BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sungai Di dalam ekosistem terdapat komunitas, populasi, dan individu serta karakteristiknya, interaksi antar populasi dalam suatu ekosistem atau relung dan habitat organisme akan membentuk ekosistem tersendiri (Salmah, 2010). Air sebagai integrator dalam sebuah daerah aliran sungai (DAS), akan mencerminkan segala tekanan antropogenik yang dialaminya. Berbagai tekanan tersebut, secara kualitatif dan kuantitatif dapat menyebabkan kepunahan pada tingkat yang berbeda-beda pada organisme, (Rauf, 2011). Topografi daerah hulu ini terdiri dari lereng-lereng yang curam dan kondisi geologinya terdiri dari lapisan batuan dasar air hujan yang jatuh cenderung mengumpul membentuk galur-galur kecil atau rill, galur ini kemudian mengalir memasuki lipatan-lipatan topografis dan membentuk aliran deras dan turbulen yang menyebabkan tingginya kecepatan aliran yang mempunyai daya gerus, bagian hilir sungai semakin ke hilir kelandaian aliran akan makin kecil daya gerus terhadap dasar (Mulyanto, 2007). Menurut (Salmah, 2010) fungsi dari bantaran sungai adalah : a)
Menyerap air permukaan dan bermanfaat sebagai cadangan ketika debitnya melebihi batas normal
b) Sebagai filter dalam penyerapan air c)
Sebagai penghasil oksigen yang dibutuhkan sebagai sumber kehidupan
d) Penyerap polutan, peredam kebisingan, wahana penelitian Kondisi perairan pada Sungai Bohorok ditandai oleh arus air yang kuat dan dasar perairan berupa batuan berukuran besar. (Haryono, 2006) Tipe habitat yang dijumpai di sekitar stasiun Bukit Lawang, yaitu : a)
Perairan dengan dasar perairan batu berukuran besar, substrat berupa pasir dan kerikil, yaitu sungai Bohorok, Landak, Kerapuh.
b) Perairan dengan dasar perairan berupa batu berukuran sedang, substrat berupa kerikil dan pasir, yaitu sungai Jamur Batu dan Titi Payung. c)
Perairan dengan dasar perairan berupa pasir dan kerikil, dengan substrat berupa pasir bercampur lumpur dan serasah, yaitu saluran irigasi, selokan di sekitar perkebunan dan persawahan.
2.2 Aspek Biologi Ikan Jurung (Tor spp.) Ikan Jurung (Tor spp.) merupakan ikan yang bernilai tinggi umumnya masih hidup liar dengan kualitas air yang mempunyai kandungan oksigen yang tinggi (Haryono, 2006). ikan dengan genus Tor umunya memiliki tubuh pipih memanjang, moncong agak meruncing mulut tebal, letaknya inferior dan subinferior bibir bawah tidak terputus dengan ada-tidaknya cuping. Adapun Taksonomi ikan jurung adalah sebagai berikut : Phylum
: Cordata
Class
: Actinopterygii
Ordo
: Cyprinoformes
Famili
: Cyprinoformeceae
Genus
: Tor
Speceies
: Tor spp.
Gambar 1. Ikan Jurung (Tor spp.) di Perairan Sungai Bahorok Ikan jurung (Tor spp.) merupakan ikan yang banyak diburu karena mempunyai tekstur daging yang tebal. Ikan jurung (Tor spp.) menyukai tipe habitat yang berarus sedang sampai deras, warna airnya lelatif jernih, substrat berupa batuan, kerikil dan pasir. Ikan muda menyukai bagian sungai yang
dangkal/tepian dan banyak dijumpai di anak-anak sungai khususnya di daerah yang dangkal, airnya jernih, berarus sedang, dan banyak terdapat pohon lindungan. Sebaliknya ikan dewasa yang bobotnya > 3 kg lebih banyak dijumpai di lubuk- lubuk yang dalam. Perilakunya sangat agresif terutama pada saat mengejar makanan/mangsa atau pada saat merasa terganggu. (Haryono, 2006).
