18
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polipropilena Polipropilena merupakan polimer hidrokarbon yang termasuk ke dalam polimer termoplastik yang dapat diolah pada suhu tinggi. Polipropilena berasal dari monomer propilena yang diperoleh dari pemurnian minyak bumi. Struktur molekul propilena dapat dilihat pada gambar 2.1.1 berikut : CH2=CH-CH3 Gambar 2.1.1. Struktur Molekul propilena Secara industri, polimerisasi polipropilena dilakukan dengan menggunakan katalis koordinasi. Proses polimerisasi ini akan menghasilkan suatu rantai liniar yang berbentuk –AA-A-A-A- , dengan A merupakan propilena. Reaksi polimerisasi dari propilena secara umum dapat dilihat pada gambar 2.1.2. berikut : H n
CH3 C
H
C
H
C H
Propilena
CH3
H
C H
n
Polipropilena
Gambar 2.1.2. Reaksi Polimerisasi dari propilena menjadi polipropilena
Universitas Sumatera Utara
19
2.2. Struktur kristalinitas Polipropilena Kristalinitas merupakan sifat penting yang terdapat pada polimer. Kristalinitas merupakan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Pada polimer polipropilena, rantai polimer yang terbentuk dapat tersususn membentuk daerah kristalin (molekul tersususn teratur) dan bagian lain membentuk daerah amorf (molekul tersususn secara tidak teratur). (cowd MA, 1991). Dalam struktur polimer atom-atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut antara ikatan C-C 109,5 o dan membentuk rantai zigzag planar sebagai berikut : C
109,5 o C
C
C
C C
C C
Gambar 2.2. Atom karbon terikat secara tetrahedral dengan sudut 109,5 o Untuk polipropilena struktur zigzag planar dapat terjadi dalam tiga cara yang berbedabeda tergantung pada posisi relative gugus metal satu sama lain di dalam rantai polimernya (8). Ini menghasilkan struktur isotaktik, ataktik dan sindiotaktik CH3
CH3
CH3
CH3
CH3 (a)
CH3
CH3
CH3 (b)
CH3
CH3
Universitas Sumatera Utara
20
CH3
CH3
CH3 (c)
CH3
CH3
Gambar 2.3. Struktur tiga dimensi dari polipropilena, (a)isotaktik, (b) ataktik, dan (c) sindiotaktik.
Ketiga struktur polipropilena tersebut pada dasarnya secara kimia berbeda satu sama lain. Polipropilena ataktik tidak dapat berubah menjadi polipropilena sindiotaktik atau menjadi struktur lainnya tanpa memutuskan dan menyususn kembali beberapa ikatan kimia. Struktur yang lebih teratur memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk berkristalisasi dari pada struktur yang tidak teratur. Jadi, struktur isotaktik dan sindiotaktik lebih cenderung membentuk daerah kristalin dari pada ataktik. Polipropilena berstruktur stereogular seperti isotaktik dan sindiotaktik adalah sangat kristalin, bersifat keras dan kuat. Dalam struktur polipropilena ataktik gugus metal bertindak seperti cabang-cabang rantai pendek yang muncul pada sisi rantai secara acak. Ini mengakibatkan sulitnya untuk mendapatkan daerah-daerah rantai yang sama (tersusun) sehingga mempunyai sifat kristalin rendah menyebabkan tingginya kadar oksigen pada bahan tersebut sehingga bahan polimer ini mudah terdegradasi oleh pengaruh lingkungan seperti kelembaban cuaca, radiasi sinar matahari dan lain sebagainya (Schwarts, SS, 1991).
