BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antibiotik Pada dasarnya, antibiotik diresepkan berdasarkan pengalaman dengan kata lain dokter gigi tidak mengetahui mikroorganisme apa yang menyebabkan terjadinya peradangan, karena kultur pus (nanah) atau eksudat tidak umum dibuat. Oleh karena itu, antibiotik spektrum luas yang umum diresepkan.2 Rongga mulut manusia mengandung berbagai mikroorganisme. Namun demikian, tidak semua mikroorganisme berpotensi patogen pada manusia, beberapa jenis bakteri yang berhubungan dengan peradangan oral di antaranya bakteri kokus, basil, organisme gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob.2
2.1.1 Definisi antibiotik Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba atau jasad renik yang tidak termasuk parasit, khususnya mikroba yang merugikan manusia.9 Sedangkan antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan mikroorganisme.10 Dalam praktek sehari-hari, antimikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotik.9 Selain dari hasil metabolisme mikroorganisme, antibiotik juga dapat dibuat dari bahan alam yaitu dari beberapa hewan dan tanaman, serta dapat pula dibentuk antibiotik baru secara sintesis parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Dari beribu-ribu jenis antibiotik yang telah ditemukan, hanya sebagian kecil yang dapat dipakai untuk tujuan terapeutik. Hanya antibiotik yang mempunyai kadar hambatan minimum (KHM) in vitro lebih kecil dari kadar yang dapat dicapai dalam tubuh dan tidak toksik, yang dapat dipakai.10
2.1.2 Prinsip kerja obat antibiotik Idealnya, antibiotik memperlihatkan toksisitas secara selektif. Toksisitas selektif bersifat relatif daripada absolut yang berarti bahwa suatu obat dapat merusak bakteri dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi oleh inang atau hospes. Toksisitas selektif bergantung pada proses hambatan biokimia yang terdapat di dalam atau esensial untuk parasit tetapi bukan untuk inang.11 Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik umumnya dibagi menjadi lima kelompok yaitu: 1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel Bakteri memiliki dinding sel, yang mengelilingi sitoplasma membran sel, yang lebih kaku bila dibandingkan dengan sel hewan.11 Tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih tinggi daripada di luar sel, maka kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal pada bakteri yang peka. Dinding sel mengandung polipeptidoglikan.9,11 Lapisan peptidoglikan jauh lebih tebal pada dinding sel bakteri gram positif daripada dinding sel bakteri gram negatif.11 Antibiotik yang memiliki mekanisme kerja ini secara berturut-turut dari yang paling dini menghambat sampai yang kurang menghambat yaitu sikloserin, basitrasin, vankomisin, penisilin dan sefalosporin. 9,11 2. Antibiotik yang menghambat permeabilitas atau fungsi membran sel Membran sitoplasma bakteri dan jamur tertentu lebih mudah dirusak oleh agen tertentu daripada membran sel hewan.11 Antibiotik yang mengubah tegangan permukaan, dapat merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba.9 Akibatnya, aktivitas kemoteraupetik selektif dapat terjadi. Antibiotik yang berperan dalam menghambat fungsi membran sel yaitu azoles, polien, dan polimiksin.11 Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Polimiksin tidak efektif terhadap bakteri Gram-positif karena jumlah fosfor bakteri ini lebih sedikit. Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol pada membran sel. Oleh karena itu, bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik polien, karena tidak memiliki struktur sterol pada membran selnya.9
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroba Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA.9 Perbedaan tipe ribosom, komposisi kimiawi, dan spesivitas fungsional antara sel bakteri dan sel mamalia berbeda sehingga dapat menerangkan antibiotik dapat menghambat sintesis protein di ribosom bakteri tanpa menunjukkan efek nyata pada ribosom mamalia.11 Aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida atau eritromisin, kloramfenikol, dan linkomisin terbukti dapat menghambat sintesis protein melalui kerja pada ribosom bakteri. 9,11 Streptomisin dan tetrasiklin berikatan dengan komponen ribosom 30S menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu sintesis protein sehingga akan terbentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Gentamisin, kanamisin, dan neomisin memiliki mekanisme kerja yang sama tetapi potensinya berbeda. Eritromisin, likomisin, dan kloramfenikol berikatan dengan ribosom 50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru.9 4. Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroba Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprim, p-aminosalisilat acid (PAS) dan sulfon. Antibiotik ini bekerja dengan efek bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya.9 Bakteri patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari para amino benzoic acid (PABA). Sulfonamida bersaing dengan PABA dalam pembentukan asam folat sehingga mencegah bergabung ke dalam folat. Trimetoprim
bekerja dengan
menghambat enzim dihidrofolat reduktase (FAH2) sehingga asam dihidrofolat tidak dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat (FAH4) yang berfungsi.9,12 PAS adalah analog PABA yang menghambat asam folat pada Mycobacterium tuberculosis.9 Sulfonamid adalah analog struktur PABA dan menghambat dihidropteroat sintetase.11 Sulfonamida tidak efektif terhadap M.tuberculosis dan sebaliknya PAS tidak efektif terhadap bakteri yang sensitif terhadap Sulfonamida.9
5. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba Kebanyakan antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat digunakan sebagai obat antikanker ataupun sebagai antivirus karena sifat sitotoksisitasnya. Oleh karena itu, obat antibiotik yang akan dipaparkan yaitu rifampisin, dan golongan kuinolon.
