BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fungi/Jamur Fungi adalah kata jamak dari kata Fungus yang berasal dari bahasa latih Fungour. Kata ini awalnya digunakan untuk jamur yang berpendar pada malam hari. Dalam penggunaannya kata ini meluas penggunaannya meliputi thallus seperti tumbuhan tidak berklorofil contohnya mold dan organisme yang sejenis dengan jamur. Fungi tumbuh di habitat yang tersebar luas. Ditemukan hampir di setiap tempat di bumi pada material organik baik hidup maupun mati. banyak fungi hidup di tanah berhumus. Tetapi banyak juga yang menyerang organisme hidup, dan dapat hidup di jaringan tumbuhan dan hewan. Fungi dapat tumbuh pada berbagai habitat, tidak berklorofil dan seperti hewan, tidak dapat memproduksi makanan sendiri. Fungi memanfaatkan makanan dari sumber eksternal (Vasishta & Sinha,2007). Seperti hewan, jamur adalah organisme heterotrof yang mengkonsumsi bahanbahan organik. Hidup sebagai saprofit yaitu dengan mengkonsumsi bahan-bahan organik dari hewan atau tumbuhan yang telah mati. Terdapat juga fungi yang hidup sebagai parasit dan mengubah jaringan tumbuhan atau hewan hidup. Pada prosesnya, fungi melepaskan enzim ke lingkungannya, sehingga molekul makanan diubah menjadi lebih sederhana dan nutrisinya dapat diserap ke dalam sel (Moore, 1982). Jamur merupakan tumbuhan yang tidak berklorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati dari organisme lain. Dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa (bagian jamur yang bentuknya seperti benang halus, panjang, dan kadang bercabang). Bahan makanan tersebut diuraikan menjadi senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan. Oleh kerena itu, jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik, yaitu tanaman yang kehidupannya tergantung pada organisme lain (Parjimo dan Andoko, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.1
Kebutuhan nutrisi Berdasarkan sumber nutrisi yang diserapnya, jamur diklasifikasikan menjadi 2
kategori yaitu saprofit dan parasit. Saprofit tumbuh pada bahan organik mati. Dan parasit hidup pada zat hidup untuk mendapatkan makanan dari inangnya. Kehadiran parasit dapat mengakibatkan kondisi abnormal pada inangnya yang disebut penyakit (Vasishta & Sinha,2007). Jamur mengadakan kontak langsung dengan lingkungan yang mengandung nutrisi. Molekul yang lebih sederhana (seperti gula sederhana dan asam amino) berupa lapisan tipis pada hypa dapat langsung diserap. Polimer yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus diproses lebih dahulu sebelum digunakan. Molekul yang terlalu besar untuk dapat diserap akan dihancurkan oleh enzim ekstraseluler. Sebagian besar nutrisi memasuki sel fungi dengan sistem transport khusus. Banyak faktor seperti pH, temperatur, mineral yang dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi (Moore, 1982). Mekanisme jamur mendegredasi lignin hanya sedikit diketahui. Kemungkinan enzim ekstraseluler diproduksi oleh jamur yang mengoksidasi cincin aromatic dan rantai alifatik untuk menghasilkan produk dengan berat molekul rendah. Menurut Sopko (1967) dalam Garraway and Evans (1984) mencatat bahwa sejumlah enzim pendegredasi lignin dihasilkan oleh Pleurotus ostreatus. Hampir semua micellium fungi terbentuk oleh elemen non logam seperti karbon, nitrogen, hydrogen dan oksigen yang digunakan untuk membentuk dinding sel jamur, dan semua elemen tersebut memiliki fungsi penting terhadap kelangsungan metabolisme di protoplasma. Hidrogen diperoleh dari air atau ketika senyawa organik dimetabolisme. Oksigen diperoleh dari atmosfer selama respirasi. Karbon. Sekitar separuh dari berat kering sel jamur terdiri dari karbon, yang menjadi indikasi pentingnya unsur karbon pada dinding sel. Karbon tersedia dalam jumlah besar dibanding unsur lainnya. Senyawa organik digunakan sebagai bahan penyusun struktur dan menyediakan energi untuk sel. Jamur dapat menggunakan berbagai bahan organik atau CO2 sebagai sumber karbon. Sumber bahan organik yang dapat digunakan termasuk karbohidrat (mono-, di-, oligo- dan polisakarida) serta asam organik. Karbohidrat merupakan bahan organik terpenting. Setiap jamur memiliki kemampuan yang berbeda untuk dapat menggunakan sumber karbon yang berbeda, sehingga mempengaruhi kandungan nutrisinya.
