BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kecemasan 2.1.1 Pengertian kecemasan Sebagian besar manusia pernah mengalami kecemasan yang sangat besar atau melampaui akal sehat hingga merasa tidak sanggup menghadapi dan menyelesaikan permasalahan hidup yang sedang di hadapi atau stres. Menurut Rollo May (Feist & Feist, 2006) bahwa kecemasan adalah kondisi subjektif individu yang menyadari bahwa adanya ancaman bagi eksistensi dirinya. Sedangkan menurut Freud (Suryabrata, 2010) reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya adalah kecemasan. Kecemasan adalah ketakutan yang tidak nyata, suatu perasaan terancam sebagai tanggapan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak mengancam (Sobur, 2009). Taylor (1953, dalam Pisani, 1959) dalam Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Untuk melanjutkan jenjang selanjutnya, siswa harus menghadapi ujian nasional. Meraih nilai yang sudah di tetapkan standarnya oleh pemerintah. Sehingga munculah kecemasan sesaat pada diri siswa yang akan menghadapi ujian nasional yang memiliki standar nilai kelulusan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan untuk perbedaan fasilitas dan lingkungan antara di kota dengan di pedalaman jua menjadi hal yang mempengaruhi perbedaan kecemasan diantara kedua sekolah tersebut. Kecemasan tersebut mempengaruhi siswa yang sedang belajar untuk menghadapi ujian. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan seseorang ketika datang suatu ancaman ketidaksenangan yang belum dihadapinya dan ketidakmampuan mengatasi hal tersebut hingga menyebabkan ketakutan, ketidakpastian, dan kegelisahan.
7
8
2.1.2 Gejala – gejala kecemasan Kecemasan adalah hal yang bisa terlihat secara fisik, seperti jari tangan dingin, kesulitan bernafas, meremas jari, menggigit jari, mulut terasa kering, jantung berdebar lebih cepat, pusing, otot tegang terutama di bagian kepala, leher dan bahu, serta gangguan pencernaan. Menurut Taylor (McDowell, 2006) mengelompokan gejala – gejala kecemasan yang dimasukan kedalam TMAS, yaitu: 1. Menjadi gelisah ketika sesuatu tidak sesuai dengan harapan, 2. Sering mengalami kesulitan bernafas, sakit perut, keringat berlebihan, 3. Merasa takut pada banyak hal 4. Sulit tidur pada malam hari, jantung berdebar – debar, mengalami mimpi buruk, 5. Sulit berkonsentrasi, selalu merasa sendiri, mudah marah dan tersinggung. Dari pengelompokan di atas maka, kecemasan bisa dibagi menjadi dua hal (tabel 2.1):
Tabel 2.1 Kelompok Gejala Kecemasan No
Psikologis
Fisiologis
1
Perasaan yang tidak menentu
Jantung berdebar lebih cepat
2
Menurunnya konsentrasi
Kesulitan bernafas
3
Menurunnya rasa percaya diri
Sakit perut
4
Mudah marah dan tersinggung
Keringat yang berlebih
5
Menurunnya gairah
Menegangnya otot pada pundak, kepala dan punggung Sumber : Bucklew (1960)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa gejala kecemasan terdapat dua jenis yaitu gejala psikologis dan gejala fisiologis. Kedua gejala tersebut mempengaruhi kondisi fisik dan mental seseorang yang mengalami kecemasan.
9
2.1.3
Proses terjadinya kecemasan Proses terjadinya kecemasan menurut Spielberger (1972) terdapat 5 komponen, yaitu: 1. Evaluated Simulation Adanya situasi yang mengancam sehingga ancaman itu menimbulkan kecemasan. 2. Perception of Situation Situasi yang mengancam tersebut diberi penilaian oleh individu, penilaian ini dipengarui oleh sikap, kemampuan dan pengalaman masa lalu individu. 3. Anxiety State Reaction Individu menganggap bahwa situasi berbahaya, maka reaksi kecemasan akan timbul. 4. Cognitive Reappraisal Follows Individu kemudian menilai kembali situasi yang mengancam tersebut dengan cara meningkatkan aktivitas kognisi atau motoriknya. 5. Coping Individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan defense mechanism seperti proyeksi atau rasionalisasi.
