BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Teknologi informasi berkembang cukup pesat dewasa ini. PT. Ericsson Indonesia sebagai vendor untuk provider telekomunikasi GSM yang merupakan pemain utama bisnis telekomunikasi di Indonesia untuk menerapkan jaringan HSPA/3G/GSM dengan infrastruktur telekomunikasi pada operator-operator telekomunikasi dan IT yang cocok diterapkan. Khususnya aplikasi IT yang cukup banyak berperan dalam operasional sehari-hari yang digunakan oleh Customer Care menuntut agar aplikasi dapat berjalan dengan sempurna.
2.1. Audit Sistem Informasi Peningkatan kinerja aplikasi mencakup keamanan, modul, perubahan audit dan alur kerja sistem baru perlu dilakukan oleh suatu perusahaan yang bergerak dibidang teknologi informasi(Borthick & Bowen, 2008). Dinyatakan pula bahwa kombinasi teknologi dengan jaringan telah terbukti selama tujuh tahun terakhir menggerakkan produksi sistem di beberapa organisasi. Reyes (2001) menyatakan bahwa pentingnya untuk mengontrol aplikasi yang ada terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan pada sistem terkait dengan mekanisme kontrol dari proses audit internal. Secara umum hasil audit dari internal proses ketika diterapkan dengan baik akan menghasilkan sistem yang bekerja dengan baik model-model yang sesuai untuk diterapkan ( Reyes, 2001). 5
6
Borthick
& Bowen (2008) berpendapat perlunya simulasi terhadap
pengembangan sistem dan aplikasi untuk merespon perkembangan teknologi yang terus berubah. Simulasi juga membantu meningkatkan kemampuan seseorang untuk melakukan desain teknis terkait dengan hasil dari audit, prosedur-prosedur penyelesaian masalah terkait dengan cara-cara melakukan troubleshoot terhadap sistem yang sedang berjalan dan juga melakukan testing terhadap sistem yang akan dikembangkan Hoffman (2008) menyatakan padatnya lalu lintas data di jaringan telekomunikasi yang dapat membuat sistem overload karena beban di setiap titik node melebihi kapasitas seharusnya sehingga sistem bekerja tidak optimal, untuk itu diperlukan sebuah sistem yang mampu bekerja secara load-balance dengan membagi bagi trafik ke beberapa node sejenis lain sehingga lalu lintas data dan voice jadi lebih mudah dan optimal.
2.2. ITIL (Information Technology Infrastructure Library) Model ITIL telah diterima secara luas oleh industri yang telah menggunakan ITIL dan mengadopsinya untuk proses implementasi yang mendorong pengembangan operasional yang sangat baik untuk mendukung layanan sistem informasi dan proses pelayanan. Mohamed et al (2008), dalam penelitiannya mengungkapkan adanya indikasi yang kuat terhadap implementasi ITIL dengan mengikuti pendekatan sistem pemikiran yang terstruktur dapat menambah dan mempertahankan keberlanjutan keuntungan yang kompetitif yang dapat dicapai dengan penggunaan manajemen pengetahuan, meningkatkan kompetensi dari sumber daya manusia,
7
dan melakukan pendekatan yang lebih baik terhadap konsumen (customer). Pentingnya menerapkan framework ITIL pada suatu proyek sistem informasi dalam artian lebih efektif dalam melakukan pengembangan suatu sistem dan penyampaian pelayanan ke konsumen di lingkup organisasi teknologi informasi pada perusahaan (Cervone, 2008).
Pederson (2010) dalam studinya memaparkan beberapa faktor penentu kesuksesan terkait dengan implementasi menggunakan proses ITIL dan dibandingkan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menghasilkan beberapa area penting yang perlu mendapat perhatian ketika melakukan implementasi proyek dengan menggunakan framework ITIL. Karakteristik utama dari ITIL dapat dilihat sebagai berikut : 1. Business Orientation. 2. Fokus dari pemakai 3. High level (“helicopter view”) 4. Menyediakan bahasa yang biasa digunakan untuk proses layanan manajemen TI 5. Struktur organisasi, desain arsitektur , dan teknologi yang berdiri sendiri. Berikut dibawah ini komponen utama dari proses ITIL :
8
Gambar 2.1 ITIL Process Overiew Pederson (2010) dalam penelitiannya mengutip komponen utama dari proses ITIL bisa dijelaskan sebagai berikut : 1.
