BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teknologi Energi Surya
Energi Matahari memasok energi ke bumi dalam bentuk radiasi. Tanpa radiasi dari matahari, maka kehidupan di bumi tidak akan berjalan. Setiap tahunnya ada sekitar 3,9 x 1024 Joule = 1,08 x 1018 kWh energi matahari yang mencapai permukaan bumi, ini berarti energi yang diterima bumi dari matahari adalah 10.000 kali lebih banyak dari permintaan energi primer secara global tiap tahunnya dan lebih banyak dari cadangan ketersediaan keseluruhan energi yang ada di bumi. Intensitas radiasi matahari diluar atmosfir bumi tergantung pada jarak antara bumi dengan matahari. Sepanjang tahun, jarak antara matahari dengan bumi bervariasi antara 1,47 x 108 km - 1,52 x 108 km. Akibatnya, iradians E0 berfluktuasi antara 1.325 W/m2 - 1.412 W/m2. Nilai rata-rata dari iradians ini disebut dengan solar constant (konstanta surya). Konstanta surya E0 = 1.367 W/m2. Nilai konstan ini bukanlah besarnya radiasi yang sampai dipermukaan bumi. Atmosfir bumi mereduksi dan mengurangi radiasi matahari tersebut melalui proses pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen dan karbondioksida) dan penghamburan (oleh molekul-molekul udara, partikel debu atau polusi).
6 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Untuk cuaca yang cerah pada siang hari, iradians yang mencapai permukaan bumi adalah 1.000 W/m2 . Nilai ini relatif terhadap lokasi. Insolasi (energi radiasi) maksimum terjadi pada hari yang cerah namun berawan sebagian. Ini karena pemantulan radiasi matahari oleh awan sehingga insolasi (energi radiasinya) dapat mencapai 1.400 W/m2 untuk periode yang singkat. Seiring dengan peningkatan pengetahuan dan teknologi, manusia pada dewasa ini telah menemukan sebuah terobosan baru dalam memanfaatkan energi cahaya matahari dengan menciptakan alat konversi energi matahari menjadi energi listrik yang kemudian disebut fotovoltaik (photovoltaic) atau sel surya. Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa yang mempunyai tingkat radiasi harian matahari rata - rata yang relatif tinggi yaitu 4,5 kWh/m2/hari. Hal tersebut dapat digunakan sebagai modal utama pembangkitan listrik. Komponen utama dari sistem fotovoltaik adalah sel surya yang berfungsi untuk mengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Sel surya besarnya sekitar 10-15 cm persegi. Komponen ini mengkonversikan energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik. Sel surya merupakan komponen vital yang umumnya terbuat dari bahan semikonduktor. Multicrystalline silicon adalah bahan yang paling banyak dipakai dalam industri sel surya Multicrystalline dan monocrystalline silicon menghasilkan efisiensi yang relatif lebih tinggi daripada amorphous silicon. Sedangkan amorphus silicon dipakai karena biaya yang relatif lebih rendah. Daya yang dihasilkan oleh fotovoltaik berbanding lurus dengan besarnya intensitas matahari yang diterima panel surya. Semakin besar intensitas matahari yang diterima oleh panel maka semakin besar daya yang dapat dihasilkan oleh fotovoltaik tersebut. Besarnya intensitas matahari yang diterima oleh panel surya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti letak astronomi lokasi pemasangan panel, gerak semu harian dan tahunan matahari serta cuaca. Pada prinsipnya, sel surya adalah identik dengan piranti semikonduktor dioda. Hanya saja dewasa ini strukturnya menjadi sedikit lebih rumit karena perancangannya yang lebih cermat untuk meningkatkan efisiensinya. Untuk penggunaan secara luas dalam bentuk arus bolak-balik, masih diperlukan peralatan tambahan seperti inventer, baterai penyimpanan dan lain-lain. Kemajuan dari penelitian akan material semikonduktor sebagai bahan inti sel surya, telah menjadi faktor kunci bagi pengembangan teknologi ini. Dalam
7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
teknologi sel surya, terdapat berbagai pilihan penggunaan material intinya. Kristal tunggal silikon sebagai pioner dari sel surya memang masih menjadi pilihan sekarang karena teknologinya yang sudah mapan sehingga bisa mencapai efisiensi lebih dari 20% untuk skala riset. Sedangkan modul/panel sel surya kristal silikon yang sudah diproduksi berefisiensi sekitar 12%. Namun demikian, penggunaan material ini dalam bentuk lempengan (waver) masih digolongkan mahal dan juga volume produksi lempeng silikon tidak dapat mencukupi kebutuhan pasar bila terjadi penggunaan sel surya ini secara massal. Sehingga untuk penggunaan secara besar-besaran harus dilakukan usaha untuk mempertipis lapisan silikonnya dari ketebalan sekarang yang mencapai ratusan mikron. Sel surya dapat dianalogikan sebagai divais dengan dua terminal atau sambungan, dimana saat kondisi gelap atau tidak cukup cahaya berfungsi seperti dioda, dan saat disinari dengan cahaya matahari dapat menghasilkan tegangan. Ketika disinari, umumnya satu sel surya komersial menghasilkan tegangan DC sebesar 0,5 sampai 1 volt, dan arus shortcircuit dalam skala milliampere per cm2. Besar tegangan dan arus ini tidak cukup untuk berbagai aplikasi, sehingga umumnya sejumlah sel surya disusun secara seri membentuk modul surya. Satu modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya, dan total menghasilkan tegangan DC sebesar 12 V dalam kondisi penyinaran standar (Air Mass 1.5). Modul surya tersebut bisa digabungkan secara paralel atau seri untuk memperbesar total tegangan dan arus outputnya sesuai dengan daya yang dibutuhkan untuk aplikasi tertentu.
