BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Isolasi Sosial
2.1.1 Pengertian Isolasi sosial merupakan perilaku yang teramati pada respon sosial maladaptif yang mewakili upaya individu untuk mengatasi ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut, kemarahan, malu, rasa bersalah dan merasa tidak aman. Respon yang sering yang sering terjadi meliputi manipulasi, narkisme dan impulsif (Stuart & Sundeen, 1998). Menurut Carpenito (2006) isolasi sosial merupakan individu atau kelompok yang mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mempu membuat kontak. Isolasi sosial merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami masalah dalam kepercayaan yang mengganggu kemampuannya untuk membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam dirinya serta perasaan klien yang merasa bahwa ia telah mengecewakan keluarganya karena tidak dapat hidup secara mandiri atau berhasil dalam hidup (Videbeck, 2008).
2.1.2
Rentang respon sosial Rentang respon pada sosial menurut Videbeck (2008):
Respon adaptif
Respon Maladaptif
Menyendiri
Merasa sendiri
Manipulasi
Otonomi
Menarik diri
Impulasif
Bekerjasama
Tergantung pada orang lain
Membanggakan diri
Saling tergantung Keterangan dari rentang respon sosial (Videbeck, 2008): 1. Solitut (Menyendiri) Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang untuk merenung apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara untuk menentukan langkahnya. 2. Otonomi Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. 3. Kebersamaan (Mutualisme) Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan interpersonal. 4. Saling ketergantungan (Interdependent) Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima. 5. Kesepian Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak danya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6. Menarik diri Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan orang lain atau lingkungannya. 7. Ketergantungan (Dependent) Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada orang lain. 8. Manipulasi Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain. 9. Impulsive Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu. Mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan. 10. Narkisme Secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak mendukungnya. 2.1.3
Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri (Carpenito, 1998). A. Faktor predisposisi Menurut Stuart & Sundeen (1998), ada beberapa faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial:
1. Faktor perkembangan Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif
sewajarnya dapat
mengurangi menyalahkan
keluarga oleh tenaga profesional. 2. Faktor Biologik Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia. 3. Faktor Sosiokultural Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini (Stuart and Sundeen, 1998).
4. Faktor Komunikasi dalam Keluarga Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Adanya sikap bermusuhan, sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekan anak, selalu mengkritik, meyalahkan anak dan tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat, tidak adanya pujian atas keberhasilan anak,kurang kehangatan dalam keluarga, ekspresi emosi yang tinggi (marah, berteriak dan penggunaan kekerasan fisik), dan double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan). B. Faktor Persipitasi Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain (Stuart & Sundeen, 1998): 1. Stressor Sosiokultural Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam membina hubungan dengan orang lain, menurunnya stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di rumah sakit. 2. Stressor Psikologik Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya hal ini
dapat menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan hubungan (menarik diri). 3. Stressor Biokimia a. Teori Dopamin Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf dapat mengakibatkan terjadinya skizofrenia. b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oxidase) Menurunnya MAO didalam darah dapat meningkatkan jumlah dopamin dalam otak, karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin. Maka menurunnya MAO dapat juga merupakan indikasi terjadinya skizofrenia. c. Faktor Endokrin Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada klien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertyroidism, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laki psikotik. d. Viral Hipotesis Beberapa
jenis
virus
dapt
menyebabkan
gejala-gejala
psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel-sel otak. 4. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara invidu, lingkungan, maupun biologis.
