BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Fastfood dan Junkfood Sejalan dengan bertambahnya kesibukan untuk memenuhi kehidupan sehari-
hari berimbas pada penyediaan makanan yang dikenal dengan sebutan fastfood ‘makanan siap saji’. Terdapat makanan siap saji dipasaran seperti Mie Instan, KFC, McDonald, Hamburger, Pizza, Spagetty, hot dog dan lain-lain. Fastfood memiliki beberapa kelebihan antara lain penyajian cepat sehingga tidak menghabiskan waktu dan dapat dihidangkan kapan dan dimana saja; higienis, dianggap makanan bergengsi, makanan modern, makanan gaul. Akan tetapi komposisi fastfood kurang memenuhi standar makanan sehat, antara lain kandungan lemak jenuh yang berlebihan karena kandungan hewani lebih banyak dibanding nabati; kurang serat, kurang vitamin, dan terlalu banyak natrium. Selain fastfood, saat ini banyak jenis makanan yang dikemas dalam bentuk makanan ringan atau snack yang terbuat dari umbi-umbian, kentang, jagung dengan bumbu masak berupa keripik/chips. Anak-anak sangat menyukai jenis makanan ini sehingga terkadang anak-anak tidak selera makan makanan utama (nasi) yang disiapkan di rumah. Chips termasuk jenis makanan berkalori tinggi, tetapi kurang kandungan vitamin dan protein sehingga diberi sebutan junkfood ‘makanan sampah’. (Irianto, 2007)
Dampak Buruk Junkfood adalah makanan yang mengandung banyak lemak, gula, dan berkalori tinggi dengan kandungan nutrisi rendah serta sedikit serat. Gabungan semua itu sangat ‘mematikan’, karena jika dikonsumsi berlebihan akan menyebabkan penyakit degeneratif seperti diabetes, sakit jantung, stroke, darah tinggi, kanker usus, kanker payudara, bahkan penuaan dini. Tidak hanya penyakit tingkat tinggi tersebut,
Universitas Sumatera Utara
penyakit ringan seperti karies (gigi berlubang), batuk-batuk dan obesitas pun bias menyerang tubuh kita. (http:/www.kompas.com/kompas_cetak/0801/18/muda/4171835.htm
2.2
Mie instan Mie instan merupakan salah satu makanan favorit masyarakat Indonesia. Bisa
dipastikan hampir setiap orang telah mencicipi mie instan ataupun mempunyai persedian mie instan di rumah. Saat ini, Indonesia adalah produsen mie instan terbesar di dunia. Namun Korea Selatan mengkonsumsi mie instan terbanyak per kapita dengan rata-rata 69 bungkus per tahun, diikuti oleh Indonesia dengan 55 bungkus dan Jepang 42 bungkus. (http:/www.id.wikipedia.org/wiki/Mi_instan) Mie telah lama dikenal dan dikembangkan oleh masyarakat Cina dan Jepang sejak 5000-an tahun yang lalu. Berdasarkan jenisnya, mie digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu mie basah, mie kering dan mie instan. Mie instan memiliki rasa yang lezat serta proses penyajian yang mudah dan cepat membuat mie instan digemari dan berpotensi besar sebagai salah satu bahan makanan substitusi parsial bagi makanan pokok beras. (http:/Eepinside.com/2006).