Rifampisin
berikatan
dengan
enzim
polimerase-RNA
sehingga
menghambat sintesis RNA dan DNA. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada bakteri yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral hingga dapat muat dalam sel bakteri yang kecil.9
2.1.3 Aktivitas dan spektrum kerja antibiotik a. Berdasarkan toksisitas selektif Berdasarkan toksisitas selektif, antibiotik dibagi menjadi dua jenis yaitu antibiotik yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau permeabilitas yang membunuh mikroorganisme (bakterisidal) dan yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme (bakteriostatik).1,9,11 Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antara lain penisilin, sefalosporin, aminoglikosida (jika digunakan dalam dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid dan lain-lain.1 Antibiotik yang bersifat bakterisidal dibutuhkan untuk penyembuhan pada kasus peradangan yang tidak dapat dihilangkan oleh mekanisme inang (misalnya endokarditis infektif). Kasus peradangan seperti ini juga tidak dapat diobati dengan menggunakan antibiotik bakteriostatik, dimana penyakit akan kambuh kembali setelah penggunaan antibiotik dihentikan.11 Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik, dimana penggunaanya tergantung status imunologi pasien, contohnya antara lain sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol,
eritromisin,
trimetropim,
linkomisin,
klindamisin,
asam
paraaminosalisilat, dan lain-lain.1 Keberhasilan obat-obat ini bergantung pada keterlibatan mekanisme pertahanan tubuh inang. Apabila obat dihentikan, organisme akan tumbuh kembali, dan peradangan atau penyakit akan kambuh.11 Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal bila kadar antibiotiknya ditingkatkan melebihi KHM.9
b. Berdasarkan spektrum kerja Sifat antibiotik dapat berbeda satu dengan lainnya. Misalnya, Penisilin G bersifat aktif terhadap bakteri Gram-Positif, sedangkan Gram-negatif pada umumnya resisten terhadap Penisilin G. Streptomisin memiliki sifat berbanding terbalik dengan Penisilin G, sedangkan tetrasiklin aktif terhadap berbagai bakteri Gram-positif dan Gram-negatif.9 Berdasarkan perbedaan sifat spektrum kerjanya, antibiotik dibagi atas dua yaitu spektrum sempit dan spektrum luas. Antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum sempit di antaranya Penisilin G (benzil penisilin) dan streptomisin. Sedangkan antibiotik yang termasuk dalam golongan spektrum luas di antaranya tetrasiklin9, kloramfenikol9, dan karbapenem10. Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum tentu seluas spektrumnya karena efektivitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih untuk peradangan yang sedang dihadapi terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain. Antibiotik berspektrum luas cenderung menimbulkan superinfeksi oleh bakteri atau jamur yang resisten. Di lain pihak, pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui diperlukan antibiotik yang berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.9
2.1.4 Klasifikasi antibiotik Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dibedakan atas beberapa kelompok yaitu (1) Antibiotik β-laktam yang terdiri atas golongan penisilin dan derivatnya, sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam; (2) Antibiotik makrolida dan ketolida; (3) Linkosamida; (4) Metronidazole; (5) Tetrasiklin; (6) Glisilsiklin; (7) Golongan kuinolon/fluoro-kuinolon; (8) Golongan aminoglikosida; (9) Vankomisin; (10) Streptogramin; (11) Oksasolidinon; (12) Sulfonamida; dan (13) Kloramfenikol.13 Di praktek kedokteran gigi, tidak semua jenis antibiotik digunakan, hanya beberapa jenis saja yang umum digunakan di antaranya antibiotik golongan β-laktam (seperti amoksisilin, amoksisilin-asam klavulanat, ampisilin, sefadroksil, sefaleksin, sefazolin, dan penisilin), linkosamida (seperti klindamisin), makrolida (seperti
azitromisin,
eritromisin),
kuinolon/fluorokuinolon
(seperti
siprofloksasin),
2
aminoglikosida (seperti gentamisin), dan metronidazole. 2.1.4.1 Antibiotik β-laktam
Antibiotik β-laktam menjadi antibiotik yang banyak digunakan karena aktivitas spektrumnya luas dan toksisitasnya yang relatif kurang walaupun insiden terhadap alergi relatif tinggi. Antibiotik jenis ini terdiri dari lima kelompok yang memiliki nukleus β-laktam berbeda, yaitu penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan karbasefem. Penisilin dan sefalosporin adalah antibiotik yang paling penting, diikuti dengan karbapenem, monobaktam, dan karbasefem yang menjadi cadangan pada kasus peradangan serius seperti peradangan nosokomial (yang didapat dari rumah sakit). β-laktam memiliki aktivitas antibiotik dengan spektrum yang terluas, kecuali antibiotik dengan spektrum yang sangat sempit (seperti β-laktamase-resistant penicillin) dan spektrum yang sangat luas (seperti imipenem dan
