BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Relaps 2.1 Definisi Relaps Relaps (kambuh) adalah munculnya kembali penyakit setelah periode bebas penyakit atau relaps adalah proteinuria≥ 2+ (proteinuria) ≥ 40 mg/ m² LPB/ jam) setelah respon awal kurang dari 4× per tahun pengamatan (Nizar MD, 2013).
2.2 Definisi Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997). Sindrom ini dapat terjadi karena adanya faktor yang menyebabkan premeabilitas glomerulus (Hidayat & Aziz A., 2006). Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat (Mansjoer Arif, et al., 1999). Terdapat beberapa definisi terkait dengan SN. Remisi adalah proteinuria negatif atau trace proteinuria < 4mg/m² LPB/ jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. Relaps adalah proteinuria≥ 2+ (proteinuria) ≥ 40 mg/
m² LPB/
jam) setelah respon awal kurang dari 4× per tahun pengamatan. Relaps sering (relaps frekuen) adalah relaps≥ 2× dalam 6 bulan pertama setelah respon awal atau ≥ 4× dalam periode 1 tahun. Dependen steroid adalah relaps 2× berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari pengobatan dihentikan. Resisten steroid didefinisikan sebagai tidak terjadinya remisi pada pengobatan prednison dosis penuh ( full dose ) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu. Sensitif steroid adalah remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu (Nizar MD, 2013). 2.3. Anatomi Ginjal Ginjal terselubungi oleh suatu lapis jaringan fibrosa yang disebut hilum
Universitas Sumatera Utara
yang tampak halus akan tetapi kuat. Lapisan ini menyelubungi ginjal dengan sangat ketat, tetapi dapat terbuka dengan mudah. Di bawah lapisan tersebut maka dapat terlihat ginjal dengan permukaannya yang halus dan berwarna merah tua. Di tengah-tengah ginjal terdapat rongga yang disebut sinus; rongga tersebut juga terlapisi oleh hilum (Gray, 1995). Segala benda seperti pembuluh darah dan duktus ekskretorik akan memasuki ginjal melalui fisura tersebut. Duktus ekskretorik ginjal, ureter setelah masuk ke dalam ginjal akan melebar seperti sebuah kerucut, struktur ini dinamakan pelvis. Pelvis akan bercabang menjadi dua atau tiga percabangan yang akan memisah lagi yang disebut dengan calices atau infundibula; semua struktur tersebut berada di dalam rongga ginjal (Gray, 1995). Bagian korteks dari ginjal berwarna merah muda, lunak, granular, dan mudah terlaserasi. Bagian yang memisah sisi-sisi dari dua piramid dimana arteri dan nervus masuk, dan dimana vena dan kelenjar limfe keluar dari ginjal disebut cortical coloumn atau columna Bertini; sementara porsi yang menghubungkan antara satu cortical coloumn dengan yang lainnya disebut cortical arch dengan kedalaman yang bervariasi dari 0,8-1,3 cm (Gray, 1995). Bagian medulla dari ginjal, seperti yang telah ditulis sebelumnya, berwarna merah, striated, dan memiliki massa berbentuk kerucut, pyramids of Malpighi; jumlahnya bervariasi dari 8-18 bergantung pada pembentukan lobus organ pada masa embrional (Gray, 1995). Tubuli uriniferi yang membentuk sebagian besar dari ginjal mulai dari korteks ginjal, lalu membentuk suatu sirkuit melalui korteks dan medulla, dan akhirnya berakhir di apeks Malpighian pyramids dimana cairan yang berada di dalam tubulus tersebut mengalir ke kaliks yang berada di dalam sinus ginjal. Bila permukaan dari salah satu papila diamati, maka dapat terlihat bahwa permukaan papila tersebut bertaburkan dengan depresi-depresi yang berjumlah 16-20, dan bila sediaan ginjal yang segar diberi tekanan maka dapat terlihat cairan yang terpancarkan dari depresi-depresi tersebut. Depresi-depresi tersebut bermula di korteks sebagai Malphigian bodies, badan-badan tersebut hanya terdapat pada bagian korteks ginjal. Setiap badan tersebut terbagi atas dua bagian: suatu
Universitas Sumatera Utara
gumpalan pembuluh darah, Malphigian tuft; dan suatu membran pembungkus, Malphigian capsule, atau capsule of Bowman (Gray, 1995). Tubuli
uriniferi
yang
bermula
pada
Malphigian
bodies
dalam
perjalanannya melewati korteks dan medulla dari ginjal. Setelah melewati Malphigian capsule akan ada suatu penyempitan yang disebut neck atau leher dari tubulus tersebut. Setelah itu maka tubulus akan berbelit pada bagian korteks membentuk proximal convoluted tubule. Dalam perjalanannya ke daerah medulla tubulus membentuk suatu spiral yang disebut spiral tube of Schachowa. Pada daerah medulla, tubulus tiba-tiba mengecil dan melandai ke dalam piramid dengan kedalaman yang bervariasi membentuk descending limb of Henle’ s loop; lalu tubulus akan melengkung naik (loop of Henle), membesar membentuk ascending limb of Henle’ s loop dan kembali memasuki ke korteks. Ascending limb of Henle lalu membentuk distal convoluted tubule yang menyerupai proximal convoluted tubule; ini akan berakhir dengan suatu lengkungan yang memasuki collecting tube (Gray, 1995). 2.4. Fisiologi Ginjal Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat
darah
20%
dari
seluruh
cardiac
output
(Rauf,
2002).
