4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Jantung Jantung terletak pada bagian mediastinum medialis dan sebagian jantung
tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan jantung dibatasi oleh sternum dan juga iga 3, 4, 5. Hampir dua per tiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum (Mahadevan, 2012). Jantung mempunyai empat ruang yaitu, atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan di sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan di sebelah bawah jantung dan mempunyai dinding lebih tebal karena atrium berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Jurcut et al., 2010). Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah yang rendah kadar oksigennya yang berasal dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen yang berasal dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke ventrikel kiri. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru. Ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh. Secara anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding ventrikel kanan atau atrium kiri (Ellis, 2006). Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu, lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium (Mahadevan, 2012).
2.2.
Sirkulasi Darah Jantung Jantung adalah pompa ganda.Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan
separuh kiri dan memiliki empat ruang. Ruang bagian atas yang disebut atrium menerima darah yang kembali dari jantung dan memindahkannya ke ruang bawah yang disebut ventrikel. Ventrikel akan memompa darah dari jantung. Pembuluh
5
yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan pembuluhpembuluh yang mengangkut darah menjauhi ventrikel menuju ke jaringan adalah arteri. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, yaitu suatu otot kontinu yang mencegah percampuran darah dari kedua sisi jantung (Rogers, 2011). Sistem sirkulasi jantung terdiri atas dua, yaitu sirkulasi paru yang terdiri dari pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan paru, dan sirkulasi sistemik yang terdiri atas pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan sistem organ (Tavianto et al., 2013). Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui vena besar yang dikenal sebagai vena kava. Darah yang masuk ke atrium kanan kembali dari jaringan tubuh, telah diambil O2-nya dan ditambahi CO2. Darah yang mengalami deoksigenasi parsial tersebut mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel kanan, yang memompanya ke luar melalui arteri pulmonalis ke paru. Dengan demikian, sisi kanan jantung memompa darah ke dalam sirkulasi paru. Di dalam paru darah tersebut kehilangan CO2 ekstranya dan menyerap O2 segar sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Darah kaya oksigen yang kembali ke atrium kiri ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri, ruang pompa yang memompa darah ke seluruh organ kecuali paru, jadi sisi kiri jantung memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik. Arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri adalah aorta. Aorta bercabang menjadi arteri besar untuk memperdarahi berbagai jaringan tubuh (Barret et al., 2010). Berbeda dengan sirkulasi pulmonalis, yang seluruh darahnhya mengalir melalui paru, sirkulasi sistemik dapat dilihat sebagai rangkaian jalur-jalur paralel. Sebagian darah yang dipompakan keluar oleh ventrikel kiri menuju otot-otot, sebagian ke ginjal, sebagian ke otak, dan seterusnya. Jadi, keluaran ventrikel kiri tersebar, sehingga tiap-tiap bagian tubuh menerima pasokan darah segar. Dengan demikian darah yang kita ikutin hanya menuju ke satu jaringan sistemik. Jaringan mengambil O2 dari darah dan menggunakannya untuk mengoksidasi zat-zat gizi untuk menghasilkan energi. Dalam prosesnya, sel-sel jaringan membentuk CO2 sebagai produk buangan yang ditambahkan ke darah. Darah sekarang secara
6
parsial kekurangan O2 dan mengandung CO2 yang meningkat akan kembali ke sisi kanan jantung (Guyton dan Hall, 2006).
2.3.