2.2.1 Raw Material Mie Instan Bahan baku utama dalam pembuatan mie adalah tepung terigu. Bahan-bahan lainnya terdiri dari air dan garam-garam seperti NaCl, Natrium Karbonat, Kalium Karbonat dan Natrium Tripoliphosfat. (Winarno, 2002) Raw material atau bahan-bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan mie instan dibagi menjadi 3 bagian: a. Bahan Baku Utama (BBU) -
Tepung terigu
-
Tepung tapioka
-
Minyak Goreng Nabati
-
Air
-
Ingredient (garam-garam)
-
Antioksidan (TBHQ)
b. Bahan Baku Tambahan (BBT)
Universitas Sumatera Utara
-
Bumbu, cabe, kecap, chili sauce
-
Solid ingredient, bawang goreng
c. Pengemas (Winarno, 2002)
2.2.2 Fungsi Raw Material Mie Instan Fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam membuat mie instan (tidak termasuk bumbu) adalah: 1. Tepung Terigu sebagai bahan baku utama pembentuk struktur mie. Terigu yang baik untuk membuat mie adalah tepung terigu dengan kadar proteinnya 11-14 %. 2. Tepung Tapioka sebagai bahan pengganti terigu, sehingga bisa menurunkan biaya produksi karena harga tapioka lebih murah daripada terigu. 3. Air berfungsi untuk membentuk adonan jika dicampur dengan tepung. 4. Kansui (Campuran Natrium karbonat dan Kalium karbonat): Fungsinya untuk mempercepat mie cepat matang ketika dikukus. (http:/andysoeharsono.blogspot.com/2008_03_01_archive.html)
Natrium karbonat, kalium karbonat dan garam fosfat dikenal sebagai alkali, berperan dalam pembentukan gluten, meningkatkan elastisitas dan ekstensibilitas serta menghaluskan tekstur. Natrium tripoliposfat digunakan sebagai bahan pengikat air, agar air dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan adonan tidak cepat mengering dan mengeras. (Winarno, 2002) Bahan pengenyal seperti guargum, gum arab atau CMC (Carboxyl Methyl Cellulosa) berfungsi untuk membuat mie menjadi kenyal. Pewarna mie instan yang sering digunakan adalah Tartrazine (CI 19140). (http:andysoeharsono.blogspot.com2008_03_01_archive.html) Pembuatan mie instan meliputi tahap-tahap pencampuran, pengistirahatan, pembentukan lembaran dan pemotongan, pengukusan, pengeringan, penggorengan dan pengemasan. 1. Pencampuran adonan
Universitas Sumatera Utara
Tepung terigu dicampur dengan air melalui pengadukan dengan alat mixer bertujuan untuk menghidrasi tepung dengan air dan membuat campuran merata dengan baik sedanglan larutan alkali diperlukan dalam jumlah sedikit. 2. Pengistirahatan Adonan Sebelum adonan dibentuk menjadi lembaran, diperlukan waktu adonan untuk beristirahat sejenak. Tujuannya adalah untuk menyeragamkan distribusi air dan menggabungkan gluten. 3. Pembentukan Lembaran adonan Dalam proses pembentukan lembaran adonan, adonan dimasukkkan ke dalam press roller dengan tujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten yang tidak beraturan ditarik memanjang searah oleh tekanan antara dua roller stone. Ketebalan lembaran adonan dari 1,0 cm direntangkan sampai lembaran adonan yang sangat tipis 1,15 nm ± 3 nm yang siap untuk proses pengirisan memanjang (slitting). 4. Pengukusan ( Steaming) Mie mentah diangkut oleh konveyer secara perlahan-lahan melalui terowongan (tunnel) yang penuh dengan uap air. Mie tersebut berada dalam terowongan selama 80 - 90 detik dengan menggunakan uap dengan tekanan 2, 8 kg/cm gauge. Setelah keluar dari tunnel pengukus tersebut mie tampak kuning pucat dan bersifat setengah matang. 5. Pemotongan Setelah mi melewati pemasakan awal mie kemudian dipotong–potong dengan mesin cutter kemudian dilipat dua dengan mesin folding, Lipatan mie ini disesuaikan dengan mangkok penggorengan. 6. Penggorengan Proses penggorengan dilakukan secara kontinu dan uniform. Konveyer penggorengan terdiri dari mangkok-mangkok penggorengan yang memuat potongan mie tadi melewati fryer yang berisi minyak goreng panas. Suhu minyak dari ujung awal ke ujung akhir dibuat naik secara bertahap yaitu dari suhu 120 C dan berakhir pada suhu 160 C dalam waktu goreng ± 2 menit. (Winarno, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Melalui proses penggorengan tersebut, kadar air mie dalam mie instan hanya 2–4 % saja sehingga tidak memungkinkan mikroba pembusuk berkembang biak. Dengan alasan tersebut pada mie tidak perlu ditambah dengan bahan pengawet makanan. (http:/www.Eepinside.com/2006)
2.3
Bumbu Bahan penyedap ada yang berasal dari bahan alami seperti bumbu, herba dan