Service Delivery – Tactical Level Æ
Service Level Management
Manajemen yang melakukan negosiasi terkait persetujuan layanan pertahap ( service level agreement) dan memastikan hal ini telah disepakati bersama. Æ
Financial Management
Manajemen yang mengatur budget, perhitungan keuangan dan biaya bagi penyedia jasa layanan Æ
Capacity Management
Manajemen yang mengatur kapasitas layanan yang diberikan dan infrastruktur yang dikirim sesuai dengan yang telah disepakati dalam waktu dan biaya yang efisien.
9
Æ
IT Service Continuity Management (ITSCM) Manajemen yang mengatur resiko yang bisa terjadi pada layanan IT yang diberikan.
Æ
Availability Management Manajemen yang menentukan, menganalisa, mengukur, dan meningkatkan seluruh aspek ketersediaan layanan.
2.
Service Support – Operational Level Æ
Service Desk Orang pertama yang berhubungan langsung terhadap penyedia jasa layanan dan pengguna layanan
Æ
Incident management Manajemen yang mengelola setiap kejadian berulang atau sering terjadi.
Æ
Problem management Manajemen yang mengelola setiap masalah berulang yang sering terjadi.
Æ
Change management Manajemen yang mengatur setiap perubahan konfigurasi pada aplikasi atau sistem terkait dengan kebutuhan pelanggan.
Æ
Release management Suatu kumpulan perangkat keras, perangkat lunak, dokumentasi, proses, atau komponen-kompenen lain yang dibutuhkan untuk
10
mengimplementasi perubahan yang telah disetujui terkait layanan IT. Æ
Configuration management Manajemen yang bertanggung jawab terhadap menjaga informasi tentang konfigurasi dari item yang dibutuhkan untuk mengirim layanan IT termasuk hubungan kerja sesama sumber daya manusianya.
Cervone (2008) menggambarkan metodology ITIL versi 3 menjadi 5 cakupan area seperti berikut dibawah ini:
Gambar 2.2 Metodology ITIL versi 3
11
1. Service Strategy, menggali isu-isu yang berkaitan dengan manajemen teknologi informasi sebagai bagian integral dari organisasi. Fokus dalam ITIL adalah mendefinisikan proses-proses layanan, dan metode yang paling efektif untuk mempromosikan keberhasilan organsisasi secara keseluruhan. Æ
Value to Customer, memberikan nilai lebih ke pelanggan dengan memperhatikan utility yang dibutuhkan, kebutuhan fungsional, dan fitur-fitur tambahan.
Æ
Menentukan Pasar
Æ
Menetapkan Service Portfolio sesuai kesepakatan yang terjadi.
Æ
Menentukan proses dengan mempertimbangkan hal berikut : Service Porfolio Management, Demand Management, dan Financial Management.
Nilai bisnis yang ditawarkan: Æ
Menawarkan dan menambah nilai lebih (add value) ke service provider dan customer
Æ
Memastikan investasi layanan TI sepenuhnya telah dipertimbangkan dan telah menentukan ROI dan TCO.
Æ
Menghemat biaya dengan memaksimalkan penggunaan sumber daya terbatas dan hanya menyediakan jasa yang menciptakan nilai.
2. Service Design, berfokus pada identifikasi dan pengembangan layanan dengan biaya yang efektif, bekerja sesuai rancangan sejalan dengan promosi dari tujuan organisasi Proses:
12
Æ
Service Catalog Management
Æ
Availability Management
Æ
Capacity Management
Æ
IT Service Continuity Management
Æ
Information Security Management
Æ
Supplier Management
Tujuan: Æ
Desain layanan baru/berubah selaras dengan tujuan bisnis
Æ
Menghargai rentang waktu pekerjaan, biaya, mengidentifikasi, dan mengelola resiko
Æ
Desain
metrics,
perencanaan
dokumen,
kebijakan-kebijakan,
arsitektur, dan pelatihan kepada staf. Æ
Menempatkan 4’P’ (people, process, product, partner) dengan benar seperti langkah seperti berikut: 1. Identification of requirements
2. Service portfolio Design
3. Technology and architectural Design
4. Process
5. Measurement and metrics Design
Design
Nilai bisnis: Æ
Memastikan biaya proses desain yang efektif (terdokumentasi)
Æ
Memastikan metric dan mempertimbangkan pengukuran
Æ
Mempertimbangkan kapasitas dan kebutuhan akan ketersediaan yang fleksibel untuk merespon perubahan dengan cepat.
