BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Air Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal bukan dari kemurniannya (Fardiaz, 1992). Perubahan tersebut pada umumnya terlihat jelas melalui penurunan kualitas kehidupan di dalam tanah, air, dan udara. Perubahan ini terjadi sebagai akibat masuknya zat pencemar ke dalam lingkungan (Palar, 2008). Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Misalnya, walaupun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara yang bersih dan bebas dari pencemaran, air hujan yang turun di atasnya selalu mengandung bahanbahan terlarut, seperti CO2, O2, dan N2, serta bahan-bahan tersuspensi misalnya debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa air hujan dari atmosfir (Kristanto, 2004). Air yang tercemar akan menimbulkan bau yang sangat menusuk disebabkan oleh bau yang berasal dari berbagai zat yang terlarut di dalam air. Selain itu bau dapat dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme yang berlangsung secara anaerob yang akan menghasilkan amoniak dengan bau yang sangat tajam. Berbagai kelompok moikroorganisme di dalam air juga dapat menghasilkan bau yang sangat bervariasi. Adanya berbagai zat terlarut maupun tidak terlarut dalam air dapat menimbulkan perubahan rasa air (Barus, 2004). Banyaknya bahan pencemar dapat memberikan dua pengaruh terhadap organisme perairan yaitu membunuh spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemar. Jika air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi (Sastrawijaya, 1991).
Universitas Sumatera Utara
Tanda-tanda polusi air yang berbeda disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda. Polutan air dapat dikelompokkan atas 9 kelompok berdasarkan perbedaan sifat-sifat sebagai berikut: Padatan, bahan buangan yang membutuhkan oksigen (Oxygen demanding wastes), mikroorganisme, komponen organik sintetik, nutrient tanaman, minyak, senyawa anorganik dan mineral, bahan radioaktif serta panas. Pengelompokan tersebut bukan merupakan pengelompokan yang baku, karena suatu jenis polutan mungkin dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok. Sebagai contoh, bakteri dapat dimasukkan ke dalam kelompok mikroorganisme maupun kelompok padatan karena baktreri merupakan tersuspensi (Agusnar, 2007). Menurut Wardhana (1999), indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: 1). Adanya perubahan suhu air. 2). Adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrogen. 3). Adanya perubahan warna, bau dan rasa air. 4). Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut. 5). Adanya mikroorganisme.
2.2 Logam Berat Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik dan anorganik. Secara alami siklus logam adalah dari kerak bumi ke lapisan tanah, lalu ke mahluk hidup (tumbuhan, hewan dan manusia) ke dalam air, mengendap, dan akhirnya kembali ke kerak bumi (Darmono, 1995). Banyaknya logam berat baik yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut air. Sumber pencemar ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam, dan jenis industri lainnya, dan dapat juga berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam (Darmono, 2001). Saeni (1997) mendefenisikan logam berat sebagai unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai affinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 3 sampai 7 pada tabel periodik. Pada kenyataanya,
Universitas Sumatera Utara
dalam pengertian logam berat ini dimasukkan pula unsur-unsur metalloid yang memiliki sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlahnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd, Cr, Pb, Hg, Ni dan Zn (Wild, 1995).
2.3 Timbal (Pb) Timbal
dalam
keseharian
lebih
dikenal
dengan
timah
hitam,
dalam
bahasailmiahnya dinamankan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logamini termasuk dalam kelompok logam golongan IV-A pada tabel periodik unsurkimia mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat atom (BA) 207,2 (Palar 2008).Logam Pb dalam perairan berasal dari debu yang mengandung logam Pbyaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung Pb tetra etil, disamping itu dapat juga berasal erosi danlimbah industri (Saeni, 1989). Menurut palar (1994) dalam Herdiana (2000), Secara alamiah, Pb masuk ke perairan melalui pengkristalan pb di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi batuan mineral. Pb yang masuk ke perairan sebagai dampak aktivitas manusia seperti buangan limbah industri, buangan pertambangan biji timah dan buangan sisa industri batre. Darmono (1995), menjelaskan bahwa limbah industri yang mengandung logam Pb, seperti industri kimia, industri percetakan, dan industri yang memproduksi logam, dan cat menambah kandungan logam Pb dalam perairan apabila limbah tersebut di buang ke perairan.Kandungan logam Pb yang tinggi pada perairan juga dapat berakibat buruk pada biota yang ada di dalamnya. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l, dapatmembunuh ikan (Palar 2008).