2.3. Sifat – sifat polipropilena
Polipropilena merupakan jenis bahan baku plastik yang ringan, densitas 0,90 – 0,92, memiliki kekerasan dan kerapuhan yang paling tinggi dan bersifat kurang stabil terhadap panas dikarenakan adanya hidrogen tersier. Penggunaan bahan pengisi dan penguat memungkinkan polipropilena memiliki mutu kimia yang baik sebagai bahan polimer dan tahan terhadap pemecahan karena tekanan (stress-cracking) walaupun pada temperatur tinggi. Kerapuhan polipropilena dibawah 0 oC dapat dihilangkan dengan penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat adhesi yang baik.(Gachter, 1990).(10)
Universitas Sumatera Utara
21
Polimer
yang
memiliki
konduktivitas
panas
rendah
seperti
polipropilena
(konduktivitas = 0,12 W/m) kristalinitasnya sangat rentan terhadap laju pendinginan. Misalnya dalam suatu proses pencetakan termoplastik membentuk barang jadi yang tebal dan luas, bagian tengah akan menjadi dingin lebih lambat dari pada bagian luar, yang bersentuhan langsung dengan cetakan. Akibatnya, akan terjadi perbedaan derajat kristalinitas pada permukaan dengan bagian tengahnya. Polipropilena mempunyai tegangan (tensile) yang rendah, kekuatan benturan (impact strength) yang tinggi dan ketahan yang tinggi terhadap pelarut organik. Polipropilena juga mempunyai sifat isolator yang baik mudah diproses dan sangat tahan terhadap air karena sedikit sekali menyerap air, dan sifat kekakuan yang tinggi. Seperti polyolefin lain, polipropilena juga mempunyai ketahan yang sangat baik terhadap bahan kimia anorganik non pengoksidasi, deterjen, alcohol dan sebagainya. Tetapi polipropilena dapat terdegradasi oleh zat pengoksidasi seperti asam nitrat dan hidrogen peroksida. Sifat kristalinitasnya yang tinggi menyebabkan daya regangannya tinggi, kaku dan keras. (Almaika, S, 1983)
2.4. Degradasi Polipropilena Tsucia dan Summil telah meneliti hasil dari dekomposisi termal polipropilena isotaktik pada suhu 360°C, 380°C dan 400 oC dalam ruang hampa. Kiran dan Gillham juga telah mempelajari degradasi termal polipropilena isotaktik. Hasil yang diperoleh oleh Kiran clan Gillhan1 ternyata sama seperti yang diperoleh Tsucia clan Summi.Kiran dan Gillham menyarankan mekanisme degradasi termal Polipropilena sebagai berikut : Radikal primer dan sekunder selanjutnya akan terpolimerisasi sehingga akan menjadi monomer-monomer. Reaksi perpindahan radikal intra molekular akan menghasilkan radikal tersier.(Bark and Alan, NS, 1982).
Universitas Sumatera Utara
22
Degradasi Dengan Benzoil Peroksida Polipropilena yang ditambahkan dengan benzoil peroksida akan terjadi pemutusan rantai pada polipropilena dan pembentukan ikat silang pada polipropilena. Reaksinya sebagai berikut : 2I
2I. CH3
2I.