2.1.4
Tanda dan gejala
Menurut Purba, dkk (2012), tanda dan gejala klien isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara adalah klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain, klien merasa tidak aman berada dekat dengan orang lain, klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain, klien merasa bosan dan lambat dalam menghabiskan waktu, klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan, merasa tidak berguna dan tidak yakin dapat melangsungkan hidup. 2.1.5
Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh sumber koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stressinterpersonal seperti kesenian, musik, atau tulisan (Stuart & Sundeen, 1998) 2.1.6
Tindakan Keperawatan Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien isolasi sosial bertujuan untuk (Purba, dkk. 2012) : 1) klien dapat membina hubungan saling percaya, 2) klien dapat menyadari penyebab terjadinya isolasi sosial atau menarik diri, 3) klien dapat berinteksi dengan orang lain. Setelah mendapat terapi keperawatan diharapkan
klien
dapat
meningkatkkan
keterampilan
dalam
berinteraksi,
berpartisipasi/terlibat dalam kegiatan sosial, mengurangi rasa kesendirian dan menciptakan interaksi yang baik dalam keluarga. Tindakan keperawatan yang
diberikan kepada klien dilakukan secara komprehensif meliputi terapi individu, kelompok, keluarga maupun komunitas. 2.2 Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)
Terapi aktifitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial (Keliat & Akemat, 2014). Sosialisasi yang dimaksud memfasilitasi psikoterapis untuk memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide dan tukar persepsi serta memantau penerimaan stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan. 2.2.1 Tujuan TAKS A. Tujuan umum Tujuan umum TAKS menurut Purwaningsih & Karlina (2009) adalah meningkatkan hubungan interpersonal antar kelompok, berkomunikasi, saling
memperhatikan,
memberi
tanggapan
terhadap
orang
lain,
mengekspresikan ide serta menerima stimulus emosi eksternal. B. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari TAKS menurut (Keliat & Akemat, 2014) adalah: klien mampu menyebutkan identitasnya, mampu menyebutkan identitas orang lain, berespon terhadap klien yang lain dan mengemukakan pendapat dan perasaannya. 2.2.2 Karakteristik Peserta TAKS Ada bebrapa karakteristik peserta TAKS menurut Purwaningsih & Karlina (2009), yaitu: 1) klien yang kurang berminat atau tidak inisiatif untuk
mengikuti kegiatan ruangan; 2) klien yang sering berada ditempat tidur; 3) klien yang menarik diri, kontak sosial kurang; 4) klien dengan harga diri rendah; 5) klien yang gelisah, curiga, takut dan cemas; 6) tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya, jawaban sesuai pertanyaan; 7) sudah dapat menerima trust, mau berinteraksi dan sehat fisik. 2.2.3 Sesi TAKS TAKS terdiri dari 7 sesi, yaitu: 1.
Sesi 1 : Kemampuan Memperkenalkan Diri a.
Tujuan: Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama pangilan, asal dan hobi.
b.
Setting: Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran dan uangan nyaman dan tenang.
c.
Alat: Tape recorder, kaset “marilah kemari“ (Titik puspa), bola tenis, buku catatan dan pulpen, jadwal kegiatan klien.
d.
Metode: Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab, bermain peran atau stimulasi.
e.
Langkah-langkah Persiapan: memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu isolasi sosial menarik diri, membuat kontrak dengan klien, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. Orientasi: Pada tahap ini terapis memberikan salam terapeutik: salam dari terapis, evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini, kontrak (menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memperkenalkan diri,
menjelaskan aturan main berikut: jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada terapis lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. Tahap Kerja: 1) jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupkan serta bola akan diedarkan berlawanan dengan arah jarum jam (yaitu ke arah kiri) dan pada saat tape dimatikan maka anggota kelompok yang memegang bola memperkenalkan diri; 2) hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes berlawanan dengun arah jarum jam; 3) pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyebutkan salam, nama lengkap, nama pangilan, hobi dan asal dimulai terapis sebagai contoh; 4) tulis nama panggilan pada kertas/papan nama dan tempel/pakai; 5) ulangi 2,3 dan 4 sampai semua anggota kelompok dapat giliran; 6) beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan. Tahap Terminasi: 1) Evaluasi (menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, memberi pujian atas keberhasilan kelompok); 2) Rencana tindak lanjut (menganjurkan tiap anggota kelompok melatih memperkenalkan diri kepada orang lain dikehidupan sehari-hari, memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien); 3) Kontrak yang akan datang (menyepakati kegiatan
berikut, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok, menyepakati waktu dan tempat. Evaluasi dan Dokumentasi: 1) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja untuk menilai kemampuan klien melakukan TAK. Aspek yang di nilai adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS Sesi I, Evaluasi kemempuan klien memperkenalkan diri secara verbal dan non verbal; 2) Dokumentasi kemampuan klien yang dimiliki klien ketika TAK pada catatan proses keperawatan tiap klien. Misalnya, klien mengikuti Sesi 1 TAKS, klien mampu memperkenalkan diri secara verbal dan non verbal, dianjurkan klien memperkenalkan diri pada klien lain di ruang rawat. 2.