Universitas Sumatera Utara
Monosakarida dan turunannya. Monosakarida adalah gula sederhana yang memiliki 5 atau 6 atom karbon. Gula yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah D-glukosa. Banyak jamur dapat tumbuh baik dengan adanya D-fruktosa dan Dmannosa. D-galaktosa digunakan sebagian besar fungi, tetapi sedikit dari fungi tersebut tumbuh sebaik pada D-glukosa atau D-galaktosa. Glukosa dapat memberikan pertumbuhan maksimum bagi jamur, karena glukosa lebih mudah diubah menjadi suatu fosforilasi derivative yang dapat masuk ke system respirasi pathway.Gula alkohol seperti sorbitol, gliserol dan mannitol tersedia di alam, dapat juga digunakan sebagai sumber karbon. Disakarida dan polisakarida. Gula sederhana atau turunannya dapat digabung menjadi suatu kompleks ikatan rantai polimer. Unit-unit yang sama dari gula dapat membentuk 2 jenis polimer yang berbeda pada konfigurasinya (alpa atau beta) pada ikatan glikosida. Jika polimer terdiri dari 2 jenis monomer yang berbeda, disebut disakarida dan polimer yang lebih panjang adalah polisakarida. Disakarida dan polisakarida merupakan sumber karbon penting di alam. Dalam penggunaan keduanya, fungi harus menghasilkan enzim pengurai ekstraseluler yang akan memutuskan ikatan glikosida antar monomer. Setelah gula atau turunannya diurai, jamur dapat menyerap dan menggunakan gula sederhana tersebut. Kemampuan jamur untuk dapat menggunakan senyawa ini bergantung pada: kemampuan untuk menguraikan dan kemampuan untuk menyerap gula sederhana. Suatu jamur yang mampu menghidrolisis polimer biasanya mampu memanfaatkan monomernya dalam bentuk bebas. Polisakarida tersedia melimpah di alam termasuk pentosa, glikogen, kanji, dan selulosa serta hemiselulosa, lignin. Kanji dan selulosa utamanya digunakan oleh jamur sebagai sumber karbon. Nitrogen. Nitrogen dibutuhkan oleh semua organisme untuk mensintesa asam amino dan membentuk protein yang dibutuhkan untuk membentuk protoplasma. Tanpa protein, pertumbuhan tidak dapat terjadi. Jamur dapat menggunakan nitrogen anorganik untuk pembentukan nitrat, nitrit, ammonia atau nitrogen organik untuk pembentukan asam amino. Tidak semua jamur menggunakan sumber nitrogen dengan jenis yang sama dan setiap jamur membutuhkan nitrogen dalam bentuk yang berbeda-beda (Moore, 1982).
Universitas Sumatera Utara
Nitrat. Sejumlah jamur menggunakan nitrat untuk membentuk nitrogen, beberapa jenis jamur yang tidak mampu menggunakan nitrat di antaranya: Blastocladiales, Saprolegniaceae, yeast dan Basidiomycetes. (Cochrane,1958)
2.1.2
Faktor Pendukung Pertumbuhan Selain nutrisi, jamur harus mendapat kondisi lingkungan seperti temperatur,
kelembapan, pH dan intensitas sinar yang dapat mendukung pertumbuhannya. Masing-masing faktor lingkungan tersebut harus berada pada toleransi pertumbuhan. Jika lebih rendah atau lebih tinggi dari kondisi kondisi yang dapat ditoleransi maka tidak akan ada pertumbuhan yang terjadi. Selalu ada titik optimum pertumbuhan yang diindikasikan oleh pertumbuhan yang maksimal. Titik optimum ini digunakan untuk membedakan sifat dari satu jenis jamur dengan jenis jamur lainnya. Tetapi nilai ini tidak selalu tetap karena dapat terjadi perubahan akibat usia micellium atau perubahan faktor genetik dari jamur tersebut. Termperatur sangat penting dalam menentukan pertumbuhan organisme. Kenaikan temperatur umumnya meningkatkan aktivitas enzim dan reaksi kimia. Banyak reaksi kimia bertambah cepat 10 kali lipat setiap kenaikan suhu 10ºC, tetapi enzim biasanya bertambah cepat 2 kali lipat setiap kenaikan 10ºC. Temperature minimum, optimum dan maksimum pada fungi berbeda untuk masing-masing fase pertumbuhan, reproduksi dan pembentukan spora. Salah satu pengaruh pH adalah pada ketersediaan ion logam. Ion logam dapat membentuk kompleks yang menjadi tidak larut pada pH tertentu. Magnesium dan fosfat terlarut pada pH rendah, tetapi pada pH tinggi membentuk kompleks yang tak larut, sehingga mengurangi ketersediaan ion ini bagi fungi (Moore,1982).