8 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.1 menunjukkan rangkaian sel surya yang membentuk sebuah modul surya.
Gambar 2.1 Modul surya biasanya terdiri dari 28-36 sel surya yang dirangkai seri untuk memperbesar total daya output. (Gambar: The Physics of Solar Cell, Jenny Nelson)
2.1.1 Struktur Sel Surya Sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi, jenis-jenis teknologi sel surya pun berkembang dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel surya generasi satu, dua, tiga dan empat, dengan struktur atau bagian-bagian penyusun sel yang berbeda pula. Dalam tulisan ini akan dibahas struktur dan cara kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya berbasis material silikon yang juga secara umum mencakup struktur dan cara kerja sel surya generasi pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan tipis).
9 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.2. Sel surya dan bagian-bagiannya Gambar menunjukan ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya. Secara umum bagian sel surya terdiri dari: 1. Substrat/Metal backing Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen sel surya. Material substrat juga harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena juga berfungsi sebagai kontak terminal positif sel surya, sehinga umumnya digunakan material metal atau logam seperti aluminium atau molybdenum. Untuk sel surya dye-sensitized (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya sehingga material yang digunakan yaitu material yang konduktif tapi juga transparan sepertii irrdium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide (FTO). 2. Material semikonduktor Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya yang biasanya mempunyai tebal sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya generasi pertama (silikon), dan 1-3 mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material semikonduktor inilah yang berfungsi menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus gambar diatas, semikonduktor yang digunakan adalah material silikon, yang umum diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan untuk sel surya lapisan tipis, material semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk pasaran yaitu contohnya material
10 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (cadmium telluride), dan amorphous silicon, disamping material-material semikonduktor potensial lain yang dalam sedang dalam penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O (copper oxide). Bagian semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan diatas) dan tipe-n (silikon tipe-n, CdS,dll) yang membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi kunci dari prinsip kerja sel surya. Pengertian semikonduktor tipe-p, tipe-n, dan juga prinsip p-n junction dan sel surya akan dibahas di bagian Cara Kerja Sel Surya. 3. Kontak metal/contact grid Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian material semikonduktor biasanya dilapiskan material metal atau material konduktif transparan sebagai kontak negatif. 4. Lapisan anti-refleksi Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan cahaya yang terserap oleh semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi oleh lapisan anti-refleksi. Material anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan besar indeks refraktif optik antara semikonduktor dan udara yang menyebabkan cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor sehingga meminimumkan cahaya yang dipantulkan kembali. 5. Enkapsulasi/cover glass Bagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi modul surya dari hujan atau kotoran. 2.1.2 Cara Kerja Sel Surya Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana terdapat elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron (muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan lubang (muatan positif) dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan lubang tersebut bisa terjadi dengan men-doping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk mendapatkan material silikon tipe-p, silikon di-doping oleh atom boron, sedangkan untuk mendapatkan material silikon tipe-n, silikon di-doping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah menggambarkan junction semikonduktor tipe-p dan tipe-n.
11 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.3. Junction antara semikonduktor tipe-p (kelebihan lubang) dan tipe-n (kelebihan elektron). (Gambar: eere.energy.gov) Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga elektron (dan lubang) bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n terkontak, maka kelebihan elektron akan bergerak dari semikonduktor tipe-n ke tipe-p sehingga membentuk kutub positif pada semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya kutub negatif pada semikonduktor tipe-p. Akibat dari aliran elektron dan lubang ini maka terbentuk medan listrik yang mana ketika cahaya matahari mengenai susuna p-n junction ini maka akan mendorong elektron bergerak dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai listrik, dan sebaliknya lubang bergerak menuju kontak positif menunggu elektron datang, seperti diilustrasikan padan gambar 2.4.
