BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyuluhan 2.1.1 Pengertian penyuluhan Penyuluhan merupakan suatu usaha terencana dan terarah dalam bentuk pendidikan non formal yang bertujuan merubah sikap dan tingkah laku individu atau sekelompok orang. Pada dasarnya, kegiatan penyuluhan adalah suatu proses belajar yang memiliki karateristik adanya perubahan tingkah laku yang relatif menetap dan terbentuk karena latihan atau pengalaman. Penyuluhan mengikuti atau sejalan dengan proses komunikasi yaitu adanya interaksi antara komunikator dan komunikan. Komunikator menyampaikan isi pesan melalui media dan saluran yang diperlukan hingga sampai ke komunikan.(10) 2.1.2 Tujuan Tujuan dari penyuluhan adalah perubahan tingkah laku yang meliputi pengetahuan sikap dan perilaku (tindakan) yang mengarah kepada upaya hidup sehat.(10)Penyuluhan juga dilakukan dengan tujuan penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia baik secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan.(11) 2.1.3 Metode Metode penyuluhan yang umum digunakan adalah metode didaktik (one way method) dan metode sokratik (two way method).Pada metode didaktik komunikator cenderung aktif sedangkan komunikan sebagai sasaran komunikator tidak diberi kesempatan mengemukakan pendapat atau bertanya. Jenis metode didaktik adalah ceramah, siaran melalui radio, pemutaran film/terawang (slide), penyebaran selebaran dan pameran. Ceramah merupakan salah satu metode didaktik yang baik digunakan pada pendidikan kesehatan gigi dan mulut untuk anak-anak sekolah dasar.(12)
Metode sokratik dilakukan dengan komunikasi dua arah antara komunikan dan komunikator.
Komunikan
diberikan
kesempatan
mengemukakan
pendapat
dan
bertanya.Salah satu metode sokratik yang tepat digunakan adalah demonstrasi. Jenis metode sokratik adalah wawancara, demonstrasi, sandiwara, simulasi, curah pendapat, permainan peran (roll playing), dan tanya jawab. Pada metode demonstrasi materi pendidikan disajikan dengan memperlihatkan cara melakukan suatu tindakan atau prosedur. Metode ini dilakukan dengan cara memberikan penerangan-penerangan secara lisan, gambar-gambar, dan ilustrasi. Tujuan metode demonstrasi yaitu untuk mengajar seseorang bagaimana melakukan suatu tindakan atau memakai suatu produksi baru.Keuntungannya dapat menjelaskan suatu prosedur secara visual, sehingga mudah dimengerti dan komunikan dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diterimanya. Kerugian pada metode ini diperlukan alat-alat dan biaya yang besar serta perencanaannya memakan waktu yang lama.(12) 2.1.4 Efektivitas Penyuluhan memiliki peran khusus dalam memberikan informasi tentang manajemen emerjensi trauma gigi yang tepat. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah berurusan dengan trauma gigi sangat penting untuk prognosis gigi.Memberikan pengetahuan penting kepada masyarakat umum dan khususnya untuk populasi yang beresiko akanmenurunkan keparahan dan kejadian dengan arti peningkatan pengobatan yang tepat dan cepat apabila terjadi trauma gigi.(8) Penelitian yang dilakukan oleh Holan G et.al., menunjukkan peningkatan pengetahuan guru setelah seminar tunggal. Persentase guru memberikan jawaban benar dalam kuesioner pertama secara signifikan lebih rendah dibanding pada kuesioner kedua.Persentase guru yang memberikan jawaban yang benar dalam kuesioner kedua di antara mereka yang menghadiri penyuluhan.(9)Secara keseluruhan, beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang sangat baik bagi yang mengikuti penyuluhan trauma gigi.(8)
2.2 Pengetahuan, Sikap & Perilaku 2.2.1 Pengetahuan Pengetahuan
merupakan
wujud
penginderaan
terhadap
suatu
objek
tertentu.Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga.Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).Apabila perilaku didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat “longlasting”. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:(13) 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang diperoleh atau rangsangan yang telah diterima. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalamkompenen-kompenen, tetapi masih didalam suatu strukturorganisasitersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk melakukan atau mengembangkan bagian-bagian yang terdapat dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atauangket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.Pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan seperti di atas.(13)
2.2.2 Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu :(13) a. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b. Merespons (Responding) Subjek memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas adalah indikasi dari sikap. Usaha untuk menjawab pertanyaan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut. c. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. d. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab adalah mempunyai tanggung terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala risiko. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek. Secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan pertayaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.(13)
2.2.3 Perilaku Perilaku adalah apa yang dkerjakan oleh seseorang yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung. Kwick R mengatakan bahwaperilaku adalah tindakan atau perbuatan seseorang yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Penelitian ini mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi suatu perilaku terjadi proses beurutan pada orang tersebut, yaitu :(13) a. Kesadaran (Awareness): seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus. b. Tertarik (Interest): merasa tertarik terhadap stimulus yang diberikan. Sikap subjek sudah mulai terbentuk. c. Mempertimbangkan (Evaluation): seseorang mempertimbangkan baik buruk dari stimulus kepada dirinya. Hal ini berarti sikap orang itu sudah lebih baik lagi. d. Mencoba (Trial): seseorang telah mulai mencoba melakukan perilaku baru. e. Adopsi (Adoption): seseorang telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan mengamati tindakan atau kegiatan responden.(13)
