Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Terdahulu Penerapan sistem pendukung keputusan pada saat ini telah banyak digumakan untuk memecahkan suatu masalah dengan berbagai
pilihan.
Salah
satunya
adalah
“Perancangan
Dan
Pembuatan Sistem Pendukung Keputusan Untuk Kenaikan Jabatan Dan Perencanaan Karir Pada PT. Krakatau Steel” (Rachma Yunita, 2009). Dalam
pembuatan
sistem
tersebut,
diketahui
sistem
pendukung keputusan dapat mengatasi masalah yang dsebabkan oleh pendeskripsian profil jabatan terlalu berbelit dan juga pengajuan calon kandidat yang bisa menempati jabatan tersebut dengan cara pencocokan profil karyawan dan profil jabatan berjalan lambat. Dengan sistem pendukung keputusan maka dapat menganalisa beberapa karyawan yang sesuai dengan profil jabatan yang ada sehingga jabatan yang terisi tetap memperhatikan tiga aspek utama yaitu Kapasitas Intelektual, Sikap Kerja dan Perilaku. Dalam penelitian yang berjudul
”Penentuan Karyawan
Berprestasi oleh Departemen Sumber Daya Manusia di STMIK AMIKOM Yogyakarta” (Amborowati, 2007) terdapat beberapa faktor yang menjadi penilaian. Penilaian ini berdasarkan penilaian kinerja,
yakni
pengetahuan
tentang
pekerjaan,
kreativitas,
perencanaan, pelaksanaan instruksi, pelaksanaan deskripsi tugas, kualitas kerja, kerjasama dan sikap terhadap karyawan lain, inisiatif, kehandalan, kehadiran, sikap pekerjaan, keuletan, dan kejujuran . 7
8
Demi efisiensi dan efektifitas kerja maka pengambilan keputusan yang tepat sangat diperlukan. Penelitian tersebut bertujuan untuk membangun sebuah sistem pendukung keputusan yang
mempunyai
kemampuan
analisa
pemilihan
karyawan
berprestasi dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP), dimana masing-masing kriteria dalam hal ini faktorfaktor penilaian dan alternatif dalam hal ini para karyawan dibandingkan satu dengan yang lainnya sehingga memberikan output nilai intensitas prioritas yang menghasilkan suatu sistem yang memberikan penilaian terhadap setiap karyawan.
2.2 Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan alternatif tindakan untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu. Pengambilan keputusan dilakukan dengan pendekatan sistematis terhadap permasalahan melalui proses pengumpulan data menjadi informasi serta ditambah dengan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
pengambilan
keputusan
(Kadarsah,
2002).
Proses
pengambilan keputusan dalam suatu organisasi memiliki peranan yang sangat penting sehingga pengambilan keputusan dianggap sebagai sinonim dari proses keseluruhan dari manajemen. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana pentingnya fungsi manajerial dalam hal perencanaan. Perencanaan itu sendiri meliputi satu seri keputusan, yaitu: Apa yang harus dilakukan? Kapan? Di mana? Mengapa? Bagaimana? Oleh siapa? Begitu juga dengan fungsi manajemen lainnya, tentunya melibatkan proses pengambilan keputusan.
9
2.2.1 Tahap-Tahap Pengambilan Keputusan. Menurut Simon ( Kadarsah, 2002), tahap-tahap yang harus dilalui dalam proses pengambilan keputusan sebagai berikut : 1.
Tahap Pemahaman Inteligence Phase Tahap ini merupakan proses penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan masalah. Data masukan
diperoleh,
diproses
dan
diuji
dalam
rangka
mengidentifikasikan masalah. 2.
Tahap Perancangan Design Phase Tahap ini merupakan proses pengembangan dan pencarian alternatif tindakan atau solusi yang dapat diambil. Tersebut merupakan representasi kejadian nyata yang disederhanakan, sehingga diperlukan proses validasi dan vertifikasi untuk mengetahui keakuratan model dalam meneliti masalah yang ada.
