5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik Plastik secara sederhana didefinisikan sebagai material polimer yang dapat dicetak atau diekstrusi menjadi bentuk yang diinginkan dan yang mengeras setelah didinginkan atau pelarutnya diuapkan. Plastik tidak dipintal menjadi benang yang molekulnya berjajar, sepeti dalam serat, tetapi dicetak menjadi bentuk berdimensi tiga atau dibentang menjadi film untuk digunakan sebagai pengemas (Oxtoby et al. 2003). Plastik sintetis pertama dibuat tahun 1860-an. Sebelum itu, bahan-bahan alami seperti gading dan ambar banyak digunakan. Banyak bahan-bahan alam ini yang polimer – dari bahasa Yunani poly, berarti banyak, dan mer, berarti sebagian. Polimer terdiri atas molekul-molekul raksasa, terdiri atas sejumlah besar molekul kecil yang terikat dalam rantai panjang. Molekul kecil ini dinamakan monomer (mono artinya satu). Penemuan bahan-bahan sintetis telah dimulai lebih dari seratus tahun yang lalu untuk menggantikan bahan-bahan seperti gading, yang semakin langka dan untuk membuat bahan-bahan yang dapat dicetak atau terbentuk seperti serat. Plastik pertama adalah polimer semisintetis yang tergantung pada selulosa yang berubah, polimer alam pada katun. Kemudian plastik yang sepenuhnya sintetis dibuat, seperti bakelit. Politena atau polietilena, pertama kali ditemukan pada tahun 1933. Sebagaimana plastik yang lain, plastik ini pernah sukses diproduksi untuk dijual pada akhir tahun 1930-an, yaitu ketika sifat-sifat isolasi yang dimiliki plastik ini terpaksa langsung digunakan untuk perlengkapan radar saat perang. Polietilena tidak diproduksi sampai diperkenalkannya katalisator pada tahun 1950-an (Newmark, 1993). Bahan kemasan plastik dibuat melalui proses polimerisasi. Selain bahan dasar monomer, plastik juga mengandung bahan aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat fisika kimia plastik tersebut dan disebut komponen nonplastik. Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi ringan, inert, tidak karatan dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi warna. Kemasan plastik juga mempunyai kelemahan, yaitu adanya zat-zat
Universitas Sumatera Utara
6
monomer dan molekul kecil lain dari plastik yang melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Di lapangan sering dijumpai pembungkus yang umum disebut “tas kresek”. Pembungkus ini sering dibuat dari bahan dasar yang berasal dari daur ulang berbagai jenis plastik. Selama ini telah diketahui bahwa monomer mempunyai efek karsinogenik (Sulchan dan Nur, 2007). Plastik merupakan polimer sintetik dari karbon, hidrogen dan oksigen berasal dari bahan petrokimia. Plastik merupakan bahan serba guna yang cocok digunakan dalam aplikasi yang luas. Plastik merupakan senyawa xenobiotik, resisten untuk didegradasi, sekitar 5-8% berat kering dari sampah kota. Efek dari polimer ini di lingkungan mencakup penipisan lapisan ozon hingga bersifat toksik bagi pertanian dan ekosistem akuatik (Sharma dan Sharma, 2004). Pramila dan Ramesh (2011) menyatakan bahwa kantongan plastik memberikan kemudahan bagi manusia dalam kehidupan namun dalam waktu yang bersamaan juga menyebabkan kerugian dalam jangka waktu yang lama. Segala jenis plastik apabila dibakar maka akan menghasilkan gas-gas yang bersifat toksik yang membahayakan kesehatan. Menghirup gas-gas yang semacam ini akan menyebabkan penyakit paru-paru dan kanker. Selain itu, proses dekomposisi kantongan plastik memakan waktu yang lama, yaitu sekitar 1000 tahun.