2.4.1.Faal Glomerolus Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak (Rauf, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml / menit / 1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml / menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml / menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa) (Rauf, 2002). Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur : (Rauf, 2002).
a) 1-2 hari : 30-60 ml b) 3-10 hari : 100-300 ml c) 10 hari-2 bulan : 250-450 ml d) 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml e) 1-3 tahun : 500-600 ml f ) 3-5 tahun : 600-700 ml g) 5-8 tahun : 650-800 ml h) 8-14 tahun : 800-1400 ml
2.4.3. Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik (Rauf, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik (Rauf, 2002).
2.4.5. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002).
2.5. Etiologi Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menurut (Mansjoer Arif, et al., 1999), yaitu: 2.5.1. Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya (Mansjoer Arif, et al., 1999). 2.5.2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : •
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
•
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
•
Glumerulonefritis akut atau kronik,
•
Trombosis vena renalis.
•
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
•
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.5.3. Sindrom nefrotik idiopatik
Universitas Sumatera Utara
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi : (Mansjoer Arif, et al., 1999). a.
Kelainan minimal Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.
Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.5.3.1. Glomerulus Membranosa (Nefropati Membranosa) Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.5.3.2. Glomerulonefritis Proliferatif Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular, dengan bulan sabit (crescent), didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral (Mansjoer Arif, et al., 1999). Prognosis buruk, glomerulonefritis membranoproliferatif, proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah dan lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas (Mansjoer Arif, et al., 1999). 2.5.3.3. Glomerulosklerosis Fokal segmental Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.6. Patofisiologi Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus. Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis hepar
Universitas Sumatera Utara
dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air (Mansjoer Arif, et al., 1999). Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut (Mansjoer Arif, et al., 1999). Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia) (Mansjoer Arif, et al., 1999). Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng (Mansjoer Arif, et al., 1999). Sindrom nefrotik (SN) dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia (Mansjoer Arif, et al., 1999).
2.7. Gejala klinis Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar
mata
(periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah (Betz & Cecily L., 2002). a. Edema. b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa c.Pucat d.Hematuri e. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus. f. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
Universitas Sumatera Utara
g.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang) (Betz & Cecily L., 2002).
2.8. Komplikasi
1.
Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia. 2.
Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang
menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock. 3.
Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga
terjadi peninggian fibrinogen plasma. 4.
Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal (Rauf,
2002).
2.9. Penatalaksanaan 2.9.1. Penatalaksanaan Medis Pengobatan mengurangi
sindrom
nefrotik
hanya
bersifat
simptomatik,
untuk
atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan
hipoalbuminemia mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:
a.
Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit.
c.
Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
Universitas Sumatera Utara
d.
Dengan antibiotik bila ada infeksi.
e.
Diuretikum
f.
Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut : 1)
Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
2)
Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.
3)
Tapering-off : prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.
4)
Lain-lain Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis (Behrman, 2000).
2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema yang berat (anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien. Pasien sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur, karena dengan keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
Universitas Sumatera Utara
a.
Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas.
b.
Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).
c.
Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien). Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur lingkar perut pasien. Selain itu perawatan pasien dengan sindroma nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindroma nefrotik diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kal/kgBB/hari serta rendah garam (1 gram/hari). Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, bisa makanan biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005). Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu yang sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita penyakit sindrom nefrotik. Pasien sendiri perlu juga diterangkan aktivitas apa yang perlu dilakukan dan kepatuhan tentang dietnya masih perlu diteruskan sampai pada saatnya dokter mengizinkan bebas diet. Memberikan penjelasan pada keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh atau berubah menjadi lebih berat jika tidak terkontrol secara teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol sesuai waktu yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali) (Ngastiyah, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.10. Pemeriksaan Penunjang 2.10.1.
Pemeriksaan Urin
Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan
300
mg/dL
dari
protein
urin atau lebih,
L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran
nefrotik.
yaitu
3
g/
Pemeriksaan
dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.
a. Protein urin
: > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b. Urinalisa
: cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin
: positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin : meningkat (normal : 285 mOsmol)
2.10.2. Darah
a. Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai: b. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml) Albumin menurun ( N : 6,2-8,1 mg/ 100 ml). Hal ini disebut sebagai hipoalbumenia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/ 100 ml). Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme merupakan faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari protein uria (albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 gram/100ml (Betz, 2002). c. Pemeriksaan Diagnostik 1.
Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
Universitas Sumatera Utara
2.
USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal atau pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli (Betz, 2002).
Universitas Sumatera Utara