2.3Trauma Asal kata trauma adalah dari negara Yunani dengan artinya luka.Terdapat 2 jenis arti trauma yaitu secara patologi dan psikiatri.Arti trauma secara patologi adalah luka tubuh atau syok yang dihasilkan oleh cedera fisik tiba-tiba, seperti dari kekerasan atau kecelakaan dan kondisi yang terjadi akibat dari trauma; kondisi tubuh abnormal yang disebabkan oleh cedera, luka, atau syok. Secara psikiatri arti trauma pula adalah
pengalaman yang menghasilkan cedera psikologis atau sakit dan cedera terjadi karena psikologis.(14) 2.3.1 Trauma Gigi Trauma gigi adalah cedera terkait dengan faktor eksternal, seperti kekerasan, kecelakaan dan jatuh, serta faktor lainnya adalah ekstensi, intensitas dan gravitasi yang dapat mencapai kedua-dua elemen gigi dan struktur pendukungnya. Gigi luka periodontal, komplikasi akhir sering terlihat adalah nekrosis pulpa, obliturasi kanal pulpa, resorpsi akar dan kehilangan tulang alveolar horizontal/vertikal.Trauma gigi merupakan keadaan darurat gigi yang benar dan memerlukan penilaian dan penanganan emerjensi.(15) Penelitian yang dilakukan di India menyatakan bahwa jenis gigi yang paling umum terkena trauma adalah gigi insisivus sentralis permanen rahang atas dengan 43,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan gigi yang lain (Gambar 1)(16)
50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
Jenis gigi yang terlibat
Insisivus Insisivus Sentralis Sentralis Maksila Kanan Maksila Kiri
Insisivus Insisivus Kanan & Kiri Sentralis & Sentralis Lateral Kanan Maksila Maksila
Insisivus Lateral Kiri Maksila
Insisivus Insisivus Kanan & Kiri Lateral Kanan Sentral Maksila Mandibular
Gambar 1.Jenis gigi yang terlibat(16)
2.3.2 Etiologi Trauma Gigi Penyebab utama trauma gigi adalah jatuh. Kecelakaan di dalam dan di sekitar rumah telah dilaporkan sebagai sumber utama cedera pada gigi sulung, sedangkan kecelakaan di rumah dan sekolah merupakan penyebab terjadinya trauma gigi pada gigi permanen. Kecelakaan akibat olahraga, kekerasan, kecelakan lalu lintas jalan juga merupakan penyebab umum trauma gigi.(17)Jatuh saat bermain (37,5%) jauh lebih tinggi daripada faktor penyebab yang lain seperti berkelahi atau jatuh dari sepeda (Gambar 2)(16)
50%
Lelaki Perempuan
40% 30% 20% 10% 0%
Jatuh saat bermain Kecelakaan lalulintas Berkelahi Jatuh dari bus Masalah kesehatan Jatuh dari Terbentur sepedapada Terbentur meja (sekolah) di tempat Jatuh tidur (sebab Terbentur lain) pada dindin
Gambar 2. Penyebab trauma gigi (16)
Beberapa faktor predisposisi yang berasal dari faktor anatomi akan meningkatkan kerentanan terhadap cedera gigi, di antaranya adalah Angle Klas II maloklusi, overjet (lebih dari 4 mm), open bite, bibir atas pendek atau hipotonik, pasien bernafas melalui mulut, kelompok anak penderita cerebral palsy dan dengan anak kebiasaan mengisap ibu jari menyebabkan gigi anterior protrusif.(18,19) Al-Khateeb Set. al., mengatakan bahwa peningkatan overjet lebih dari 3 mm menyebabkan terjadi fraktur koronal dua kali lebih tinggi,sementara peningkatan overjet lebih dari 6 mm pula adalah empat kali tinggi dibandingkan dengan anak yang mempunyai overjet 0-2 mm. Insiden fraktur koronal yang lebih tinggi dihubungkan dengan kompetensi bibir yang kurang melindungi gigi depan anak. Tingkat keparahan fraktur meningkat pada anak dengan overjet yang lebih besar.(14)Studi menemukan bahwa pada pasien yang overjet lebih besar dari 4 mm, memiliki frekuensi trauma berkisar dari 19,4% sehingga 29,4%. Faktor predisposisi lain trauma gigi adalah lesi karies, gigi endodontik sedang sembuh, dan kecelakaan atau perkelahian dalam kegiatan olahraga.(19) 2.3.3 Prevalensi Trauma Gigi pada Anak Trauma gigi terjadi seperlima dari keseluruhan trauma yang terjadi pada anak dan trauma yang paling serius adalah avulsi gigi.(20)Menurut suatu penelitian, prevalensi tertinggi trauma gigi anterior pada anak-anak terjadi antara usia 1-3 tahun karena pada usia tersebut, anak mempunyai kebebasan serta ruang gerak yang cukup luas, sementara koordinasi dan penilaianya tentang keadaan belum cukup baik. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan, dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik.(7)
2.3.4 Etiologi Trauma Gigi pada Anak Ada penelitian menyebutkan bahwa salah satu masa rentan terjadinya fraktur adalah pada usia 2-5 tahun, karena pada usia ini anak belajar berjalan dan berlari. Prevalensi trauma gigi menurun pada usia anak diatas tahun 5 tahun. Hal ini disebabkan karena koordinasi motorik anak yang semakin membaik, namun terjadi peningkatan kembali pada periode 8-12 tahun karena adanya peningkatan aktifitas fisik mereka.(18)Kelompok usia8 sampai 12 tahun dianggap paling rentan terhadap segala bentuk trauma gigi dan anak laki-laki mempunyai trauma gigi hampir dua kali lipat anak perempuan (Tabel 1). Hal ini menunjukkan jenis kelamin merupakan hal yang signifikan terhadap pengalaman trauma gigi.(16) Anak juga bisa mengalami trauma gigi bila terjadi kekerasan pada anak (child abuse) atau lain kata, ‘the battered child syndrome’.(21)The battered child syndrome adalah suatu kondisi klinis pada anak-anak yang telah menerima kekerasan fisik serius, yang sering menjadi penyebab cedera permanen atau kematian. Penyebab lain yang dapat mengakibatkan trauma gigi adalah anak yang mempunyai kebutuhan khusus, penyakit seperti epilepsi, kebiasaan buruk seperti bruxism, penggunaan narkotika, gangguan mental, cacat, anomali gigi dan karies.(22,23)
Tabel 1. Prevalensi Trauma Gigi(24) Laki-laki n Jenis fraktur
Perempuan n
Total
p-value
(%) (N=930)
(%)(N=570)
n (%)
Diskolarisasi gigi
30 (3.2%)
25 (4.3%)
55 (3.6%)
<0.05*
Fraktur mahkota mengenai
590 (63.4%)
244 (42.8%)
834 (55.6%)
<0.001†
75 (8.0%)
70 (12.2%)
145 (9.6%)
<0.001†
20 (2%)
10 (2%)
30 (2%)
<0.05*
50 (5.3%)
28 (4.9%)
78 (5.2%)
<0.05*
765 (82.2%)
377 (66.1%)
1142(76.13%)
<0.001†
enamel Fraktur mahkota mengenai enamel & dentin Fraktur mahkota mengenai enamel, dentin & pulpa Mobiliti Total *Signifikan† Signifikan tinggi
Trauma gigi pada gigi sulung sering terjadi sekitar 30% dari semua anak pernah mengalami trauma sebelum usia 6 tahun. Trauma ini menyebabkan komplikasi pada gigi sulung dan permanen dan sebagian besar trauma mempengaruhi gigi yang terkena adalah insisivus sentralis di rahang atas.(21)