minyak esensial, ekstrak tanaman atau hewan, dan oleorisin. Namun, pada saat ini sudah dapat dibuat bahan penyedap sintesis yang merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai flavour penyedap alami contoh, aroma bawang putih dapat dihasilkan oleh dialil trisulfida. (Cahyadi, 2008) Setiap bungkus mie instan terdapat satu sachet bumbu dan beberapa bahanbahan pelengkap lainnya. Flavour yang terdapat dalam kantong bumbu mengandung MSG (Mono Sodium Glutamat), garam, gula, bahan-bahan penggurih sperti HVP (Hydrolized Vegetable Protein) dan yeast extract dan lain-lain. HVP merupakan jenis protein yang dihidrolisa dengan asam klorida atau enzim. Bahan penambah rasa atau flavour yang digunakan pada bumbu akan memberi rasa mie seperti ayam bawang, ayam panggang, kari ayam, soto ayam, baso, berbegu dan sebagainya. (http://www.republika.co.id/berita/23620/Mi_instan) Flavour yang terdapat dalam kantong bumbu juga mengandung zat pewarna makanan, untuk membuat kaldu atau kuah mie instan menggelitik selera makan konsumen. Zat pewarna yang digunakan adalah zat pewarna yang memiliki mutu food grade dan telah disetujui sebagai zat pewarna yang aman bagi manusia. (Winarno, 2002) Solid ingredient adalah bahan-bahan pelengkap berupa sosis, suwiran sayur, bawang goreng, cabe kering dan sebagainya. Kecap juga menggunakan flavour, MSG, bahan pengawet natrium benzoat, kaldu tulang untuk menambah kelezatannnya, sementara chili sauce emulsifier untuk menstabilkan campurannya. (http://www.republika.co.id/berita/23620/Mi_instan)
2.4
Bahan Tambahan Pangan
Universitas Sumatera Utara
Bahan tambahan pangan atau zat aditif bahan pangan didefiniskan sebagai suatu zat bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang pada umumnya dalam jumlah kecil untuk memperbaiki kenampakan, cita rasa, tekstur, atau sifat-sifat penyimpangannya. Zat yang ditambahkan terutama yang mempunyai nilai gizi, seperti vitamin dan mineral tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. (Desrosier, 1988) Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu
diwaspadai
bersama,
baik
oleh
produsen
maupun
oleh
konsumen.
Penyimpangan dalam pengggunaanya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Kita membutuhkan pangan yang aman dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan mampu bersaing pada pasar global. (Cahyadi, 2008). Kelompok Bahan Tambahan Pangan Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu: 1
Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
2
Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat dengan tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh residu pestisida, insektisida, fungisida, antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.
Regulasi Bahan Tambahan Pangan Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (Bahan Tambahan Kimia) oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor
Universitas Sumatera Utara
722/Menkes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai berikut: 1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticacking Agent) 3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) 4. Pemanis buatan (Artificial Sweetener) 5. Pemutih dan Pematang tepung (Flour Treatment Agent) 6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (Emulsifier, Stabilizer,Thickener) 7. Pengawet (Preservative) 8. Pengeras (Firming Agent) 9. Pewarna (Colour) 10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour; Flavour enhancer) 11. Sekuestran (Sequestrant)
Bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/1999 sebagai berikut: 1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyde) 3. Minyak nabati yang dibrominasi/brominated vegetable oil 4. Kloramfenikol (Chlorampenicol) 5. Kalium klorat (Potassium Chlorate) 6. Dietil pirokarbonat (Diethyl Pyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofurazon (Nitrofurazon) 8. P- phenetilkarbamida (P- phenethycarbamide, dulcin, 4- ethoxyphenyl uea) 9. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
Sedangkan
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan tambahan pangan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang, seperti Rhodamin B (pewarna merah), Methanyl Yellow (pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintesis) dan Potassium Bromat (pengeras). (Cahyadi, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.5
Bahan Pengawet Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus tepat, baik jenis dan dosisnya. (Cahyadi, 2008) Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan maupun yang tidak bersifat langsung atau kumulatif, misalnya bahan pengawet yang bersifat karsinogenik. (Cahyadi, 2008). Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yanmg diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut adalah: asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitri, natrium propionat, natrium sulfit, nisin, propil -p- hidroksi benzoat. Penggunaan bahan pengawet tersebut harus mengikuti dosis yang ditetapkan. (Widjajarta, 2006)
2.5.1 Natrium Benzoat Pengawet yang banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan barbagai bahan makanan adalah benzoat, yang biasanya terdapat dalam bentuk natrium benzoat atau kalium benzoat karena lebih mudah larut. Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus
sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-
lain.(Cahyadi, 2008) Garam atau ester dari asam benzoat secara komersial dibuat dengan sintesis kimia. Bentuk aslinya asam benzoat terjadi secara alami dalam bahan gum benzoin. Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat dan juga dapat larut dalam alkohol.