2.1.4
Hubungan kecemasan dengan ujian nasional Kecemasan selalu muncul dalam kehidupan di setiap manusia, salah
satunya terjadi pada anak sekolah. Kecemasan yang muncul pada saat akan menghadapi ujian nasional mempengaruhi siswa yang sedang belajar untuk menghadapi ujian nasional. Faktor kecemasan dalam ujian nasional ini bisa disebabkan oleh kondisi dan situasi ujian saat itu, meskipun materi pelajaran yang akan diujikan telah dikuasai. Selain itu juga bisa disebabkan karena waktu yang terbatas, tingkat kesulitan materi ujian, instruksi tes, bentuk pertanyaan dan hal-hal teknis lainnya. Siswa juga terlalu terfokus pada ketakutan akan kegagalan ujian nasional karena beranggapan mereka tidak efektif dalam menghadapi ujian nasional. Kecemasan ini juga akan semakin meningkat melihat banyaknya siswa
10
dan siswi yang tidak lulus dalam ujian nasional pada tahun sebelumnya. Dengan penjelasan di atas, di dapatkan kesimpulan bahwa kecemasan dalam menghadapi ujian nasional adalah keadaan dimana perasaan atau kondisi psikologis siswa yang tidak menyenangkan dan membuat mereka merasa tidak dapat mengatasinya terlihat dengan reaksi fisiologis tertentu pada siswa tersebut.
2.2
Ujian Nasional 2.2.1 Pengertian ujian nasional Ujian nasional merupakan salah satu bagian penting dari proses pendidikan di Indonesia. Ujian nasional merupakan bagian dari tes standardisasi yang artinya format soal dan kriteria penilaian ditentukan oleh pusat dan diberlakukan dalam satuan wilayah yang cakupannya luas. Ujian nasional adalah salah satu jenis evaluasi yang dilakukan pada dunia pendidikan dan disesuaikan dengan standar pencapaian hasil secara nasional (Wahyu, 2012). Selain itu ujian nasional dianggap juga dengan hasil puncak dari segala proses belajar di bangku sekolah yang sangat menentukan bagaimana dan apa yang sudah diperoleh selama siswa belajar dan menerima pelajaran dari para pendidiknya. Ujian nasional adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 (Wisesa, 2014) Pengertian ujian nasional pada awalnya adalah sebagai langkah untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran di setiap wilayah negeri ini. Dengan pelaksanaan ujian nasional diharapkan dapat dipetakan tingkat kemampuan sekolah sehingga dapat menentukan skala prioritas penanganan proses pendidikan. Tetapi pada kelanjutannya, pengertian ujian nasional mengalami perubahan orientasi sehingga dijadikan sebagai salah satu, bahkan satu-satunya penentu keberhasilan atau kelulusan anak didik (Sulaimi, 2014).