Universitas Sumatera Utara
2.2
Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) Berikut ini merupakan taksonomi Jamur tiram, yaitu: Kingdom
: Myceteae (fungi)
Division
: Amastigomycotae
Sub division
: Basidiomycotae
Kelas
: Basidiomycetes
Ordo
: Agaricales
Familia
: Agaricaeae
Genus
: Pleurotus
Spesies
: Pleurotus sp
Nama jamur tiram diberikan karena bentuk tudung jamur ini agak membulat, lonjong dan melengkung menyerupai cangkang tiram. Permukaan tudung jamur tiram licin, agak berminyak jika lembab, dan tepiannya bergelombang. Diameternya mencapai 3-15 cm.
Gambar 2.1 Jamur usia 3,4 dan 5 hari Batang atau tangkai Jamur Tiram Putih tidak tepat berada di tengah tudung, tetapi agak ke pinggir. Tubuh buahnya membentuk rumpun yang memiliki banyak percabangan dan menyatu dalam media. Jika sudah tua, daging buahnya akan menjadi liat dan keras. Warna jamur yang sering disebut oyster mushroom ini bermacammacam, ada yang coklat, putih, abu-abu dan merah. Di Indonesia jenis yang paling banyak dibudidayakan adalah Jamur Tiram Putih. Jamur Tiram Putih memiliki inti plasma dan spora yang berbentuk sel-sel lepas atau bersambungan membentuk hifa dan miselium. Pada titik-titik pertemuan percabangan miselium akan terbentuk bintik kecil yang disebut dengan pin head atau calon tubuh buah jamur yang akan berkembang menjadi tubuh buah jamur. Jamur Tiram Putih dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 600 m dari permukaan laut di lokasi yang memiliki kadar air sekitar 60% dan derajat
Universitas Sumatera Utara
keasaman atau pH 6-7. jika tempat tumbuhnya terlalu kering atau kadar airnya kurang dari 60%, miselium jamur ini tidak bisa menyerap sari makanan dengan baik sehingga tumbuh kurus. Sebaliknya jika kadar air di lokasi tumbuhnya terlalu tinggi jamur ini akan terserang penyakit busuk akar. Secara alami Jamur Tiram Putih banyak ditemukan tumbuh di batang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon karet, dammar, kapuk atau sengon yang tergeletak di lokasi yang sangat lembab dan terlindung dari cahaya matahari. Tidak seperti tanaman autotrofik yang mengambil makanan dari dalam tanah dan mengolahnya melalui proses fotosintesis, jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan yang dihasilkan oleh organisme lain. Oleh karena itu media tanam jamur bukan tanah. Media tanam utama untuk Jamur Tiram Putih adalah batangan kayu atau bagian tubuh tanaman yang sudah mati. di tempat seperti itulah terkandung selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati yang merupakan bahan makanan dari jamur.(Parjimo& Andoko,2007).