Universitas Sumatera Utara
Dalam bahan pangan garam benzaot terurai menjadi lebih efektif dalam bentuk asam benzoat yang tak terdisosiasi. Memiliki fungsi sebagai anti mikroba yang optimum pada pH 2,5 – 4,0 untuk menghambat pertumbuhan kapang dan kamir. (http:/www.yongkikastanyaluthana.wordpress.com/category/natrium_ benzoat/2008)
Tabel 2.1 Pengaruh pH pada disosiasi Asam Benzoat pH
Asam yang tidak terdisosiasi (%)
3
93.5
4
59.3
5
12.8
6
1.44
7
0.144
pKa
4.19
(Cahyadi, 2008)
Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setelah didinginkan; asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi (III) klorida akan membentuk endapan besi (III) benzoat basa berwarna jingga kekuningan dari larutan-larutan netral. 3C6H5COO- + 2Fe3+ + 3H2 O
(C6H5COO)3Fe.Fe(OH)3 ↓ + 3H+
……..(1)
(Vogel, 1985)
Selain berfungsi sebagai bahan pengawet, asam benzoat juga berperan sebagai antioksidan karena pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzen tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksil atau gugus amina. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap proses oksidasi, dengan penambahan antioksidan maka energi persenyawaan aktif ditampung oleh antioksidan sehingga reaksi oksidasi berhenti.
Universitas Sumatera Utara
COOH
Gambar 2.1Struktur asam benzoat Antioksidan yang sering digunakan pada bahan pangan umumnya berasal dari alam (natural antioxidant), misalnya asam sitrat, askorbat dan tartarat, karoteine, lesitin, asam maleat dan gugus guaiae. Penambahan antioksidan buatan dalam bahan pangan harus lebih hati-hati, karena banyak diantaranya yang menyebabkan keracunan pada dosis tertentu, dosis yang diizinkan dalam bahan pangan adalah 0,01-0,1%. (Ketaren, 1986)
2.5.2 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut: 1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen. 2. Memperpanjang umur simpan pangan 3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan. 4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah. 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan. 6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2008)
2.6
Efek Beberapa Bahan Pengawet Efek beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan:
a. Asam Benzoat dan Garamnya (Ca, K dan Na)
Universitas Sumatera Utara
Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis enzim syntese dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase. Asam hipurat yang disimpan dalam hati disekresikan melalui urin. Jadi, di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidak diekskresikan sebagai asam hipurat dihilangkan toksitasnya berkonyugasi dengan asam glukoronat dan diekskresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangan sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung. b. Asam Sorbat dan Garamnya Asam sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti asam lemak bebas, dan tidak bereaksi sebagai antimetabolit. Kondisi yang ekstrim (suhu dan konsentrat asam sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk mutagen yang tidak terdeteksi di bawah kondisi normal penggunaan. Asam sorbat kemungkinan memberikan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai pada kulit, sedangkan untuk garamnya belum diketahui efeknya terhadap tubuh.
c. Asam Propionat dan Garamnya Asam propionat dalam tubuh dimetabolisme menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam lemak menjadi CO2 dan H2O. Natrium propionat dengan migrain sedangkan untuk kalsium propionat tidak diketahui efek terhadap kesehatan.
d. Ester dari asam benzoat (paraben) Ester asam benzoat (metil-p-hidroksi benzoat dan propil-p-hidroksi benzoat) memberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik. Metil-p-hidroksi benzoat dan garam natriumnya, memberikan efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit. Sedangkan propil-p-hidroksi benzoat dan garamnya, terutama pada orang penderita asma, urticaria, dan yang sensitif terhadap aspirin akan memberikan reaksi alergi pada kulit dan mulut. c. Nisin Pada tahun 1969, para ahli dari FAO/WHO dapat menerima Nisin sebagai bahan tambahan pangan, namun perlu juga diperhatikan timbulnya neprotoksik akhirakhir ini. (Cahyadi, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.7
Gizi Mie Instan Mie instan belum dianggap sebagai makanan penuh karena belum mencukupi
kebutuhan gizi yang seimbang bagi tubuh. Mie yang terbuat dari terigu mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, tetapi kandungan protein, vitamin dan mineralnya hanya sedikit. Pemenuhan kebutuhan gizi mi instan dapat diperoleh jika ada penambahan sayuran dan sumber protein. Jenis sayuran yang dapat ditambahkan adalah wortel, sawi, tomat, kol dan tauge, sedangan sumber proteinnya dapat berupa telur, daging, ikan dan tempe atau tahu. Satu takaran saji mi instan dengan bobot 80 gram dapat menghasilkan energi sebesar 400 kkal, yaitu sekitar 20 % dari total kebutuhan energi harian (2.000 kal). (http:/www.hendryiram.com/2007/07/20/efek-mi-instan-bagi-kesehatan)
2.8
Efek Mie Instan bagi Kesehatan Kelemahan konsumsi mie instan adalah kandungan natriumnya yang tinggi.