Sesi 2: Kemampuan Berkenalan a. Tujuan: Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama pangilan, asal dan hobi. b. Setting: Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, ruangan nyaman dan tenang. c. Alat: Tape recorder, kaset “marilah kemari“ (Titik puspa), bola tenis, buku catatan dan pulpen, jadwal kegiatan klien. d. Metode: Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab, bermain peran atau stimulasi.
e.
f. Langkah-langkah Persiapan: mengingatkan kontrak dengan anggota kelompok seperti yang telah disepakati pada terminasi sesi TAKS 1, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. Orientasi: Pada tahap ini terapis memberikan salam terapeutik: salam dari terapis dan peserta serta terapis memakai papan nama; evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini dan menanyakan apakah klien telah mencoba memperkenalkan diri pada orang lain; kontrak: menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok, menjelaskan aturan main berikut: jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. Tahap Kerja: 1) hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes berlawanan dengan arah jarum jam; 2) pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada di scbelah kanan dengan cara: memberi salam, menyebutkan nama lengkap, nama pangilan, asal dan hobi, menanyakan nama lengkap, nama pangilan, asal dan hobi lawan bicara, dimulai oleh terapis sebagai contoh; 3) ulangi 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran; 4) hidupkan bembali kaset pada tape recorder dan edarkan bola. Pada saat tape (dimatikan, minta pada anggota kelompok yang memegang bola
untuk memperkenalkan anggota kelompok yang disebelah kanannya kepada kelompok, yaitu nama lengkap, nama pangilan, asal dan hobi dimulai dan tempis sebagai contoh; 5) ulangi 4 sampai semua anggota mendapat giliran; 6) beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan Tahap Terminasi: 1) Evaluasi (menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, memberi pujian atas keberhasilan kelompok); 2) Rencana tindak lanjut (menganjurkan tiap anggota kelompok latihan perkenalan diri, memasukkan kegiatan memperkenalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien); 3) Kontrak yang akan datang (menyepakati kegiatan berikut, yaitu dengan bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi, menyepakati waktu dan tempat). Evaluasi dan Dokumentasi: 1) Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dinilai adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAKS. Untuk TAKS Sesi 2, evaluasi kemampuan klien dalam berkenalan secara verbal dan nonverbal dengan menggunakan formulir evaluasi berikut; 2) Dokumentasi kemampuan klien yang dimiliki klien ketika mengikuti TAKS pada catatan proses keperawatan tiap klien. Misalnya, jika klien 7 untuk verbal dan 3 untuk nonverbal, catatan keperawatan adalah: klien mengikuti Sesi 2 TAKS, klien mampu berkenalan secara verbal dan non verbal, anjurkan klien berkenalan dengan klien lain, buat jadwal.
3.
Sesi 3 : Kemampuan Bercakap-Cakap a.
Tujuan: Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok (menanyakan kehidupan pribadi kepada satu orang anggota kelompok, menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi.
b.
Setting: Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, ruangan nyarnan dan tenang.
c.
Alat: Tape recorder, kaset “marilah kernari” (Titik puspa ), bola tenis, buku catatan dan pulpen, jadwal kegiatan klien.
d.
Metode: Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab, bermain peran/simulasi.
e.
Langkah Kegiatan Persiapan: mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada Sesi 2 TAKS, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. Orientasi: Pada tahap ini terapis memberikan: 1) salam terapeutik: salam dari terapis dan peserta serta terapis memakai papan nama; 2) evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini dan menanyakan apakah klien telah mencoba berkenalan dengan orang lain; 3) kontrak: menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan bertanya dan menjawab tentang kehidupan pribadi, menjelaskan aturan main berikut: jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok harus meminta izin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai.