3.
Tahap Pemilihan Choice Phase Tahap ini dilakukan pemilihan terhadap diantara berbagai alternatif solusi yang dimunculkan pada tahap perencanaan agar ditentukan atau dengan memperhatikan kriteria–kriteria berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
4.
Tahap Impelementasi Implementation Phase Tahap ini dilakukan penerapan terhadap rancangan sistem yang telah dibuat pada tahap perancanagan serta pelaksanaan alternatif tindakan yang telah dipilih pada tahap pemilihan.
2.2.2 Jenis Keputusan. Keputusan-keputusan pada dasarnya dikelompokkan dalam 2 jenis, antara lain : 1.
Keputusan Terprogram
10
Keputusan ini bersifat berulang dan rutin, sedemikian hingga suatu prosedur pasti telah dibuat menanganinya sehingga keputusan tersebut tidak perlu diperlakukan de novo (sebagai sesuatu yang baru) tiap kali terjadi. 2.
Keputusan Tak Terprogram Keputusan ini bersifat baru, tidak terstruktur dan jarang konsekuen. Tidak ada metode yang pasti untuk menangani masalah ini karena belum ada sebelumnya atau karena sifat dan struktur persisnya tak terlihat atau rumit atau karena begitu pentingnya sehingga memerlukan perlakuan yang sangat khusus.
2.3
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Konsep Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau Decision
Support Sistem (DSS) pertama kali diungkapkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael S. Scott Morton dengan istilah Management Decision System. Sistem tersebut adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambil keputusan dengan memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang tidak terstruktur. 2.3.1 Pengertian SPK Pengertian dari SPK itu sendiri menurut para ahli adalah sebagai berikut : 1.
Menurut Keen dan Scoot Morton (Morton, 1970) Sistem Pendukung Keputusan merupakan penggabungan sumber-sumber kecerdasan individu dengan kemampuan komponen untuk memperbaiki kualitas keputusan. Sistem Pendukung Keputusan juga merupakan sistem informasi
11
berbasis komputer untuk manajemen pengambilan keputusan yang menangani masalah-masalah semi struktur. 2.
SPK didefinisikan sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari komponen-komponen yang saling berinteraksi, yaitu : sistem bahasa, sistem pengetahuan, dan sistem pemrosesan masalah (Turban, 2001). Dengan pengertian-pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) bukan merupakan alat pengambilan
keputusan,
melainkan
merupakan
sistem
yang
membantu pengambil keputusan dengan melengkapi mereka dengan informasi dari data yang telah diolah dengan relevan dan diperlukan untuk membuat keputusan tentang suatu masalah dengan lebih cepat dan akurat. SPK ditujukan untuk membantu para pengambil keputusan untuk memecahkan masalah semi dan atau tidak terstruktur dengan fokus menyajikan informasi yang nantinya bisa dijadikan sebagai bahan alternatif pengambilan keputusan yang terbaik. Sehingga sistem ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pengambilan keputusan dalam proses pembuatan keputusan. 2.3.2 Tujuan SPK Sistem Pendukung Keputusan (SPK) yang bisa dikatakan merupakan sistem yang terkomputerisasi sangat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan untuk pemecahan suatu masalah. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa SPK memiliki berbagai keunggulan dalam dukungannya dalam proses
pengambilan
keputusan. Berbagai keunggulan DSS ini dijabarkan sebagai tujuan dari SPK itu sendiri (Alter, 1975) yaitu :
12
1.
Kecepatan komputasi Komputer
memungkinkan
para
pengambil
keputusan
melakukan banyak perhitungan secara cepat dan tentunya dengan biaya yang lebih murah. 2.