Natrium pada mie instan berasal dari garam NaCl dan bahan pengembangnya. Bahan pengembang yang umum digunakan adalah natrium tripolifosfat 1 % dari bobot total mie instan per takaran saji. (http:/www.hendryiram.com/2007/07/20/efek-mi-instanbagi-kesehatan) Natrium memiliki efek yang kurang menguntungkan bagi penderita maag dan hipertensi. Bagi penderita maag kandungan natrium yang tinggi akan menetralkan lambung, sehingga lambung akan mensekresi asam yang lebih banyak untuk mencerna makanan. Keadaan asam lambung yang tinggi akan berakibat pada pengikisan dinding lambung dan menyebabkan rasa perih. Sedangkan penderita hipertensi, natrium akan meningkatkan tekanan darah karena ketidakseimbangan antara natrium dan kalium dalam darah dan jaringan. (http:/www.hendryiram.com/2007/07/20/efek-mi-instan-bagi-kesehatan) Menurut seorang ahli gizi klinik, Juniarti Alidjaja, orang yang kebanyakan makan mie instan tanpa diimbangi makanan berserat berpotensi mengalami gangguan kesehatan. Hal ini karena mi mengandung karbohidrat sederhana, lemak dan kadar natrium tinggi misalnya obesitas, kenaikan kadar gula darah. (http:/www.hendryiram.com/2007/07/20/efek-mi-instan-bagi-kesehatan/
Universitas Sumatera Utara
Bumbu penyedap mengandung monosodium glutamat (MSG), zat ini diteliti berbahaya jika dikonsumsi berlebihan dan menyebabkan penyakit Chinese Food Syndrome. Karena kebanyakan makanan dari Cina selalu mengandung MSG dengan kadar tinggi. Gejala dan penyakit yang ditimbulkan mulai dari sering pusing yang hilang timbul, halusinasi, ketagihan, dizziness (telinga berdenging hingga vertigo), laziness, penyakit ginjal, jantung hingga berakhir kematian. (http:/www.id.answer.yahoo.com/question/index?qid=20080925215950Aahrczt)
2.9
Pola Makan Sehat Penataan makanan yang baik merupakan bagian dari gaya dan perilaku hidup
sehat untuk memperoleh derajat sehat dan bugar, yang perlu dikondisikan pada semua lapisan masyarakat sehingga akan diperoleh bangsa yang sehat dan negara yang kuat. (Irianto, 2007) Asupan gizi yang baik tidak akan terpenuhi tanpa makanan yang sehat, yaitu makanan yang mengandung semua zat-zat gizi dan zat-zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat gizi tersebut adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Buah dan sayuran sangat bermanfaat dan berkhasiat bagi kesehatan yang mengandung gizi berupa vitamin dan mineral sebagai komponen utama zat-zat non gizi seperti serat makanan, enzim dan fitonutrien.( Wirakusumah, 2007)
2.10
Teknik Pemisahan dalam Analisis Apabila pada suatu analisis ada dugaan bahwa komponen matriks akan
mengganggu penentuan dengan prosedur analisis yang telah dipilih, diperlukan pemisahan analit dari matriksnya dengan salah satu teknik pemisahan yang paling sesuai. Hasil pemisahan dapat berupa senyawa analit yang sudah murni, tetapi bisa juga masih bercampur dengan komponen-komponen pengotor akan tetapi dengan konsentrasi yang rendah dan dapat dianalisis langsung atau mungkin masih memerlukan pemurnian lebih lanjut. Untuk memisahkan analit dari komponen matriks yang mengganggu dapat diterapkan ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair, teknik destilasi, dan kromatografi.