beberapa
sefalosporin).13 Mekanisme kerja antibiotik β-laktam dapat diringkas dengan urutan sebagai berikut: (1) Obat bergabung dengan penicillin-binding proteins (PBPs) pada bakteri; kemudian (2) Terjadi hambatan sintesis dinding sel bakteri karena proses transeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu; lalu (3) Terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.14 1. Penisilin Penisilin adalah istilah generik untuk kelompok antibiotik yang sama-sama memiliki nukleus cincin β-laktam.13 Obat ini efektif melawan sebagian besar bakteri gram positif tetapi tidak aktif jika cincin β-laktamnya dipecah oleh β-laktamase.12 Modifikasi
penisilin
dapat
terjadi
karena
struktur
dasarnya
(asam
6-
amminopenisilanat) memungkinkan untuk penambahan berbagai rantai β-laktam dan cincin tiazolidin. Atas dasar modifikasi ini, penisilin dapat dibagi menjadi penisilin G dan derivatnya, penisilin resisten β-laktamase, penisilin spektrum yang diperluas (Extended-Spectrum Penicillin), dan penisilin spektrum yang diperluas ditambah inhibitor β-laktamase (Extended-Spectrum Penicillin Plus β-Lactamase Inhibitors).13
Penisilin memiliki efek bakterisid dengan menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Di antara semua penisilin, penisilin G mempunyai aktivitas terbaik terhadap mikroba Gram-positif yang sensitif. Walaupun kelompok ampisilin memiliki spektrum antibiotik yang lebar, tetapi aktivitasnya terhadap mikroba Gram-positif tidak sekuat penisilin G. Namun demikian, kelompok ampisilin efektif terhadap beberapa mikroba Gramnegatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan per oral.14 Kombinasi penisilin dengan asam klavulanat menjadi salah satu pilihan karena kerja antibiotiknya sangat lemah, tetapi dapat menghambat penisilinase dari streptokokus dan β-laktamase berbagai mikroba Gram-negatif dengan mengikat pusat aktif enzim tersebut. Karena itu asam klavulanat digunakan dalam kombinasi bersama antibiotik β-laktam yang tak stabil terhadap β-laktamase.10 Pemberian antibiotik per oral lebih disukai pada perawatan pasien kedokteran gigi karena lebih aman, paling tepat, dan cara yang paling murah. Sekarang ini, penisilin V adalah antibiotik yang paling sering diresepkan yang ditujukan untuk terapi peradangan yang berasal dari gigi,13 tetapi amoksisilin lebih unggul karena diabsoribsi lebih baik, frekuensi dosis yang lebih sedikit (3 kali sehari bila dibandingkan dengan ampisilin dan penisilin V yang 4 kali sehari), dan penyerapannya tidak dihalangi oleh makanan.15
Pemberian penisilin G secara
parenteral digunakan untuk peradangan berat pada pasien atau situasi dimana pemberian melalui oral tidak dapat dilakukan (seperti pada sindroma malabsorpsi dan muntah).13 Penisilin digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk semua peradangan yang mikrobanya peka dan selama tidak ada alergi terhadap penisilin karena toksisitasnya yang hampir tidak ada dan kerjanya bersifat bakterisidal.10 2. Sefalosporin Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium. Inti dasar sefalosporin C ialah asam 7-amino-sefalosporanat (7-ACA: 7-aminocephalosporanic acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan cincin betalaktam. Sefalosporin
C
resisten
terhadap
penisilinase,
tetapi
dapat
dirusak
oleh
sefalosporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan 7-ACA yang dapat dikembangkan menjadi berbagai macam antibiotik sefalosporin.14 Berdasarkan aktivitas antibiotiknya, sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi yaitu generasi pertama, generasi kedua, generasi ketiga, dan generasi keempat. Sefalosporin memiliki aktivitas yang baik untuk melawan patogen orofasial, tetapi terbatas dalam melawan bakteri anaerob. Secara in vitro, sefalosporin generasi pertama memperlihatkan spektrum antibiotik yang aktif terhadap bakteri Grampositif. Keunggulannya dibanding penisilin adalah aktivitasnya terhadap bakteri penghasil penisilinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar Staphylococcus aureus dan Streptococcus termasuk Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans, Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus anaerob, Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, dan Corynebacterium diphteriae.14 Sefadroksil, sefaleksin, dan sefazolin merupakan antibiotik sefalosporin generasi pertama, sedangkan seftriakson termasuk generasi ketiga.14,16
