bunga dan buah - buahan di alam selain warna hijau. c. Terpenoid Kebanyakan senyawa terpenoid terdapat bebas dalam jaringan tanaman, tidak terikat dengan senyawa – senyawa lain, tetapi banyak yang terdapat sebagai glikosida, ester dari asam organik dan dalam beberapa hal terikat dengan protein. Komposisi senyawa terpenoid ialah C10, C15, C20, C30 dan sebagainya (Sastrohamidjojo, 1996).
Universitas Sumatera Utara
d. Steroid Steroid merupakan senyawa alifatis yang memiliki massa molekul yang tinggi dan molekulnya mempunyai karakteristik empat cincin yang disebut inti steroid (Holum, 2002). Steroid juga mempunyai empat cincin karbosiklik. Inti steroid ini menggandung 17 atom karbon. Modifikasi dari nukleus ini dalam senyawa steroid termasuk dalam penambahan sisi cincinnya seperti kelompok hidroksil, kelompok karbonil dan ikatan cincin ganda (Hein et al .1993).
2.7. Tahu Tahu berasal dari Cina. Metode pembuatan tahu pertama kali ditemukan oleh Liu An pada tahun 164 sebelum Masehi. Dia memperkenalkan tahu pada teman – temannya yang tidak menyantap daging, yaitu para pendeta. Pada masa itu kedelai adalah salah satu bahan makanan utama bagi orang kuil (pendeta). Oleh pendetalah tahu menyebar ke seuruh dunia sambil menyebarkan agama Budha.
Gambar 2.4. Tahu
Universitas Sumatera Utara
Tahu merupakan suatu produk yang terbuat dari hasil penggumpalan protein kedelai yang diendapkan dengan batu (CaSO4) atau dengan asam asetat (CH3COOH). Sehingga kandungan protein dalam tahu ditentukan oleh kandungan protein pada kedelai yang digunakan. Kedelai yang biasanya digunakan dalam membuat tahu adalah kedelai kuning atau kedelai hitam (Susanti, 2010). Dasar pembuatan tahu yakni dengan melarutkan protein seperti kedelai dengan menggunakan
air sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut,
diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap sampai terbentuk
gumpalan – gumpalan protein yang akan menjadi tahu
(Rohayati, 2015). Tahu merupakan makanan tradisional dengan kadar protein yang tinggi dan kadar air 70-85% yang menyebabkan tahu mudah mengalami pembusukan oleh bakteri pembusuk. Bakteri yang sering mengkontaminasi tahu adalah Bacillus, Streptococcus dan Coliform (Rahayu, 1992). Tahu kalau tidak diawetkan hanya bertahan selama dua hari jika disimpan dalam rendaman air yang bersih. Penggunaan formalin pada tahu bertujuan agar tahu dapat bertahan lebih lama dan tidak mudah mengalami pembusukan (Cahyadi, 2006).
Universitas Sumatera Utara