Universitas Sumatera Utara
(Kokasih et al, 2004)
Teknik Ekstraksi cair-cair Ekstraksi cair-cair digunakan untuk senyawa yang larut dalam air dan komponen matriks larut atau tidak larut air. Ekstraksi senyawa dari larutan air dilakukan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus mempertimbangkan kemudahan menguapkan pelarut, polaritas pelarut, polaritas analit, serta kondisi termodinamika yang mempengaruhi sifat kimia analit. Teknik ekstraksi ini berjalan dengan baik jika koefisien distribusi (Kd) senyawa diantara pelarut organik dan air cukup besar. Koefisien distribusi adalah tetapan kesetimbangan yang menunjukkan distribusi suatu zat terlarut diantara dua fase pelarut yang tidak bercampur. Jika larutan zat dalam air dikocok dengan pelarut organik akan tercapai kesetimbangan antara zat yang terlarut dalam fase air dan zat terlarut dalam fase organik. zat (air) ↔
zat(organik)
Rasio aktivitas zat dalam kedua fase itu konstan dan tidak tergantung kepada kuantitas zat pada temperatur apapun. Tetapan kesetimbangan adalah.
[zat (organik)] Kd =
……………(1) [zat (air)]
Nilai tetapan kesetimbangan Kd, biasanya disebut koefisien distribusi yang besarnya lebih kurang sama dengan rasio kelarutan zat dalam pelarut/kelarutan zat dalam air, kecuali dalam keadaan agregasi berbeda dalam kedua pelarut itu. (Kokasih et al, 2004) Akan tetapi hukum ini dalam bentuknya yang sederhana, tidak berlaku bila spesi yang didistribusikan itu mengalami disosiasi atau asosiasi pada salah satu fase. Oleh karena itu penerapan praktis ekstraksi pelarut ini harus memperhatikan fraksi zat terlarut total dalam fase yang satu atau yang lainnya.(Basset et al, 1994)
Universitas Sumatera Utara
Misalkan asam lemah HA yang diekstraksi antara dua pelarut yang tidak bercampur antara eter dan air.
D = C org/C air
…………….(2)
Dimana: D
= Rasio Distribusi (angka banding distribusi)
C org = konsentrasi analitik molar HA dalam fase eter C air = konsentrasi analitik molar HA dalam fase air
Konsentrasi analitik HA dalam air adalah jumlah konsentrasi kesetimbangan asam lemah dan basa konyugasinya. C air = [HA (air) + A- (air)]
……………(3)
Sebaliknya, dalam pelarut eter tidak ada disosiasi HA sehingga konsentrasi analitik dan konsentrasi kesetimbangan HA sama:
C org = [HA (org)]
……………(4)
Jika kedua persamaan tersebut dipakai untuk menghitung D, diperoleh D = [HA (org)]/ [HA (air) + A- (air)]
……………(5)
Kesempurnaan Multiekstraksi Jika Va mL air yang mengandung ao mmol HA diekstraksi dengan Vo mL dietil eter, pada waktu mencapai kesetimbangan, a1 mmol HA tertinggal dalam fase air dan (a1-ao) mmol HA telah berpindah ke fase organik. Konsentrasi HA dalam air (Ca) dan dalan pelarut organik, (Co) adalah: Ca = a1/Va
………………(6)
Co = (a1-ao)/ Vo
...……………(7)
Substitusi nilai tersebut ke dalam persamaan D = Co/Ca didapat:
Universitas Sumatera Utara
D = [(a1-ao)/ Vo]/(a1/Va)
………………(8)
Setelah satu kali ekstraksi, mmol HA yang tertinggal dalam fase air adalah: a1 = ao [Va/(Vo D + Va)]
………………(9)
setelah 2 kali ekstraksi dengan volume pelarut organik yang sama, mmol HA yang masih tertinggal dalam fase air adalah: a2 = ao [Va/(Vo D + Va)]
……………..(10)
jila persamaan a2 diperbanyak dengan persamaan a1 , nilai a1 dapat dihilangkan dan diperoleh: a2 = ao [Va/(Vo D + Va)]2
…………....(11)
setelah n kali ekstraksi, mmol HA yang tertinggal dalam fase air adalah: an = ao [Va/(Vo D + Va)]n
…………….(12)
sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstraksi yang efisien diperoleh dengan volume kecil pelarut organik, dibandingkan dengan satu volume pelarut organik yang besar. (Kokasih et al, 2004) Tahap selanjutnya adalah pembebasan zat terlarut yang telah diekstraksi dari fase organik yang disiapkan untuk analisis lebih lanjut. Zat-zat pengotor yang mungkin terdistribusi bersama dengan analit pada fase organik dapat dihilangkan dengan bilas-balk (back-washing). Ekstrak organik tersebut bila dikocok dengan satu atau lebih porsi air yang baru, yang mengandung konsentrasi reagensia optimal dan pH yang tepat akan menimbulkan distribusi ulang zat pengotor terhadap fase air karena rasio distribusi zat-zat pengotor itu memang rendah, sedangkan analit akan tetap tinggal dalam lapisan organik. Setelah suatu unsur atau zat tertentu dipisahkan dengan cara ekstraksi pelarut, langkah terakhir melibatkan penetapan secara kuantitatif unsur atau zat yang diinginkan. Metode Spektrofotometri, dapat diterapkan langsung pada ekstraksi pelarut pada daerah ultraviolet atau cahaya tampak. ( Basset et al, 1994)