11
2.2.2
Sejarah ujian nasional Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sistem ujian nasional telah
mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan, perkembangan ujian nasional tersebut yaitu (buku-on-line.com, 2012) : 1. Tahun 1965-1971, pada tahun ini, sistem ujian dinamakan ujian negara. Hampir berlaku untuk semua mata pelajaran, semua jenjang yang ada di Indonesia, satu komando dan satu kebijakan pemerintah pusat. 2. Tahun 1972-1979, pada tahun ini, ujian negara ditiadakan, diganti dengan ujian sekolah. Jadi sekolah yang menyelenggarakan ujian sendirisendiri. Semuanya diserahkan kepada sekolah, sedangkan pemerintah pusat hanya membuat kebijakan-kebijakan umum terkait dengan ujian yang dilaksanakan. 3. Tahun 1980-2000, pada tahun ini, untuk mengendalikan, mengevaluasi, dan mengembangkan mutu pendidikan, Ujian sekolah diganti menjadi Evaluasi Belajat Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dalam ujian ini, dikembangkan perangkat ujian paralale untuk setiap mata pelajaran yang diujikan. Sedangkan terkait denga penggandaan dan monitoring soal dilaksanakan oleh daerah masing-masing. 4. Tahun 2001-2004, pada tahun ini, EBTANAS diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (UNAS). Hal yang menonjol dalam peralihan nama “EBTANAS” menjadi “UNAS” adalah penentuan kelulusan siswa, yaitu Dalam Ebtanas kelulusannya berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan nilai EBTANAS murni, sedangkan UNAS ditentukan pada mata pelajaran secara individual. 5. Tahun 2005-2009 ada perubahan sistem yaitu pada target wajib belajar pendidikan (SD/MI/SD-LB/MTs/SMP/SMP-LB/SMA/MA/SMK/SMALB) sehingga nilai kelulusan ada target minimal. 6. Tahun 2010-Sekarang, UNAS diganti menjadi Ujian Nasional (UN). Untuk UN tahun 2012, ada ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus UN. Dengan target, para siswa yang ujian dapat mencapai nilai standar minimal UN sehingga dapat lulus UN dengan baik.
12
Dari penjelasan diatas maka di dapat kesimpulan bahwa terdapat peningkatan pada nilai akhir. Seperti halnya pada periode UAN, standar kelulusan UN setiap tahun juga berbeda-beda, yaitu sebagai berikut :
Tabel. 2.2 Nilai Akhir No
Tahun
Nilai Akhir Min
Nilai Rata – Rata Min
1
2003
3.01
-
2
2004
4.01
-
3
2005
4.25
5.25
4
2006
4.25
4.50
5
2007
5.00
5.00
6
2008
4.25
5.25
7
2009
4.25
5.50
8
2010
4.25
5.50
9
2011
4.00
5.50
10
2012
4.25
5.50
11
2013
4.00
5.50
12
2014
4.00
5.50
13
2015
4.00
5.50 Sumber : Fatchiati (2015)
2.3
Remaja 2.3.1
Pengertian remaja Remaja adalah sebuah masa transisis dari masa kanak – kanak dan
dewasa, yang berarti tumbuh menuju kematangan (Steinberg, 2005). Bila remaja yang telah mendekati periode remaja, mereka akan mulai berusaha untuk berpakaian, bersikap seperti orang dewasa agar memperoleh status sebagai orang dewasa dan bukan sebagai remaja lagi (Khairani, 2013). Rentang usia berada pada usia 11 – 21 tahun menurut Papalia dkk. (2007).
13
2.3.2
Ciri – ciri masa remaja Menurut Jahja (2011) bahwa terdapat beberapa perubahan yang terjadi
pada saat masa remaja, yaitu: 1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat yang dikenal sebagai masa Strom & Stress. 2. Perubahan yang cepat secara fisik disertai kematangan seksual. 3. Perubahan hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. 4. Perubahan tanggung jawab dan nilai – nilai. 5. Bersikap ambivilen dalam menghadapi perubahan yang terjadi.
2.3.3
Kerawanan – kerawanan pada masa remaja Menurut Khairani (2013) pada masa remaja terdapat juga hal – hal yang
rawan dan perlu di perhatikan, yaitu: 1. Kerawanan yang berhubungan dengan segi fisik adalah kematian yang lebih disebabkan karena kecelakaan atau bunuh diri. 2. Kerawanan yang berhubungan dengan segi psikologik yaitu dialaminya kegagalan dalam menjalani transisi menuju periode dewasa.