Universitas Sumatera Utara
2.3
Kandungan Nutrisi Jamur Jamur memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dari pada daging. Jamur
juga memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lain yang berasal dari tanaman. Gizi yang terkandung dalam jamur antara lain; karbohidrat, berbagai mineral seperti kalsium, kalium, fosfor dan besi serta vitamin B, B12 dan C. Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Protein Beberapa Jamur dengan Beberapa Bahan Makanan. Jenis makanan Daging Ikan Telur Jagung Susu sapi Jamur merang Kubis Pisang Apel Jamur Tiram Putih kelabu Jamur Tiram Putih putih Jamur Tiram Putih merah Kacang asin Polong-polongan Yeast kering Kismis Sumber: Quimio, 1981
Kandungan protein (%) Berat segar Berat kering 19-21 17-19 1,8 3,5 3,2 1,8 1-2 1,1 0,3 44,0 31,0 33,0 26,0 24,0 38,0 3,0
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur Tiram Zat Gizi Protein Lemak Karbohidrat Thiamin Riboflavin Niacin Ca K P Na Fe
Kandungan 10,5 – 30,4% 1,7 – 2,2% 56,6% 0,2 mg 4,7 – 4,9 mg 77,2 mg 314 mg 3.793 mg 717 mg 837 mg 3,4 – 18,2 mg
Sumber : Djarijah,2001
Universitas Sumatera Utara
2.4
Protein Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti
bahan makronutrien lain, protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini terpaksa dipakai sebagai sumber energi. Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N, disamping C, H, O, S dan kadang-kadang P. Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan tersebut. Apabila unsure N ini dilepaskan dengan cara destruksi (perusakan bahan sampai terurai unsure-unsurnya) dan N yang terlepas ditentukan jumlahnya secara kuantitatif, maka jumlah protein dapat diperhitungkan. Pada organisme yang sedang tumbuh, protein sangat penting dalam pembentukan sel-sel baru. Oleh sebab itu apabila organisme kekurangan protein dalam bahan makanannya maka organisme tersebut akan mengalami hambatan pertumbuhan ataupun dalam proses biokimiawinya. Pentingnya protein dalam jaringan hewan dapat ditunjukkan oleh kadarnya yang sangat tinggi yaitu antara 80-90% dari seluruh bahan organik yang ada dalam jaringan hewan (Sudarmadji, 1989). Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen paling penting sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh.(Poedjiadi, 2006) Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen. Di samping digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein adalah : karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3% dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat dilakukan penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan. Unsur nitrogen ditentukan secara kuantitatif, misalnya dengan cara Kjeldhal, yaitu dengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang ditentukan ialah 6,24 kali berat unsur nitrogen.
Universitas Sumatera Utara
Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom C tepat di sebelah gugus karboksil. Asam-asam amino yang berbeda-beda bersambung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino yang disampingnya (Sudarmadji, 1989). Rumus umum asam amino: H H O I I II N – C – C – OH I I H R (Gaman dan Sherrington,1992). 2.4.1
Analisa protein Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan
menentukan jumlah Nitrogen yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl pada tahun 1883. dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja. Akan tetapi secara teknis hal ini sulit sekali dilakukan dan mengingat jumlah kandunga senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein). Dasar perhitungan menurut Kjeldahl adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa – senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N nya maka angka yang lebih tepat dapat dipakai. Penentuan protein berdasarkan jumlah N menunjukkan protein kasar karena selain protein juga terikut senyawa N bukan protein misalnya urea, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan pirimidin. Penentuan cara ini yang paling terkenal adalah cara Kjeldhal yang terdiri dari 3 tahap yaitu proses destruksi, destilasi dan titrasi. Pada tahap destruksi, sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. C,H teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. sedangkan N akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Penggunaan Selenium sebagai
Universitas Sumatera Utara
katalisator untuk mempercepat proses destruksi. Destruksi selesai dilakukan apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna. Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam yang dapat dipakai adalah HCl atau asam borat dalam jumlah yang berlebih. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup dalam asam. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi ditandai destilat tidak bereaksi basa Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar, akhir titik titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1N dengan indicator BCG + MR. akhir titrasi ditandai dengan perubahan warena larutan dari biru menjadi merah muda. Setelah diperoleh %N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan (Sudarmadji,1989)
2.5
Karbohidrat Molekul karbohidrat terdiri atas atom-atom karbon, hydrogen dan oksigen.
Jumlah atom hydrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2:1 seperti pada molekul air. Dengan demikian, dahulu orang berkesimpulan adanya air dalam karbohidrat. Karena hal ini, maka dipakai kata karbohidrat yang berasal dari kata “karbon” yang berarti mengandung unsur karbon dan “hidrat” yang berarti air. Walau pada kenyataannya senyawa karbohidrat tidak mengandung molekul air, maka kata karbohidrat tetap digunakan disamping nama lain yaitu sakarida. Berdasarkan gugus yang ada pada molekul karbohidrat, maka karbohidrat dapat didefinisikan sebagai polihidroksialdehid atau polihidroksi keton serta senyawa yang menghasilkannya pada proses hidrolisis.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul yang berbeda-beda ukurannya, yaitu dari senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga senyawa yang mempunyai berat molekul 500.000 lebih. Berbagai senyawa itu dibagi dalam tiga golongan, yaitu golongan monosakarida, golongan oligosakarida dan golongan polisakarida (Poedjiadi, 2006). Berbagai cara analisa dapat dilakukan terhadap karbohidrat untuk memenuhi berbagai keperluan. Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisa karbohidrat yang biasa dilakukan misalnya penentuan jumlahnya secara kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis dan kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya. Dalam ilmu gizi mungkin sangat penting untuk mengadakan analisa biologis senyawa-senyawa karbohidrat dalam kaitan peranannya membentuk kalori, pencegahan penyakit (diabetes, kegemukan, dan lain-lain) serat kasar dalam pencernaan (dietary fibers) dan sebagainya (Sudarmadji, 1989).