Tahap kerja: 1) hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes berlawanan dengan arah jarum jam; 2) pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada di sebelah kanan dengan cara: memberi salam, menyebutkan nama panggilan, menanyakan kehidupan pribadi: keluarga, sekolah atau pekerjaan, dimulai oleh terapis sebagai contoh; 3) ulangi 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran; 4) beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberikan tepuk tangan. Tahap Terminasi: 1) Evaluasi (menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, memberi pujian atas keberhasilan kelompok), 2) Rencana tindak lanjut (menganjurkan tiap anggota kelompok bercakapcakap tentang kehidupan pribadi dengan orang lain pada kehidupan seharihari, memasukkan kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan harian klien), 3) Kontrak yang akan datang (menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan tertentu, menyepakati waktu dan tempat). Evaluasi dan Dokumentasi: Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAKS. Untuk TAKS Scsi 3, dievaluasi kemampuan verbal dalam bertanya dan menjawab pada saat bercakap-cakap serta kemampuan nonverbal dengan menggunakan formulir evaluasi. Dokumentasi: dokumentasi kemampuan yang
dimiliki klien ketika TAKS pada catatan proses keperawatan klien misalnya, nilai kemampuan verbal bertanya 2, kemampuan verbal menjawab 2, dan kemampuan non verbal 2, maka catatan keperawatan adalah: Klien mengikuti TAKS Sesi 3, klien belum mampu bercakapcakap secara verbal dan nonverbal dianjurkan latihan di ulang di ruangan (buat jadwal). 4.
Sesi 4 : Kemampuan Bercakap-Cakap Topik Tertentu a.
Tujuan: Kilen mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan anggota kelompok (menyampaikan topik yang ingin di bicarakan, memilih topik yang ingin dibicarakan, memberi pendapat tentang topik yang dipilih).
b.
Setting: Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran dan ruangan nyaman dan tenang
c.
Alat: Tape recorder, kaset “marilah kemari“ (Titik puspa), bola tenis, buku catatan dan pulpen, jadwal kegiatan klien, flipehart/whiteboard dan spidol
d.
Metode: Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab, bermain peran/simulasi
e.
Langkah Kegiatan Persiapan: Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi 3 TAKS, mempersiapkan alat dani tempat pertemuan. Orientasi: Salam terapeutik (pada tahap ini terapis melakukan: memberi salam terapeutik, peserta dan terapis memakai papan
nama.
Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini, menanyakan apakah telah mencoba latihan bercakap-cakap dengan orang lain. Kontrak: menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan, memilih dan memberi pendapat tentang topik percakapan., menjelaskan aturan main berikut: jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. Tahap Kerja: 1) hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes berlawanan dengan arah jarum jam; 2) pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu topik yang ingin di bicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh misalnya : “cara bicara yang baik“ atau cara mencari teman; 3) tuliskan pada flipchart/whiteboard topik yang di sampaikan secara berurutan; 4) ulangi 1, 2 dan 3 sampai semua anggota kelompok menyampaikan topik yang ingin di bicarakan; 5) hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenes. Pada saat dimatikan anggota yang memegang bola memilih topik yang disukai untuk dibicarakan dan dafiar yang ada; 6)Ulangi 5 sampai semua anggota kelompok memilih topic; 7) Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak dipilih; 8) hidupkan lagi kaset dan edarkan lagi bola tenes. Pada saat dimatikan anggota yang memegang bola menyampaikan pendapat tentang topik yang dipilih; 9) Ulangi 8 sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat; 10) buat rangkuman pendapat dari anggota kelompok; 10)
beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan. Tahap Terminasi : 1) Evaluasi: Menanyakan perasaan kilen setelah mengikuti TAKS, memberi pujian atas keberhasilan kelompok; 2) Rencana tindak lanjut: Menganjurkan tiap anggota kelompok bercakapcakap tentang topik tertentu dengan orang lain pada kehidupan seharihari, memasukan kegiatan berkenalan pada jadwal kegiatan harian klien; 3) Kontrak yang akan datang: menyepakati kegiatan berikut, yaitu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi, menyepakati waktu dan tempat. Evaluasi dan Dokumentasi: 1) Evaluasi: evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAKS. Untuk TAKS Sesi 4, dievaluasi kemampuan verbal menyampaikan, memilih dan memberi pendapat tentang topik percakapan serta kemampuan nonverbal dengan menggunakan formulir evaluasi. 2) Dokumentasi: dokumentasi yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses keperawatan klien misalnya, kemampuan verbal menyampaikan dan memilih topik percakapan 3, kemampuan memberi pendapat 2, dan kemampuan nonverbal 2. Oleh karena itu, catatan keperawatan adalah: Klien mengikuti TAKS Sesi 4, klien mampu menyampaikan dan memilih topik percakapan, tetapi belum mampu memberi pendapat.