2.3.5 Klasifikasi Trauma Ada banyak sistem klasifikasi yang tersedia untuk TDI antaranya adalah World Health Organization (WHO), Andreasen, Garcia-Godoy dan Ellis & Davey. Klasifikasi Andreasen merupakan modifikasi dari WHO dan berisi 19 kelompok yang meliputi cedera gigi, struktur pendukung, gingiva dan mukosa mulut. Berbeda dengan klasifikasi WHO, soket dan fraktur mandibular atau rahang tidak dikelompokkan dalam luka oral, melainkan diklasifikasikan secara terpisah sebagai fraktur tulang wajah. Klasifikasi WHO dengan modifikasi Andreasen menjelaskan luka pada struktur internal mulut dan menggabungkan kelompok luas “luka lain termasuk laserasi jaringan lunak rongga mulut”. Klasifikasi Garcia-Godoy juga merupakan modifikasi dari sistem WHO. Klasifikasi ini berbeda dari klasifikasi lain karena klasifikasi ini tidak mempunyai
fraktur gigi dengan keterlibatan sementum. Selain itu, tidak ada pengelompokkan untuk subluksasi atau alveolar luka dan patah tulang mandibular atau rahang. Klasifikasi Ellis pula adalah modifikasi lain dari sistem WHO. Sistem ini adalah klasifikasi sederhana banyak jenis luka dan memungkinkan untuk interpretasi subjektif dengan memasukkan arti luas seperti “sederhana” atau “luas” patah tulang. Cedera pada soket alveolar dan fraktur mandibular dan maksila tidak diklasifikasikan di sini.(25)Klasifikasi trauma gigi yang telah diterima secara luas adalah klasifikasi yang direkomendasikan dariWorld Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology.(18) 2.3.5.1Klasifikasi Menurut World Health OrganizationDengan Modifikasi Andreasen (WHO)(18,23) Klasifikasi ini diterapkan pada gigi sulung dan gigi permanen, yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut : I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa. 1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu fraktur yang tidak sempurna pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal. 2. Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja. 3. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai enamel gigi dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa. 4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan pulpa. II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa dan tulang alveolar. 1. Fraktur mahkota-akar (crown-root fracture) (N 502.53), yaitu fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture) (N 502.54) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) (N 502.54).
2. Fraktur akar(root fracture), yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa tanpa melibatkan lapisan enamel. 3. Fraktur dinding soket gigi(root socket fracture), yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket. 4. Fraktur prosesus alveolaris(alveolar fracture), yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi. 5. Fraktur korpus mandibular atau maksila (mandible or maxilla corpus fracture), yaitu fraktur pada korpus mandibular atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi. III. Kerusakan pada jaringan periodontal. 1.Konkusi (Concussion) (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi. 2. Subluksasi (Subluxation) (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi. 3. Luksasi ekstrusi (partial displacement) (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebakan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal. 4. Luksasi(luxation), merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi kearah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebakan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak kearah palatal. 5. Luksasi intrusi(intrusion luxation) (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek. 6. Avulsi (avulsion) (N 503.21) (hilang atau ekstraartikulasi) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket.
IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut. 1. Laserasi(laceration), merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel. 2. Kontusio(contusio), yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa. 3. Luka abrasi(abrasion), yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan berdarah atau lecet.
A
B
I
C
J
D
K
E
L
F
M
G
H
N
Gambar 3. A. Infraksi (infarction) B. Fraktur enamel (enamel fracture) C. Fraktur enamel-dentin (enamel-dentin fracture) D. Fraktur enameldentin-pulpa (enamel-dentin-pulp fracture) E. Fraktur makhkotaakar kompleks (uncomplicated crown-root fracture) F. Fraktur makhkota-akar tidak kompleks (complicated crown-root fracture) G. Fraktur akar (root fracture) H. Fraktur alveolar (alveolar fracture) I. Konkusi (concussion) J. Subluksasi (subluxation) K. Intrusi (intrusion) L. Ekstrusi (extrusion) M. Luksasi lateral (lateral luxation) N. Avulsi (avulsion) (25) 2.4 Penanganan Trauma Gigi Penanganan trauma gigi yang tepat sangat berpengaruh pada vitalitas dan proses penyembuhan gigi serta jaringan sekitarnya. Penanganan trauma gigi itu meliputi 2 aspek
penting yaitu manajemen emerjensi dan perawatan pada gigi yang mengalami trauma. Bila terjadi trauma gigi anak di sekolah, guru sebagai orang terdekat seharusnya mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang adekuat serta benar supaya dapat melakukan manajemen emerjensi pada anak secepat mungkin dan tidak memburukkan hasil prognosis gigi anak.(18) Avsar A., mengatakan bahwa dari 98 anak yang disurvei, hanya 32 anak mendapatkan perawatan emerjensi dalam waktu 24 jam.(26) Langkah selanjutnya yang harus dilakukan setelah dilakukan manajemen emerjensi adalah anak harus dibawa ke dokter untuk mendapatkan perawatan trauma yang optimal.(18) 2.4.1 Manajemen Trauma Gigi Oleh Guru Sekolah Penelitian yang dilakukan di Christian Dental College and Hospital, Ludhiana, India menemukan bahwa hanya 30% guru memiliki pengetahuan tentang berbagai hal mengenai pertolongan pertama, gigi patah, avulsi gigi dan, antara lain. Mayoritas guru akademik tidak pernah mengikuti atau mendapat pelatihan pertolongan pertama sementara lebih dari 93% guru pendidikan jasmani belum pernah menerima pelatihan manajemen trauma gigi.(27)Tabel di bawah menunjukkan bahwa pengetahuan guru sekolah mengenai manajemen trauma adalah rendah. Guru sekolah adalah orang yang terdekat kepada anak apabila terjadinya suatu kejadian trauma di sekolah. Oleh sebab itu maka guru harus tahu tentang manajemen trauma gigi anak.