12 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.4. Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction. (Gambar: sun-nrg.org)
2.1.3 Instalasi Listrik Tenaga Surya Untuk instalasi listrik tenaga surya sebagai pembangkit listrik, diperlukan komponen sebagai berikut: 1. Panel surya/solar panel Panel surya menghasilkan energi listrik tanpa biaya, dengan mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik. Sel silikon (disebut juga sel surya) yang disinari matahari/surya, membuat photon yang menghasilkan arus listrik. Sebuah sel surya menghasilkan kurang lebih tegangan 0.5 volt. Jadi sebuah panel surya 12 volt terdiri dari kurang lebih 36 sel (untuk menghasilkan 17 volt tegangan maksimum). 2. Charge controller Charge controller digunakan untuk mengatur pengaturan pengisian baterai. Tegangan maksimum yang dihasilkan panel surya pada hari yang terik akan menghasilkan tegangan tinggi yang dapat merusak baterai. 3. Inverter Inverter adalah perangkat elektrik yang mengkonversikan tegangan searah (DC/direct current) menjadi tegangan bolak balik (AC/alternating current). 4. Baterai
13 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Baterai adalah perangkat kimia untuk menyimpan tenaga listrik dari tenaga surya. Tanpa baterai, energi surya hanya dapat digunakan pada saat ada sinar matahari. Instalasi pembangkit listrik dengan tenaga surya membutuhkan perencanaan mengenai kebutuhan daya yang meliputi:
Jumlah pemakaian
Jumlah panel surya dan
Jumlah baterai
2.2 Konfigurasi PLTS
PLTS berdiri sendiri (off grid) atau terpusat banyak di pasang di pulau-pulau terpencil di Indonesia yang sulit di akses oleh grid (PLN). Sudah ratusan pulau-pulau kecil di Indonesia yang telah terpasang PLTS terpusat ini yang memang menjadi salah satu program pemerintah. Untuk pulau-pulau atau daerah terpencil yang mendapat bantuan pemerintah umumnya (saat ini) terpasang PLTS stand alone dengan kapasitas 5, 10, atau 15 kWp. Kapasitas tersebut cukup untuk menerangi hingga 100 rumah, dengan catatan listrik hanya untuk penerangan dan tidak dianjurkan untuk televisi (tabung khususnya), kulkas, dll. karena dayanya tidak akan cukup. Terdapat dua jenis konfigurasi PLTS terpusat yaitu: 1. Sistem DC Coupled 2. Sistem AC Coupled 2.2.1
Sistem DC Coupled Sistem PLTS terpusat DC coupled biasanya menggunakan inverter berdiri sendiri
dan charge controller (Maximum Power Point atau Switched regulator) seperti ditunjukkan dalam gambar 2.5. Secara tradisional, ini adalah jenis yang paling umum dari sistem PLTS terpusat dan bekerja dengan mengubah muatan dari sumber energi terbarukan yaitu panel surya ke bank baterai dan kemudian diambil dari bank baterai dan inverter untuk memasok setiap beban listrik.
14 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.5. Sistem PLTS terpusat DC Coupled 2.2.2 Sistem AC Coupled Pada sistem PLTS terpusat AC coupled seperti ditunjukkan dalam gambar 2.6 output PV tidak melalui solar charge controller melainkan masuk ke inverter on grid (merah). Fungsi charge baterai ada pada bidirectional inverter (kuning) yang berfungsi ganda yaitu sebagai rectifier (charger) dan inverter. Fungsi charger terjadi pada siang hari saat daya yang dihasilkan PV modul lebih besar dari beban, bidirectional inverter akan mengubah tegangan AC dari output inverter on grid menjadi tegangan DC baterai. Sedangkan fungsi inverter terjadi saat malam hari dengan mengubah tegangan DC baterai menjadi AC untuk disalurkan ke beban.
15 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.6. Sistem PLTS terpusat AC Coupled
2.3 Teknologi Energi Angin
Turbin angin dirancang untuk mengumpulkan dan memanfaatkan energi angin yang mengalir melalui turbin tersebut untuk mengkonversi energi angin menjadi energi listrik. 2.3.1
Jenis Berdasarkan bentuk rotor, turbin angin dibagi menjadi dua tipe, yaitu turbin angin
sumbu mendatar (horizontal axis wind turbine/ HAWT) dan turbin angin sumbu tegak (vertical axis wind turbine/ VAWT) seperti terlihat pada gambar 2.7
16 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Keterangan 1. Arah angin pada HAWT jenis melawan arah angin (upwind) 2. Diameter rotor 3. Tinggi puat (hub) 4. Bilah 5. Kotak roda gigi (gear box) 6. Generator 7. Nasel (nacelle) 8. Menara HAWT 9. Arah angin pada HAWT jenis menurut arah angin (downwind) 10. Tinggi rotor 11. Menara VAWT 12. Tinggi equator 13. Bilah VAWT
Gambar 2.7. Jenis turbin angin HAWT merupakan turbin yang poros utamanya berputar menyesuaikan arah angin. Agar rotor dapat berputar dengan baik, arah angin harus sejajar dengan poros turbin dan tegak lurus terhadap arah putaran rotor. Biasanya turbin jenis ini memiliki bilah berbentuk airfoil seperti bentuk sayap pada pesawat. Pada turbin ini, putaran rotor terjadi karena adanya gaya gaya angkat (lift) pada bilah yang ditimbulkan oleh aliran angin. Turbin ini sesuai digunakan pada jenis angin sedang dan tinggi, dan banyak digunakan sebagai pembangkit listrik skala besar. VAWT merupakan turbin angin sumbu tegak yang gerakan poros dan rotor sejajar dengan arah angin, sehingga rotor dapat berputar pada semua arah angin. VAWT memiliki torsi tinggi sehingga dapat berputar pada kecepatan angin rendah sehingga sesuai digunakan untuk konversi energi listrik skala kecil.