2.2 Jenis dan Sifat Fisika Kimia Plastik Sulchan dan Nur (2007), menggolongkan plastik berdasarkan sifat fisikanya a. Plastik Termoset Jenis plastik ini mengalami perubahan yang bersifat irreversible. Pada suhu tinggi jenis plastik termoset berubah menjadi arang. Hal ini disebabkan struktur kimianya bersifat 3 dimensi dan cukup kompleks. Pemakaian termoset dalam industri pangan terutama untuk membuat tutup botol. Plastik tidak akan kontrak langsung dengan produk karena tutup selalu diberi lapisan perapat yang sekaligus berfungsi sebagai pelindung. b. Jenis termoplastik Sebagian besar polimer yang dipakai untuk mengemas atau kontak dengan bahan makanan adalah jenis termoplastik. Plastik ini dapat menjadi lunak jika dipanaskan dan mengeras lagi setelah dingin. Hal ini dapat terjadi berulang-
Universitas Sumatera Utara
7
ulang tanpa terjadi perubahan khusus. Termoplastik termasuk turunan etilena (CH2 = CH2). Dinamakan plastik vynil karena mengandung gugus vynil (CH2 = CH2) atau poliolefin.
Tabel 1. Sifat Fisika dan Mekanik Polietilena Sifat Fisika
Low Density Polyethylene (LDPE)
High Density Polyethylene (HDPE)
Kekuatan Tarik, MPa
5-15
20-40
Modulus Young, Mpa
100-250
400-1200
Berat Jenis, g cm-3
0,91-0,93
0.94-0.96
Titik Leleh, °C
124
105
Muai Termal, °C
180.16-6
120.10-6
Perpanjangan, %
100
500
Sumber: Vlack, 2004
Menurut Kusmiyati (2013), jenis-jenis plastik (poliolefin), yaitu: a. Polyethylene Terephthalate (PET) Jenis plastik ini pada kemasan kerap dituliskan dengan tanda segitiga bernomor 1, biasanya pada botol kecap, saus sambal dan air mineral. PET memiliki ciri jernih, kuat, tahan pelarut, kedap gas dan air, serta mudah lunak (berubah bentuk) jika terpapar suhu 80ºC. b. High Density Polyethylene (HDPE) Jenis ini berlogo segitiga bernomor 2 biasanya ada dalam botol kemasan produk-produk olahan susu. Ciri HDPE yakni keras hingga semi fleksibel, tahan bahan kimia dan kelembapan, permeabel terhadap gas, permukaan berlilin (waxy), buram (opaque), mudah diwarnai, diproses dan dibentuk serta melunak pada suhu 75ºC. c. Polyvinyl Chloride (PVC) Jenis plastik ini berlogo segitiga bernomor 3. Biasanya berbentuk wadah yang biasa digunakan untuk nasi uduk, nasi goreng dan mie serta pada cling wrap (plastik pembungkus yang dijual gulungan). Jenis plastik ini memiliki ciri kuat, keras, dan melunak pada suhu 80ºC.
Universitas Sumatera Utara
8
d. Low Density Polyethylene (LDPE) Jenis ini biasanya digunakan pada plastik pembungkus dan kantong buah atau sayur di supermarket. LDPE bergambar segitiga bernomor 4 dengan ciri mudah diproses, kuat, fleksibel, kedap air, permukaan berlilin, tidak jernih tapi tembus cahaya dan melunak pada suhu 70ºC. e. Polypropylene (PP) Digambarkan dengan logo segitiga bernomor 5. Biasanya untuk mengemas minuman gelas dan toples-toples dengan ciri kuat, permukaan berlilin, tidak jernih
keras
tapi
fleksibel,
tapi tembus cahaya, tahan
terhadap bahan kimia, panas dan minyak, melunak pada suhu 140 ºC. f. Polystyrene (PS) Jenis ini berlogo segitiga bernomor 6, memiliki ciri kaku, getas, buram, terpengaruh lemak dan pelarut, mudah dibentuk dan melunak pada suhu 95ºC. Migran yang diwaspadai, yakni residu monomer stiren dengan bahaya karsinogen kelas 2B biasanya pada sterofoam dan mudah bermigrasi terhadap makanan. g. Plastik lainnya Ditandai dengan logo segitiga bernomor 7 pada kemasan yang biasaya berjenis polikarbonat (PC) dengan ciri tidak mudah pecah, ringan, jernih,secara termal sangat stabil, migran yang diwaspadai yaitui residu bisfenol A (BPA) dengan bahaya Endocrine Disrupter. PC biasanya digunakan untuk galon air mineral 19 liter, botol air minum, dan botol susu bayi. h. Peralatan Makan Melamin Ada dua jenis melamin yaitu melamin formaldehid (berikatan kuat sehingga formaldehid tidak mudah lepas) dan urea formaldehid (ikatan tidak kuat mudah melepaskan formaldehid. Peralatan ini memiliki ciri keras, kuat, mudah diwarnai, bebas rasa dan bau, tahan terhadap asam dan alkali, migran yang perlu diwaspadai, yaitu monomer formaldehid, monomer melamin dan bahayanya karsinogen kelas 1, iritatif, dan kerusakan ginjal.