Secara non verbal juga belum mampu. Dianjurkan melatih klien bercakap-cakap dengan topik tertentu di ruangan. 5.
Sesi 5 : Kemampuan Bercakap-Cakap Masalah Pribadi a.
Tujuan: Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang lain: Menyampaikan masalah pribadi, memilih satu masalah untuk dibicarakan, memberi pendapat tentang masalah pribadi yang dipilih.
b.
Setting: Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, ruangan nyaman dan tenang.
c.
Alat: Tape recorder, kaset ”marilah kemari“ (Titik puspa), bola tenis, buku catatan dan pulpen, jadwal kegiatan klien, flipchart/whiteboard dan spidol.
d.
Metode: Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab, bermain peran/simulasi.
e.
Langkah Kegiatan Persiapan: Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi 4 TAKS, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. Orientasi: Salam terapeutik (Pada tahap ini terapis melakukan: salam dari terapis, peserta dan terapis memakai papan nama). Evaluasi/validasi: menanyakan perasaan klien saat ini, menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap tentang topik / hal tertentu dengan orang lain.
Kontrak: Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok, menjelaskan aturan main berikut: Jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. Tahap Kerja: 1) hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes berlawanan dengan arah jarum jam; 2) pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat giliran untuk menyampaikan satu topik yang ingin dibicarakan. Dimulai oleh terapis sebagai contoh misalnya : “sulit bercerita“ atau tidak diperhatikan ayah/ibu/kakak/teman; 3) tuliskan pada flipehart/whiteboard masalah yang di sampaikan; 4) ulangi 1, 2 dan 3 sampai semua anggota kelompok menyampaikan masalah yang ingin dibicarakan; 5) hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenes. Pada saat dimatikan anggota yang memegang bola memilih masalah yang ingin dibicarakan; 6) ulangi 5 sampai semua anggota kelompok memilih mamilih masalah yang ingin dibicarakan; 7) terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak dipilih; 8) hidupkan lagi kaset dan edarkan lagi bola tenes. Pada saat dimatikan anggota yang memegang bola menyampaikan pendapat tentang masalah yang dipilih; 9) ulangi 8 sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat; 10) beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.
Tahap Terminasi: 1) Evaluasi: menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, emberi pujian atas keberhasilan kelompok; 2) Rencana tindak lanjut: menganjurkan tiap anggota kelompok bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain pada kehidupan sehari-hari, memasukan kegiatan bercakap-cakap tentang masalah pribadi pada jadwal kegiatan jadwak klien; 3) Kontrak yang akan datang: menyepakati kegiatan berikut, yaitu bekerja sama dalam kelompok, menyepakati waktu dari tempat. Evaluasi dan Dokumentasi: 1) Evaluasi: evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAKS. Untuk TAKS sesi 5, dievaluasi kemampuan verbal klien menyampaikan, memilih dan memberi mendapat tentang topik percakapan mengenai masalah pribadi, serta kemampuan nonverbalnya; 2) Dokumentasi: dokumentasi kemampuan yang klien miliki ketika TAK pada catatan proses keperawatan klien misalnya, kemampuan verbal menyampaikan topik masalah pribadi yang akan di percakapkan 3 memilih dan memberi pendapat memberi pendapat 2, dan kemampuan non verbal 4. Oleh karena itu, catatan keperawatan adalah: Klien mengikuti TAKS Sesi 5, klien mampu menyampaikan masalah pribadi yang ingin dibicarakan, belum mampu mernilih dan memberi pendapat, tetapi non verbalnya baik. Dianjurkan melatih klien bercakap-cakap dengan tentang masalah pribadi dengan perawat dan klien di ruangan.