3. Service Transition, menjelaskan sebuah langkah baru dalam manajemen perubahan yang mengakui perubahan itu jauh lebih rumit dibandingkan metodologi lama yang telah dikenal. Best practice nya adalah melakukan
13
pengujian dan menyeimbangkan tujuan untuk mengurangi resiko, menjamin kualitas, mempromosikan dan cepat tanggap. Proses : Æ
Perubahan manajemen yang terkait dengan perubahan layanan dan permintaan akan perubahan itu sendiri (Service Changes, request for changes)
Æ
Layanan aset dan perubahan konfigurasi seperti berikut :
Æ
Release and deployment management
Æ
Manajemen pengetahuan
Æ
Transisi perencanaan dan dukungan
Æ
Layanan validasi dan pengujian
Æ
Evaluasi
Tujuan: -
Melakukan perubahan disaat yang tepat waktu, sesuai budget, dan pada tingkat kualitas yang diharapkan.
-
Layanan manajemen pengetahuan yang meliputi CMS dan CMDB: •
Configuration management Database (CMDB), merupakan implementasi
manajemen
basis
data
(CMDB)
yang
mengandung ditel dari elemen organisasi yang digunakan untuk provisioning dan manajemen layanan TI. Ini lebih dari sekedar aset yang terdaftar, dimana mengandung informasi yang terkait dengan pemeliharaan, perpindahan, dan masalah dengan item-item konfigurasi.
14
•
Configuration management system (CMS), secara esensial mengandung 4 hal berikut ini : -
Identification,
merupakan
identifikasi
dari
seluruh
komponen TI, dan didalamnya terkait dengan CMDB. -
Control, manajemen dari setiap konfigurasi item-item di dalam CMDB, dan pemeliharaan terhadap informasi ini.
-
Status, dalam task ini merekam seluruh status dari setiap item konfigurasi di dalam CMDB, dan pemeliharaan terhadap informasi.
-
Verification, meliputi review dan audit untuk memastikan informasi yang terdapat dalam CMDB akurat.
-
Meminimalisir impact pada sistem live / production dan dukungan layanan.
-
Meningkatkan kepuasan pelanggan dan meyakinkan layanan sudah sesuai dengan tujuan dan penggunaannya.
Nilai bisnis yang didapat: -
Meningkatkan availability untuk menangani tingginya tingkat perubahan
-
Memastikan penggunaan layanan maksimal untuk operasi bisnis.
-
Meningkatkan tingkat keberhasilan perubahan dan produktifitas.
-
Mengurangi variasi dari penggunaan sumber daya yang sesuai dengan yang dianggarkan.
15
4. Service Operation, fokus pada detail support and delivery services Process Æ
Event management
Æ
Incident management
Æ
Problem management
Æ
Access management
Æ
Request fulfillment
Functions: Æ
Service desk
Æ
Technical management
Æ
IT operation management
Æ
application management.
Tujuan: Æ
Melakukan tindakan untuk men-deliver service sesuai dengan kesepekatan (Service level agreement)
Æ
Mengendalikan manajemen operasional sehari-hari (day to day operation)
Æ
Memantau kinerja, mengumpulkan, menilai metric dan kevalidan data
Nilai bisnis:
Æ
Mengontrol dan mengelola the live service of operation
Æ
Memenuhi kebutuhan bisnis
16
5. Continual Service Improvement, menjelaskan bagaimana meningkatkan layanan yang berkelanjutan dan melakukan pengukuran terkait dengan kualitas serta biaya layanan. Tujuan utamanya : Æ
Menyelaraskan
dan
menyusun
kembali
layanan
TI
untuk
mencocokan dengan kebutuhan bisnis dan meningkatkan perbaikan layanan TI. Æ
Mencari peluang perbaikan di seluruh layanan yang memiliki umur tertentu.
Æ
Memastikan
proses
ITSM
diimplementasikan,
dikelola,
dan
didukung dengan menggunakan tujuan yang jelas dan terukur. Æ
Membuat biaya layanan menjadi lebih efektif
Æ
Meningkatkan level kepuasan pelanggan
7 langkah untuk meningkatkan kinerja proses: Æ
Menentukan apa yang harus diukur
Æ
Menentukan apa yang dapat diukur
Æ
Mengumpulkan data, siapa yang melakukan, bagaimana cara pengumpulan data dan kapan data dikumpulkan.
Æ
Memproses data, frekuensi, format, sistem dan akurasi.
Æ
Menganalisis data, hubungan serta tindakan apa yang harus dilakukan.