Universitas Sumatera Utara
2.11
Spekstroskopi Serapan Ultraviolet dan Sinar Tampak Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet-sinar tampak adalah dalam analisis
kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak penggunaannya cukup luas. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorbsi pada panjang gelombang maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorbsi tertinggi untuk setiap konsentrasi. (Kokasih et al, 2004) Apabila dalam alur radiasi spektrofotometri terdapat senyawa yang mengabsorbsi radiasi, akan terjadi pengurangan intensitas radiasi yang mencapai detektor. Gambar di bawah memperlihatkan intensitas sinar sebelum (Po) dan sesudah (P) melewati larutan yang mempunyai ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap sinar C, sebagai akibat interaksi antara cahaya dan partikel-partikel penyerap (pengabsorbsi) yaitu berkurangnya kekuatan sinar dari Po ke P. Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Jadi, P T=
…………….(13) Po b
Po
P
Gambar 2.2 Berkas Sinar Melewati Medium
Dimana : T = Transmitansi P = Intensitas sinar setelah melewati medium/larutan Po = Intensitas sinar sebelum melewati medium/larutan b = Tebal medium
Universitas Sumatera Utara
Transmitansi T sering dinyatakan sebagai persentase (%T). Absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan sebagai persamaan: P A = - Log T = Log
……………(14) Po
Berbeda dengan transmitansi, Absorbansi larutan bertambah dengan berkurangnya % Transmitansi. Bila ketebalan benda atau konsentrasi materi yang dilewati cahaya bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap. Jadi absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan b dan konsentrasi c,
A = a.b.c
……………15)
Dimana a adalah konstanta Absortivitas. Bila konsentrasi dinyatakan dalam mol/liter dan panjang sel dalam cm, maka absortivitas disebut absortivitas molar (molar Absorptivity) dan diberi simbol є. A= є .b.c
..………….(16)
Dimana є mempunyai satuan L cm-1 mol- (Mulja, 1994) Spektroskopi Ultraviolet Penyerapan sinar tampak dan ultraviolet oleh suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ke energi tingkat tinggi (excited state). Proses ini meliputi dua tahap:
Tahap 1:
M + hv
Tahap 2:
M*
M* M + heat
.. ………...(17)
Umur molekul yang tereksitasi M* ini sangat pendek (10-8 – 10-9 detik) dan molekul kembali ke tingkat dasar lagi M. Proses ini disebut reaksi fotokimia. Pengabsorbsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding; akibatnya panjang gelombang absorbsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam molekul tersebut. Oleh karena itu, spektroskopi serapan molekul berharga untuk
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Akan tetapi, yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa yang mengandung gugus-gugus pengabsorbsi. Instrumen Spektroskopi UV, berkas cahaya yang diserap bukan cahaya tampak tapi cahaya ultraviolet dengan cara ini larutan tak berwarna dapat diukur. Pada Spektroskopi Ultraviolet energi cahaya yang terserap digunakan untuk transisi elektron. Karena energi cahaya UV lebih besar dari energi sinar tampak sehingga energi uv dapat menyebabkan transisi elektron σ atau π. (Mulja, 1995) Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi ∆E = hv =
hc …………..(18)
λ
dimana ∆E = energi yang diabsorpsi (erg) h = tetapan Planck, 6.6 x 10-27 erg det-1 v = frekuensi, dalam Hz c = kecepatan cahaya, 3 x 108 m/det λ = panjang gelombang, dalam cm panjang gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. (Fessenden & Fessenden, 1986) Transisi Elektron Keadan dasar suatu molekul organik mengandung elektron-elektron valensi dalam 3 tipe utama orbital molekul. Orbital sigma (σ); orbital pi (π); dan orbital elektron bebas (n). H : CH3 σ
CH2 : : CH2 π
.. CH3 O H ..