Peningkatan produktifitas SPK dapat mengurangi jumlah personil dalam kelompok pengambil keputusan, yang biasanya untuk membangun satu kelompok yang terdiri dari para pakar membutuhkan biaya yang tinggi. Selain itu juga memungkinkan para anggota kelompok tersebut untuk berada pada lokasi atau tempat yang berbeda-beda, sehingga menghemat biaya perjalanan dan akomodasi.
3.
Peningkatan atau perbaikan komunikasi Pada sistem yang berbasis web, memungkinkan untuk kolaborasi dan komunikasi antar kelompok secara efektif dan efisien. Dalam hal ini kelompok yang saling berinteraksi adalah bagian dari sub sistem dari SPK, misalnya pelanggan dan penjual.
4.
Dukungan teknis SPK memungkinkan data disimpan dalam beberapa database, baik pada sistem standalone, client-server, maupun yang berbasis web, di manapun di dalam organisasi dan bahkan mungkin di luar organisasi. Aspek kemampuan transmisi data oleh komputer juga merupakan bagian dari dukungan teknis SPK.
5.
Akses data warehouse Data warehouse yang besar, seperti yang dioperasikan oleh Wal Mart, berisi petabyte data. Diperlukan metode-metode
13
khusus, dan terkadang komputasi paralel untuk mengorganisasi dan mencari data. 6.
Dukungan kualitas Komputer dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat. Sebagai contoh, semakin banyak data yang diakses, makin banyak alternatif yang dapat dievaluasi, analisis resiko dapat dilakukan dengan cepat, dan pandangan dari para pakar (walaupun mungkin beberapa dari mereka berada di lokasi yang jauh) dapat dilakukan dengan cepat dan dengan biaya rendah.
7.
Berdaya saing DSS membantu organisasi untuk meningkatkan daya saing dengan proses pengambilan keputusan yang cepat, tepat, dan efisien.
8.
Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpanan. Komputer membantu manusia dalam hal memproses
dan
menyimpan
informasi
dengan
tingkat
kesalahan yang lebih rendah. 2.3.3 Jenis SPK Sistem pendukung keputusan dapat dibedakan menurut tingkat dukungannya terhadap pemecahan masalah (Alter, 1975) yaitu : 1.
Retrieve information elements. Ini adalah dukungan terendah yang dapat diberikan oleh SPK yakni berupa akses selektif terhadap informasi. Misalkan manajer bermaksud mencari tahu informasi mengenai data penjualan atas suatu area pemasaran tertentu.
14
2.
Analize entire file. Dalam tahap ini para manajer diberikan akses untuk melihat dan menganalisa file secara lengkap. Misalnya, manajer dapat membuat laporan khusus penilaian persediaan dengan melihat file persediaan, atau manajer dapat memperoleh laporan gaji bulanan dari file penggajian.
3.
Prepare report from multile files. Dukungan seperti ini cenderung dibutuhkan mengingat para manajer berhubungan dengan banyak aktifitas dalam satu momen tertentu. Contoh tahapan ini antara lain kemampuan melihat laporan rugi laba, analisa penjualan produk per pelanggan, dan lain-lain.
4.
Estimate decision consequences. Dalam tahap ini manajer dimungkinkan untuk melihat dampak dari setiap keputusan yang mungkin diambil. Misalkan seorang manajer memasukkan unsur harga dalam sebuah model untuk melihat
pengaruhnya
pada
laba
usaha.
Model
akan
memberikan masukan, misalnya jika harga diturunkan menjadi Rp 25.000,00 keuntungan akan meningkat Rp 5.000,00. Model tersebut tidak dapat menentukan apakah harga sebesar Rp 25.000,00 adalah harga terbaik, sistem hanya memberikan informasi apa yang mungkin jika keputusan harga tersebut diambil. 5.
Propose decision consequences. Dukungan di tahap ini sedikit lebih maju lagi. Suatu alternatif keputusan dapat disodorkan ke hadapan manajer untuk dipertimbangkan. Contoh penerapannya antara lain manajer pabrik memasukkan data mengenai pabrik dan peralatan yang
15
dimilikinya, maka SPK dapat menentukan rancangan tata letak (lay out) yang paling efisien. 6.