17 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3.2
Komponen dan Cara Kerja
Gambar 2.8. Komponen-komponen turbin angin sumbu mendatar Untuk menerangkan komponen dan cara kerja turbin angin, digunakan HAWT seperti pada gambar 2.8 Sebuah anemometer berfungsi untuk mengukur kecepatan angin, serta memberikan data kecepatan tersebut pada sistem kontrol. Bilah turbin (blade) atau berfungsi untuk memberikan gerak rotasi dari angin yang bertiup melalui turbin kepada generator yang akan menghasilkan listrik. Rem (brake) digunakan untuk menghentikan rotor dalam keadaan darurat. Sistem kendali pada controller berfungsi menjalankan mesin pada kecepatan tertentu dan otomatis mematikan mesin di saat kecepatan mencapai abang batas. Roda gigi pada kotak roda gigi (gear box) digunakan untuk meningkatkan kecepatan
18 http://digilib.mercubuana.ac.id/
putaran yang diperlukan oleh generator untuk menghasilkan listrik. Nasel (nacelle) merupakan badan dari turbin angin, yang berfungsi untuk melindungi komponenkomponen lain. Anggukan (pitch) berfungsi mengendalikan kecepatan rotor dan mempertahankan rotor dari berubah arah putar karena lonjakan pada kecepatan dan arah angin. Bilah turbin dan pusat (hub) pada turbin angin disebut rotor. Turbin angin diletakkan jauh di atas menara untuk dapat menangkap angin. Menara terbuat dari baja, atau beton. Baling-baling angin (wind vane) berfungsi menentukan arah angin, dan berkomunikasi dengan penggerak gelengan (yaw drive) yang digerakkan motor untuk mempertahankan posisi rotor agar tetap menghadap arah angin. 2.3.3
Daya Turbin Angin Untuk mencari Daya (P) yang diambil turbin angin yang terletak dalam aliran angin
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
Pturbin 0.5 Av3
(1)
dimana adalah kerapatan udara, A adalah luas penamampang sapuan turbin angin, dan v adalah kecepatan angin. Rumus tersebut merupakan persamaan daya turbin angin ideal. Karena ada faktor efisiensi maka persamaan menjadi:
Pturbin 0.5 Av3
(2)
dimana adalah efisiensi. 2.3.4
Daya Listrik Keluaran Generator Daya listrik yang dihasilkan oleh sebuah generator pada turbin angin dipengaruhi
oleh beberapa faktor sebagai berikut: 1. Berbagai kerugian akibat gesekan udara dan perubahan keadaan udara yang tergantung pada bentuk dan rakitan bilah turbin. Semua kerugian itu dimasukkan dalam efisiensi aerodinamika yang besarnya berkisar antara 0.3 sampai 0.8. 2. Semua kerugian akibat gesekan bantalan yang tergantung pada rakitan bantalan beban bantalan dan pelumas. Semua itu dimasukan ke dalam efisiensi mekanik, yang pada perakitan yang tepat tidak perlu lebih rendah dari 0.9.
19 http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Berbagai kerugian elektro-mekanik, bila energi angin diubah menjadi energi listrik. Semua kerugian itu dimasukan ke dalam efisiensi generator. Besarnya kira-kira 0.5. 4. Kerugian pada saat manggunakan baterai atau efisiensi baterai berkisar antara 85% hingga 90%. Jika semua faktor efisiensi itu dimasukan ke rumus di atas, maka daya yang dihasilkan oleh generator dapat dihitung dengan persamaan:
Pturbin 0.5am gb Av3
(3)
dimana a , m , g , dan b masing-masing adalah efisiensi aerodinamika, efisiensi transmiisi, efisiensi generator dan efisiensi baterai. 2.3.5
Teknologi Energi Bio Istilah biomassa secara umum merupakan bahan yang dapat diperoleh dari tanaman
baik secara langsung maupun tidak langsung dan dimanfaatkan sebagai energi atau bahan dalam jumlah yang besar. Biomassa secara spesifik berarti kayu, rumput, eceng gondok, rumput laut, serbuk gergaji, serpihan kayu, jerami, sekam padi, sampah dapur, lumpur pulp, tinja, kotoran hewan, kelapa sawit, tebu, dan lain-lain. Untuk pemanfaatan biomassa, bahan baku hayati yang dipilih dari berbagai jenis biomassa
harus
mempertimbangkan
tujuan
pemanfaatannya,
permintaan
dan
ketersediaannya. Setelah itu, barulah bahan baku ini bisa diubah menjadi bahan baru atau energi. Biomassa sebagai sumber hayati utamanya berasal dari tumbuhan atau sisanya, hewan dan mikroorganisme serta bahan organik dari hewan dan mikroorganisme tersebut. Banyak spesies tumbuhan berguna sebagai biomassa. Biomassa tanah umumnya terdiri atas biomassa herba berasal dari tanaman perkebunan utama dan biomass kayu dari hutan. Kebanyakan dari biomassa tersebut ditanam kemudian diubah serta digunakan untuk tujuan tertentu. Biomassa air dari lautan, danau dan sungai bisa juga ditanam seperti rumput laut. Biomassa yang ditanam di ladang atau yang diperoleh dari hutan untuk tujuan tertentu disebut sebagai biomassa asli. sedangkan bahan hayati yang terbuang dari hasil proses produksi, konversi dan pemanfaatan dinamakan sebagai biomassa limbah dan digunakan untuk tujuan lain. Misalnya, ampas tebu yang merupakan limbah dari pemrosesan