CH
+
CH3 CH2
CH2
+2IH
Pemutusan Rantai CH3 .C
.C
CH3 CH2
C
CH3 CH2 + .CH
CH2
Pembentukan ikat silang CH3 .C
CH3 CH2
+ .C
CH2
C
CH2
C
CH2
CH
CH3 Gambar 2.4. Reaksi Degradasi dengan benzoil Peroksida
Universitas Sumatera Utara
23
2.5. Karakterisasi Polipropilena Adapun karakterisasi dari polipropilena dapat dilihat dari tabel 2.5. berikut ini : Tabel 2.5. Karakterisasi dari polipropilena Polipropilena
Nama kimia
poli(1-metiletilena)
Sama arti
Polipropilena; Polipropena Polipropene 25 [USAN]; Polimer Propena; Polimer Propilena; Homopolimer 1-Propena
Formula kimia (C3H6)x Monomer Nombor CAS
Propilena (Propena)
9003-07-0 (ataktik) 25085-53-4 (isotaktik) 26063-22-9 (sindiotaktik) Amorf: 0.85 g/cm3
Kristalinitas Kristalin: 0.95 g/cm3 Titik lebur
~ 165 °C
Suhu transisi
-10 °C Kaca Titik
286 °C (559 K) Degradasi Disclaimer and references
(Wikipedia, Org)
Universitas Sumatera Utara
24
2.6. Maleat Anhidrida
Maleat anhidrida masih digunakan dalam penelitian polimer. Maleat anhidrida dapat dibuat dari asam maleat, seperti reaksi dibawah ini :
O H3C
O
C
HC
C OH OH
O H3C
C
+
HC
C
O
Asetat Anhidrida
O
Asam maleat
O HC
C O
HC
+ 2 CH3COOH
C O
Maleat anhidrida
Asam Asetat
Gambar 2.6. Pembentukan Maleat Anhidrida
Maleat anhidrida dengan berat molekul 98,06, larut dalam air, meleleh pada temperatur 57- 60 0C, mendidih pada 202 0C dan spesifik grafiti 1,5.g/cm3. Maleat anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, pelapisan permukaan karet, deterjen, bahan aditif dan minyak pelumas, plastisizer dan kopolimer. Maleat anhidrida mempunyai sifat kimia khas yaitu adanya ikatan etilenik dengan gugus karbonil didalamnya, ikatan ini berperan dalam reaksi adisi (Arifin, 1996).
Universitas Sumatera Utara
25
2.7. Karakterisasi Maleat Anhidrida
Adapun karakterisasi dari maleat anhidrida dapat dilihat dari tabel 2.7. berikut :
Tabel 2.7. karakterisasi maleat anhidrida Deskripsi
Berwarna atau padatan putih
Bentuk molekul
C4H2O3
Berat molekul
98.06 g/mol
Titik didih
202 oC
Titik cair
52.8 oC
Tekanan
0,1 torr 25 oC
Kelarutan
Larut dalam air, eter, asetat, kloroform, aseton, etil asetat, benzena. (HSDB, 1995)
2.8. Inisiator Radikal Bebas
Beberapa jenis monomer, khususnya stirena dan metal metakrilat dan beberapa sikloalkana cincin teregang, mengalami polimerisasi oleh pemanasan tanpa hadirnya suatu inisiator radikal bebas tambahan. Akan tetapi sebahagian besar monomer memerlukan beberapa jenis inisiator. Sekarang sudah banyak tersedia inisiator-inisiator radikal bebas; mereka bisa dikelompokkan ke dalam 4 tipe utama : peroksida dan hidroperoksida, senyawa azo, inisiator redoks, dan beberapa senyawa yang membentuk radikal-radikal di bawah pengaruh cahaya (fotoinisiator). Radiasi berenergi tinggi bisa juga menimbulkan polimerisasi radikal bebas, meskipun radiasi seperti ini jarang digunakan.(Steven MP, 2001).
2.8.1. Peroksida dan Hidroperoksida
Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida(ROH) merupakan jenis yang paling banyak dipakai. Mereka tidak stabil terhadap panas dan terurai menjadi
Universitas Sumatera Utara
26
radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang bergantung pada strukturnya. Peroksida yang paling umum dipakai adalah benzoil peroksida, yang mengalami homolisis termal untuk membentuk radikal-radikal benzoil oksi dapat dilihat pada gambar 2.8.1 berikut ini : O
O
C O
O
C
Benzoil Peroksida
O
2
C
O.