Make decision. Ini adalah jenis dukungan yang sangat diharapkan dari SPK. Tahapan ini akan memberikan sebuah keputusan yang tinggal menunggu legitimasi dari manajer untuk dijalankan.
2.3.4 Karakteristik SPK Seperti telah dijelaskan tidak adanya sebuah konsensus yang memastikan mengenai apa sebenarnya SPK, maka hal tersebut juga mempengaruhi tidak adanya kesepakatan mengenai karakteristik standar SPK. Namun secara garis besar, berdasarkan beberapa definisi yang diterangkan, dapat disusun beberapa karakteristik dari sebuah SPK, yaitu (Amborowati, 2010) : 1.
Dukungan untuk pengambilan keputusan, terutama pada situasi semi terstruktur dan tidak terstruktur, dengan menyertakan penilaian manusia dan informasi terkomputerisasi.
2.
Dukungan untuk semua level manajerial, dari tingkat eksekutif puncak hingga manajer lini.
3.
Dukungan untuk individu dan kelompok. Masalah yang kurang terstruktur sering memerlukan keterlibatan individu dari departemen dan tingkat organisasional yang berbeda atau bahkan dari organisasi lain.
4.
Dukungan untuk keputusan independen dan atau sekuensial. Keputusan dapat dibuat satu kali, beberapa kali, atau berulang dalam interval yang sama.
5.
Dukungan di semua fase proses pengambilan keputusan, yaitu intelegensi, desain, pilihan, dan implementasi.
16
6.
Dukungan di berbagai proses dan gaya pengambilan keputusan.
7.
Adaptivitas sepanjang waktu. Pengambil keputusan seharusnya reaktif, dapat menghadapi perubahan kondisi secara cepat, dan dapat mengadaptasikan SPK untuk memenuhi perubahan tersebut. SPK bersifat fleksibel dan oleh karena itu pengguna dapat menambahkan, menghapus, menggabungkan, mengubah, atau menyusun kembali elemen-elemen dasar. SPK juga fleksibel dalam hal dapat dimodifikasi untuk memecahkan masalah lain yang sejenis.
8.
Pengguna merasa seperti di rumah sendiri. Artinya bersifat ramah-pengguna, kapabilitas grafis yang sangat kuat, dan antarmuka manusia-mesin yang bersifat interaktif.
9.
Lebih cenderung untuk peningkatan keefektifan pengambilan keputusan (akurasi, timeliness, kualitas) daripada aspek efisiensi (biaya pengambilan keputusan). Secara umum, ketika SPK disebarkan, pengambilan keputusan sering membutuhkan waktu yang lebih lama, namun diimbangi dengan keputusan yang lebih baik.
10.
Kontrol penuh terletak pada si pengambil keputusan terhadap semua
langkah
proses
pengambilan
keputusan.
SPK
menekankan untuk mendukung pengambil keputusan, bukan untuk menggantikannya. 11.
Pengguna akhir dapat mengembangkan dan memodifikasi sendiri sistem yang sederhana. Untuk sistem yang lebih besar dapat dibangun dengan bantuan ahli sistem informasi.
12.
Penggunaan
model-model
pengambilan keputusan.
untuk
menganalisis
situasi
17
13.
Akses disediakan untuk berbagai sumber data, format, dan tipe, mulai dari sistem informasi geografis sampai sistem berorientasi objek.
14.