20 http://digilib.mercubuana.ac.id/
digunakan sebagai bahan bakar yang baik untuk pengekstrakan gula dan proses penyulingan etanol. Pengangkutan dan penyimpanan biomassa tidaklah mudah karena ukurannya terlalu besar dan mudah terurai. Oleh karena itu, biomassa layak untuk digunakan di daerah dimana biomassa tersebut diproduksi. Berdasarkan alasan ini, biomassa sering digunakan di dalam daerah atau daerah terdekat dimana pasokan dan permintaan biomassa seimbang. Akan tetapi, jika biomassa diubah menjadi bentuk yang mudah untuk diangkut seperti pelet atau bahan bakar cair. maka ia dapat dimanfaatkan di daerah yang lebih jauh. Ada berbagai teknologi konversi yang bisa digunakan untuk merubah kualitas biomassa sesuai dengan tujuan penggunaannya.yaitu teknik fisika, kimia dan biologi. Konversi fisika termasuk penggerusan, penggerindaan, dan pengikisan untuk mengurai struktur biomassa dengan tujuan meningkatkan luas permukaan sehingga proses selanjutnya, yaitu kimia, termal dan biologi bisa dipercepat. Proses ini juga meliputi pemisahan, ekstraksi, penyulingan dan sebagainya untuk mendapatkan bahan berguna dari biomassa serta proses pemampatan, pengeringan atau kontrol kelembaban dengan tujuan membuat biomassa lebih mudah diangkut dan disimpan. Teknologi konversi fisika sering digunakan pada perlakuan pendahuluan untuk mempercepat proses utama. Konversi kimia meliputi hidrolisis, oksidasi parsial, pembakaran, karbonisasi. pirolisis, reaksi hidrotermal untuk penguraian biomassa, serta sintesis, polimerisasi, hidrogenasi untuk membangun molekul baru atau pembentukan kembali biomassa. Penghasilan elektron dari proses oksidasi biomassa dapat digunakan pada sel bahan bakar untuk menghasilkan listrik. Konversi biologi umumnya terdiri atas proses fermentasi seperti fermentasi etanol, fermentasi metana, fermentasi aseton-butanol, fermentasi hidrogen, dan perlakuan enzimatis. Aplikasi proses fotosintesis dan fotolisis akan menjadi lebih penting untuk memperbaiki sistem biomassa menjadi lebih baik. Bahan bakar bio (biofuel) adalah bahan bakar yang diperoleh dari biomassa. Biasanya biomassa dibakar untuk melepas energi kimia yang tersimpan di dalamnya, pengecualian ketika biofuel digunakan untuk bahan bakar fuel cell (misal direct methanol fuel cell dan direct ethanol fuel cell).
21 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3.6
Bahan bakar bio cair Bahan bakar bio cair biasanya berbentuk bioalkohol seperti metanol, etanol dan
biodiesel. Biodiesel dapat digunakan pada kendaraan diesel modern dengan sedikit atau tanpa modifikasi dan dapat diperoleh dari limbah sayur dan minyak hewani serta lemak. Tergantung potensi setiap daerah, jagung, gula bit, tebu, dan beberapa jenis rumput dibudidayakan untuk menghasilkan bioetanol. Sedangkan biodiesel dihasilkan dari tanaman atau hasil tanaman yang mengandung minyak (kelapa sawit, kopra, biji jarak, alga) dan telah melalui berbagai proses seperti esterifikasi. 2.3.7
Biomassa padat Penggunaan langsung biasanya dalam bentuk padatan yang mudah terbakar, baik
kayu bakar atau tanaman yang mudah terbakar. Tanaman dapat dibudidayakan secara khusus untuk pembakaran atau dapat digunakan untuk keperluan lain, seperti diolah di industri tertentu dan limbah hasil pengolahan yang bisa dibakar dijadikan bahan bakar. Pembuatan briket biomassa juga menggunakan biomassa padat, di mana bahan bakunya bisa berupa potongan atau serpihan biomassa padat mentah atau yang telah melalui proses tertentu seperti pirolisis untuk meningkatkan persentase karbon dan mengurangi kadar airnya. Biomassa padat juga bisa diolah dengan cara gasifikasi untuk menghasilkan gas. 2.3.8
Biogas Berbagai bahan organik, secara biologis dengan fermentasi, maupun secara fisiko-
kimia dengan gasifikasi, dapat melepaskan gas yang mudah terbakar. Biogas dapat dengan mudah dihasilkan dari berbagai limbah dari industri yang ada saat ini, seperti produksi kertas, produksi gula, kotoran hewan peternakan, dan sebagainya. Berbagai aliran limbah harus diencerkan dengan air dan dibiarkan secara alami berfermentasi, menghasilkan gas metana. Residu dari aktivitas fermentasi ini adalah pupuk yang kaya nitrogen, karbon, dan mineral.