2.4 Kadmium (Cd) Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, dan tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam persenyawaan dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfide) (Widowati, 2008). Kadmium tergolong logam berat dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap kelompok sulfhidrid dari enzim dan meningkat kelarutanya dalam lemak.
Universitas Sumatera Utara
Pada perairan alami yang bersifat basa, senyawa kadmium mengalami hidrolisa, teradsorpsi oleh padatan tersuspensi dan membentuk ikatan kompleks dengan bahan organik. Kadmium pada perairan alami membentuk ikatan kompleks dengan ligan baik organik maupun anorganik, yaitu Cd2+, Cd(OH)+, CdCl+, CdSO4, CdCO3 dan Cd-organik. Ikatan kompleks tersebut memiliki tingkat kelarutan yang berbeda: Cd2+> CdSO4> CdCO3> Cd(OH)+(Sanusi, 1980). Sifat racun Cd terhadap ikan yang hidup dalam air laut berkisar antara 10100 kali lebih rendah dari pada dalam air tawar yang memiliki tingkat kesadahan lebih rendah. Toksisitas kadmium meningkat dengan menurunnya kadar oksigen dan kesadahan, serta meningkatnya pH dan suhu. Sedangkan toksisitas kadmium turun pada salinitas dengan kondisi isotonis dengan cairan tubuh hewan bersangkutan (Laws, 1993). Kadmium adalah salah satu unsur yang telah ditemukan Stromeyer berasal Jerman pada tahun 1817. Oleh karena berhubungan dengan persamaan pada truktur atom dan perilaku kimia, Cd dan Zn sering terjadi bersama-sama secara alami. Bagaimanapun, Zn adalah suatu unsur esensial, Cd diperlakukan sebagai suatu unsur beracun. Mereka ditemukan bersama-sama di dalam deposito sulfida. Batuan beku gunung berapi berisi sekitar 0,03 ppm Cd dan 80 ppm Zn . Unsur ini menyebabkan
proses pengrusakan iklim dan lautan, jika masing-masing
konsentarasimencapai sekitar 0.1 ppb Cd dan 20 ppb Ni. Lahan berisi sekitar 4.5 ppm Cd oleh karena pengayaan biogeniknya di dalam material lembab. Cd alami di udara adalah sekitar 0.002 µg/m walaupun ditemukan nilai tertinggi 0.3 µg/m (Dara, 1993). Kadmium dalam air tawar berbentuk karbonat (CdCO3). Kadmium karbonat dan kadmium hidroksida memiliki sifat kelarutan yang terbatas. Garamgaram kadmium (klorida, nitrat dan sulfat) dapat berupa senyawa kompleks organik dan anorganik atau terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan sedimen dasar. Pada pH tinggi, kadmium mengalami presipitasi/pengendapan. Kadmium bersifat akumulatif dan sangat toksik bagi organisme (Syakti et al 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.5 Eceng Gondok (Eichornia crassipes Solms.) Tanaman eceng gondok (E. crassipes) merupakan jenis tumbuhan air yang termasuk genus Eichhornia, famili Pontederiaceae, kelas Monocotyledonae dan divisi Phanerogamae. Tanaman eceng gondok memiliki tinggi antara 0.3-0.5 m dan pada umumnya hidup terapung di perairan (Stodala, 1967). Eceng gondok merupakan jenis tumbuhan air yang hidup terapung di atas permukaan air. Tetapi pada lingkungan air yang sangat dangkal tanaman ini akan berakar dalam tanah dan akar tersebut keluar dari buku-buku batang (Widyanto, 1975). Eceng gondok (E. crassipes) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai biofilter. Dengan adanya mikrobia rhizosfera pada akar dan didukung oleh daya absorbsi serta akumulasi yang besar terhadap bahan pencemar tertentu, maka dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengendali pencemaran di perairan (Marianto, 2001).Pitrawijaya (1992) menyatakan bahwa Eceng gondok ini juga memiliki kemampuan sebagai bioakumulator yakni dapat menyerap anion atau kation yang terdapat di dalam air buangan serta dapat berkembang cukup cepat dan tahan hidup pada kondisi yang buruk. Tumbuhan eceng gondok mempunyai potensi sebagai agensia pembersih perairan dari limbah logam dan menurunkan tingkat toksisitas bahan pencemar yang terdapat di dalam limbah tersebut. Kemampuan eceng gondok untuk menyerap logam disebabkan eceng gondok mempunyai akar yang bercabangcabang halus yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap senyawa logam, sehingga toksisitas logam yangterlarut semakin berkurang (Kirkby dan Mengel, 1987).