Universitas Sumatera Utara
9
2.3 Polietilena Kerapatan Rendah (Low Density Polyethylene) Polietilena disebut juga polietena atau politena merupakan etena homopolimer memiliki berat molekul 1500 – 100.000 dengan perbandingan C (85,7%) dan H (14,3%), dapat dibuat melalui proses polimerisasi etilena cair pada suhu dan tekanan tinggi atau rendah. Polietilena adalah bahan termoplastik yang transparan berwana putih mempunyai titik leleh bervariasi antara 110 –137ºC. Umumnya polietilena bersifat resisten terhadap zat kimia. Pada suhu kamar, polietilena tidak larut dalam pelarut organik dan anorganik (Bilmeyer, 1994). Etilena (CH2=CH2) ialah monomer yang paling sederhana yang akan berpolimerisasi. Melalui polimerisasi adisi yang diinisiasi radikal bebas pada tekanan tinggi (1000-3000 atm) dan suhu tinggi (300-500ºC), senyawa ini membentuk polietilena: Polietilena yang terbentuk dengan cara ini bukanlah rantai linear yang sempurna sebagaimana tersirat dari persamaannya yang sederhana. Radikal bebas sering mencabut hidrogen dari bagian tengah rantai dalam sintesis ini, sehingga polietilenanya sangat bercabang dengan rantai samping hidrokarbon yang bervariasi panjangnya. Jenis polietilena ini dinamakan polietilena kerapatanrendah (low-density polyethylene, LDPE) sebab kesulitan dalam mengemas rantai sampingnya yang tak beraturan ini menyebabkan kerapannya lebih rendah (<0,94 g cm-3) daripada polietilena linear sempurna. Ketidakberaturan ini juga membuatnya relatif lembut, sehingga kegunaan utamanya ialah dalam pembungkusan, plastik pengemas, kantung sampah, dan botol semprot, yang kelembutannya memang diinginkan, dan bukan suatu kelemahan (Oxtoby et al. 2003). Jenis polietilena yang banyak digunakan adalah polietilena kerapatan rendah (LDPE) yang mempunyai rantai cabang dan polietilena kerapatan tinggi (HDPE) yang tidak mempunyai rantai cabang namun merupakan rantai utama yang lurus. LDPE bersifat lentur, ketahanan listriknya baik, kedap air, lebih lunak dari HDPE, bersifat absorbsi dan tembus cahaya (Crowd, 1991).
2.4 Biodegradasi Plastik Biodegradasi polimer plastik merupakan suatu proses alami dimana mikoorganisme menggunakan kompeks bahan organik sebagai sumber karbon dan energi dan
Universitas Sumatera Utara
10
secara biologi mengubahnya menjadi bentuk yang lebih sederhana. Sebagaimana mikroorganisme memiliki karakter yang berbeda-beda, maka proses degradasi pun bervariasi dari satu mikroorganisme ke mikroorganisme lainya. Degradasi oleh mikroba umumnya banyak diterima karena efisiensinya dalam mendegradasi polimer (Das dan Kumar, 2014). Suatu gambaran umum biodegradasi polimer selama suatu jangka waktu secara skematis disajikan dalam Gambar 1. Bahan-bahan polimer yang dilepaskan ke lingkungan akan mengalami degradasi secara fisika, kimia, dan biologi atau kombinasinya yang tergantung pada adanya kelembapan, udara, temperatur, cahaya (photo-degradation), radiasi energi tinggi (UV, γ-radiation) atau oleh hadirnya mikroorganisme (bakteri atau jamur). Kecepatan degradasi secara fisika dan kimia adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan biodegradasi. Selain itu, degradasi secara fisika dan kimia akan mempermudah degradasi oleh mikroba dan mineralisasi sempurna dari polimer terjadi melalui proses biodegradasi, yang umumnya merupakan tahap akhir (Arutchelvi et al. 2008).