22 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4 2.4.1
Teknologi Energi Sampah Teknologi Pengolahan Sampah Konvensional Termasuk dalam golongan pertama antara lain adalah teknologi pengkomposan,
teknologi insinerasi untuk menghasilkan listrik, landfilling, dan daur ulang (recyling). 2.4.1.1 Teknologi Pengkomposan Pengomposan sampah merupakan metode pengolahan sampah organik yang memanfaatkan aktivitas mikroba untuk membantu menguraikan sampah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Penguraian yang terjadi tidak secara menyeluruh (hanya sebagian) sehingga sampah-sampah organik dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Penguraian dilakukan dengan kehadiran udara sebagai penunjang aktivitas mikroba. Proses pengomposan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghilangkan bau dan menyelesaikan proses penguraian. Waktu yang dibutuhkan dapat bervariasi dari beberapa minggu sampai beberapa bulan [2] (Wei, 2003; Environment Canada, 2013). Kelemahan dari proses pengkomposan adalah sulitnya pemasaran produk kompos, karena bersaing dengan pupuk-pupuk kimia. Selain itu, potensi energi yang terdapat dalam sampah tidak dapat dimanfaatkan. Sehingga teknologi ini kurang memberikan manfaat yang optimal dibandingkan dengan teknologi insinerasi dan teknologi anaerobic digester yang dapat memberikan surplus energi dalam bentuk panas maupun biogas. Lebih lanjut surplus energi ini bisa direcovery menjadi energi listrik. 2.4.1.2 Teknologi Insinerasi Proses insenerasi merupakan proses pengolahan sampah dengan cara pembakaran total sampah-sampah organik (sampah dengan komponen utama C, H, O, N, dan S). Sebelum dimasukkan kedalam insenerator, sampah (terutama sampah basah) dikeringkan terlebih dahulu sampai kadar air tertentu. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pembakaran. Panas pembakaran dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan listrik yang dikenal juga sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Kapasitas insenerasi cukup tinggi, dengan kapasitas minimal 50.000 ton/tahun [3] (The World Bank, 1999). Keluaran dari insenerator berupa abu (ash) yang kemudian dikubur kedalam landfill. Proses insenerasi dapat diaplikasikan terhadap beragam jenis sampah termasuh sampah-sampah kategori B3.
Pembangkitan listrik dari sampah, jika pembiayaan dan subsidi listrik
23 http://digilib.mercubuana.ac.id/
memadai, merupakan teknologi yang menarik sebab akan membantu kebutuhan produksi listrik yang masih sangat dibutuhkan di Indonesia. Kelemahan teknologi insinerasi adalah sampah di Indonesia yang biasanya terlalu basah sehingga memiliki energi pembakaran yang rendah, dan limbah pembakaran yang merupakan keprihatinan lingkungan. 2.4.1.3 Landfill Pada proses landfill, sampah-sampah yang tidak dapat lagi diolah/diuraikan, dikumpulkan menjadi satu untuk kemudian dikubur didalam tanah.
Proses landfill
membutuhkan lahan yang luas, serta bebas dari komponen organik. Komponen organik dari sampah yang dikubur dalam landfill akan berakibat pada akumulasi tekanan didalam landfill karena sampah-sampah organik tersebut masih mengalami proses penguraian. Akumulasi tekanan terlalu besar dapat mengakibatkan ledakan pada lahan landfill. Selain itu, penimbunan langsung komponen organik pada landfill akan mengakibatkan pengurangan kapasitas landfill. Oleh karena hal ini landfill semestinya hanya digunakan untuk sampah sisa yang tidak dapat diolah menjadi kompos, ataupun listrik dan tidak dapat didaur ulang. 2.4.1.4 Daur Ulang Proses recycling merupakan proses yang memanfaatkan kembali sampah-sampah dengan cara mendaur-ulang sampah tersebut. Proses recycling tidak dapat diaplikasikan terhadap semua jenis sampah. Sampah-sampah yang umumnya dapat didaur-ulang adalah sampah-sampah anorganik seperti plastik, logam, dan gelas. Oleh karena itu, sebelum proses pendaurulangan, perlu dilakukan pemilahan terhadap sampah-sampah yang ada. 2.4.2 Teknologi Pengolahan Sampah Modern Teknologi-teknologi tradisional yang telah disebutkan diatas memang cukup efektif untuk mengolah sampah perkotaan. Akan tetapi, jumlah sampah yang terus meningkat dengan pesat menuntut pengembangan Teknologi-teknologi yang lebih modern yang dapat mengolah sampah dengan lebih efektif dan efisien. Sebagian Teknologi modern telah diterapkan di berbagai tempat dibelahan dunia sebagian lagi masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Berikut ini disampaikan beberapa teknologi pengolahan sampah modern yang sedang berkembang.