Tabel 2. Pengetahuan guru sekolah mengenai managemen trauma(28) Soal Apakah topik "pertolongan pertama” termasuk dalam pelatihan guru? Apakah anda mendapat pelatihan resmi dalam "pertolongan pertama" dengan menyertai kursus dengan sendiri ? Apakah kursus “pertolongan pertama” meliputi topik ‘manajemen trauma dental’ ? Apakah anda pernah mengikuti kursus ‘manajemen trauma dental’ ?
Responsi (n) Ya Tidak
95
14
42
67
11
98
27 82 Anak dapat mengalami pendarahan, muntah dan pingsan setelah terjadi suatu
kejadian trauma. Anak yang mengalami pendarahan, guru sekolah harus dapat menghentikan pendarahan dengan cara memberikan tekanan pada luka dengan perban bersih. Jika dicurigai adanya fraktur pada gigi, tenangkan anak dengan perlahan.Jika
perdarahan terus tak terkendali segera menelpon orang tua anak dan membawa anak ke rumah sakit bila diperlukan dilakukan penjahitan.(29) Cedera kepala disertai hilang kesadaran, terjadi hanya 5% pada anak. Kebanyakan anak kehilangan kesadaran yang terjadi hanya dalam waktu singkat akan pulih dengan perawatan yang dilakukan. Baringkan anak dalam posisi datar dan tinggikan kaki.Longgarkan pakaian di sekitar leher dan pinggang. Jika anak merasa lebih baik, dipindahkan ke daerah yang tenang, dan ke ruangan isolasi untuk beristirahat. Jika siswa tidak sadar segera dibawa ke rumah sakit dan hubungi orang tuanya.(29) Anak yang memiliki setidaknya satu episode muntah setelah cedera kepala dalah kira-kira 10%.Anak yang muntah setelah cedera kepala tidak selalu memiliki cedera otak yang serius.Baringkan anak di tempat yang privasi dan berikan ruang yang cukup. Letakkan kain basah yang dingin ke wajah anak atau dahi.Berikan makanan atau obatobatan.Menawarkan minum cairan yang mengandung gula (seperti teh manis), jika siswa haus. Biarkan istirahat sehingga bisa kembali ke keaadan seperti biasa, jika tidak menelpon orang tuanya.(29)Semakin cepat gigi tersebut dirawat, semakin baik prognosisnya. Maka, guru sekolah harus tahu manajemenapabila terjadinya trauma gigi pada anak di sekolah. (20) 2.4.1.1 Manajemen Gigi Luksasi Gigi yang mengalami trauma klasifikasi luksasi mempunyai 3 tipe yaitu ekstrusi, luksasi lateral dan intrusi.(30) 1. Gigi ekstrusi : Gigi terdorong keluar sedikit dari soket di mana gigi terlihat panjang. Reposisi gigi ke dalam soket menggunakan tekanan jari. Menstabilkan gigi dengan lembut dengan menggigit handuk atau sapu tangan. Segera ke dokter gigi. 2. Luksasi lateral : Gigi didorong kembali atau ditarik ke depan. Coba posisikan gigi menggunakan tekanan jari. Anak mungkin memerlukan anestesi lokal untuk memposisikan gigi, jika demikian, stabilkan gigi dengan lembut dengan menggigit handuk atau sapu tangan. Segera ke dokter gigi. 3. Gigi intrusi : Gigi terdorong masuk ke gusi di mana gigi terlihat pendek. Jangan melakukan apa-apa dan tidak melakukan reposisi gigi. Segera ke dokter gigi.
2.4.1.2 Manajemen Gigi Fraktur Jika gigi fraktur, sisa gigi yang fraktur dicari dan simpan dan dibawa ke dokter gigi. Bagian gigi yang tersisa distabilkan di mulut dengan menggigit handuk atau sapu tangan untuk mengontrol pendarahan.Jika rasa sakit terjadi, batasi kontak dengan gigiyang
lain, udara atau lidah. Jika terdapat keterlibatan pulpa, maka anak akan
mempunyai keluhan terhadap rasa sakit. Anak harus segera dibawa ke dokter gigi bersama dengan sisa gigi fraktur.(30) 2.4.1.3 Manajemen Gigi Avulsi Gigi avulsi adalah terlepasnya gigi dari soketnya karena cedera yang tidak disengaja atau pun disengaja, yang mengakibatkan hilangnya gigi yang sehat. Gigi yang hilang harus diambil dengan cara memegang pada mahkota atau bagian enamel gigi dan tidak pada akar gigi. Jika gigi kotor atau terkontaminasi, harus dibilas dengan susu atau air dengan lembut. Jangan di simpan dalam air. Jika gigi diposisikan kembali waktu 5-30 menit setelah avulsi, ada kesempatan untuk penyembuhan berhasil dan gigi dapat dipertahankan. Batas waktu yang ideal disarankan adalah 20 menit atau kurang. Jika guru sekolah mengetahui cara replantasi gigi dengan tepat, maka replantasi gigi harus segera dilakukan.Jika gigi tidak dapat direplantasi kembali dalam waktu 30 menit, gigi tersebut harus disimpan dalam media penyimpanan yang sesuai dan datang ke praktek dokter gigi untuk perawatan.(30) 2.4.1.3.1 Media Transportasi untuk Gigi Avulsi Penelitian Claudia M et. al.tentang media penyimpanan bagi gigi avulsi adalah pemantauan tentang kemungkinan cara menyimpan gigi avulsi dan efektivitasnya dalam pemeliharaan vitalitas seluler.Terdapat banyak jenis media penyimpanan atau transportasi untuk gigi avulsi antaranya adalah:(31) A. Air Kelapa (Cocos nucifera) pada umumnya dikenal sebagai "Tree of Life", adalah minuman alami yang dihasilkan secara biologis dan dikemas kedap udara di dalam buah kelapa. Komposisi elektrolit dari air kelapa menyerupai cairan intraseluler yang lebih erat dari plasma ekstraseluler. Zat utama yang terkandung dalam air kelapa antara lain kalium, kalsium, dan magnesium, sedangkan natrium, klorida, dan fosfat, ditemukan dalam jumlah konsentrasi yang lebih rendah. Air kelapa merupakan cairan hipotonik