Æ
Penyesuaian penggunaan informasi
Æ
Implementasi tindakan
17
Berikut dibawah ini adalah gambaran proses ITIL versi 3 secara keselurahan proses :
Gambar 2.3 ITIL Process Overview Alfaraj (2010) menyarankan bahwa pelaksanaan standar ITIL termasuk bisa digunakan untuk mengidentifikasi tugas-tugas tertentu dan proses yang hilang, namun penggunaan studi organisasi akan diperlukan untuk menentukan bagaimana organisasi itu sendiri memencahkan masalah yang ada.
2.3. Intelligent Networks Intelligent Networks merupakan konsep yang digunakan dalam jaringan telekomunikasi yang sampai sekarang masih terus dikembangkan di seluruh belahan dunia untuk mendukung operator jaringan bergerak telekomunikasi dalam
18
memberikan layanan yang cepat dan efisien kepada pelanggan prabayar mereka (M2 Presswire pp. 1-1 , 2006). Setiap Intelligent Networks pada telekomunikasi melibatkan konsep sistem pencarian/respon. Sebagai contoh sentral switching mobile memiliki logic IN untuk dapat mengirimkan pesan atau mencari pesan dari basis data di suatu network element yang disebut juga Service Control Point (SCP). Berikut dibawah ini adalah konseptual model Intelligent Network
Gambar 2.4 Intelligent Network Conceptual Model Model konseptual Intelligent Network tersebut meliputi : 1. Service Feature 2. Service Independent 3. Functional Entities 4. Physical Nodes
19
Mobile IN terus dikembangkan untuk menyediakan kemampuan dalam memberikan nilai tambah pada layanan prabayar untuk operator telekomunikasi yang bertujuan untuk mengurangi biaya operasional, meningkatkan layanan terhadap pelanggan, meningkatkan variasi layanan yang berkualitas, mempercepat proses pembuatan dan pengembangannya ( sumber ; www.mobilein.com, 2005) Strecth & Adam (2005) menyatakan bahwa standardisasi suatu sistem adalah kunci keberhasilan industri telekomunikasi khususnya di area Intelligence.
Gambar 2.5 OMA Technical Plenary Structure Standardisasi yang dimaksud meliputi: 1. International Standards 2. BT and Intelligent Networks 3. UMTS and 3GPP – Intelligence aspects 4. The Open Mobile and Alliance (OMA)
20
OMA saat ini secara luas dapat diterima sebagai standard pengembangan sistem dengan spesifikasi yang dibutuhkan bagi layanan bergerak dan aplikasi sistem (Strecth & Adam, 2005).
2.4. Basis Data Setiap aplikasi dari suatu Sistem Informasi harus memiliki basis data yang terintegrasi dengan baik. Sybase ase and veritas software offer flexibility. (2001), menyatakan bahwa Sybase ASE-12.5 memiliki beberapa fitur-fitur kunci seperti dibawah ini : 1. Inovatif dalam kemajuan manajemen data, efisiensi operasional e-Business melalui dukungan XML/ XQL, eksekusi dengan kinerja yang tinggi pada Enterprise JavaBeans (TM) dan pengelolaan konten eksternal serta nonrelasional. 2. Performa kinerja yang dinamis dengan tuning yang dinamis yang tidak dapat mengganggu jalur akses data. 3. Peningkatan keamanan dengan row-level access dan komunikasi yang terenkripsi untuk melindungi asset kritis dari suatu perusahaan dan data pelanggan. Basis data sybase sangat kuat dalam integrasi beberapa data dan memiliki teknologi manajemen data yang dapat meningkatkan performansi kinerja, ketersediaan, dan pengelolaan oleh Sybase Data Server. Sybase ase achieves best Price/performance ratio. (2001), memaparkan bahwa Sybase ASE-12.5 memiliki kemampuan transaksi per menit sebanyak 140,239.47 transaksi dengan harga setiap rasio performansi sebesar $16.31 untuk setiap transaksi per menit bila diutilisasi dengan baik.