DSS dapat berupa sistem standalone yang digunakan oleh seorang
pengambil
keputusan
pada
satu
lokasi
atau
didistribusikan di satu organisasi sepanjang rantai persediaan. Dapat pula diintegrasikan dengan SPK lain dan atau aplikasi lain, serta dapat didistribusikan baik secara internal maupun eksternal dengan menggunakan teknologi web. Karakteristik dan kapabilitas kunci dari SPK tersebut membolehkan para pengambil keputusan untuk membuat keputusan yang lebih baik dan konsisten. Kemampuan tersebut disediakan oleh berbagai komponen utama dari SPK. 2.3.5 Komponen-Komponen SPK Sistem Pendukung Keputusan terdiri dari tiga komponen utama atau subsistem, yaitu (Amborowati, 2007): 1.
Subsistem Manajemen Basis Data Subsistem data merupakan bagian yang menyediakan data-data
yang dibutuhkan oleh Data Base Management Subsystem (DBMS). DBMS sendiri merupakan susbsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data-data yang merupakan suatu Sistem Pendukung Keputusan dapat berasal dari luar lingkungan. Keputusan pada manajemen level atas seringkali harus memanfaatkan data dan informasi yang bersumber dari luar perusahaan. Kemampuan subsistem data yang diperlukan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan, antara lain :
18
-
Mampu mengkombinasikan sumber-sumber data yang relevan melalui proses ekstraksi data.
-
Mampu menambah dan menghapus secara cepat dan mudah.
-
Mampu menangani data personal dan non official, sehingga user dapat bereksperimen dengan berbagai alternatif keputusan.
-
Mampu mengolah data yang bervariasi dengan fungsi manajemen data yang luas.
2.
Subsistem Manajemen Model Subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan
memungkinkan pengambil keputusan menganalisa secara utuh dengan mengembangkan dan membandingkan alternatif solusi. Intergrasi model-model dalam Sistem Informasi Manajemen yang berdasarkan integrasi data-data dari lapangan menjadi suatu Sistem Pendukung Keputusan. Kemampuan Sistem Manajemen Basis Model (MBMS) antara lain : -
Mampu menciptakan model-model baru dengan cepat dan mudah.
-
Mampu
mengkatalogkan
dan
mengelola
model
untuk
mendukung semua tingkat pemakai. -
Mampu menghubungkan model-model dengan basis data melalui hubungan yang sesuai.
-
Mampu mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dengan database manajemen.
3.
Subsistem Dialog Subsistem dialog merupakan bagian dari Sistem Pendukung
Keputusan yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan representasi dan mekanisme kontrol selama proses analisa dalam Sistem Pendukung Keputusan ditentukan dari kemampuan berinteraksi
19
anatara sistem yang terpasang dengan user. Pemakai terminal dan sistem perangkat lunak merupakan komponen-komponen yang terlibat dalam susbsistem dialog yang mewujudkan komunikasi anatara user dengan sistem tersebut. Komponen dialog menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukkan dari pemakai ke dalam Sistem Pendukung Keputusan. Adapun subsistem dialog dibagi menjadi tiga, antara lain : -
Bahasa Aksi (The Action Language) Merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan user dalam usaha untuk membangun komunikasi dengan sistem. Tindakan yang dilakukan oleh user untuk menjalankan dan mengontrol sistem tersebut tergantung rancangan sistem yang ada.
-
Bahasa Tampilan (The Display or Presentation Langauage) Merupakan keluaran yang dihasilakn oleh suatu Sistem Pendukung Keputusan dalam bentuk tampilan-tampilan akan memudahkan user untuk mengetahui keluaran sistem terhadap masukan-masukan yang telah dilakukan.
-
Bahasa Pengetahuan (Knowledge Base Language) Meliputi pengetahuan yang harus dimiliki user tentang keputusan dan tentang prosedur pemakaian Sistem Pendukung Keputusan agar sistem dapat digunakan secara efektif. Pemahaman user terhadap permasalahan
yang dihadapi
dilakukan di luar sistem, sebelum user menggunakan sistem untuk mengambil keputusan.
20
4.