Fuadi
(1997)
menyatakan
bahwa
eceng
gondok
mempunyai
kemampuanmengabsorpsi logam berat diperairan, dan setiap gram berat kering tumbuhan ini mampu mengabsorbsi 0.176 gram logam Pbkarena akarnya dapat menghasilkan zat alleopati (semacam keringat) yang merupakan antibiotika dandapat membunuh bakteri coli. Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungan ke dalam dari lingkungan ke dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah faktor konsentrasi, yaitu kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat
konsentrasi yaitu
kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi
Universitas Sumatera Utara
tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya; perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan (Fitter dan Hay, 1991).
2.6 Parameter Fisik dan Kimia Perairan 2.6.1 Suhu Suhu di dalam air dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang telah melampaui ambang batas bagi kehidupan flora dan fauna akuatis tersebut di atas. Walaupun variasi suhu dalam air tidak sebesar di udara, hal ini merupakan faktor pembatas utama karena organisme aquatik sering kali mempunyai toleransi yang sempit (stenotermal). Perubahan suhu menyebabkan pola sirkulasi yang khas dan stratifikasi di lingkungan aquatik (Odum, 1994). Selanjutnya Barus (2004), menjelaskan bahwa jika dibandingkan dengan udara, air mempunyai kapasitas panas yang lebih tinggi. Pengukuran suhu air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Menurut Hukum Van’t Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10°C akan meningkatkan laju metabolisme dari organisme sebesar 2-3 kali. Menurut (1995) dalam Syakti et al (2012), suhu perairan dapat memberi efek terhadap bentuk kimia logam berat karena reaksi kimia akan meningkat apabila terjadi perubahan suhu. Suhu juga berpengaruh pada toksitas logam berat terhadap biota. Apabila terjadi peningkatan suhu, proses pemasukan logam berat dalam tubuh akan meningkat.
2.6.2 Derajat Keasaman (pH) Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas pH, dan dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH tanah. Yang perlu diperhatikan adalah cara pengambilan sampelnya yang benar sehingga nilai pH yang diperoleh benar (Suin, 2002, hlm: 54). Nilai pH air yang normal adalah netral, yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya oleh limbah cair
berbeda-beda nilainya tergantung jenis
limbahnya dan pengolahannya sebelum dibuang (Kristanto, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas normal akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004). Menurut Hart (1982) dalam
Syakti et al (2012), pada kondisi pH
mendekati normal (7-8), kelarutan logam berat cenderung stabil dan akan berikatan dengan anion, sehingga logam berat akan membentuk kompleks organologam (bentuk logam organik dan anorganik) yang cenderung mengendap di dasar perairan.
2.6.3 Kandungan Nitrit dan Fosfat Banyaknya unsur hara mengakibatkan tumbuh suburnya tumbuhan, terutama makrophyta dan fitoplankton. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi. Nutrisi yang paling penting adalah nitrat dan fosfat (Nybakken, 1992). Fosfat merupakan unsur penting dalam air. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka. Selain itu juga dapat berasal dari atmosfer bersama air hujan masuk ke sistem perairan (Barus, 2004). Komponen nitrit (NO2) jarang ditemukan pada badan air permukaan karena langsung dioksidasi menjadi nitrat (NO3). Di wilayah perairan neritik yang relatif dekat dengan buangan industri umumnya nitrit bisa dijumpai, mengingat nitrit sering digunakan sebagai inhibitor terhadap korosi pada air proses dan pada sistem pendingin mesin. Bila kadar nitrit dan fosfat terlalu tinggi bisa menyebabkan perairan bersangkutan mengalami keadaan eutrofikasi sehingga terjadi blooming dari salah satu jenis fitoplankton yang mengeluarkan toksin (Wibisono, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.6.4 Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting didalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas. Dibandingkan dengan kadar
oksigen diudara yang mempunyai
konsentrasi
sebanyak 21% volum, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1% volum saja. Pengaruh oksigen terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi yang terjadi. Berbeda dengan faktor temperatur yang mempunyai pengaruh yang merata
terhadap fisiologis semua organisme air, konsentrasi
oksigen terlarut dalam air hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya (Barus, 2004).
2.6.5 Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD) Menurut Hart (1982) dalam Syakti et al (2012), suatu perairan menggambarkan keberadaan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradasi) oleh mikroorganisme melalui pengurangan jumlah oksigen terlarut. Hal ini menyebabkan perairan dengan kandungan bahan organik yang biodegradasi yang tinggi, oksigen terlarutnya rendah, sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisiologis organisme yang hidup di dalamnya., serta bentuk ikatan logam di perairan.
Universitas Sumatera Utara