Radikal-radikal benzoiloksi
Gambar 2.8.1. Benzoil Peroksida menjadi Benzoil Oksi (Steven MP, 2001)
2.9. Pembentukan Kopolimer Grafting
Ada 3 metode umum untuk mempreparasi kopolimer-kopolimer grafting : 1. Monomer dipolimerisasi dalam hadirnya suatu polimer dengan percabangan yang terjadi dari transfer rantai. 2. Monomer dipolimerisasi dalam hadirnya polimer yang mempunyai gugus-gugus fungsional reaktif atau letak-letak yang diaktifkan, misalnya oleh radiasi. 3. Dua polimer yang memiliki gugus-gugus fungsional reaktif direaksikan bersama. Diperlukan 3 komponen untuk berlangsungnya grafting lewat transfer rantai : polimer, monomer, inisiator. Fungsi inisiator adalah untuk mempolimerisasi monomer sehingga membantu radikal, ion atau kompleks koordinasi polimerik yang kemudian bisa menyerang polimer asal atau biasa, rasio reaktivitas monomer-monomer juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan grafting akan terjadi. Juga perlu untuk memperhatikan frekuensi transfer untuk menetapkan jumlah grafting. Biasanya, campuran homopolimer-homopolimer terjadi bersamaan dengan kopolimer grafting. Grafting biasanya terjadi pada letak-letak yang bisa menerima reaksi-reaksi transfer, seperti pada karbon-karbon yang bersebelahan dengan ikatan rangkap dua dalam polidiena atau karbon-karbon yang bersebelahan dengan gugus karbonil. Radiasi yang paling banyak dipakai untuk memberikan letak-letak aktif untuk kopolimerisasi grafting. Proses ini dikerjakan dengan radiasi utraviolet atau cahaya tampak,
Universitas Sumatera Utara
27
dengan atau tanpa photosensitizer tambahan atau dengan radiasi ionisasi, teristimewa yang terakhir. Reaksi-reaksi radikal bebas terlibat dalam semua kasus. Kesulitan utama adalah bahwa radiasi menimbulkan grafting. Hal ini sampai batas tertentu telah dihilangkan dengan praradiasi polimer sebelum penambahan monomer baru. Salah satu metode adalah mempraradiasi polimer tersebut ketika hadir udara atau oksigen untuk membentuk gugusgugus hidroperoksida diatas kerangkanya. Penambahan monomer berikutnya dan pemanasan akan menghasilkan polimerisasi radikal pada letak-letak peroksida yang disertai dengan beberapa homopolimerisasi dan homopolimerisasi ini di inisiasi oleh radikal-radikal hidroksi yang terbentuk selama homolisis hidroperoksida. Praradiasi bisa juga dikerjakan ketika tidak ada udara untuk membentuk radikal-radikal bebas yang ditangkap dalam matriks polimer yang kental. Kemudian monomer ditambahkan. Metode ini tidak sangat efisien karena rendahnya konsentrasi radikal yang bisa ditangkap dan homopolimerisasi masih bisa terjadi melalui reaksi-reaksi transfer rantai. Radiasi langsung monomer dan polimer sekaligus telah digunakan secara ekstensif. Karena kopolimerisasi mungkin terjadi. Monomer dan polimer harus dipilih dengan hati-hati. Pada umumnya, kombinasi terbaik adalah antara polimer yang sangat sensitif terhadap radiasi, yakni polimer yang membentuk konsentrasi radikal yang tinggi dan monomer yang tidak sangat sensitif. Homopolimerisasi bisa dikurangi dengan memberikan radiasi yang sekejap sedangkan monomer dibiarkan berdifusi melewati polimer. Grafting radiasi terhadap emulsiemulsi polimer juga merupakan cara efektif untuk meminimumkan homopolimerisasi, karena medium reaksi tetap fluid bahkan pada tingkat konversi yang tinggi. Metode lain dari Grafting radiasi melibatkan radiasi terhadap campuran homopolimer. Lepas dari fakta bahwa sebahagian besar polimer bersifat inkompatibel. Teknik ini pemakaiannya terbatas, karena ikat silang antara rantai-rantai polimer demikian bisa terjadi dengan kemungkinan yang sama (Steven MP, 2001).
3.0. Proses Reaksi Grafting
Berlangsungnya reaksi ini dalam ekstruder ialah : 1. Granul polimer dilelehkan pada daerah awal umpan ekstrudernya.