2.1.4.2 Antibiotik makrolida Senyawa ini didapat dari jenis Streptomyces, mempunyai sifat glikosida dan mengandung cincin lakton makrosiklik, gula amino basa dan gula netral. Mekanisme kerja yang diketahui yaitu antibiotik makrolida menghambat sintesis protein pada fase pemanjangan dengan mempengaruhi translokasi.10 Makrolida digunakan untuk peradangan yang disebabkan oleh mikroba Grampositif yang resisten terhadap penisilin atau tetrasiklin, dipakai juga pada pasien yang alergi terhadap penisilin.10 Yang termasuk dalam kelompok makrolida yaitu eritromisin, azitromisin, dan sebagainya. Azitromisin memiliki aktivitas yang sangat baik dengan Chlamydia. Kadar azitromisin yang tercapai dalam serum setelah pemberian oral relatif rendah, tetapi di jaringan dan sel fagosit menjadi sangat tinggi. Obat yang disimpan dalam jaringan ini kemudian dilepaskan perlahan-lahan sehingga dapat diperoleh masa paruh eliminasi sekitar 3 hari. Dengan demikian obat cukup diberikan sekali sehari dan lama pengobatan dapat dikurangi. Absorbsinya berlangsung cepat tetapi terganggu bila diberikan bersamaan dengan makanan.17
2.1.4.3 Linkomisin Yang termasuk kelompok linkomisin adalah linkomisin yang diisolasi dari Streptomyces lincolnensis dan senyawa sintesis parsial turunannya yaitu klindamisin. Kelompok linkomisin mempunyai spektrum kerja yang mirip antara yang satu dengan yang lain, mekanisme kerjanya sama dengan antibiotik makrolida, sedangkan kerja klindamisin 2-10 kali lebih besar dari intesitas kerja linkomisin. Yang penting adalah kemampuan difusinya yang baik dalam tulang. Linkomisin dan klindamisin digunakan untuk peradangan karena staphylokokus jika antibiotik lain tidak dapat digunakan dan berguna pada peradangan karena bakteri anaerob.10 Selain itu, klindamisin digunakan untuk pasien yang alergi dengan penisilin atau terjadi kegagalan pengobatan dengan penisilin.16
2.1.4.4 Antibiotik aminoglikosida Yang termasuk antibiotik golongan ini adalah streptomisin, neomisin, kelompok kanamisin-gentamisin, dan spektinomisin. Senyawa ini merupakan senyawa dengan struktur yang terdiri atas tri atau tetrasakarida, yang mengandung streptamin atau turunannya sebagai rumus umum, terutama 2-desoksistreptamin. Semua senyawa ini memiliki spektrum kerja yang luas dan kerjanya adalah bakterisidal. Gentamisin adalah senyawa yang didapat dari filtrat kultur jenis Mikromonospora, yang merupakan campuran dari 3 antibiotik spektrum luas gentamisin C1, C1a, dan C2. Secara klinis gentamisin sangat berarti terutama karena peranannya terhadap mikroba Gram-negatif penyebab peradangan tersebut.10
2.1.4.5 Kuinolon Kuinolon memiliki atom fluor pada cincin kuinolon (karena itu dinamakan juga fluorokuinolon). Golongan kuinolon secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kuinolon dan fluorokuinolon. Kelompok kuinolon tidak mempunyai manfaat klinik untuk pengobatan peradangan sistemik karena kadarnya dalam darah terlalu rendah, daya antibakterinya lebih lemah, dan resistensi cepat timbul. Indikasinya terbatas sebagai antiseptik saluran kemih. Sedangkan kelompok
fluorokuinolon memiliki atom fluor pada posisi 6 dalam struktur molekulnya. Daya antibiotik fluorokuinolon jauh lebih kuat dibandingkan kelompok kuinolon lama. Kelompok obat ini diserap secara baik pada pemberian oral, dan derivatnya tersedia juga dalam bentuk parenteral yang digunakan untuk penanggulangan peradangan berat, khususnya yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif, sedangkan terhadap bakteri Gram-positif daya bakterinya relatif lemah. Yang termasuk golongan ini adalah siprofloksasin, pefloksasin, levofloksasin, dan sebagainya.18
2.1.4.6 Metronidazole Metronidazole adalah nitroimidazole buatan yang dibuat atau diisolasi dari Streptomyces sp yang berguna dalam mengatasi berbagai peradangan akibat protozoa.13 Obat ini juga efektif melawan bakteri anaerob yang bekerja dengan mengganggu DNA bakteri sehingga menghambat sintesis asam nukleat.16 Spektrum metronidazole terbatas pada bakteri anaerob obligat dan beberapa bakteri mikroaerofilik,19 dan paling efektif melawan bakteri anaerob gram negatif yang bertanggung jawab pada peradangan orofasial akut dan periodontitis kronis.13 Kombinasi metronidazole dengan antibiotik betalaktam pada