6.
Sesi 6: Kemampuan Bekerjasama a.
Tujuan: Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok: bertanya dan meminta sesuai dengan kebutuhannya pada orang lain, menjawab dan memberi pada orang lain sesuai dengan permintaan
b.
Setting: klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, ruangan nyaman dan tenang.
c.
Alat: Tape recorder, kaset ”marilah kemari“ (Titik puspa), bola tenis, buku catatan dan pulpen, jadwal kegiatan klien, kartu kwartet.
d.
Metode: Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab, bermain peran/simulasi.
e.
Langkah Kegiatan Persiapan: Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada Sesi 5 TAKS, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. Orientasi: Salam terapeutik (Pada tahap ini terapis memberi salam terapeutik: salam dari terapis, peserta dan terapis memakai papan nama). Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini, menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain. Kontrak: Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan bertanya dan meminta kartu yang diperlukan serta menjawab dan memberi kartu pada anggota kelompok, menjelaskan aturan main berikut: Jika ada
peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dan awal sampai selesai. Tahap Kerja: 1) terapis membagi empat buah kartu kwartet untuk setiap anggota kelompok Sisanya diletakkan di atas meja; 2) terapis meminta tiap anggota kelompok mcnyusun kartu sesuai dengan seri (satu seri mempunyai empat kartu); 3) hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes berlawanan dengan arah jarum jam; 4) pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mcmulai permainan berikut: meminta kartu yang dibutuhkan (seri yang belum lengkap) kepada anggota kelompok disebelah kanannya, jika kartu yang dipegang serinya lengkap, diumumkan kepada anggota kelompok dengan membaca judul dari sub judul, jika kartu yang dipegang isinya tidak lengkap diperkenankan mengambil satu kartu dari tumpukan kartu di atas meja, jika anggota kelompok memberikan kartu yang dipegang pada yang meminta, ia herhak mengambil satu kartu dari tumpukan kartu di atas meja, setiap menerima kartu, diminta mengucapkan terima kasih; 5) Ulangi 3 dan jika 4 (2) atau 4 (3) terjadi; 6) beri pujian untuk setiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan. Tahap Terminasi: 1) Evaluasi: Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, memberi pujian atas keberhasilan kelompok; 2) Rencana tindak lanjut: menganjurkan tiap anggota kelompok latihan bertanya, meminta, menjawab dan memberi pada kehidupan sehari-hari,
memasukkan kegiatan bekerja sama pada jadwal kegiatan harian klien; 3) Kontrak yang akan datang: menyepakati kegiatan berikut, yaitu bekerja sama dalam kelompok, menyepakati waktu dan tempat. Evaluasi dan Dokumentasi: 1) Evaluasi: evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien scsuai dengan tujuan TAK. Untuk TAKS sesi 6, dievaluasi kemampuan verbal klien dalam bertanya, meminta, menjawab dan memberi serta kemampuan nonverbal; 2) Dokumentasi: dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK berlangsung, pada catatan proses keperawatan hari klien misalnya, kemampuan verbal kemampuan verbal bertanya, meminta, menjawab dan memberi 4, serta kemampuan non verbal 4. maka catatan keperawatan adalah: Klien mengikuti TAKS Sesi 6, klien mampu secara verbal dan non verbal daalam bertanya, meminta, menjawab dan memberi. Anjurkan klien melakukan di ruang rawat. 7.
Sesi 7 : Evaluasi kemampuan sosialisasi a.
Tujuan: Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan kelompok yang telah dilakukan.
b.
Setting: Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, ruangan nyaman dan tenang.
c.
Alat: Tape recorder, kaset ”marilah kemari“ (Titik puspa), bola tenis, buku catatan dan pulpen, jadwal kegiatan klien.
d.
Metode: Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab
e.