2.4
Kerangka Berpikir Ujian nasional adalah hal yang harus siswa SMA kelas XII hadapi untuk lulus dari SMA karena ujian nasional adalah salah satu syarat utama yang paling menentukan kelulusan para siswa kelas XII. Pro dan Kontra dari ujian nasional sendiri pun banyak terjadi di negara ini, dikarenakan setiap tahunnya nilai standar kelulusan selalu di tingkatkan oleh pemerintah dan menyebabkan siswa kelas XII yang akan menghadapi ujian nasional pun mengalami kecemasan dan merasa takut akan gagal atau tidak lulus dalam ujian nasional. Ujian nasional merupakan ujian penentuan untuk siswa yang dimana pengujian penentuan ( high – stakes – testing ) adalah menggunakan ujian dengan cara tertertentu sehingga akan mempunyai konsekuensi penting bagi siswa dan mempengaruhi keputusan – keputusan, seperti apakah siswa tersebut
14
akan dipromosikan ke tingkat selanjutnya atau diizinkan untuk lulus (Santrock, 2009). Hal tersebut menyebabkan keresahan yang terjadi pada siswa, inilah yang membuat mereka merasa cemas dalam menghadapi ujian nasional. Kecemasan tersebut muncul dari dalam dirinya yang sudah merasa takut terlebih dahulu akan kegagalan dalam ujian nasional hingga menyebabkan siswa mengalami kecemasan yang berlebihan dalam menghadapi ujian nasional. Ditambah dengan tidak meratanya fasilitas pendidikan di negeri ini juga menyebabkan terjadinya perbedaan kegiatan belajar antara di kota dengan di desa. Terlebih, dengan kurikulum yang sama akan tetapi perbedaan fasilitas seperti kelengkapan buku di perpustakaan, kelengkapan alat belajar mengajar, dan perbedaan dari segi lingkungan yang berbeda seperti lokasi untuk sampai di sekolah berbeda, kondisi lingkungan yang alami dan perkotaan, pergaulan yang berbeda, tempat berkumpul seusai sekolah untuk di Tana Toraja sangat jarang hingga sedikit menyebabkan kebanyakan siswa lebih memilih langsung pulang dan memiliki banyak waktu untuk belajar sedangkan untuk di Jakarta yang memiliki banyak tempat untuk berkumpul bersama teman – teman seusai sekolah membuat beberapa siswa memilih untuk berkumpul dengan teman – teman dan pulang lebih sore atau malam hingga memiliki waktu untuk belajar lebih sedikit. Dari perbedaan itu bisa menyebabkan perbedaan ilmu yang di dapat oleh siswa. Akan tetapi, pemerintah meratakan soal tingkat kesulitan pada ujian nasional. Hingga bisa menyebabkan perbedaan kecemasan pada siswa di kota dengan siswa di desa atau pedalaman. Dikarenakan perbedaan fasilitas sekolah mereka, membuat siswa mendapatkan perbedaan dalam memperoleh ilmu atau kelengkapan fasilitas dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk perbedaan lingkungan, menyebabkan mereka memiliki perbedaan dalam memiliki waktu belajar di luar sekolah dalam menghadapi ujian nasional yang akan mereka hadapi. Kedua perbedaan iu menjadi salah satu perbandingan oleh penliti untuk melihat perbedaan kecemasan yang dimiliki oleh siswa di antara kedua sekolah itu Berdasarkan pemikiran dan penjelasan di atas, maka peneliti mengasumsikan bahwa terdapat perbedaan antara kecemasan siswa SMAN kelas XII dalam menghadapi ujian nasional serta terdapatnya perbedaan tingkat
15
kecemasan pada siswa SMAN di Tana Toraja dengan siswa SMAN di DKI Jakarta.
2.5
Hipotesis Hipotesis Nol (H0)
:Tidak adanya perbedaan kecemasan dalam menghadapai ujian nasional antara siswa SMAN 1 Makale dengan siswa SMAN 3 Setiabudi.
Hipotesis Alternatif (Ha)
:Adanya perbedaan kecemasan dalam menghadapai ujian nasional antara siswa SMAN 1 Makale dengan siswa SMAN 3 Setiabudi
16