peradangan oral
diindikasikan untuk peradangan orofasial akut yang serious dan pada penatalaksanaan periodontitis agresif.13
2.1.5 Dosis antibiotik di bidang kedokteran gigi
2.1.5.1 Penggunaan dosis antibiotik pada peradangan odontogenik
Tabel 1. Dosis antibiotik yang umum digunakan untuk kasus peradangan odontogenik pada pasien dewasa 2, 16, 19-21 Substansi Obat Jalur Pemberian Dosis Amoksisilin Amoksisilin-Asam Klavulanat
po* po
Klindamisin
po
500 mg/8 jam • 250 mg amoksisilin+125 mg klavulanat/8 jam • 500 mg amoksisilin+125 mg klavulanat/8 jam ringan-sedang: 150-300 mg/6 jam
Substansi Obat
Jalur Pemberian
Dosis
berat: 300-450 mg/6 jam Azitromisin po 500 mg/24 jam 3 hari berurutan Siprofloksasin po 500 mg/12 jam Metronidazol po 500-750 mg/8 jam Sefadroksil po 500-1000 mg/12 jam Eritromisin po 250 mg/6 jam atau 500 mg/12 jam Gentamisin Im*** atau iv 240 mg/24 jam Penisilin im atau iv 1,2-2,4 juta IU/24 jam*** hingga IU/24 jam** Keterangan: *po: pemberian per oral; **iv: pemberian melalui intravena; ***im: pemberian melalui intramuskular.
24 juta
2.1.5.2 Penggunaan dosis antibiotik sebagai profilaksis antibiotik Tabel 2. Dosis profilaksis antibiotik pada endokarditis bakterial pada prosedur oral 2, 21, 22
Antibiotik
Dosis
Pemilihan Waktu
Amoksisilin Ampisilin Klindamisin
2 g po ½-1 jam sebelum 2 g im atau iv ½ jam sebelum 600 mg po 1 jam sebelum 600 mg po atau iv ½ jam sebelum Sefaleksin atau Sefadroksil 2 g po 1 jam sebelum Azitromisin atau Klaritromisin 500 mg po 1 jam sebelum Eritromisin 500 mg po 1 jam sebelum Sefazolin 1 g im atau iv ½ jam sebelum Seftriakson 1 g im atau iv 1 jam sebelum Keterangan: po: pemberian per oral; iv: pemberian melalui intravena; im: pemberian melalui intramuskular. 2.1.6 Indikasi penggunaan antibiotik di bidang kedokteran gigi Peradangan akut dan kronis pada pulpa merupakan penyebab sakit gigi paling banyak. Namun kebanyakan kasus peradangan lebih memerlukan perawatan konservatif daripada pemberian antibiotik. Selulitis fasial baik yang disertai disfagia ataupun tidak, harus diberikan antibiotik sesegera mungkin karena, jika tidak diberikan, peradangan dapat meluas melalui limfe dan sirkulasi darah. Beberapa lesi
oral terlokalisir yang diindikasikan pemberian antibiotik yaitu abses periodontal, gingivitis ulseratif nekrose akut, perikoronitis dan osteomyelitis.3,13 Selain itu, antibiotik juga digunakan sebagai profilaksis.15 Umumnya, antibiotik digunakan di kedokteran gigi untuk dua tujuan yaitu sebagai profilaksis antibiotik dan sebagai pengobatan kasus peradangan.2
1. Sebagai pengobatan atau terapi antibiotik Pemberian antibiotik tidak terbatas pada kasus peradangan odontogenik saja, melainkan juga pada kasus non-odontogenik. Untuk kasus peradangan odontogenik sendiri, tidak ada kriteria tertentu dalam pemberian antibiotik. Pengobatan diberikan dalam beberapa situasi peradangan odontogenik akut yang berasal dari pulpa misalnya sebagai pendukung dalam perawatan saluran akar, gingivitis nekrotis ulseratif akut, abses periapikal, periodontitis agresif, abses periodontal, dan osteomyelitis.2,13 Pemberian antibiotik tidak disarankan pada kasus gingivitis.2 Perluasan inflamasi cepat dan berat sebaiknya dirawat dengan pemberian antibiotik, sementara inflamasi yang ringan dan terlokalisir dimana drainase dapat dilakukan, maka pemberian antibiotik tidak perlu.15 Abses peridontal sering dirawat dengan insisi dan drainase tanpa pemberian antibiotik karena abses periodontal jarang disertai demam, malaise, limfadenopati, dan tanda-tanda sistemik lainnya. Tetapi, abses periodontal perlu diberikan terapi antibiotik ketika disertai tanda dan gejala sistemik, atau ketika insisi dan drainase tidak dapat dilakukan. Hal ini berbeda pada terapi antibiotik untuk peradangan yang berasal dari pulpa atau periapikal, dimana seharusnya lebih agresif karena lebih cenderung meluas ke permukaan wajah. Terapi antibiotik untuk kasus abses periodontal diberikan dalam dosis tinggi dan durasi yang singkat. Perawatan osteomyelitis yaitu berupa terapi antibiotik dan pembedahan. Dikarenakan keanekaragaman bakteri penyebabnya, pembuatan kultur dan tes sensitivitas sesegera mungkin menjadi penting untuk mendapatkan terapi antibiotik yang paling tepat.13 Antibiotik turunan β-laktam dapat dipertimbangkan sebagai antibiotik pilihan, asalkan tidak ada alergi. Namun, hanya sedikit obat dari kelompok ini yang dapat