Sirkulasi Darah Jantung Janin Pada janin, aliran darah berbeda dengan setelah lahir.Perbedaan utama
sirkulasi janin dengan sirkulasi setelah lahir adalah janin tidak bernafas dimana paru-paru tidak berfungsi. Janin memperoleh O2 dan mengeluarkan CO2 melalui pertukaran dengan darah ibu melalui plasenta. Karena darah tidak perlu mengalir ke paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2. Pada sirkulasi janin terdapat dua jalan pintas, yaitu foramen ovale (suatu lubang di septum antara atrium kanan dan kiri) dan duktus arteriosus (suatu pembuluh yang menghbungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari jantung (Dawson et al., 2010). Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilikalis dan diteruskan ke dalam vena kava inferior janin. Dengan demikian, ketika dikembalikan ke atrium kanan dari sirkulasi sistemik , darah telah bercampur dengan darah oksigen tinggi dari vena umbilikalis dan darah vena yang beroksigen rendah yang kembali dari jaringan janin. Selama masa janin, karena tingginya resistensi yang diakibatkan oleh paru yang kolaps, tekanan di separuh kanan jantung dan sirkulasi paru lebih tinggi daripada di separuh kiri jantung dan sirjulasi sistemik, situasi yang terbalik dibandingkan dengan setelah lahir (Sherwood, 2001). Karena perbedaan tekanan antara atrium kanan dan kiri, sebagian darah campuran yang beroksigen cukup yang kembali ke atrium kanan segera disalurkan ke atrium kiri melalui foramen ovale. Darah ini kemudian mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dipompa ke luar ke sirkulasi sistemik. Selain memperdarahi jaringan, sirkulasi sistemik janin juga mengalirkan darah melalui arteri umbilikalis agar terjadi pertukaran dengan darah ibu melalui plasenta. Sisa darah di atrium kanan yang tidak segera dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan, yang memompa darah ke dalam arteri pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih besar daripada tekanan aorta, darah dialihkan dari arteri pulmonalis ke dalam aorta melalui duktus arteriosus mengikuti penurunan
7
gradient tekanan. Sebagian besar darah yang dipompa akan keluar dari ventrikel kanan yang ditujukan ke sirkulasi paru segera dialihkan ke aorta dan disalurkan ke sirkulasi sistemik, mengabaikan paru yang non-fungsional (Blackburn, 2007). Saat lahir, foramen ovale menutup dan menjadi jaringan parut kecil yang dikenal sebagai fossa ovalis di septum atrium. Duktus arteriosus kolaps dan akhirnya berdegenerasi menjadi untai ligamentosa tipis yang dikenal sebagai ligamentum arteriosum (Ricci dan Kyle 2009).
2.4.
Atrial Septal Defect
2.4.1. Defenisi Atrial Septal Defect (ASD) merupakan penyakit jantung bawaan dimana adanya lubang yang menghubungkan atrium kiri dan kanan yang bisa menetap sampai dewasa (Ghanie, 2009).
2.4.2. Klasifikasi Menurut Webb, dan Gatzoulis (2006) Atrial Septal Defect terdiri dari 3 jenis, yaitu : a. Defek pada bagian fossa ovalis yang disebut sebagai tipe ostium secundum, defek ini melibatkan daerah fossa ovalis dan yang paling sering ditemukan (kira-kira hampir 70% dari kasus ASD). Jaringan septum atrium memisahkan bagian inferior defek ini dari katup atrioventrikular. b. Defek pada AV septum yang disebut sebagai tipe ostium primum, dimana terletak pada bagian inferior fossa ovalis, terdapat sebanyak 20% dari kasus ASD. c. Defek pada sinus venosus, terdapat sebanyak 6% dari kasus ASD, defek ini terletak di dekat vena kava superior (bisa juga dekat dengan vena kava inferior, tapi jarang terjadi).
8
2.4.3. Patofisiologi Darah mengalir dari pirau kiri ke kanan, ASD jarang berhubungan dengan terjadinya gagal jantung atau hipertensi pulmonal pada anak-anak dan lansia. Jarang juga ASD dengan defek yang besar menyebabkan gagal jantung pada anak bayi. Konsekuensi hemodinamik ASD dengan defek yang besar biasanya muncul pada pasien dewasa pada decade ketiga atau keempat, dimana gejalanya mirip dengan gagal jantung karena ventrikel kanan mempunyai beban yang berlebihan, aritmia atrium karena peregangan atrium yang kronik dan juga hipertensi pulmonal (Fulton, 2008).
2.4.4. Riwayat ASD ditemukan hampir 6% dari anak-anak yg menderita penyakit jantung bawaan yang bertahan hidup dalam satu tahun pertama.ASD merupakan penyakit jantung bawaan yang sering didiagnosa pada orang dewasa (Bender et al., 2011). ASD mempunyai rasio perbandingan wanita dan laki-laki 2:1. Cara penularan yang dijelaskan dalam kebanyakan kasus terdiri dari berbagai ragam faktor, dimana resiko mencapai 2,5% apabila terdapat kerabat dekat yang terkena defek ini. Tetapi, contoh penularan secara autosomal dominan yang dikenali adalah berhubungan dengan gangguan konduksi AV yang berat dan malformasi ekstremitas atas seperti pada syndrom holt-oram (Bender et al., 2011).
2.4.5. Manisfestasi Klinis Kebanyakan dari anak-anak yang menderita ASD bersifat asimptomatik, tetapi hampir semuanya mengeluhkan bahwa mereka merasa gampang lelah. Gejala klinis berupa gampang lelah dan sesak diketahui pada usia akhir remaja dan awal dua puluhan dan sepertiga-nya akan bersifat simptomatik sampai dewasa. Gagal jantung jarang pada masa anak-anak dan menjadi terhitung pada tahun keempat dan kelima kehidupan dan bisa berhubungan dengan timbulnya aritmia (Cheung, 2006).