24 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4.2.1 Teknologi Anaerobic Digestion (AD) Tumpukan sampah yang telah lama dapat menghasilkan biogas secara alami. Namun proses tersebut berjalan dengan lambat, dan harus menunggu waktu yang lama sebelum tumpukan sampah dapat mengahasilkan biogas. Proses Anaerobic Digestion merupakan proses pembuatan biogas yang di rekayasa sehingga sampah baru dapat diolah langsung menjadi biogas. Proses ini melibatkan aktivitas mikroba untuk menguraikan sampah-sampah organik menjadi gas metana yang disebut juga biogas. Sampah-sampah organik dimasukkan kedalam bioreaktor kedap udara sehingga tidak terdapat oksigen didalam reaktor. Bahan-bahan organik akan diuraikan oleh mikroba menjadi komponenkomponen yang lebih kecil sampai akhirnya menghasilkan gas metana (sekitar 40-70%) dan gas karbondioksida [4] (Rapport, 2008). Selama proses penguraian, akan terjadi akumulasi tekanan didalam reaktor akibat produksi gas yang terus-menerus sehingga bioreaktor harus dapat mengkompensasi tekanan yang terbentuk. Kapasitas bioreaktor komersial berada pada rentang 70 sampai 5000 m3 [5] (Verma, 2002). Biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik atau untuk menghasilkan media pemanas. Walaupun sebagian besar sampah diurai menjadi biogas, proses anaerobic digestion juga menghasilkan sisa berupa slurry yang dapat dijadikan kompos. 2.4.2.2 Teknologi Produksi Bioetanol Proses pembuatan bioetanol dari sampah organik merupakan proses fermentasi. Sampah-sampah organik diubah menjadi komponen-komponen dasar (terutama gula) yang dibutuhkan oleh mikroba/ragi untuk menghasilkan etanol. Sampah-sampah organik yang akan digunakan terlebih dahulu melalui serangkaian perlakuan awal sebelum akhirnya dapat digunakan sebagai bahan baku untuk fermentasi. Produk etanol yang dihasilkan dapat dimurnikan untuk digunakan pada berbagai keperluan misalnya untuk bahan kimia, dan campuran bahan bakar. Proses produksi bioetanol dari sampah merupakan proses yang masih dalam tahap pengembangan dan masih memerlukan waktu yang lama untuk diterapkan dalam skala besar.
25 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4.2.3 Teknologi Gasifikasi Proses lain yang dapat digunakan untuk mengolah sampah adalah proses gasifikasi. Proses gasifikasi memanfaatkan panas untuk menguraikan sampah-sampah yang dapat dibakar. Perbedaan proses gasifikasi dengan proses insenerasi terdapat pada kadar oksigen yang disediakan. Pada proses insenerasi, oksigen yang dimasukkan kedalam insenerator berada dalam kondisi berlebih untuk memastikan terjadinya pembakaran sempurna. Berbeda halnya dengan proses gasifikasi, kadar oksigen yang dipasok kedalam gasifier terbatas bahkan terkadang tanpa kehadiran oksigen. Dengan demikian pada temperatur tinggi (600-1500 oC), komponen-komponen organik yang terdapat dalam sampah akan terurai menjadi kompone-komponen yang lebih kecil (H2, CH4, CO2, dll.) sehingga menghasilkan gas yang disebut juga dengan syngas/fuel gas [6] (Kwon, 2009). Syngas yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan lain (sintesis senyawa lain) atau langsung dibakar. Pembakaran syngas memberikan performa yang lebih baik daripada pembakaran biasa karena syngas lebih mudah dikontakkan dengan udara. 2.4.2.4 Teknologi Pirolisis Proses pirolisis serupa dengan proses gasifikasi tetapi dilakukan pada temperatur yang lebih rendah (350-550 oC) [7] (Rajaratne, 2014; Jahirul, 2012). Pada temperatur yang jauh lebih rendah, penguraian komponen-komponen organik pada sampah tidak terurai secara total. Penguraian parsial tersebut berakibat pada terbentuknya berbagai macam komponen organik yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Umumnya pada proses pirolisis akan dihasilkan produk yang berada dalam tiga fasa yaitu gas, cair, dan padat. 2.4.2.5 Teknologi Plasma Sama halnya dengan proses gasifikasi dan proses pirolisis, proses plasma memanfaatkan panas untuk menguraikan sampah-sampah organik. Akan tetapi, pemanfaatan plasma dilakukan pada temperatur yang jauh lebih tinggi (4000-7000 oC) sehingga atom-atom pada sampah organik dapat terionisasi (Circeo, Presentation). Proses plasma akan menghasilkan produk berupa fuel gas yang komponen utamanya terdiri dari gas H2 dan CO2. Fuel gas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi termasuk sebagai bahan bakar.
26 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.4.2.6 Teknologi Mechanical Processing Proses mekanikal memanfaatkan kerja mekanik untuk menghancurkan dan memilah sampah, dan telah banyak digunakan. Pada proses mekanik, penguraian sampah hanya sebatas penghancuran secara fisik. Oleh karena itu, proses mekanik umumnya dikombinasikan dengan proses-proses lain, dalam arti proses ini dipasang terlebih dahulu untuk memilah sampah dimana nanti hasil sampah organik dapat digunakan untuk proses lain seperti insinerasi, pengkomposan, anaeroic digestion dan lain sebagainya.
2.5 Teknologi Energi Arus Laut
Arus laut adalah gerakan massa air laut yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Arus di permukaan laut terutama disebabkan oleh tiupan angin, sedang arus di kedalaman laut disebabkan oleh perbedaan densitas massa air laut. Selain itu, arus di permukan laut dapat juga disebabkan oleh gerakan pasang surut air laut atau gelombang. Arus laut dapat terjadi di samudera luas yang bergerak melintasi samudera (ocean currents), maupun terjadi di perairan pesisir (coastal currents). Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut termasuk dalam Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut karena derasnya arus dan tingginya gelombang dipengaruhi oleh interaksi bulanbumi. Mekanisme kerja pembangkit ini tidak jauh berbeda dengan pembangkit listrik tipe lainnya.