dibandingkan plasma, dan memiliki gravitasi spesifik sekitar 1,020 sebanding dengan plasma darah. Air kelapa memiliki osmolaritas tinggi karena adanya kandungan gula didalamnya, terutama glukosa dan fruktosa, juga kaya akan banyak asam amino esensial antara lain lisin, sistin, fenilalanin, histidin, dan tryptophan. Air kelapa mudah diterima oleh tubuhmanusia dan merupakan sarana yang aman untuk rehidrasi terutama pada pasien yang menderita defisiensi kalium. Air kelapa telah terbukti memiliki efektivitas yang sebanding dengan cairan elektrolit komersial dalam memperpanjang waktu bertahan pada pasien sakit. Air kelapa juga unggul dalam melakukan pemeliharaan untuk kelangsungan hidup sel-sel ligamen periodontal karena adanya berbagai nutrisi di dalamnya seperti protein, asam amino, vitamin, dan mineral.(32) B. Air liur Air liur dapat digunakan sebagai media penyimpanan untuk waktu singkat, namun dapat merusak sel-sel ligamen periodontal jika dibiarkan dalam air liur selama lebih dari satu jam. Osmolalitas
air liur adalah jauh lebih rendah daripada fisiologis(60-70
mOsm/kg), dengan demikian, meningkatkan efek kontaminasi bakteri. Satu-satunya keuntungan dari air liur sebagai media penyimpanan adalah ketersediaan.(31) C. Larutan saline Larutan saline menyediakan osmolalitas280 mOsm/kg dan meskipun kompatibel dengan sel-sel ligamen periodontal, tetapi tidak memiliki nutrisi penting seperti magnesium, kalsium dan glukosa yang diperlukan untuk kebutuhan metabolisme normal dari sel-sel ligamen periodontal. Blomlof et. al., menyatakan bahwa larutan garam itu berbahaya bagi sel-sel ligamen periodontal pada gigi avulsi jika digunakan selama lebih dari dua jam.(31)
D. Gatorader Gatorader, menurut Harkacz et. al., tidak memadai menjadi sebuah media penyimpanan gigi avulsi karena pH-nya sekitar 2,91 dan osmolalitas 407 mOsm/kg. Menurut Chamorro et. al., ketika sel-sel yang terkena Gatorader, membran sel halus akan rusak karena pH yang rendah, yang dapat menghambat sel untuk tumbuh. Berdasarkan osmolalitas, Gatorader adalah hipertonik, dapat membuat sel-sel kehilangan air.(31)
E. Putih telur Khademi et. al.membandingkan susu dan putih telur sebagai media untuk menyimpan gigi avulsi, dan hasilnya menunjukkan bahwa gigi disimpan dalam putih telur selama 6 hingga 10 jam lebih baik daripada yang disimpan dalam susu. Osmolalitas putih telur adalah antara 251 dan 298 mOsm/kg. Sousa et. al., telah menganalisis secara mikroskopis bahwa ligamen periodontal pada yang gigi diekstraksi melekat kembali setelah satu jam dari waktu extra-alveolar, dibandingkan dengan susu, putih telur dan air liur buatan. Hasil gigi disimpan dalam susu dan putih telur adalah serupa dari segi faktor serat kolagen dan jumlah sel dibandingkan air liur buatan memiliki hasil lebih rendah. Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa putih telur bisa menjadi medium yang sempurna untuk menyimpan gigi avulsi.(31) F. Susu The American Association of Endodontics menunjukkan susu sebagai bahan untuk gigi avulsi, untuk vitalitas ligamen periodontal selular manusia. Susu secara signifikan lebih baik daripada larutan lain untuk sifat fisiologisnya, termasuk pH dan osmolalitas yang kompatibel dengan sel dari ligamen periodontal, maka dapat menjadi bebas dari bakteri,tetapi penting bahwa gigi diletakkan dalam susu dalam 20 menit pertama setelah avulsi. Hasil yang menguntungkan dengan menggunakan susu sebagai media penyimpanan atau transportasi karena adanya zat-zat gizi seperti aminoacids, karbohidrat dan vitamin. Pasturasisusu bertanggung jawab untuk mengurangi jumlah bakteri dan zat bakteriostatik, juga untuk kehadiran aktif enzim, yang dapat membahayakan fibroblas dari ligamen periodontal. Blomlof et. al., Trope dan Friedman merekomendasikan susu sebagai media penyimpanan yang sangat baik untuk 6 jam, namun, susu tidak dapat menghidupkan kembali sel-sel mati. Gigi avulsi yang dibiarkan dan kemudian dimasukkan ke dalam susu sebelum replantasi mungkin tidak dapat di replantasi karena gigi menjadi tidak vital.(31) G. Hank’s Balanced Salt Solution(HBSS) adalah larutan garam standar yang banyak digunakan dalam penelitian biomedis untuk mendukung pertumbuhan berbagai jenis sel. Larutan ini adalah non-toksik, melainkan biokompatibel dengan sel ligamen periodontal, pH seimbang sebesar 7,2 dan memiliki osmolalitas 320 mOsm/kg. Hal ini