2.2.1 Pertumbuhan Ikan Pertumbuhan sebagai pertambahan berat dan panjang, merupakan proses biologi yang komplek karena banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan (Effendie, 2002). Ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan serta kondisi ikan yang ada di perairan (Nikolsky, 1963). Keberhasilan mendapatkan makanan berlebih akan menentukan pertumbuhan karena dibutuhkan untuk pertumbuhan serta sebagai sumber energi untuk aktivitas, (Hanif et al. 2011). Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internalnya meliputi bobot tubuh, kelamin, umur, kesuburan, kesehatan, dan faktor eksternalnya meliputi faktor abiotik dan biotiknya (Effendie, 2002). Faktor abiotik terdiri dari tekanan, suhu, salinitas, kandungan oksigen air, buangan metabolit CO2, NH3, pH, cahaya, musim, Faktor-faktor kimia perairan dalam keadaan ekstrim mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan missal karbon dioksida, hydrogen sulfida, keasaman dan alkalinitas, dimana pada akhirnya akan memengaruhi terhadap kecernaan makanan (Effendie, 2002). faktor biotik
yang
meliputi
ketersediaan
makanan,
kecernaan
pakan,
dan kompetisi pengambilan makanan (Haetami et al. 2005).
2.2.2 Fekunditas Ikan Fekunditas secara tidak langsung kita dapat menafsirkan jumlah anak ikan yang akan dihasilkan, erat hubungannya dengan strategi reproduksi dalam rangka mempertahankan spesies tersebut (Effendie, 2002). Spesies ikan yang mempunyai fekunditas
besar
pada
umumnya
memijah
di daerah
permukaan
tanpa
perlindungan terhadap keturunannya. Sedangkan spesies dengan fekunditas kecil biasanya melindungi telur dari pemangsa dengan cara menyimpan dalam kantung
telur atau menempelkan telur pada tanaman atau substrat lainnya. Peningkatan fekunditas berhubungan dengan peningkatan berat tubuh dan berat gonad (Nikolsky, 1969). Ovary biasanya memiliki dua macam bagian telur, telur yang berukuran besar dan berukuran kecil, telur yang besar akan dikeluarkan tahun ini sedangkan telur yang kecil akan di keluarkan tahun berikutnya, tetapi sering terjadi jika kondisi telur baik maka telur yang berukuran kecil pun akan dikeluarkan menyusul telur yang besar (Effendie, 2002). Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan (Sulistiono, 2001). Effendie (1979) menyatakan tingkat kematangan gonad dikelompokkan menjadi tujuh tahap yaitu TKG I (dara), TKG II (dara berkembang), TKG III (perkembangan 1), TKG IV (perkembangan 2), TKG V (bunting), TKG VI (mijah), TKG VIII (salin), fekunditas ikan dapat di hitung pada masa TKG IV. jenis ikan ini melakukan pemijahan pada musim hujan karena akan terjadi stimulus faktor lingkungan di antaranya suhu, perubahan kimia air, dan aliran air flooding (Haryono, 2006).
2.2.3 Tingkat Kematangan Gonad Perkembangan gonad dibagi atas dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap pematangan gonad. Tahap pertama dimulai sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, tahap kedua dilanjutkan dengan tahap pematangan seksual dan terus berlangsung selama fungsi reproduksi berjalan dengan baik (Lagler et al., 1977 dalam Fatimah, 2006). Sebagian besar metabolisme tertuju pada perkembangan gonad, Tiap spesies ikan memiliki waktu yang berbeda-beda dalam proses pertama kali matang gonad, dari kematangan gonad ini akan dapat diketahui juga kapan ikan memijah, baru memijah atau sudah memijah (Effendie, 2002). Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara yang pertama cara histologi yang dilakukan di laboratorium dan kedua dengan cara pengamatan morfologi
yang
dapat
dilakukan
di
laboratorium
atau
dilakukan
di
lapangan, pengamatan secara histologi lebih detail dari pada morfologi, namun banyak peneliti yang mengamati secara morfologi, dasar yang diamati secara morfologi dalam menentukan kematangan gonad-nya panjang dan berat, warna
dan perkembangan isi gonad yang dapat dilihat perkembangan gonad pada ikan betina lebih mudah dilihat dari pada jantan karna diameter telur lebih mudah di amati dari pada sperma pada jantan (Effendie, 2002).