diresepkan. Penisilin dan amoksisilin dapat menjadi pilihan pertama. Amoksisilinklavulanat lebih disukai, karena spektrum kerja yang luas, sifat farmakokinetik, toleransi, dan dosis yang khas. Klindamisin juga menjadi obat pilihan karena penyerapannya yang baik, kemungkinan bakteri menjadi resistensi rendah, dan konsentrasi antibiotik yang dicapai dalam tulang lebih tinggi.2 Peradangan non-odontogenik yang termasuk peradangan spesifik dari rongga mulut (TBC, sifilis, lepra), dan peradangan nonspesifik membran mukosa, otot dan wajah, kelenjar ludah dan tulang. Proses ini membutuhkan perawatan yang panjang, dan obat yang digunakan biasanya termasuk klindamisin dan flurokuinolon (seperti siprofloksasin, norfloksasin, dan moksifloksasin).2
2. Sebagai profilaksis antibiotik Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis telah diterima secara luas dan umum digunakan di kedokteran gigi. Tujuan pengobatan ini yaitu sebagai pencegahan endokarditis infektif yang diindikasikan pada pasien yang berisiko dalam hal prosedur invasif dalam rongga mulut.2 Pasien yang menggunakan katup jantung buatan, memiliki riwayat endokarditis, memiliki penyakit jantung kongenital seperti penyakit jantung kongenital sianosis, menggunakan bahan atau alat jantung buatan yang kurang dari 6 bulan, ataupun yang memiliki efek sisa pada tempat atau sekitar tempat dipasangnya bahan atau alat buatan, serta penerima transplantasi jantung, maka pada pasien tersebut diindikasikan pemberian profilaksis antibiotik untuk prosedur dental.22 Pasien yang memiliki riwayat peradangan prostesis sendi dan pada pasien yang menggunakan sendi buatan kurang dari dua tahun disertai defisiensi imun, maka pasien tersebut beresiko tinggi terhadap prosedur invasif dalam rongga mulut sehingga diperlukan pemberian profilaksis antibiotik.2 Profilaksis peradangan lokal digunakan untuk mencegah proliferasi dan penyebaran bakteri di dalam dan dari luka operasi itu sendiri. Penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien yang sehat hanya dianjurkan dalam kasus pencabutan gigi impaksi, bedah periapikal, bedah tulang, bedah implan, penyambungan tulang dan operasi untuk tumor jinak. Pada pasien dengan faktor risiko berupa peradangan lokal
atau sistemik–termasuk pasien onkologi, pasien dengan kekebalan tubuh rendah, pasien dengan gangguan metabolik seperti diabetes, dan pasien yang telah menjalani splenektomi–antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum melakukan prosedur invasif.2 Namun, profilaksis antibiotik tidak direkomendasikan pada prosedur dental atau keadaan berikut yaitu anestesi topikal pada jaringan yang tidak meradang, pengambilan radiografi gigi, penggunaan gigitiruan lepasan atau alat ortodontik, penyesuaian alat ortodontik, penempatan braket ortodontik, dan pencabutan gigi desidui serta perdarahan karena trauma di bibir dan mukosa.22 Tabel 3. Indikasi penggunaan antibiotik di kedokteran gigi 15, 21, 22 Keadaan Pilihan obat Obat alternatif Penyakit periodontal • GUNA (gingivitis ulseratif • Penisilin V, • Metronidazole, nekrose akut) • Amoksisilin • Tetrasiklin • Abses periodontal • Penisilin V • Tetrasiklin • Amoksisilin ditambah • Localized juvenile • Doksisiklin, metronidazole periodontitis • Tetrasiklin • Augmentin (amoksisilin ditambah klavulanat) • Periodontitis pada dewasa • Tidak indikasi • Klindamisin antibiotik • Amoksisilin ditambah • Rapid advancing • Doksisiklin, periodontitis (RAP) atau • Tetrasiklin, metronidazole Periodontitis agresif • Metronidazole Peradangan Oral • Peradangan jaringan lunak • Penisilin V • Doksisiklin (abses, selulitis fasial, pasca- • Amoksisilin • Klindamisin bedah, perikoronitis) • Sefalosporin • Tetrasiklin • Osteomyelitis • Penisilin V • Klindamisin • Amoksisilin • Sefalosporin • Siprofloksasin • Eritromisin Peradangan campuran yang tidak sensitif terhadap penisilin • Peradangan akibat bakteri • Amoksisilin • Sefalosporin aerob • Sulfonamid • Tetrasiklin
Keadaan Pilihan obat • Peradangan karena bakteri • Metronidazole anaerob dan kronis • Klindamisin
Profilaksis Mencegah endokarditis infektif • Pasien dengan penyakit Tidak alergi pada jantung reumatik dan katup penisilin – PO: Amoksisilin jantung buatan • Pasien dengan riwayat endokarditis infektif • Pasien dengan penyakit jantung bawaan (misalnya penyakit jantung sianotik) • Penerima cangkok jantung • Pada penderita valvulopati