terdiri dari 8 g/L natrium klorida, 0,4 g/L dari D-glukosa, 0,4 g/L kalium klorida, 0,35 g/L natrium bikarbonat, 0,09 g/L natrium fosfat, 0,14 g/L kalium fosfat; 0,14 g/L kalsium klorida, 0,1 g/L magnesium klorida dan 0,1 g/L magnesium sulfat (Industri Biologi, Beit Haemek). (31) Penelitian Krasner juga sesuai dengan penelitian Claudia M, HBSS adalah larutan terbaik untuk menyimpan gigi avulsi.Ini tidak memerlukan pendinginan dan dapat disimpan di rak selama 2 tahun dan telah direkomendasikan dan berhasil digunakan sebagai media penyimpanan oleh dokter dan peneliti. HBSS merupakan bahan yang efektif dalam menjaga sel ligamen periodontal gigi avulsi kemudian memperbaharui sel ligamen periodontal yang kurang vitalitasnya dan mempertahankan tingkat keberhasilan unggul jika gigi yang avulsi direndam di dalamnya selama 30 menit. Ashkenazi et. al. juga setuju dengan Hank’s Balanced Salt Solutionadalah media yang paling efektif untuk menjaga vitalitas, mitogenisitas dan clonogenic kapasitas sel ligamen periodontal sampai 24 jam pada 4◦ C, bila dibandingkan dengan media kultur (media Eagle ditambah dengan 15% serum janin anak sapi dan solusi antibiotik. [ 100 UI / mLPenisilin, Gentamisin 50μg/mL dan 0,3 mg / mL Fungizone]). Hank’s Balanced Salt Solutiontersedia secara komersial dengan osmolalitas dan pH yang ideal.(31) H. Viaspan (Belzer VW-CSS, Du Pont Farmasi, Wilmington, DE, Amerika Serikat) adalah sarana yang digunakan untuk transportasi organ yang akandicangkokkan dan telah sangat efektif untuk menyimpan gigi avulsi. ViaSpan memiliki osmolalitas 320 mOsm / kg, yang memungkinkan pertumbuhan sel dengan baik. PH-nya sekitar 7,4 pada suhu kamar, ideal untuk pertumbuhan sel. ViaSpan adalah media penyimpanan terbaik dan setelah 18 jam, masih ada 37,6% dari sel-sel hidup. Ashkenazi et. al. telah mengevaluasi efektivitas 6 media penyimpanan yang berbeda untuk gigi avulsi yaitu, medium kultur, medium
Eagle, susu, Hank’s Balanced Salt Solution, ViaSpan dan
conditioned mediumuntuk pengamatan fibroblas dari ligamen periodontal. Kapasitas klonogenik dari sel-sel yang disimpan di ViaSpan selama 8 jam adalah lebih tinggi dibandingkan dengan Hank’s Balanced Salt Solutiondan susu. ViaSpan adalah yang paling efektif dalam menjaga vitalitas dan mitogenisitas. Biaya ViaSpantinggi (USD 300 per liter), tanggal vitalitas yang singkat (beberapa bulan) dan kesulitan untuk menemukan
(hanya beberapa toko obat dan rumah sakit memilikinya), menjadikan sulit untuk digunakan sebagai media penyimpanan.(31) 2.4.1.4 Manajemen Laserasi Jaringan Lunak Laserasi jaringan lunak sering terjadi pada bibir dan gingiva. Semua jenis trauma gigi sering disertai dengan cedera jaringan lunak, termasuk perdarahan, bengkak, dan luka.Dampak
frontal
trauma
yang
terkena
oleh
bibir
atas
dapat
mengakibatkanperpindahan gigi dari soketnya serta laserasi pada bibir dan gusi. Manajemen emerjensi adalah untuk memberikan tekanan dengan kasa steril atau kain steril untuk mengontrol perdarahan dan kemudian segera membawa anak ke dokter gigi.(30) 2.4.2 Perawatan oleh Dokter Gigi Perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi harus berdasarkan pada diagnosis yang tepat.(18)Pengobatan trauma gigi bervariasi, tergantung pada cedera tertentu yang terlibat (misalnya, fraktur, avulsi atau luksasi).(33) Tujuan pengobatan untuk trauma gigi adalah mengembalikan gigi dan fungsi gigi sebelum trauma terjadi. Fungsi normal dikembalikan (jika ada sebelum peristiwa trauma) dengan melakukan reposisi gigi jika terjadi reposisi, dan bagi trauma patah tulang memerlukan perawatan patah tulang serta posisi yang tepat dari jaringan lunak periodontal.(34) 2.4.2.1 Perawatan gigi dan jaringan sekitarnya A. Infraksi enamel (Enamel infarction) Infraksi adalah fraktur inkomplit tanpa hilangnya substansi gigi dan garis fraktur berujung pada enamel dentinal junction. Garis infraksi akan terlihat jelas dengan menggunakan cahaya langsung dengan arah paralel terhadap sumbu panjang gigi. Perawatan khusus tidak diperlukan pada kasus ini dan pasien hanya disarankan untuk kontrol rutin untuk pemeriksaan gigi.(18) B. Konkusi (Concussion) Pada kasus ini biasanya tidak memerlukan tindakan perawatan. Kondisi gigi diperhatikan selama minimal 1 tahun. Instruksi pasien makan makanan lembut selama 1
minggu. Prognosis gigi tergantung pada pada kebersihan mulut yang baik. Anak harus menyikat dengan sikat lembut dan berkumur dengan klorheksidin 0,1% yang bermanfaat untuk mencegah akumulasi plak dan debris. Tidak ada follow-up. Kontrol klinis dan radiografi pada 4 minggu, 6-8 minggu dan 1 tahun.(35) C. Subluksasi (Subluxation) Pada gigi sulung dianjurkan membersihkan daerah luka dan orang tua di sarankan memberikan makanan lunak beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2 minggu.(35) Pada gigi permanen, splin fleksibel dilakukan untuk menstabilkan gigi dan pasien mengggunakannya selama 2 minggu. Pasien diberikan intruksi agar makan makanan lembut selama 1 minggu. Penyembuhan yang baik setelah cedera pada gigi dan jaringan mulut yang tergantung pada kebersihan mulut yang baik. Menyikat dengan menggunakan sikat gigi lembut dan berkumur dengan klorheksidin 0,1% dianjurkan untuk mencegah akumulasi plak dan debris. Kontrol klinis dan radiografi pada 4 minggu, 6-8 minggu dan 1 tahun. Jika respon pulpa normal, tidak perlu dilakukan kontrol lebih lanjut.(35) D. Extrusi (Extrusion) Perawatan ekstruksi bagi gigi sulung adalah pencabutan. Prinsip perawatan gigi permanen adalah dilakukan reposisi dan fiksasi. Langkah –langkah sebagai berikut :(18) -
Lakukan anestesi lokal.
-
Reposisi gigi dengan menggunakan jari dengan perlahan dan tekanan ringan sampai batas insisal sama dengan gigi kontralateral.
-
Periksa posisi dengan membuat foto Röntgen.
-
Lakukan stabilisasi dengan menggunakan splin.
-
Pertahankan splin selama 2-3 minggu.