Oksidasi Degradasi secara kimiawi Hidrolisis Degradasi Termal Degradasi polimer di lingkungan
Degradasi secara Fisika/KimiaFisika
Foto Degradasi Degradasi Mekanis
Biodegradasi (Hidrolisis dan oksidasi merupakan degradasi primer polimer) Gambar 1. Degradasi Polimer (Arutchelvi et al. 2008)
Universitas Sumatera Utara
11
Biodegradasi melibatkan agen-agen mikroba dan tidak membutuhkan perlakuan panas. Bahan-bahan organik dapat didegradasi dengan dua cara baik secara aerobik maupun anaerobik. Pada tempat pembuangan sampah dan sedimen, plastik didegradasi secara anaerob sementara di komposit dan tanah, biodegrasi secara aerobik berlangsung. Biodegradasi aerobik menghasilkan air dan CO2, sedangkan biodegradasi anaerobik menghasilkan air, CO2, dan metan sebagai hasil akhir. Secara umum, perubahan rantai panjang polimer menjadi CO2 dan air adalah suatu proses yang kompleks. Dalam proses ini, berbagai jenis mikroorganisme dibutuhkan, yang mana satu jenis akan mendegradasi polimer menjadi komponenkomponen yang lebih kecil, yang lain memanfaatkan monomer dan mensekresikan senyawa sampah sederhana sebagai hasil samping dan yang lain menggunakan sampah yang disekresikan tersebut. Efisiensi metode ini adalah sedang namun bersifat ramah lingkungan. Metode ini cukup murah dan sebagian besar diterima (Sangale et al. 2012). Gambaran umum mengenai mekanisme biodegradasi plastik disajikan dalam Gambar 2. Mikroorgnisme
Sekresi enzim ekstraseluler
Pelekatan enzim pada permukaan plastik
Putusnya rantai-rantai polimer
Erosi permukaan plastik (biodegradasi)
Produk akhir, seperti CO2, H2O, dan CH4 dihasilkan Gambar 2. Mekanisme Biodegradasi Plastik (Shah et al. 2008).
Menurut Arutchelvi et al. (2008), biodegradasi polimer meliputi tahapan berikut a. Melekatnya mikroorganisme di permukaan polimer, b. Pertumbuhan mikroorganisme dengan menggunakan polimer sebagai
sumber karbon,
c. Degradasi primer polimer, d. Degradasi akhir. Mikroorganisme dapat melekat di
Universitas Sumatera Utara
12
permukaan, jika permukaan polimer adalah hidrofilik. Karena PP dan PE hanya memiliki grup CH2, maka permukaannya adalah hidrofobik. Permulaan degradasi secara fisika dan kimia menyebabkan penyisipan grup hidrofilik pada permukaan polimer yang membuatnya menjadi semakin hidrofilik (penyisipan grup hidrofilik juga menurunkan energi permukaan). Suatu kali ketika organisme melekat di permukaan, ia akan mulai bertumbuh dengan menggunakan polimer tersebut sebagai sumber karbon. Pada degradasi primer, rantai utama terputus, menyebabkan pembentukan fragmen dengan berat molekul rendah (oligomer), dimer, dan monomer. Degradasi tergantung pada enzim ekstraseluler yang disekresikan oleh mikroorganisme. Senyawa dengan berat molekul rendah ini lebih lanjut akan digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi dan karbon.