2.5.1 Analisa Karbohidrat Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida, maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu. Pada penentuan gula cara Luff SchoorlSchoorl yang ditentukan dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrtasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kupriooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/ larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-Iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indicator amilum. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih
Universitas Sumatera Utara
berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih tepat, maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan table yang sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Natiosulfat dengan banyaknya gula reduksi (Sudarmadji,1989). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: R-COH + CuO
Cu2O
+ R-COOH
Endapan merah bata
2.6
H2SO4 + CuO
CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI
CuI2 + K2SO4
2CuI2
Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3
Na2S4O6 + NaI
Lemak Suatu lipid didefinisikan sebagai senyawa organik yang terdapat dalam alam
serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam perlarut organik non polar seperti suatu hidrokarbon atau dietil eter (Fessenden,1986). Yang dimaksud dengan lemak ialah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alcohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon memiliki gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat 3 molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida. Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan 3 molekul asam lemak. Lemak dan minyak di bidang biologi dikenal sebagai salah satu bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahanbahan biomolekul. Dalam bidang gizi, lemak dan minyak merupakan sumber biokalori yang cukup tinggi nilai kalorinya yaitu sekitar 9 kkal/g. juga merupakan sumber alamiah vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak yaitu vitamin A, D, E dan K (Sudarmadji,1989).
Universitas Sumatera Utara
Lemak hewan umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak nabati berupa zat cair. Lemak cair biasa disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Lemak hewan dan tumbuhan memiliki susunan asam lemak yang berbeda. Untuk menentukan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang terkandung di dalamnya diukur dengan bilangan Iodium. Lemak atau gliserida asam lemak pendek dapat larut dalam air, sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua gliserida larut dalam ester, kloroform atau benzene. Alkohol panas adalah pelarut lemak yang baik (Poedjadi,2006).
2.6.1
Analisa Lemak Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak pada umumnya tidak larut
dalam air, akan tetapi larut dalam pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terlarut fosfolipid, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut lemak kasar (crude fat). Pada garis besarnya analisa lemak kasar ada dua macam yaitu dengan cara kering dan cara basah. Pada cara kering bahan dibungkus atau ditempatkan di dalam thimble kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan harus secepatnya dan dihindari suhu yang terlalu tinggi. Apabila bahan masih mengandung air yang tinggi maka bahan pelarut akan sulit masuk ke dalam jaringan sehingga ekstraksi lemak oleh pelarut tidak efisien. Selain itu, adanya air akan menyebabkan zat-zat yang ada dalam air ikut pula terekstraksi bersama lemak sehingga hasil analisa kurang mencerminkan yang sebenarnya. Sejumlah sampel ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam thimble yang terbuat dari kertas saring. Ukuran
thimble dipilih sesuai dengan besarnya
soxhlet yang digunakan. Sampel yang belum kering harus dikeringkan lebih dahulu. Di atas sampel dalam thimble ditutup dengan kapas bebas lemak supaya partikel bahan tidak ikut terbawa aliran pelarut. Selanjutnya labu gondok dipasang berikut kondensornya. Pelarut yang digunakan sebanyak 1,5-2 kali isi tabung ekstraksi. Pemanasan sebaiknya menggunakan pemanas listrik harus dilengkapi dengan pembungkus labu dari asbes. Lipida akan terekstraksi dan melalui sifon terkumpul ke
Universitas Sumatera Utara
dalam labu gondok. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4-6 jam, labu gondok diambil dan ekstrak diuapkan di atas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven sampai diperoleh berat konstan pada suhu 100ºC. berat residu dalam labu dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak (Sudarmadji,1989). Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Hal itu disebabkan pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak, seperti phospholipid, sterol, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, dan klorofil. Oleh karena itu, hasil analisis lemak ditetapkan sebagai lemak kasar. Terdapat dua metode dalam penentukan kadar lemak suatu sampel, yaitu metode ekstraksi kering (menggunakan soxhlet) dan metode ekstraksi basah. Selain itu, metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak dapat menggunakan metode weibull. Prinsip kerja dari metode weubull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut nonpolar setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat (Harper dkk 1979).
Universitas Sumatera Utara