Obat alternatif • Sefalosporin • Augmentin • Tetrasiklin • Metronidazole + pensilin Pasien yang tidak dapat diberikan PO, maka pemberian melalui IV/IM: • Ampisilin • Sefazolin atau seftriakson Pasien yang alergi dengan penisilin atau ampisilin, pemberian melalui PO: • Klindamisin • Azitromisin/ klaritromisin Pasien yang alergi dengan ampisilin atau penisilin dan tidak dapat diberikan PO, maka diberikan IV/IM: • Sefazolin atau seftriakson • Klindamisin
Profilaksis peradangan lokal • Pada pasien sehat (misalnya kasus pencabutan gigi impaksi, bedah periapikal, bedah tulang, bedah implan, penyambungan tulang, dan operasi untuk tumor jinak) • Pada pasien dengan penyakit sistemik (pasien onkologi, pasien imunosupresan, pasien dengan gangguan metabolik seperti diabetes tidak terkontrol, dan pasien yang telah menjalani splenektomi) Keterangan: PO: per oral; IV: intravena; IM: intramuskular 2.2 Resistensi terhadap Antibiotik
Resistensi terhadap antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme menjadi kebal atau dapat melawan efek antibiotik, baik yang didapat mikroorganisme atau secara alami.15 Resistensi terhadap antibiotik dapat dibagi menjadi beberapa hal, yaitu:
1. Berdasarkan mekanisme terjadinya resistensi terhadap antibiotik a. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba. Pada bakteri Gram-negatif, molekul antibiotik kecil dan polar dapat menembus dinding luar dan masuk ke dalam sel melalui lubang-lubang kecil yang disebut porin. Bila porin menghilang atau mengalami mutasi, maka masuknya antibiotik ini akan terhambat. Mekanisme lain adalah bakteri mengurangi mekanisme transpor aktif yang memasukkan antibiotik ke dalam sel (misalnya gentamisin). Selain itu, mikroba dapat mengaktifkan pompa efluks untuk membuang keluar antibiotik yang ada di dalam sel (misalnya tetrasiklin).9 b. Inaktivasi obat. Mekanisme ini sering mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap golongan aminoglikosida dan golongan β-laktam karena mikroba mampu membuat enzim yang merusak kedua golongan antibiotik tersebut.9 c. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antibiotik. Mekanisme ini terlihat pada Staphylococcus aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA) yang mengubah Penicillin Binding Protein (PBP) 2a atau PBP 2’ sehingga afinitasnya menurun terhadap metisilin dan antibiotik β-laktam lain.9,23 Resistensi terhadap penisilin dapat timbul akibat adanya mutasi sehingga menghasilkan produksi PBP yang berbeda sehingga bakteri membutuhkan gen-gen PBP yang baru.23 2. Berdasarkan sumber terjadinya resistensi antibiotik a. Resistensi bawaan. Resistensi bawaan atau resistensi primer yaitu resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya enzim
pengurai
antibiotik
pada
mikroorganisme
sehingga
secara
alami
mikroorganisme dapat menguraikan antibiotik. Contohnya Staphylococcus dan bakteri lainnya yang mempunyai enzim penisilinase yang dapat menguraikan penisilin dan sefalosporin. Selain itu, resistensi bawaan dapat terjadi pada bakteri yang memiliki struktur pelindung khusus dari paparan antibiotik, seperti Mycobacterium tuberculosa yang memiliki kapsul pada dinding sel sehingga resistensi terhadap obat-obat antibiotik.23 b. Resistensi dapatan. Resistensi dapatan atau resistensi sekunder dapat terjadi melalui tiga mekanisme yaitu (1) diperoleh akibat kontak dengan agen antibiotik
dalam waktu yang cukup lama dengan frekuensi yang tinggi, sehingga terjadi mutasi pada mikroorganisme; (2) terjadi akibat mekanisme adaptasi atau penyesuaian aktivitas metabolisme mikroorganisme untuk melawan efek obat; dan (3) bakteri memperkuat dinding sel mikroorganisme sehingga menjadi tidak dapat ditembus (impermeabel) oleh obat dan perubahan sisi perlekatan pada dinding sel. Proses terjadinya mutan yang resistensi terhadap antibiotik dapat terjadi secara cepat (resistensi satu tingkat) dan dapat pula terjadi dalam waktu yang lama (resistensi multi tingkat). Contoh resistensi satu tingkat adalah resistensi pada streptomisin, dan rifampisin; dan contoh resistensi multitingkat adalah resistensi pada penisilin, eritromisin, dan tetrasiklin.23 c. Resistensi episomal. Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom (episom = plasmid di luar kromosom). Beberapa bakteri memiliki faktor R pada plasmidnya yang dapat menular pada bakteri lain yang memiliki kaitan spesies melalui kontak sel secara konjugasi maupun transduksi.23