2.2.4 Pemijahan Ikan Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies, penambahan populasi ikan bergantung pada berhasilnya pemijahan, Masa pemijahan tiap-tiap spesies ikan yang berbeda-beda ada pemijahan yang berlangsung dalam waktu singkat tetapi banyak pula dalam waktu yang panjang, substrat pemijahan seperti batu, pasir, dan tumbuhan juga peningkatan atau penurunan suhu dan datangnya air baru akan menjadi perangsang alami untuk ikan berpijah (Effendie, 2002). Tingkah
laku
pemijahan
sebagaimana diketahui
bahwa kegiatan
reproduksi dapat di bagi menjadi tiga fase yaitu fase pra pemijahan, fase pemijahan dan fase pasca pemijahan, macam-macam tingkah laku ikan pada fase prapemijahan diantara nya ialah aktifitas mencari makan, ruaya, pembuatan sarang, sekresi hormon feromon (pengenalan lawan jenis), Tingkah laku ikan pada fase pemijahan diantara-nya ialah penyimpanan telur oleh ikan jantan atau betina ke dalam sarang, tingkah laku ikan pada fase pasca pemijahan diantara-nya ialah penyempurnaan penutupan sarang, penjagaan sarang yang telah berisi telur yang sudah dibuahi semua. Tingkah laku ikan merupakan resultan sejumlah rangsangan motoris yaitu rangsangan eksternal dan internal, rangsangan internal berasal dari sekresi hormon sedangkan rangsangan eksternal berasal dari faktor fisik lingkungan melalui organ sensoris dan visual, tingkah laku yang memegang peranan penting dalam sifat seksual sekunder ini adalah steroid yang dihasilkan gonad, hal ini meliputi pewarnaan tubuh, dalam pemijahan sebagai daya tarik pasangannya. Umumnya ruaya pemijahan bertepatan dengan akan matangnya gonad sehingga apabila ikan sampai di daerah pemijahan gonadnya telah matang benar dan siap untuk berpijah, rangsangan lingkungan akan mempengaruhi kesiapan seksual dan mempengaruhi tingkah laku ruaya secara langsung atau tidak langsung, melalui rangsangan lingkungan misalnya penambahan sinar cahaya matahari akan mempercepat terjadinya pemijahan (Effendie, 2002).
2.2.5 Nisbah Kelamin Nisbah kelamin merupakan perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi, dimana nisbah 1:1 (50% ikan jantan dan 50% ikan betina) merupakan kondisi yang ideal. Terjadinya penyimpangan dari pola 1:1 dapat disebabkan adanya perbedaan pola tingkah laku bergerombol antar jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan. Perbandingan kelamin dapat berubah menjelang dan selama pemijahan. Dalam ruaya ikan untuk memijah terjadi perubahan nisbah kelamin secara teratur, pada awalnya ikan jantan dominan, kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1, diikuti dengan dominansi ikan betina (Fatimah, 2006).
2.3 Faktor Fisik-Kimia Perairan Lingkungan perairan seperti daerah aliran sungai merupakan salah satu lingkungan yang paling sering terkena dampak pencemaran karena hampir semua limbah dibuang ke lingkungan perairan. Hal ini karena pada daerah aliran sungai terdapat berbagai pengguna lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan persawahan, pemukiman, pariwisata, perikanan, industri dan sebagainya (Fadil, 2011). Sudut hidrologis sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat sedangkan bagi ilmu limnologi sungai merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme air yang memberikan gambaran kualitas dan kuantitas (Barus, 2004). Air berfungsi sebagai pembawa zat-zat hara yang diperlukan bagi pembentukan bahan-bahan organik oleh tumbuh-tumbuhan (Praseno et al., 2010). Ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi akan menyebabkan perubahan meliputi nilai pH, suhu, warna, jumlah padatan, kandungan minyak, logam berat (Fardiaz, 1992).
2.3.1 Dissolved Of Oxygen (DO) Oksigen terlarut atau Dissolve Of Oxygen (DO) merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagaian besar organisme air (Barus, 2004). Oksigen terlarut
merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan hewan air, ikan adalah hewan yang membutuhkan oksigen tertinggi, oksigen dapat berasal dari hasil fotosintesis tanaman air dan bergantung pada suhunya perairan (Fardiaz, 1992). Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis, banyak-nya oksigen terlarut tergantung pada luas permukaan air, suhu, oksigen yang berasal dari hasil fotosintesis berasal dari kerapatan tumbuhan air yang berada di perairan tersebut (Suin, 2002). Berdasarkan toleransinya terhadap
konsentrasi
oksigen
terlarut
organisme
air
dibedakan
antara
stenooxybiont yaitu organisme air yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit terhadap fluktuasi oksigen terlarut dan euryxybiont yaitu organisme air yang toleransi yang luas terhadap fluktuasi oksigen terlarut, (Barus, 2004).