21
Tae,
Sohng,
& Park
(2009) berpendapat bahwa sumber data yang
dikumpulkan harus mencakup semua informasi yang dibutuhkan dalam pembangunan suatu basis data yang terstruktur serta harus memiliki jaringan komputasi yang baik. Paradigma basis data relasional yang sudah terbangun dengan baik dapat menganalisa kumpulan datasets yang besar, dengan jumlah data yang begitu besar proses extract data ke dalam bentuk file lalu diolah diluar akan memiliki proses waktu yang lebih cepat bila dibandingkan dengan melakukan pengolahan langsung didalam basis data itu sendiri karena banyak memakan memory dan resource sehingga bisa memperlambat kinerja sistem (Günay et al, 2009). Zheng (2006) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa diperlukan modifikasi kontrol objektif dengan query yang optimum dan membutuhkan ekpsperimen lebih lanjut untuk query data dengan skala yang besar dengan meningkatkan algoritma pencarian dalam basis data "Though optimization problem in NP-hard, heuristic algorithms are deemed to be justified, another promising randomized and exhaustive research approach, especially genetic algorithm and iterative dynaming programming, should be investigated deeply to determine whether those approaches can be integrated for performance purpose" dikutip dari jurnal penelitian (Zheng, 2006).
2.5. Adaptive Server Sybase Adaptive
Server
pada
Sybase
memiliki
kemampuan
untuk
menyeimbangkan load pada multiple CPU. Juga ditujukan untuk mengatasi masalah yang beragam dan sering kali tingkat kinerja load yang tidak terprediksi
22
pada server basis data. Replikasi informasi dan duplikasi data pada beberapa server adalah contoh masalah yang biasa terjadi pada pemrosesan informasi. Untuk mendukung ini, Sybase Adapitve Server memberikan alternatif dengan menyediakan server yang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Salah satu kelebihan Adaptive Server Sybase adalah memiliki store procedure yang bisa digunakan untuk menjalankan multiple query pada database dengan satu procedure utama, sehingga bisa mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi dalam melakukan query pada basis data. Selain itu juga adanya program Bulk copy untuk bisa load dan dump data dengan jumlah yang sangat besar dalam waktu yang singkat ke dalam basis data Sybase (Antonoff, 1997). Antonoff (1997) juga menyatakan kemampuan Sybase dalam menangani masalah pada multiple load digambar bawah ini :
CPU cukup menakjubkan, seperti yang terlihat
23
Gambar 2.6 Adaptive Server 11.5’s system monitor track performance and network traffic problem
2.6. Business Intelligent Secara definisi banyak sekali arti daripada BI, namun secara inti definisinya adalah segala aktivitas, alat bantu atau proses untuk mendapatkan informasi yang terbaik untuk membantu proses pengambilan keputusan yang mempunyai ciri timely, accurate, high-value dan actionable information (Scheps, 2008, pp. 11). Berikut ini adalah penjelasan tentang ciri – ciri dari BI : • Timely artinya setiap proses untuk mengolah dan menghasil data informasi kepada pengguna harus mempunyai interval waktu yang kecil atau cepat sehingga hasil output tersebut masih bisa relevan, berguna dan bermanfaat bagi pengambil keputusan
24
• Accurate artinya BI harus menghasilkan informasi data yang mendekati kondisi nyata. Tanpa akurasi maka pengetahuan yang ada dalam BI akan menjadi buruk dan tidak berguna. • High-value artinya selain memberikan informasi yang akurat, BI harus bisa menghasilkan informasi yang bisa memberikan impak kepada organisasi atau perusahaan pengguna. • Actionable mengharuskan BI selain menghasil informasi yang akurat, BI harus memberikan arahan untuk mengambil beberapa aksi berdasarkan hasil analisa.
2.7. Partitioning Partitioning sangat diperlukan dalam mengelola data di dalam dataware house karena membantu untuk membagi jumlah data yang sangat besar. Secara definisi partitioning adalah metode untuk membagi database logikal menjadi bagian – bagian yang lebih kecil dalam hal ini adalah dimensi dalam suatu tabel yaitu baris dan kolom (Connolly, 2009, pp. 555). Secara umum ada dua kategori teknik partitioning dalam database yaitu : •
Horizontal partition membagi tuple/baris dari sebuah tabel menjadi beberapa bagian yang lebih kecil berdasarkan suatu kriteria. Contoh membagi tabel berdasarkan waktu / tanggal dengan kriteria per bulan.
•
Vertical partition membagi attribute/kolom dari sebuah tabel menjadi bagian yang lebih kecil berdasarkan suatu kriteria
Baik horizontal maupun vertical partition memberikan impak peningkatan performansi pada query maupun update data (Agrawal et al, 2004, pp. 370).
25
Berikut ini adalah gambar illustrasi dari perbedaan antara horizontal dan vertical partition
(Connolly,
2009,
pp.