Langkah Kerja Persiapan: Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada Sesi 6 TAKS, mempersiapkan alat dan tempat pertemuan. Orientasi: Salam terapeutik (salam dari terapis, peserta dan terapis memakai papan nama. Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini, menanyakan apakah telah latihan bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain. Kontrak: Melaksanakan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan manfaat enam kali pertemuan TAKS, menjelaskan aturan main berikut: jika ada peserta yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, lama kegiatan 45 menit, setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai. Tahap Kerja: 1) hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenes berlawanan dengan arah jarun jam; 2) pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat kesernpatan untuk menyampaikan pendapat tentang manfaat dari enam kali pertemuan yang telah berlalu; 3) ulangi 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat; 4) beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan. Tahap Terminasi: 1) Evaluasi: Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, memberi pujian atas keberhasilan kelompok, menyimpulkan 6 kemampuan pada 6 kali pertemuan yang lalu; 2)
Rencana tindak lanjut: Menganjurkan tiap anggota kelompok tetap melatih diri untuk enam kemampuan yang telah dimiliki, baik di RS maupun di rumah. melakukan pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk memberi dukungan pada klien dalam menjalankan kegiatan hidup sehari-hari; 3) Kontrak yang akan datang: menyepakati rencana evaluasi secara periodik. Evaluasi dan Dokumentasi: 1) Evaluasi: evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAKS. Untuk TAKS Sesi 7, dievaluasi kemampuan-kemampuan klien menyampaikan manfaat TAKS yang telah berlangsung 6 sesi secaia verbal dan disertai kemampuan nonverbal. 2) Dokumentasi: dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien ketika akhir TAKS, pada catatan proses keperawatan tiap klien. Disimpulkan kemampuan yang telah dapat diterapkan oleh klien sehari-hari. (melalui jadwal kegiatan harian), Jika klien belum mampu, klien dapat disertakan pada kelompok TAKS yang baru. 2.3 Evidence Based Aplikasi Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi pada Klien Isolasi Sosial Isolasi sosial merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami masalah dalam kepercayaan yang mengganggu kemampuannya untuk membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Tindakan keperawatan klien isolasi sosial terintegrasi dengan profesi kesehatan lain termasuk tindakan medis. Tindakan
medis yang diberikan yaitu pemberian terapi psikofarmaka, peran perawat dalam pemberian psikofarmaka adalah memberikan informasi kepada klien tentang pemberian terapi, dosis, obat, waktu yang panjang untuk mendapatkan hasil terapi yang efektif, serta efek samping yang mungkin terjadi, dan diharapkan klien mampu melaporkan bila terjadi gejala-gejala efek samping dari obat antipsikotik (Shives, 2005). Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien isolasi sosial bertujuan untuk: 1) klien dapat membina hubungan saling percaya, 2) klien dapat menyadari penyebab terjadinya isolasi sosial atau menarik diri, 3) klien dapat berinteksi dengan orang lain (Keliat & Akemat, 2014). Tindakan keperawatan yang diberikan kepada klien dilakukan secara komprehensif meliputi terapi individu, kelompok, keluarga maupun komunitas, baik berupa terapi generalis maupun terapi psikososial. Terapi generalis yang dapat dilakukan pada kelompok klien adalah terapi aktivitas kelompok. Menurut Keliat & Akemat (2005) terapi aktivitas kelompok merupakan terapi modalitas keperawatan yang ditujukan untuk kelompok klien dengan masalah yang sama serta memfasilitasi pengalaman seseorang, meningkatkan respon sosial dan harga diri klien. Menurut Purwaningsih & Karlina (2009), penggunaan kelompok dalam praktek kesehatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi pemulihann kesehatan seseorang. Keuntungan yang dapat diperoleh klien melalui terapi aktivitas kelompok meliputi dukungan, peningkatkan kemampuan memecahkan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan juga mengunakan uji realitas pada klien dengan gangguan orientasi realitas. Hal ini