3. Berdasarkan penyebab klinis terjadinya resistensi terhadap antibiotik Resistensi terhadap antibiotik dapat disebabkan oleh keadaan klinis sebagai berikut: (1) Penggunaan antibiotik yang terlalu sering; (2) Penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasi; (3) Durasi penggunaan antibiotik terlalu pendek atau lama; dan (4) Penundaan pemberian antibiotik pada pasien dengan penyakit kritis.9,24
2.3 Efek Samping
1. Reaksi Alergi Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan melibatkan sistem imun tubuh hospes dan tidak bergantung pada besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya alergi dapat bervariasi.9 Prognosis reaksi alergi sulit diramalkan walaupun terdapat riwayat reaksi alergi pasien. Seseorang yang memiliki riwayat alergi, misalnya alergi terhadap penisilin, tidak selalu mengalami reaksi alergi kembali ketika diberikan obat tersebut. Sebaliknya, seseorang tanpa riwayat
alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan kembali penisilin.9 Bentuk reaksi alergi pada penisilin paling sering yaitu reaksi urtikaria pada kulit atau maculopapular rash. Penisilin juga dapat menyebabkan reaksi syok anafilaktik.13 2. Reaksi Toksik Antibiotik pada umumnya bersifat toksisitas selektif, tetapi sifat ini relatif. Penisilin merupakan golongan antibiotik yang mungkin dianggap paling tidak toksik sampai saat ini. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-masing antibiotik dapat menyerang organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes. Beberapa contoh reaksi toksik penggunaan antibiotik seperti pada golongan aminoglikosida pada umumnya bersifat toksik terutama terhadap Nervus Vestibulokoklear (N.VIII). Golongan tetrasiklin dapat menggangu pertumbuhan jaringan tulang dan gigi akibat deposisi kompleks tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Dalam dosis besar, obat ini bersifat hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis dan pada wanita hamil.9 3. Perubahan Biologik dan Metabolik Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang meradang, terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat patogen. Penggunaan antibiotik, terutama spektrum luas, dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen.9 Pada beberapa keadaan, perubahan ini dapat menimbulkan superinfeksi, yaitu suatu peradangan baru yang disebabkan oleh proliferasi mikroba berbeda dari penyebab peradangan primer yang terjadi akibat terapi peradangan primer dengan suatu antibiotik.9,15 Mikroba penyebab superinfeksi biasanya jenis mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan antibiotik terutama spektrum luas, misalnya penggunaan tetrasiklin dapat menyebabkan kandidiasis.9 Faktor yang mempermudah timbulnya superinfeksi di antaranya adanya faktor atau penyakit yang mengurangi daya tahan pasien, penggunaan antibiotik terlalu lama, dan luasnya spektrum aktivitas obat antibiotik. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi superinfeksi yaitu menghentikan terapi antibiotik yang sedang
digunakan, melakukan biakan (kultur) mikroba penyebab superinfeksi, dan memberikan suatu antibiotik yang efektif terhadap mikroba tersebut.9
2.4 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, baik indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.25 Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).25,26 Pengetahuan dapat diperoleh secara alami maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan.26 Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai tingkatan, yaitu24,26: 1. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, misalnya mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau terhadap suatu rangsangan tertentu. 2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih berkaitan satu dengan lainnya. Kemampuan analisis ditandai dengan penggunaan kata kerja diantaranya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori yang telah ada. 6. Evaluasi, berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada, misalnya dapat membandingkan, menanggapi, menafsirkan, dan sebagainya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur, dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.25
2.5 Kerangka Teori
Penggunaan Antibiotik
Antibiotik
Definisi
Prinsip Kerja
Aktivitas dan Spektrum
Klasifikasi
Pengetahuan
Dosis
Resistensi terhadap Antibiotik
Efek Samping
2.6 Kerangka Konsep Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut
Penggunaan Antibiotik di Bidang Kedokteran Gigi
-
Definisi dan klasifikasi
-
Indikasi
-
Dosis
-
Efek Samping
-
Resistensi