E. Luksasi lateral (Lateral luxation) Pada gigi sulung, luksasi ke arah palatal akan menyebabkan akar bergeser ke arah bukal, sehingga tidak terjadi gangguan pada benih gigi permanen di bawahnya. Perawatan terbaik adalah dengan mengevaluasi gigi tersebut. Gigi akan kembali pada posisi semula dalam waktu 1-2 bulan oleh karena tekanan lidah. Luksasi mahkota ke arah
bukal pula lebih baik dilakukan pencabutan oleh karena akar akan mengarah ke palatal sehingga benih gigi permanen di bawahnya. Pada gigi permanen terjadi luksasi ke arah palatal, bukal, mesial atau distal. Arah bukal merupakan keadaan yang paling sering terjadi. Pada beberapa kasus sering terjadi bony lock sehingga reposisi sulit dilakukan.(18) F. Intrusi (Intrusion) Pada gigi sulung yang mengalami intrusi ke arah palatal, perawatan terbaik adalah ekstraksi. Apabila intrusi ke arah bukal dilakukan evaluasi karena gigi akan erupsi kembali ke arah semula. Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah trauma dengan menggunakan cairan khlorhexidin 0,1%. Daerah trauma rawan terjadi infeksi terutama pada 2-3 minggu pertama selama proses erupsi. Apabila tanda-tanda inflamasi terlihat pada periode ini maka perawatan terbaik adalah ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk erupsi kembali umumnya antara 2-6 bulan. Bila erupsi kembali gagal terjadi akan timbul ankilosis dan pada kasus ini ektraksi adalah pilihan yang terbaik. Perawatan intrusi adalah sebagai berikut: Reposisi berisikokarena
segera dapat
melalui
tindakan
menyebabkan
resorpsi
pembedahan akar
merupakan
eksternal
dan
tindakan hilangnya
jaringanpendukung marginal. Reposisi secara bedah hendaknya dihindari apabila gigimasuk ke dalam dasar hidung atau keluar dari jaringan lunak vestibulum. Beberapa kasus gigi intrusi dapat dikembalikan ke posisi semula melalui perwatan ortodontik dan erupsi kembali secara spontan. Pemilihan teknik perawatanbergantung pada tingkat keparahan intrusi dan kemungkinan terjadinya resorpsieksternal. Perawatan endodontik dapat mulai dilakukan setelah 2-3 minggukemudian. Apabila erupsi kembali spontan dirasakan cukup memakan waktu lama makadipertimbangkan untuk dilakukan dengan menggunakan alat-alat ortodontik.(18)
G. Avulsi (Avulsion) Pada gigi sulung yang mengalami avulsi, replantasi merupakan kontraindikasioleh karena koagulum yang terbentuk akan mengganggu benih gigi permanen. Cara-cara replantasi gigi di ruang praktek:(18) - Lakukan anestesi lokal.
- Bilas gigi perlahan-lahan dengan NaCl fisiologis menggunakan syringe. - Soket diirigasi menggunakan cairan NaCl fisiologis. - Letakkan gigi perlahan-lahan dengan tekanan jari. - Apabila fragmen tulang alveolar menghalangi replantasi maka lepaskan kembali gigi dan tempatkan pada NaCl fisiologis. Kembalikan tulang pada posisinya dan ulangi kembali replantasi. - Pembuatan foto Röntgen dilakukan untuk pemeriksaan posisi, apakah posisi sudahbenar. - Stabilisasi gigi menggunakan splint. Berikan antibiotika selama 4-5 hari. - Pemberian profilaksis tetanus bila gigi avulsi telah berkontak dengansesuatu. - Pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1 minggu. - Lepaskan splint setelah 1-2 minggu. - Perawatan saluran akar dipertimbangkan bila adanya kelainan pada pulpa. Pertimbangan perawatan saluran akar pada gigi yang mengalami avulsi :(18) - Perawatan saluran akar dapat dilakukan setelah 7-10 hari kemudian atau setelah splin dilepas. - Saluran akar diisi pasta kalsium hidroksida untuk sementara. - Pada gigi dengan foramen apikal yang masih terbuka kemungkinan akan terjadi revaskularisasi pada pulpa sehingga perawatan saluran akar hendak ditundakan. - Apabila pada foto Röntgen terlihat tanda-tanda nekrosis pulpa dan adanya gambaran radiolusen di daerah apikal dengan atau tanpa disertai resorpsi akar eksternal maka perawatan saluran akar harus segera dilakukan. - Pada gigi dengan apeks belum tertutup dianjurkan untuk dilakukan pembuatan foto Röntgen setiap 2 minggu sekali sampai terlihat pulpa tidak nekrosis dan penutupan apeks terjadi. H. Fraktur enamel (Enamel fracture) Pada gigi sulung, penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau kompomer. Pada gigi permanen, fraktur ini akan tampak sedikit bagian enamel hilang. Tidak semua fraktur enamel dilakukan penambalan oleh karena pada beberapa kasus
batas sudut fraktur memberikan gambaran yang baik sehingga hanya dilakukan penyesuaian pada gigi kontralateral agar tampak simetris.(18) I. Faktur enamel-dentin(Enamel-dentin fracture) Penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau kompomer pada trauma gigi sulung. Fraktur enamel-dentin akan mengakibatkan terbukanya tubuli dentin sehingga dapat masuknya toksin bakteri yang berakibat inflamasi pulpa sehingga perlu dilakukan beberapa tindakan agar nekrosis pulpa tidak terjadi.(18) J. Fraktur enamel-dentin pulpa(Enamel-dentin-pulp fracture) Pada anak dengan gigi sulung yang mempunyai apeks terbuka, sangat penting untuk mempertahankan vitalitas pulpa dengan pulpa kapping atau pulpotomi parsial dalam rangka untuk mengamankan perkembangan akar lebih lanjut.Perawatan ini juga merupakan terapi pilihan pada pasien dengan apeks tertutup. Komponen kalsium hidroksida dan MTA adalah bahan yang cocok untuk prosedur tersebut. Pada anak dengan gigi permanen yang mempunyai apeks tertutup dan terkait trauma luksasi dengan adanya perubahan posisi, perawatan saluran akar biasanya merupakan pengobatan pilihan.Tindakan lanjut seperti kontrol berkala yang meliputi pemeriksaan klinis dan radiografi pada 6-8 minggu dan 1 tahun perlu dilakukan.(35) K. Fraktur mahkota-akar (Crown-root fracture) Perawatan terbaik bagi gigi sulung adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan terbuka dan keberhasilan kurang memuaskan. Perawatan fraktur mahkota akar dilakukan pada gigi yang masih biasa dilakukan restorasi. Bila bagian akar masih cukup panjang maka dapatdilakukan prosedur seperti di bawah ini: -
Menghilangkan fragmen dan melekatkan gingiva kembali. Fragmen