9
2.4.6. Pemeriksaan Fisik Pada anak yang lebih tua, dada kiri anterior terlihat sedikit menonjol dan aktivitas ventrikel kanan meningkat, dan tak teraba thrill. Suara jantung pertama mengeras dapat didengar sedikit dibawah garis sternum kiri, suara jantung kedua sangat khas yaitu terpisah lebar dan tidak mengikuti variasi pernafasan. Bila terjadi hipertensi pulmonal, komponen pulmonal bunyi jantung kedua mengeras dan pemisahan kedua komponen tidak lagi lebar. Terdengar bising sistolik ejeksi yang halus disela iga II parasternal kiri. Bising mid-diastolik mungkin terdengar di sela iga IV parasternal, sifatnya mengenderang dan mengingkat apabila inspirasi. Bising ini terjadi akibat aliran melewati katup trikuspid yang berlebihan, pada defek yang besar dengan rasio aliran pirau interatrial lebih dari dua. Bising pansistolik regurgitasi mitral dapat terdengar di daerah apeks pada ASD tipe ostium primum dengan celah pada katup mitral atau pada ASD tipe ostium sekundum yang disertai prolaps katup mitral (Hoffman, 2005).
2.4.7. Elektrokardiogram Pada elektrokardiogram umumnya terlihat deviasi sumbu QRS ke kanan, hipertrofi ventrikel kanan, dan right bundle branch block (RBBB). Pemanjangan interval PR dan deviasi sumbu QRS ke kiri mengarah pada kemungkinan defek septum atrium primum. Bila sumbu gelombang P negatif, maka perlu dipikirkan kemungkinan defek sinus venosus (Child, 2008).
2.4.8. Foto Thorax Terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel kanan. Segmen pulmonal menonjol dan vaskularisasi paru meningkat (plethora).Pada kasus lanjut dengan hipertensi pulmonal, gambaran vaskularisasi paru mengurang di bawah tepi (Crawford et al., 2006).
10
2.4.9. Ekokardiogram Ekokardiogram akan memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradox. Ekokardiografi dua dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial.Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium yang besar (Child, 2008). Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum atrium primum dan bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat (Child, 2008). Ekokardiografi Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang terekam sampai dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan bila doppler tak mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial (Crawford et al., 2006).
2.4.10. Katerisasi Jantung Kateterisasi jantung dilakukan bila defek interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru. Pada sindrom Eisenmenger, saturasi oksigen di atrium kiri menurun (Fulton, 2008). Angiogram ventrikel kiri pada defek septum atrium sekundum tampak normal, tapi mungkin terlihat prolaps katup mitral yang disertai regurgitasi. Pada defek septum atrium primum, terlihat gambaran leher angsa, akibat posisi katup mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Angiogram pada vena pulmonalis kanan atas, dapat memperlihatkan besarnya defek septum atrium (Fulton, 2008).
2.4.11. Penatalaksanaan Bedah penutupan defek septum atrium dilakukan bila rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik lebih dari dua. Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek septum atrium dengan
11
aliran pirau yang bermakna, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan kateterisasi jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskular paru, serta pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pumonalis yang tinggi dan tidak berespon dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defeknya merupakan kontra indikasi (Swanton dan Benerjee 2008). Selain secara bedah, sekarang ditemukan cara penutupan defek dengan cara amplatzer atau yang disebut sebagai ASO (Atrial Septal Occluder) (Humenberger et al. , 2010). Semua prosedur dilakukan dibawah anastesi menggunakan intubasi endotracheal dan diarahkan melalui fluoroscopy. Setelah didapatkan penilaian hemodinamik, semua pasien menjalani pengukuran balon berdasarkan besar defek tersebut. Tindakan ASO dilakukan berkisar 2 – 4 mm lebih besar dari yang bisa diregangkan (Zeller, Lynm, dan Glass, 2006). Terapi aspirin yaitu 100 mg/hari diusulkan paling tidak 2 hari untuk menjaga selama minimal 6 bulan setelah dilakukan tindakan. Heparin secara intravena diadministrasikan secara intravena (Thompson, 2013). Pengamatan pasien dilakukan 1 hari, 1 minggu, 3 – 6 bulan, 12 bulan, dan kemudian setahun setelah dilakukan tindakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui status pasien tersebut dan juga untuk mendapatkan informasi mengenai tanda dan gejala adanya komplikasi. Ekokaridografi hanya dilakukan apabila ada indikasi emboli (Vijarnsorn et al. , 2012)