Subsistem manajemen berbasis pengetahuan. Subsistem ini dapat mendukung semua subsistem lain atau
bertindak sebagai suatu komponen independen. Selain itu, subsistem ini juga dapat memberikan intelegensi untuk memperbesar pengetahuan kepada si pengambil keputusan. Sistem pendukung keputusan harus mencakup tiga komponen utama dari DBMS, MBMS, dan antarmuka pengguna. Sedangkan subsistem manajemen berbasis pengetahuan adalah opsional. Namun subsistem berbasis pengetahuan dapat memberikan banyak manfaat karena memberikan inteligensi bagi 3 (tiga) komponen utama tersebut. Di luar keempat komponen di atas, seperti layaknya semua sistem informasi manajemen, pengguna dapat dianggap sebagai salah satu komponen DSS. Dari komponen-komponen ini jika digambarkan dalam bentuk bagan, maka akan menjadi seperti Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Model Konseptual SPK (Kadarsah, 2002)
2.4
Sarana dan Prasarana Sarana adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan
fasilitas yang berfungsi sebagai alat utama/pembantu dalam
21
pelaksanaan pekerjaan, dan juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan organisasi kerja (Moenir, 1992). Pengertian tersebut prasarana adalah
jelas memberi arah bahwa sarana dan
merupakan seperangkat alat yang digunakan
dalam suatu proses kegiatan baik alat tersebut sebagai peralatan pembantu maupun peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai. 2.5 Lelang Lelang adalah suatu sistem penawaran kepada kontraktor / penyedia jasa
untuk diberi kesempatan
mengajukan besarnya
perencanaan biaya untuk melaksanakan proyek yang ditawarkan (Damayanti, 2009). Dalam pemilihan kontraktor secara langsung, sulit menentukan adanya kontraktor terbaik sebagai pihak pelaksana di lapangan. Dengan adanya lelang proyek dapat membantu penentuan dalam membandingkan dan memilih kontraktor sehingga mendapat hasil yang maksimal.
2.5.1 Tujuan Lelang Lelang proyek yang diadakan mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai antara lain (Damayanti, 2009): 1. Menguji
kemampuan
teknis,
bonafiditas,
keuangan,
keahlian, pengalaman, peralatan yang dimiliki oleh setiap kontraktor. 2. Mendapatkan kontraktor terbaik sebagai pihak pelaksana dilapangan. 3. Pelaksanaan proyek dilapangan dapat mencapai hasil yang maksimal.
22
2.5.2 Jenis-Jenis Lelang Adapun jenis-jenis lelang antara lain : 1.
Lelang Umum Lelang yang diadakan untuk semua kontraktor peminat meskipun di luar daerah lokasi proyek.
2.
Lelang Terbatas Lelang yang dibatasi pada jumlah undangan peserta kontraktor penawar berdasarkan hasil prakualifikasi.
3.
Lelang Bawah Tangan Lelang yang dilakukan dengan hanya mengundang satu kontraktor yang telah ditetapkan.
2.6
Kontraktor Kontraktor adalah suatu badan usaha atau perusahaan yang
bersifat perorangan yang berbadan hukum dan menawarkan jasa dibidang
pelaksanaan
bangunan/konstruksi
sesuai
dengan
kemampuan dari perusahaan tersebut. Perusahaan tersebut dapat berupa : CV, Fa, PT, PD, dan lain-lain (Damayanti, 2009). 2.7
FMADM (Fuzzy Multiple Attribute Decision Making) Fuzzy
Multiple Attribute Decision Making (FMADM)
adalah suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu. Inti dari FMADM adalah menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian dilanjutkan dengan proses perankingan yang akan menyeleksi alternatif yang sudah diberikan. Pada dasarnya, ada 3 pendekatan untuk mencari nilai bobot atribut, yaitu pendekatan
23
subyektif, pendekatan obyektif dan pendekatan integrasi antara subyektif dan obyektif. Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan. Pada pendekatan subyektif, nilai bobot ditentukan berdasarkan subyektifitas dari para pengambil keputusan, sehingga beberapa faktor dalam proses perankingan alternatif bisa ditentukan secara bebas. Sedangkan pada pendekatan obyektif, nilai bobot
dihitung
secara
matematis
sehingga
mengabaikan
subyektifitas dari pengambil keputusan (Kusumadewi, 2007). Salah satu metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah FMADM adalah Simple Additive Weighting (SAW).