mahkota dibuang dan gingiva dibiarkan untuk melekat pada dentin yang terbuka. Setelah beberapa minggu gigi dapat direstorasi sampai batas gingiva. -
Menghilangkan fragmen dan melakukan exsposure surgery pada fraktur
subgingiva. Setelah fragmen mahkota dibuang maka fraktur subgingiva hendaknya dilebarkan melalui tindakan gingivektomi dan atau alveolektomi. Bila gusi telah terlihat menutup maka gigi direstorasi dengan post retained crown. -
Menghilangkan fragmen dan orthodontic surgical
-
Pada mulanya dilakukan dengan stabilisasi fragmen mahkota pada gigi
sebelahnya. Kunjungan berikutnya dilakukan ekstirpasi pulpa dan pengisian saluran akar. Bila telah selesai maka fragmen mahkota dibuang dan dilakukan ekstrusi kira-kira 0,5 mm agar tidak terjadi relaps. Setelah itu dilakukan gingivektomi pada permukaan bukal dan gigi siap untuk direstorasi. -
Menghilangkan fragmen dan surgical extrusion
Fragmen mahkota dilepaskan kemudian dengan menggunakan bein dan tang ekstraksi gigi kembalikan ke posis sejajar dengan garisinsisal. Stabilisasi fragmen akar dilakukan dengan melakukan penjahitan atau splin non rigid.Kemudian lakukan ekstirpasi pulpa tanpa diisi dengan gutta perca setelah itu tutupdengan tambalan sementara. Setelah 4 minggu perawatan endodontik diselesaikandan kira-kira 4-5 minggu kemudian lakukan restorasi tetap.(18) L. Fraktur akar (Root fracture) Gigi
yang
mengalami
fraktur
akar
umumnya
akan
terjadi
ekstrusi
fragmenmahkota atau bergesernya mahkota ke arah palatal, oleh karena itu makaperawatan yang dilakukan harus meliputi reposisi fragmen mahkota segera danstabilisasi.(18) M. Fraktur alveolar(Alveolar fracture) Perawatan yang dilakukan adalah manual reposisi atau dengan reposisi menggunakan tang bagi segmen yang mengalami disposisi. Kemudian, segmen distabilkan dengan splin selama 4 minggu. Perawatan selanjutnya adalah melepaskan splin dan kontrol berkala dengan radiografi setelah 4 minggu. Pemeriksaan kontrol berkala dilakukan setelah 6-8 minggu, 4 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan selama 5 tahun.(35) N. Fraktur rahang (Jaw fracture) Perawatan yang dilakukan adalah dengan reposisi manual atau reposisi dengan menggunakan tang bagi segmen yang mengalami disposisi. Tulang yang patah distabilkan dengan menggunakan splin untuk imobilisasi intermaksila selama 4 minggu. Pengobatan alternatiflain dengan reposisi secara bedah dan dilakukan stabilisasi dengan menggunakan plating (reduksi terbuka). Pada kasus ini splin intermaksilaris dapat dihindari. Perawatan selanjutnya adalah melepaskan splin dan kontrol berkala dilakukan
dengan radiografi setelah 4 minggu.Pemeriksaan kontrol klinis dan radiografi setelah 6-8 minggu, 4 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan selama 5 tahun.(35) 2.5 Pencegahan Mouthguardsdapat mencegah trauma gigi ketika digunakan dalam olahraga. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Flanders dan Bhat yang melaporkan bahwa hanya 0,07% dari luka yang diderita pemain dalam pertandingan sepak bola dengan memakai mouthguards diperlukan untuk melindungi gigi atau struktur oral. Pada
pertandingan
basket,
mouthguards
tidak
dipakai
secara
teratur
mengakibatkan 34% dari semua cedera melibatkan gigi atau struktur oral. Survei pada pemain basket SMA di Florida, 30,9% dari atlet dilaporkan cedera orofasial selama musim sebelumnya. Hanya 4,2% dilaporkan menggunakan mouthguards, dan hanya 0,6% dari cedera orofasial terjadi di kalangan anakmengenakan mouthguards. Berdasarkan data ini, para peneliti memperkirakan bahwa luka meningkat enam kali lipat untuk delapan kali lipat ketika pelindung mulut tidak digunakan. Penelitian ini melaporkan hal yang sama dengan studi cedera orofasial pada pemain wanita basket. Mouthguards juga mengurangi prevalensi gegar otak dan patah tulang rahang dengan bantalan kekuatan chin-hit.Penggunaan mouthguards dalam olahraga sepakbola adalah jarang. Sebuah National Institutes terbaru dari laporan Dental Research mengecam adanya aturan yang mewajibkan alat pelindung dalam olahraga lain dan menyerukan untuk lebih memberikan informasi kepada masyarakat mengenai keuntungan pemakaiannya.(36) Persyaratan mouthguard:(23) -
Ketebalan harus yang memadai untuk mengurangi dampak trauma pada gigi.
-
Mouthguard harus cekat atau pas digunakan dan tidak boleh jatuh dari mulut
-
Tidak boleh mengganggu dengan berbicara dan pernafasan
-
Bahan yang digunakan harus tidak menyebabkan alergi
Tiga jenis mouthguards sudah tersedia:(36) -
Sedia ada (stock),
-
Adaptasi sendiri (self adaptation), dan
-
Khusus dibuat (custom made)
Mouthguardsyang tersedia di pasaran mempunyai adaptasi yang baik tetapi masih longgar sedikit bagi rahang atas dan tidak dapat diubah.Ini berarti bahwa emakainya harus oklusi gigi supaya mouthguard tidak bergerak dari posisinya. Hal ini menghambat bicara dan respirasi.(36) Adaptasi sendiri atau "boil and bite,"adalah termoplastik mouthguards, tersedia dalam jenis pra-bentuk yang bisa diubah dengan merebus di dalam air dan menggigit plastik hangat untuk sesuaikan dengan rahang individual.(36) Khusus dibuat atau custom-made mouthguards yang dibuat dari model yang terbuat dari stone model yang dicetak oleh seorang dokter gigi. Meskipun salah satu dari jenis ini memberikan perlindungan dari cedera mulut, penelitian in-vitro menunjukkan bahwa model custom-made memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap dampak tujuan di tepi insisal dan marginal. Beberapa studi melaporkan peningkatan kenyamanan dan retensi pada custom-made mouthguards. Biaya yang terlibat dalam pembuatan custom-made mouthguards mencegah beberapa atlet dari menggunakannya, tetapi semua anak yang terlibat dalam olahraga harus menggunakanmouthguard.(36)
2.8 Kerangka Teori
Dokter gigi
• • • • •
Gigi fraktur Gigi berubah posisi Gigi avulsi Tindakan pertama Cara tranportasi gigi
Emerjensi Pengetahuan Guru
Manajemen
Sekolah
Trauma gigi
2.9 Kerangka Konsep
Penyuluhan
Pengetahuan Guru Pretest
Pengetahuan Guru Post-test