27 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Gambar 2.9. Teknologi Marine Current Turbine
Daya keluaran dari pembangkit listrik arus laut dapat diperoleh melalui persamaan berikut:
P 0,5 Av3
(4)
dimana, P : daya output (watt) : massa jenis air laut A : luas permukaan turbin v : kecepatan arus laut Dengan mempertimbangkan bahwa pembangkit energi arus laut memiliki losses di turbin, maka persamaan daya keluaran pembangkit menjadi:
P C p 0,5 Av3
(5)
dimana Cp adalah konstanta performa turbin.
28 http://digilib.mercubuana.ac.id/
Pembangkit listrik tenaga arus laut memiliki beberapa komponen penting antara lain:
Rotor, untuk mengkonversikan energi kinetik terdapat dua jenis rotor (daun turbin) yang biasa digunakan Jenis rotor yang mirip dengan kincir angin atau cross-flow rotor atau rotor Darrieus.
Generator, dapat mengubah energi gerak menjadi energi listrik. Generator yang digunakan oleh pembangkit arus laut dengan teknologi MCT adalah generator asinkron.
Gearbox, berfungsi untuk mengubah putaran rendah pada turbin energi arus laut menjadi putaran tinggi agar daat digunakan untuk memutar generator.
Sistem Pengereman, digunakan untuk menjaga putaran pada poros setelah gearbox agar bekerja pada titik aman saat terdapat arus yang besar. Alat ini perlu dipasang karena generator memiliki titik kerja aman dalam pengoperasiannya.
Rectifier-Inverter, untuk mengatasi naik turunnya keluaran listrik dari generator karena naik turunnya putaran turbin maka listrik yang dihasilkan oleh generator harus disalurkan terlebih dahulu ke sistem rectifier-inverter agar keluaran tegangan dan frekuensi listriknya sama dengan listrik yang dihasilkan PLN.
Gambar 2.10. Skema Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Lokasi yang ideal untuk pengembangan energi arus laut ini. Dilihat dari penelitian PL Fraenkel [8] (J Power and Energi Vol 216 A, 2002) lokasi yang ideal untuk instalasi
29 http://digilib.mercubuana.ac.id/
pembangkit listrik tenaga arus mempunyai kecepatan arus dua arah (bidirectional) minimum 2 meter per detik. Yang ideal adalah 2.5 m/s atau lebih. Kalau satu arah (sungai/arus geostropik) minimum 1.2-1.5 m/s. Kedalaman tidak kurang dari 15 meter dan tidak lebih dari 40 atau 50 meter. Relatif dekat dengan pantai agar energi dapat disalurkan dengan biaya rendah. Cukup luas sehingga dapat dipasang lebih dari satu turbin dan bukan daerah pelayaran atau penangkapan ikan.
2.6 Teknologi Energi Gelombang Laut
Salah satu potensi energi yang berasal dari laut adalah energi gelombang laut. Gelombang laut merupakan gerakan air laut yang turun-naik atau bergulung-gulung. Potensi energi laut ini dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan potensi energi fisis yang dikandung menjadi energi listrik dengan cara mengkonversikannya. Berdasarkan hasil penelitian, deretan gelombang dengan tinggi rata-rata 1 meter dan periode 9 detik mempunyai daya sebesar 4,3 kW per meter panjang gelombang. Sedangkan deretan gelombang serupa dengan tinggi 2 meter dan 3 meter dayanya sebesar 39 kW per meter panjang gelombang. Untuk gelombang dengan ketinggian 100 meter dan perioda 12 detik menghasilkan daya 600 KW per meter. Oscilating Water Column (OWC) merupakan salah satu sistem dan peralatan yang dapat mengubah energi gelombang laut menjadi energi listrik dengan menggunakan kolom osilasi. Alat OWC ini akan menangkap energi gelombang yang mengenai lubang pintu OWC, sehingga terjadi fluktuasi atau osilasi gerakan air dalam ruang OWC, kemudian tekanan udara ini akan menggerakkan baling-baling turbin yang dihubungkan dengan generator listrik sehingga menghasilkan listrik.
30 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.7 Teknologi Hibrida
Sistem Energi Terbarukan Hibrida (SETH) adalah kombinasi antara lebih dari satu sumber energi terbarukan atau setidaknya satu sumber terbarukan dengan sumber konvensional. Keuntungan yang paling penting dari SETH adalah untuk memanfaatkan sebaik-baiknya karakteristik operasi dari teknologi pembangkitan daya energi terbarukan dan untuk memperoleh efisiensi yang lebih tinggi daripada yang dapat diperoleh dari jika satu sumber daya yang digunakan. Hal ini juga dapat mengatasi keterbatasan dalam hal fleksibilitas bahan bakar, efisiensi, kehandalan, emisi dan ekonomi.
31 http://digilib.mercubuana.ac.id/