Universitas Sumatera Utara
28
2. Katalis Peroksida diinjeksikan kedalam ekstruder, membentuk loka aktif pada rantai utama polimer. 3. Monomer diinjeksikan kelelehan tadi, terkadang katalis dan monomernya tercampur. 4. Komponen-komponen dicampur dengan laju geser tinggi. 5. Monomer dan produk samping dikeluarkan dari campuran lelehan pada daerah pengatsiran vakum. 6. Lelehan reaksi diekstruksi dan dipeletkan sebagai bahan baku granul dan dibentuk menjadi produk akhir. (Hartomo AJ, 1993).
Reaksi proses grafting yaitu : Dekomposisi dari inisiator ROOR
RO . + . OR
(1)
Inisiasi : Penyerapan dari hidrogen CH3 RO.+
CH3
CH – CH2
.C
CH2
+ ROH
(2) Pemutusan rantai CH3 .C
CH3 CH2
C
CH3 CH2
+ .CH
CH2 (3)
Universitas Sumatera Utara
29
Propagasi : Grafting Maleat anhidrida CH3 .C
C CH2
+
C
CH2
(4)
.
CH3
CH3
CH2 .CH +
CH2
CH
(5) .
Transfer Rantai CH3 CH2
CH3
CH
+
CH2
CH3 CH2
CH
CH3
CH
+
.C
CH2
(6)
H
Terminasi
CH3 CH2
CH
CH3 +
.C
CH2
Universitas Sumatera Utara
30
CH3 CH3
CH
+
CH2=CH2
H
Disproporsionasi
CH3 CH2
CH3
CH
.C
CH2
CH3 C
CH2
CH2
C CH3
Ikat Silang ( Cross Lingking) Gambar 3.0. Proses Reaksi Grafting Polipropilena ( Bettini SHP, 1999)
Universitas Sumatera Utara
31
3.1. Analisis Spektrofotometri Infra merah (IR)
Intrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofometer infra merah (Fessenden F, 1997). Alat spektrofotometer infra merah pada dasarnya terdiri dari komponen-komponen pokok yang sama dengan alat spektrofotometer ultra lembayung dan sinar tampak, yaitu terdiri dari sumber sinar, monokromator berikut alat-alat optik seperti cermin dan lensa, sel tempat cuplikan, detektor amplifier dan alat dengan skala pembacaan atau alat perekam spektra (recorder) akan tetapi disebabkan kebanyakan bahan dalam menstransmisikan radiasi infra merah berlainan dengan sifatnya dalam menstransmisikan radiasi ultra lembayung, sinar tampak, sifat dan kemampuan komponen alat tersebut diatas berbeda untuk kedua jenis alat spektrofotometer itu. Keuntungan pemakaian sistem berkas rangkap pada alat spektrofotometer adalah : 1. Memperkecil pengaruh penyerapan sinar infra merah oleh CO2 dan uap air dari udara. 2. Mengurangi pengaruh hamburan (scattering) sinar infra merah oleh partikel-partikel debu yang ukurannya mendekati nilai rata-rata panjang gelombang infra merah. 3. Kalau blanko yang digunakan adalah pelarut dari cuplikan dengan sistem berkas rangkap itu pita-pita serapan pelarut tidak akan timbul pada spektra yang direkam. 4. Sistem berkas rangkap mengurangi pengaruh ketidak stabilan pancaran sumber sinar dan detektor. 5. Perekaman otomatis dapat dilakukan (scanning) (Noerdin D, 1985).
Sistem analisis spektroskopi infra merah (IR) telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi material polimer. Analisis infra merah (IR) akan menentukan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Tahap awal identifikasi bahan polimer, maka harus diketahui pita serapan yang karakteristik untuk masing-masing polimer dengan membandingkan spektra yang telah dikenal. Pita serapan yang khas ditunjukan oleh monomer penyusun material dan struktur molekulnya. Umumnya pita serapan polimer pada spektra infra merah (IR) adalah adanya ikatan C-H regangan pada daerah 2880 cm-1 yang sampai 2900 cm -1 dan regangan dari gugus fungsi lain yang mendukung suatu analisis material (Hummel DO, 1985)
Universitas Sumatera Utara