2.5 Mikroba Pendegradasi Plastik Keanekaragaman mikroorganisme pendegradasi polimer sangat tergantung pada lingkungan, seperti tanah, laut, kompos, lumpur teraktivasi, dan lain sebagainya. Menginvestigasi distribusi dan penebaran populasi mikroba pendegradsi polimer di berbagai ekosistem adalah hal yang menarik. Secara umum, pelekatan mikroorganisme di permukaan plastik diikuti oleh kolonisasi pada bagian permukaan tersebut adalah mekanisme utama yang melibatkan mikroorganisme dalam mendegradasi plastik. Degradasi enzimatik dengan hidrolisis memiliki dua tahap, yang pertama enzim berikatan dengan substrat polimer yang kemudian akan mengatalisis pembelahan hidrolitik. Polimer akan terdegradasi menjadi oligomer yang memiliki massa molekuler yang rendah, dimer, monomer dan akhirnya termineralisasi menjadi CO2 dan H2O (Tokiwa et al. 2009). Proses degradasi politena dimulai dengan pelekatan mikroba di permukaannya. Berbagai bakteri (Streptomyces viridosporus T7A, Streptomyces badius 252, dan Streptomyces setonii 75Vi2) dan jamur pendegradasi kayu menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler yang menyebabkan terjadinya degradasi politena. Pada jamur pendegradasi kayu, kompleks enzimatik ekstraseluler (sistem lignolitik) terdiri dari peroksidase, lakase, dan oksidase menyebabkan terjadinya produksi ekstraseluler hidrogen peroksida. Tergantung pada tipe organisme atau strainnya dan kondisi kultur, maka karakteristik dari
Universitas Sumatera Utara
13
sistem enzim ini bisa bervariasi. Belum ada laporan mengenai degaradasi polietilena berkaitan dengan hal tersebut, namun kecenderungan yang sama diprediksikan (Sangale et al. 2012). Berbagai penelitian tentang biodegradasi polietilena yang telah dilakukan mendapatkan atau melibatkan jamur, bakteri dan aktinomisetes, seperti Aspergillus niger, A. Glaucus, Pseudomonas spp, Streptococcus spp, Staphylococcus spp, Micrococcus spp dan Moraxella spp dalam mendegradasi polietilena/lembaran pati (Prabhat et al. 2013), Aspergillus nidulans, A. flavus, Pseudomonas sp, Bacillus sp, Staphylococcus sp dan Streptomyces sp untuk mendegradasi polietilena (Usha et al. 2011), biodegradasi low density polyethylene (LDPE) oleh kultur campuran antara Lysinibacillus xylanilyticus dan Aspergillus niger (Esmaeili et al. 2013), Bacillus subtilis, Aspergillus niger, Aspergillus nidulance, Aspergillus flavus, Aspergillus glaucus, Penicillum sp, Pseudomonas sp, Staphylococcus aureus., Streptococcus lactis, Proteus vulgaris, Micrococcus dalam mendegradasi politena dan plastik (Priyanka dan Archana, 2011), biodegradasi Low Density Polyethylene (LDPE) oleh Fusarium sp AF4, Aspergillus terreus AF5 dan Penicillium sp AF6 (Shah, 2007). Tabel 2. Beberapa Jamur dan Bakteri yang Mampu Mendegradasi Plastik (Bhardwaj et al. 1994) Sumber Jamur
Bakteri
Enzim Glukosidase Tidak diketahui Kutinase Katalase, Protease Tidak diketahui Urease Kutinase Tidak diketahui Serin hidrolase Manganese peroksidase Lipase Tidak diketahui Tidak diketahui Lipase Serin hidrolase
Mikroorganisme Aspergillus flavus Penicillium funiculosum Aspergillus oryzae Aspergillus niger Streptomyces Thrichoderma sp. Fusarium Amycolaptosis Pestalotiopsis microspora Phanerochaete chrysosporium Rhizopus delemar Firmicutes Protobacteria Penicillium, Rhizopus arrizus Pseudomonas stutzeri
Plastik yang bertidak sebagai substrat Polycaprolactone (PCL) Polyhydroxybutyrate (PHB) Polybutylene Succinate (PBS) PCL PHB, PCL Polyurethane PCL Polylactic Acid (PLA) Polyurethane Polyethylene PCL PHB, PCL, dan PBS PHB, PCL, dan PBS Polyethylene Adipate (PEA), PBS, PCL Polyhydroxyalkanoate (PHA)
Universitas Sumatera Utara
14
Salah satu hal yang menarik dalam biodegradasi sampah plastik adalah degradasi secara enzimatis oleh proses hidrolisis. Yang pertama, enzim akan mengikat substrat polimer dan sesusah itu mengatalisasi pemutusan rantai secara hidrolisis. Degradasi intraseluler merupakan hidrolisis sumber karbon endogen oleh akumulasi mikroba pada polimer plastik, sementara degradasi ekstraseluler merupakan pemanfaatan sumber karbon eksogen yang tidak bergantung pada akumulasi mikroorganisme (Tokiwa dan Calabia, 2004). Selama proses degradasi, enzim-enzim ekstraseluler memecah kompleks polimer membentuk rantai-rantai pendek atau molekul-molekul yang lebih kecil, seperti oligomer, dimer, dan monomer, yang ukurannya cukup kecil untuk melewati membran semipermeabel mikroba. Proses ini disebut depolimerisasi. Molekul-mulekul rantai pendek ini selanjutnya akan dimineralisasi menjadi produk akhir, yaitu CO2, H2O, atau CH4, yang selanjutnya akan dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi (Gu, 2003).
Universitas Sumatera Utara