sesuai dengan tujuan umum dilakukannya terapi aktivitas kelompok sosialisasi yaitu meningkatkan hubungan interpersonal antar kelompok, berkomunikasi, saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide serta menerima stimulus emosi eksternal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Surtiningrum (2011), ada peningkatan kemampuan interaksi sosial setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada klien. Peningkatan kemampuan interaksi yang terjadi dinilai berdasarkan peningkatan kemampuan afektif, kognitif dan psikomotor. Terapi aktivitas kelompok yang dilakukan bertujuan untuk memberikan dukungan kepada klien sehingga klien mampu mengekspresikan perasaannya dan mampu menyelesaikan krisis yang dihadapinya dengan cara membangun hubungan yang bersifat suportif dengan anggota kelompok. Dari hasil penelitian Surtiningrum (2011), terdapat peningkatan terhadap kemampuan aspek afektif pada klien sebesar 14,27% dengan peningkatan yang bermakna. Hal ini berarti ada pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi yang dilakukan terhadap peningkatan aspek afektif klien dalam bersosialisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Vindebeck (2008) yang menyimpulkan bahwa mengekspresikan perasaan dan memiliki perasaan yang positif dan sejahtera terhadap hubungan dengan orang lain akan meningkatkan kemampuan besosialisasi dengan orang lain yang dilakukan melalui kelompok yang telah dibentuk. Kemampuan
kognitif
klien
dalam
bersosialisasi
juga
mengalami
peningkatan yang bermakna (Nyumirah, 2012). Pengetahuan/kognitif diperoleh dari proses pembelajaran, budaya, pendidikan dan pengalaman hidup lainnya
(Notoatmodjo, 2010). Pemberian terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada klien isolasi sosial sangat bermanfaat pada peningkatan kemampuan kognitif klien karena klien dilatih untuk berbagi pengalaman dengan teman satu kelompok, belajar cara berkomunikasi menyampaikan pendapat melalui setiap sesi yang ada, membuat sebuah keputusan, mencari sistem pendukung yang dapat membantu mengatasi masalah klien dan pembelajaran lain yang didapatkan klien berdasarkan tujuan setiap sesi yang ada seperti yang tertulis dalam buku Keliat & Akemat (2014). Selain peningkatan pada aspek afektif dan kognitif, pemberian terapi aktivitas kelompok juga mampu meningkatkan kemampuan psikomotor klien dalam bersosialisasi dengan anggota kelompok (Surya, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surtiningrum (2011) yang mana terjadi peningkatan pada aspek psikomotor yang ditunjukkan oleh klien isolasi sosial yaitu adanya perilaku menarik diri, malas berbicara dengan orang lain, tidak menatap muka lawan bicara, malas melakukan kegiatan sehari-hari dan perilaku lainnya yang ditunjukkan klien isolasi sosial sesuai dengan pendapat Townsend (2009). Peningkatan kemampuan psikomotor dalam bersosialisasi pada klien isolasi sosial terjadi karena pada terapi aktivitas kelompok klien dilatih mengekspresikan perasaan dan latihan perilaku baru dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Stuart & Laraia (2005) yang menyatakan bahwa keterampilan dalam bersosialisasi dapat dipelajari oleh orang yang tidak memilikinya. Peningkatan psikomotor dalam bersosialisasi pada kelompok juga menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan dirumah sakit seperti tindakan keperawatan generalis, terapi aktivitas
kelompok sosialisasi (TAKS) dan terapi medik saling melengkapi untuk terjadinya peningkatan kemampuan psikomotor klien isolasi sosial dalam bersosialisasi. Menurut Yanto (2013), terapi aktivitas kelompok sosial sangat berpengaruh terhadap kemampuan bersosialisasi pada klien isolasi sosial di rumah sakit jiwa. Selain peningkatan kemampuan bersosialisasi, TAKS juga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi klien. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu (2010) yang menyatakan bahwa ada pengaruh terapi modalitas sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi pada pasien isolasi sosial di ruang cempaka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Terapi aktivitas kelompok juga mampu meningkatkan kemampuan kerjasama klien. Hal ini sesuai dengan hasil yang dilakukan oleh Masdelita, dkk (2013) menyatakan bahwa ada pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap peningkatan kemampuan klien dalam berkomunikasi. Penelitian mengenai TAKS telah terbukti banyak memberikan manfaat dalam mengatasi berbagai masalah yang dialami oleh klien isolasi sosial seperti peningkatan kemampuan berinteraksi baik dari aspek afektif, kognitif, psikomotor, serta peningkatan pada kemampuan bersosialisasi, peningkatan kemampuan berkomunikasi dan peningkatan kemampuan kerjasama klien dalam kelompok.