555)
Gambar 2.7 Tipe – tipe partitioning Berdasarkan kriteria, partitioning dapat dibagi menjadi beberapa tipe, antara lain : •
Range memiliki kriteria nilai antara daripada satu atau beberapa atribute
•
List memiliki kriteria berdasarkan nilai yang telah terdefinisi
•
Hash merupakan melakukan mapping berdasarkan algoritma hash
•
Composite merupakan gabungan dari beberapa tipe di atas
Gambar 2.8 Jenis – jenis partitioning
:
26
Dilihat dari sisi keuntungan dan kerugian, metode partitioning ini lebih memberikan efek ke performansi dan managability untuk DWH. Berikut detail keuntungan dan kerugian dari partitioning : •
Meningkatkan performansi karena dengan jumlah data yang dilimitasi menjadi kecil akan mempercepat proses read.
•
Meningkatkan availability jika partitioning terdapat di media penyimpanan yang berbeda
•
Meningkatkan waktu recovery karena data dibagi – bagi menjadi bagian lebih kecil
•
Kompleksitas akan meningkat jika perlu mengakses dari beberapa partisi yang berbeda
•
Adanya duplikasi primary key pada vertical partitioning
2.8. Indexing Karena persyaratan utama dari BI adalah respon yang cepat maka teknik index dapat digunakan untuk meningkatkan performa dari query. Index adalah sebuah struktur dalam sebuah database yang menyediakan akses yang sangat cepat terhadap record – record dalam tabel berdasarkan nilai dari satu atau beberapa kolom (Connolly, 2009, pp. 242). Di dalam indexing terdapat beberapa teknik yang penggunaannya tergantung daripada keragaman isi datanya (data cardinality). Selain itu
indexing ini juga sangat bergantung kepada produk
database yang digunakan karena fitur ini menyatu di dalam proses internal database. Pemilihan indexing yang tepat untuk sebuah database sangat menentukan apakah performanya akan meningkat atau semakin menurun. Ada tiga hal yang
27
perlu di analisa sebelum menentukan jenis index yang akan digunakan (Vanichayobon, 2004, pp. 3) : 1. Menganalisa karakteristik data pada suatu kolom sebuah tabel. Bagaimana tingkat kardinalitinya , bagaimana keragaman data dan juga tipe data itu sendiri akan sangat menentukan index mana yang akan dipakai 2. Menganalisa dari sintak – sintak query yang digunakan. Kolom apa saja yang sering dipakai, melakukan join tabel seberapa sering, dan bagaimana proses grouping akan menentukan teknik index yang dipakai. 3. Menganalisa produk database yang digunakan apakah support terhadap teknik index yang akan digunakan. Dalam sistem DWH ada beberapa teknik indexing yang masing – masing berbeda karakter dan manfaatnya. Berikut ini adalah teknik – teknik indexing yang umum digunakan dalam database (Vanichayobon, 2004, pp. 9). •
B-Tree index : organisasi index yang membentuk struktur pohon dengan ada 1 root dengan beberapa daun dibawahnya. Tiap – tiap daun memiliki key yang saling berkorelasi dengan parent ataupun childnya. Juga tiap – tiap daun akan berkorelasi dengan row_id di mana data asli disimpan dalam database. Index ini cukup bagus untuk data dengan kardinatilas tinggi.
•
Bitmap index : organisasi index yang melalukan mapping dari row_id dari data asli menjadi sebuah bit – bit untuk mengurangi ruang penyimpanan. Index tipe ini cukup bagus ketika dipakai dengan data yang memiliki kardinalitas sangat rendah.
28
•
Join index : organisasi index yang menggabungkan kolom – kolom yang diperlukan dalam beberapa tabel. Index ini sangat bagus digunakan dalam suatu query yang telah diketahui sebelumnya karena proses aggregasi dilakukan di awal.
•
Projection index : organisasi index yang melakukan salinan dari sebuah kolom dari data asli. Jika sebuah query hanya membutuhkan sedikit kolom maka jenis index ini cukup bagus untuk digunakan. Berdasarkan teknik – teknik index yang telah disebutkan di atas, hanya B-
Tree index kurang cocok dipakai untuk solusi BI karena tidak support untuk adhoc query dan membutuhkan banyak operasi Input/Output (I/O) untuk query yang besar (Vanichayobon, 2004, pp. 9). Dalam riset lain disebutkan bahwa bitmap index dan R-tree index sangat cocok dipakai untuk meningkatkan performa query dari DWH dalam hal menggunakan alat bantu OLAP (Sarawagi, 1996). Referensi lain menekankan bahwa bitmap index bagus digunakan untuk data warehouse baik yang memiliki kardinalitas rendah dan tinggi dibadingkan dengan B-Tree index adalah sebaliknya (Morteza, 2008, pp 45). Namun dalam praktiknya semua kembali kepada pemilihan database yang digunakan karena semua index hanya merupakan fitur dari sebuah produk database.