2.7.1 Algoritma FMADM Algoritma FMADM adalah: 1. Memberikan nilai setiap alternatif (Ai) pada setiap kriteria (Cj) yang sudah ditentukan, dimana nilai tersebut diperoleh berdasarkan nilai crisp; i=1,2,…m dan j=1,2,…n. 2. Memberikan nilai bobot (W) yang juga didapatkan berdasarkan nilai crisp. 3. Melakukan normalisasi matriks dengan cara menghitung nilai rating kinerja ternormalisasi (rij) dari alternatif Ai pada atribut Cj berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (keuntungan/benefit = maksimum
atribut
biaya/cost = minimum). Apabila berupa artibut keuntungan maka nilai crisp (Xij) dari setiap kolom atribut dibagi dengan nilai crisp Max (Max Xij) dari tiap kolom, sedangkan untuk atribut biaya, nilai crisp Min (Min Xij) dari tiap kolom atribut dibagi dengan nilai crisp (Xij) setiap kolom.
24
4. Melakukan proses perankingan dengan cara mengalikan matriks ternormalisasi (R) dengan nilai bobot (W). 5. Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) dengan cara menjumlahkan hasil kali antara matriks ternormalisasi (R) dengan nilai bobot (W). Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih (Kusumadewi , 2007).
2.8
Metode SAW (Simple Additive Weighting) Metode SAW (Simple Additive Weighting) sering juga
dikenal istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (MacCrimmon,1968). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada, dengan menggunakan Rumus 2.1. xij
rij =
Max xij
Jika j adalah atribut keuntungan (benefit)
Min xij
Jika j adalah atribut biaya (cost)
xij
Rumus 2.1 Normalisasi pada Metode SAW (MacCrimmon, 1968)
Dimana rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj; i=1,2,...,m dan j=1,2,...,n. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai: n
Vi w j rij j 1
Rumus 2.2 Nilai Preferensi (MacCrimmon, 1968)
25
Nilai Vi yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih.
Adapun langkah-langkah dalam menyelesaikan sebuah kasus FMADM dengan SAW: 1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan, yaitu Ci. 2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. 3. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Ci), kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut keuntungan ataupun biaya) sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R. 4. Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan nilai bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik (Ai) sebagai solusi (Kusumadewi, 2006).
2.9
Multi-Attribute Global Inference of Quality (MAGIQ) Multi-Attribute Global Inference of Quality (MAGIQ) adalah
salah satu metode dari MCDA yang berdasarkan dari dekomposisi perbandingan hierarkis atribut dan indeks peringkatan urutan centroids (Ranking Order Centroids atau ROC’s). Teknik MAGIQ digunakan untuk menetapkan keseluruhan penilaian atau kualitas dari setiap faktor yang berpengaruh dari suatu sistem, dimana sistem
26
tersebut memiliki faktor-faktor yang memiliki nilai tertentu dan saling terkait baik secara langsung dan tidak langsung. Teknik MAGIQ memiliki beberapa kesamaan dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Simple Multi-Attribute Rating Technique Exploiting Ranks (SMARTER). Proses MAGIQ diawali dengan menentukan atribut evaluator yang akan digunakan sebagai dasar pembanding. Atribut ini akan diurutkan sesuai dengan nilai kepentingannya sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh pembuat keputusan, dan setelah itu akan diubah ke dalam urutan peringkat centroids. Keseluruhan hasilnya dari setiap faktor yang dibandingkan akan dipertentangkan dengan atribut yang dirasa terpenting pada saat itu oleh pengambil keputusan dari beberapa pilihan alternatif yang ada ( McCaffrey, 2006). Ranking Order Centroids Esensi utama dari metode MAGIQ adalah matematika sederhana, membangun sebuah urutan peringkat yang disebut urutan peringkat centroid (Ranking Order Centroids atau ROC’s). ROCs pada dasarnya adalah pemetaan dari satu set peringkat (seperti 1, 2, 3) peringkat normalisasi, contoh nyata akan memperjelas bagaimana yang dimaksud. Misalnya terdapat satu set objek, A, B, C, peringkat objek berdasarkan beberapa atribut perbandingan 1, 2, 3. Tetapkan peringkat numerik ke objek dalam beberapa cara yang berarti. Diasumsikan apabila peringkat normalisasi pada interval [0, 1] unit. Dengan mudah dapat menggunakan [0%, 100%] atau yang lain. Dengan mengasumsikan bahwa peringkat yang sama pada interval unit, maka hal ini akan menyebabkan peringkat menjadi 0.50,0.25 ( McCaffrey, 2006).