n
Universitas Sumatera Utara
Baik orbital σ maupun π dibentuk dari tumpang - tindih dua orbital atom atau hibrid. Transisi elektron mencakup promosi suatu elektron dan salah satu dari tiga keadaan dasar (σ, π dan n) ke salah satu dari dua keadaan eksitasi (σ* atau π). (Fessenden & Fessenden, 1994)
Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis Secara garis besar dapat diuraikan proses yang terjadi selama pengukuran dengan spektrofotometer sebagai berikut: read-out out-slit phototube l
ree
light slit lens wave lenght sample source mirror selector compartment 1
2
3
4
5
6
lens
7
circuitry
8
Gambar 2.3 Skema Spektrofotometer Berkas Sinar Tunggal Sumber cahaya (1) Sumber energi radiasi yang dipakai di dalam spektrofotometer uv-vis bervariasi sesuai dengan spektrum yang digunakan. Pada daerah ultraviolet sumber sinar yang digunakan adalh lampu Deutrium (D2), pada daerah visible digunakan lampu Tungsten (WI) sedangkan pada Inframerah digunakan Globar atau Glower Nerst. Intensitas sinar yang dipancarkan oleh masing-masing lampu merupakan fungsi dari potensial/ tegangan yang digunakan terhadap lampu. Oleh karena itu potensial harus dikontrol sedemikian agar diperoleh hasil yang reproduksibel.
System Optik Sistem Optik terdiri dari celah (2), lensa (3), cermin, sel kuvet dan selector panjang gelombang (4). Celah masuk digunakan untyuk mengendalikan jumlah sinar yang masuk ke dalam photometer. Celah keluar berfungsi untuk membantu pengaturan lebar pita daripada cahaya yang memasuki detektor. Lensa digunakan untuk memfokuskan sinar, dan cermin untuk memperbesar panjang jalur optik di
Universitas Sumatera Utara
dalam peralatan spektrofotometer. Kuvet haruss benar-benar bersih dan transparan jangan sampai merefleksikan atau mendifraksikan sinar yang jatuh terhadap sel. Selektor panjang gelombang digunakan untuk menghasilkan sinar yang monokromatis. Monokromator yang digunakan dalam spektrofotometer terdiri dari dua jenis yaitu: Prisma dan Diffraction Grating. Kebanyakan prisma yang digunakan berbentuk segitiga dan dapat memisahkan sinar polikromatis menjadi beberapa berkas sinar dengan panjang gelombang tertentu. Bila sinar berbenturan dengan grating difraksi maka sinar diuraikan atas panjang gelombang yang ada di dalam jalur sinar maka sinar dengan panjang gelombang tertentu dapat difokuskan melewati sampel (5) dan celah keluar (6). Detektor (8) Detektor yang biasanya digunakan pada spektrofotometer uv-vis ada dua jenis yaitu: -
vakum tube-photocells
-
Barrier–layercells
Tabung sinar vakum terdiri dari sebuah katoda berbentuk silinder dan sebuah kawat anoda yang disegel di dalam sebuah tabung gelas vakum. Permukaan katoda dilapisi dengan logam yang dapat memancarkasn elektron jika bertumbukan dengan sinar. Anoda dipertahankan pada potensial yang positif dengan bantuan sebuah sirkuit eksternal sehingga elektron yang dipancarkan oleh katoda bergerak ke anoda dan menghasilkan suatu aliran elektron atau arus listrik di dalam sirkuit. Arus ini dikuatkan dengan bantuan sebuah amplifier dan diteruskan ke dalam sebuah peralatan pencatat/rekorder (dilengkapi dengan skala Absorbansi dan Transmitansi). (Kenner et al, 1979)
Universitas Sumatera Utara