2.9. Charging System Charging System adalah sistem Intelligent Networks yang ditawarkan Ericsson kepada operator telekomunikasi penyedia jasa layanan 3G/GSM untuk mendukung layanan prabayar. Charging System menyediakan layanan real-time charging untuk event dan sessions pada jaringan bergerak. Event dan sessions ini
29
dapat berupa panggilan suara, pesan singkat SMS, dan juga paket data (Internal, CS3 System Description). Setiap pelanggan yang terinstall dapat melakukan pengisian pulsa dengan voucher fisik maupun elektronik. Charging System dibangun dan dikembangkan dengan arsitektur terpisah yang terdiri dari beberapa node GSM dan node IT pendukung seperti berikut ini :
Service Data Point (SDP Prepaid)
Sistem Admin (ADMIN) - either Mobile IN Service Administration Tool (MINSAT)
Charging Control Node (CCN)
Interactive Voice Response System (IVR) - IN-IVR (SCP-T), HP-IVR or VXML-IVR
Account Information and Refill System (AIR) (including UGW functions)
Account Finder (AF)
Voucher Server (VS).
Charging System IN or PrePaid Service Logic (PSL) or both
Data Warehouse System (DWS)
Dan beberapa network element pendukung berikut:
Service Control Point (SCP)
Home Location Register (HLR)
Service Control Function (SCF)
gsmSCF
Mobile Services Switching Centre (MSC)
Service Switching Function (SSF)
30
gsmSSF
Multi Mediation Solution
Ericsson Multi Activation (EMA)
Flexible Number Register (FNR)
Serving GPRS Support Node (SGSN)
Gateway GPRS Support Node (GGSN)
gprsSSF
SRF
gsmSRF
Service Aware Support Node (SASN)
Gambar 2.9 Charging System Overview ( Sumber, Internal Active Library Explorer)
31
2.10. Administration Charging system menawarkan sistem administrasi untuk pengontrolan penuh seluruh proses transaksi, histori dan administrasi dengan menggunakan MINSAT (Mobile Intelligent Network System Administration Tools). Tidak ada voice traffic yang melewati MINSAT namun setiap transaksi yang berhubungan dengan provisioning, updates subscribers dan yang terkait dengan network element external membutuhkan MINSAT sebagai interface penghubung dengan network element terkait. Seluruh aktifitas administrasi MINSAT secara umum memiliki fungsi sebagai berikut :
Customer Care
Subscriber Provisioning and Removal
Statistics
Individual Voucher State changes
(Active Library Explorer, 2007- MINSAT SysAdmin Guide)
32
2.11. Dimensioning MINSAT memiliki dimensioning arsitektur sebagai berikut : 1. Kapasitas optimal yang mampu diatasi MINSAT sebanyak 32 juta subscribers 2. 0.02 aktifitas customer care setiap jam dalam menangani pelanggan 3. 0.002 perubahan perubahan terhadap fungsi FAF (Family and Friends) melalui interface CAI per jam. Berikut dibawah ini adalah tabel kapasitas dari setiap konfigurasi MINSAT : Small 1 Small 2 Medium Large Large 2 Test
500k subscribers with call history or 1M subscribers without call history 1M subscribers with call historyor2M subscribers without call history 2-4M subscribers without call history 4-10M subscribers without call history 10-32M subscribers without call history Test system for maximum 50k subscribers
Tabel 2.1 Tabel kapasitas Subscriber Administration System
Pada sistem yang memiliki kapasitas diatas 1 juta pelanggan, MINSAT mampu memproses sampai 270 Call Data Records (CDR) setiap detiknya (972000 CDR per jam). Jika lebih dari 270 CDR per detik maka basis data untuk call histori ada kemungkinan tidak berubah secara real-time (Active Library Explorer, 2007 – Dimensioning Overview).