0.75,
27
Disajikan dalam notasi sigma, jika N adalah jumlah atribut maka atribut ke –i, terlihat pada Rumus 2.3.
Rumus 2.3 ROC’s (McCaffry, 2006) Hal ini mempermudah untuk menghitung pemrograman. Dan karena urutan peringkat centroid nilai pada dasarnya adalah konstanta (untuk sejumlah objek tertentu) ROC’s nilai hanya perlu dihitung sekali dan kemudian dapat disimpan dalam tabel untuk kemudahan referensi ( McCaffrey, 2006). 2.10
Framework CodeIgniter (CI) Framework dapat diartikan sebagai kumpulan perintah atau
fungsi dasar yang dapat membantu menyelesaikan proses-proses yang kompleks. Sebuah framework umumnya telah menyertakan perintah-perintah siap pakai yang dibutuhkan dalam membuat suatu aplikasi, namun pihak developer tetap harus menulis kode sendiri dan harus menyesuaikan dengan lingkungan framework yang digunakan (Novianto,2010). CodeIgniter walnya ditulis Rick Ellis, pendiri dan CEO EllisLab.com. CodeIgniter adalah aplikasi open source yang berupa framework dengan model MVC (Model, View, Controller) dimana programmer yang menangani bagian model dan controller,
28
sedangkan designer yang menangani bagian view, sehingga penggunaan arsitektur MVC dapat meningkatkan maintanability dan organisasi kode. Sehingga dapat dibangun website dinamis dengan menggunakan PHP. CodeIgniter memudahkan developer untuk membuat aplikasi web dengan cepat dan mudah dibandingkan dengan membuatnya dari awal (Novianto,2010).
Gambar 2.2 MVC dalam Aplikasi Web (Novianto,2010)
Seperti pada Gambar 2.2 arsitektur pola pengembangan MVC dalam CodeIgniter adalah : a. model : bagian dimana programer membentuk struktur dari data yang akan diolah lagi akan ditampilkan langsung, bagian ini berkaitan erat dengan basis data. Data yang telah dibentuk akan dilempar ke controller yang kemudian akan ditampilkan di view. b. view : bagian yang langsung terhubung dengan user, berupa syntax html dengan isi yang dinamis yang isi halamanhalamannya akan dapat diubah-ubah dengan pengendaliaan yang ada pada controller. c. controller : merupakan bagian logic yang menyatukan antar bagian atau sebagai jembatan untuk model, view dan library atau helper yang ada pada CodeIgniter. Bagian ini menangani proses logika dari aplikasi yang akan dibuat, seluruh proses logika akan
29
dideskripsikan dibagian ini sehingga tercipta kesatuan dari model view dan library atau helper sehingga tercipta aplikasi yang diharapkan (Novianto,2010)