2.3.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisma aerob dalam proses penguraian senyawa organik yang dapat diukur pada temperatur 200C pengukuran dilakukan selama 5 hari karena senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai 70% atau disebut BOD5, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah oksigen yang akan diuraikan tersedianya mikroorganisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian, pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan organisme untuk menguraikan senyawa organik artinya hanya terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat di dalam limbah rumah tangga untuk produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisma (Barus, 2004).
2.3.3 pH Nilai pH menyatakan nilai konsentarssi ion hydrogen dalam suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma dari resiprokal aktifitas sion hydrogen dan secara matematis dinyatakan dengan pH = log l/H+ dimana H+ merupakan ion hydrogen
dalam mol per liter larutan kemampuan air untuk mengikat atau melepaskan sejumlah ion hydrogen akan menunjukan apakah larutan tersebut bersifat asam atau basa, dalam air bersih jumlah konsentarasi ion H+ dan ion OH- berada dalam keseimbangan atau disebut netral, peningkatan ion hydrogen akan menyebakan nilai pH turun atau disebut asam, sebaliknya jika ion hydrogen berkurang makan akan bersifat basa (Barus, 2004). pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion aluminium yang bersifat toksik akan semakin tinggi yang akan mengancam kelangsungan hidup organisme air sedangkan pH yang tinggi akan menyebakan kadar ammonium dan amoniak akan meningkat, toleransi organisme terhadap pH yang rendah disebut dengan stenoion, pada pH yang tinggi disebut dengan euryion (Barus, 2004).
2.3.4 Temperatur Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses penyebaran dan kehidupan organisme di perairan, suhu secara tidak langsung mempengaruhi laju fotosintesis sedangkan secara tidak langsung suhu mempengaruhi hidrologis bagi kehidupan di perairan (Nugroho, 2006). Kelarutan berbagai jenis gas didalam air serta semua aktifitas biologisfisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh temperature dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti limbah panas yang dihasilkan oleh pabrik, penggundulan DAS yang menyebakan hilangnya pelindung sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung yang
menyebakan peningkatan temperatur dan
berfluktuasi baik harian maupun tahunan (Barus, 2004).
2.3.5 Intensitas Cahaya Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air sebagian cahaya matahari akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar dari permukaan air dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dipengaruhi oleh berbagai substrat misalnya
oleh plankton dan humin yang terlarut vegetasi yang terdapat di dalam perairan yang berpengaruh terhadap penyerapan cahaya matahari (Barus, 2004).
2.2.6 N dan P Fosfor merupakan unsur penting lainya dalam suatu ekosistem air zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor, fosfor di dalam perairan berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk ke dalam sistem parairan terbuka selain itu bisa berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam perairan fosfor dan nitrogen sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di suatu system perairan (Barus, 2004). Amoniak, nitrat dan nitrit merupakan derivat senyawa nitrogen organik yang bersifat toksik terhadap organisme yang hidup di perairan. Tingkatan daya racun masing-masing senyawa berbeda-beda dimana ammonia dan nitrit sangat toksik walau dalam konsentrasi yang sedikit sedang nitrat baru bersifat toksik dalam konsentrasi besar. Toksisitas Nitrat secara tidak langsung terjadi di perairan karena membantu pertumbuhan alga secara berkelebihan sehingga menimbulkan istilah “alga bloom”. Akibatnya kadar oksigen terlarut bisa berkurang (Fadil, 2011).
2.3.7 Kecepatan Arus Arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun perairan lentik hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme dan mineral yang terdapat didalam air, kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertical, arus perairan di lotik umumnya bersifat turbulen yaitu arus air yang bergerak kesegala arah sehingga air akan terdistribusi keseluruh bagian, arus terutama berfungsi dalam pengangkutan air panas dan substansi yang terdapat di dalam air pada perairan lentik yang umumya relative dalam akan ada pergerakan air secara vertical yaitu dari permukaan ke dasar perairan adanya berbagai substrat di perairan dasar akan menyebabkan kecepatan arus yang bervariasi, kondisi perairan yang arusnya lambat biasanya di perairan dasar yang dimanfaat oleh organisme air sebagai habitatnya (Barus, 2004).