33
2.12. Bcp Performance New Feature Guide (2006), menjelaskan tentang copy data dalam jumlah yang besar membutuhkan waktu yang cukup lama dan memakan resource memory yang cukup banyak. Ada tool yang bisa digunakan di Sybase ASE12.5 untuk dapat melakukan query data dalam jumlah yang besar dengan menggunakan bulk copy in / out. Walapun adanya index pada table dapat memperlambat proses bcp, namun bcp dapat mengisi transaction log sangat cepat. Untuk meningkatkan performa bcp ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut : -
Menggunakan partitioned table pada bebarapa session bcp dapat mengurangi waktu secara signifikan waktu melakukan copy data.
-
Menggunakan bcp secara parallel dapat meningkatkan performa dan pendistribusian data dapat disediakan di setiap tabel partisi.
2.13. Evaluasi Sistem Informasi The Theory of Reasoned Action (TRA), adalah sebuah model untuk memprediksi niat perilaku, yang mencakup prediksi dari sikap dan prediksi dari perilaku. . Pemisahan selanjutnya dari perilaku memungkinkan untuk penjelasan faktor pembatas pada pengaruh sikap (Ajzen dan Fishbein, 1980). Teori ini dikembangkan oleh Marthin Fishbein dan Icek Ajzen (1975, 1980), berasal dari penelitian sebelumnya yang dimulai sebagai teori sikap, yang mengarahkan ke penelitian terhadap sikap dan perilaku. teori ini terlahir dari penelitian terhadap sikap perilaku tradisional seperti kutipan berikut "The theory was born largely out of frustration with traditional attitude–behavior research, much of which found
34
weak correlations between attitude measures and performance of volitional behaviors" (Hale, Householder dan Greene, 2003, p. 259). Teori ini telah direvisi dan dikembangkan oleh Ajzen sendiri ke dalam Theory of Planned behavior. Pengembangan ini melibatkan penambahan satu prediktor utama dan persepsi kontrol perilaku ke dalam modelnya. Penambahan ini dibuat untuk menghitung berapa kali niat orang yang terbawa sampai ke perilaku, tetapi perilaku aktualnya digagalkan karena kurang percaya diri atau kontrol atas perilaku (Miller, 2005, p.127) The Theory of Planned Behavior menambahkan konsep kontrol perilaku yang dirasakan, yang berasal dari Self-Efficacy Teori (SET). Self-efficacy diusulkan oleh Bandura pada tahun 1977, yang berasal dari teori kognitif sosial. Menurut Bandura (1997) , harapan seperti motivasi, kinerja, dan perasaan frustrasi yang berhubungan dengan kegagalan berulang-ulang menentukan efek dan reaksi perilaku. Bandura (1997), memisahkan harapan menjadi dua jenis yang berbeda: self-efficacy dan outcome expectancy. Ia mendefinisikan self-efficacy sebagai keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk memproduksi hasil. Outcome expectancy mengacu pada estimasi seseorang bahwa perilaku tertentu akan menyebabkan hasil tertentu. Dia menyatakan bahwa self-efficacy adalah prasyarat yang paling penting bagi perubahan perilaku, karena menentukan inisiasi untuk mengatasi perilaku. Technology Acceptance Model (TAM) adalah model teoritis yang umum digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku pengguna dan penggunaan TI (Legris et al, 2003). TAM awalnya terdiri dari perceived ease of use (PEOU), perceived usefulness (PU), attitute toward using (ATU), behavioral
35
intentioin of use (BIU) dan actual use (AU). PU dan PEOU adalah dua persepsi yang paling penting dalam menentukan penggunaan sistem ( Wu dan Wang, 2005). Meskipun TAM merupakan model yang berlaku untuk berbagai teknologi, tapi ada juga kritisi terhadap TAM karena tidak memberikan informasi yang cukup tentang pendapat individu terhadap sistem baru (Moon dan Kim, 2001). Oleh karena itu konstruksi dari TAM perlu diperluas dengan memasukkan faktor tambahan. Teknologi target, pengguna utama dan konteks harus diperhitungkan ketika memilih faktor tambahan (Moon dan Kim, 2001). Konsep ini mencakup kejelasan tujuan penggunaan sistem informasi dan kemudahan penggunaan sistem untuk tujuan sesuai dengan keinginan pengguna (Davis, 1989, h. 320), sehingga apabila sistem informasi mudah digunakan, maka pengguna akan cenderung untuk menggunakan sistem informasi tersebut. Maka dalam mengembangkan suatu sistem informasi perlu dipertimbangkan faktor kebermanfaatan (perceived usefulness) dan kemudahan (perceived ease of use) bagi pengguna terhadap pemanfaatan sistem informasi.