BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia
atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan atau
merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa gangguan fisik seperti polusi suara, panas, gas, partikel, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional maupun global. Pencemar udara dibedakan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemarpencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah contoh dari pencemaran udara sekunder. Polusi udara yang merupakan gabungan antara asap kotor dan bau yang tidak sedap, banyak di antaranya merupakan sumbangan dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Emisi ini merupakan pemancaran atau pelepasan gas yang berasal dari pembakaran pada kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi (bensin dan solar) ke lingkungan udara melalui knalpot kendaraan bermotor. Faktor-faktor yang mempengaruhi polusi udara antara lain volume lalu lintas kendaraan, komposisi lalu lintas kendaraan, kecepatan kendaraan, jenis
5
6
kendaraan, jenis bahan bakar, usia kendaraan, ukuran berat, jumlah berhenti dan berjalan dan gradien jalan.
Sumber alami penyebab pencemaran udara adalah dari:
Gunung berapi
Rawa-rawa
Kebakaran hutan
Nitrifikasi dan denitrifikasi biologi. Sedangkan sumber pencemar udara dari kegiatan manusia di antaranya
adalah sebagai berikut:
Transportasi
Industri
Pembangkit listrik
Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis bahan bakar)
Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC. Selain dari sumber-sumber di atas, ada sumber-sumber lain yang dapat
mencemari udara, yaitu:
Transportasi amonia
Kebocoran tangki klor
Timbulan gas metana dari tempat pembuangan akhir sampah
Uap pelarut organik. (Anonim I, 2011)
2.2
Timbal (Pb)
2.2.1 Definisi Timbal Timbal atau Timah Hitam adalah elemen kimia dengan simbol Pb, dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Lead. Dalam bahasa Indonesia disebut dengan timah hitam. Senyawa Pb sering digunakan antara lain dalam baterai, solder, aditif dalam bensin dan insektisida. Timbal dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
7
gunung berapi dan proses geokimia. Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri.
Pb adalah logam berat berwarna kelabu kebiruan dengan titik lebur 327oC
dan titik didih 1.620oC. Pada suhu 550 – 600oC, timbal menguap dan bereaksi
dengan oksigen dalam udara membentuk Timbal dioksida. Bentuk oksida yang paling umum adalah timbal II dan senyawa orano metalik. Bentuk yang terpenting adalah Timbal Tetra Etil (TEL), Timbal Tetra Metil (TML) dan timbal stearat .
(Pujimumpun, 2012)
2.2.2 Penyebaran, Sifat dan Penggunaan Timbal Logam timbal memiliki sifat-sifat khusus seperti berikut: a.
merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong meggunakan pisau atau dengan tangan dan dapat dibentuk dengan mudah
b.
merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating
c.
mempunyai titik lebur rendah, yaitu 327oC
d.
mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali emas dan merkuri
e.
merupakan penghantar listrik yang tidak baik. Penyebaran logam timbal di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang
terdapat di seluruh lapisan bumi hanyalah 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi. Melalui proses-proses geologi, timbal terkonsentrasi dalam deposit seperti bijih logam. Persenyawaan bijih logam timbal ditemukan dalam bentuk gelena (PbS), anglesit (PbSO4) dan dalam bentuk minium (Pb3O4). Boleh dikatakan bahwa timbal tidak pernah ditemukan dalam bentuk logam murninya. Bijih-bijih logam timbal ini bergabung dengan logam-logam lain seperti perak (Ag), seng (Zn), arsen (As), logam stibi (Sb) dan bismut (Bi).
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
8
Timbal (Pb) memiliki kemampuan untuk berikatan dengan atom N (nitrogen) membentuk senyawa azida. Senyawa ini merupakan suatu jenis
senyawa yang memiliki kemampuan ledakan dengan pancaran energi yang besar. Karena itu, senyawa azida banyak digunakan sebagai detonator (bahan peledak).
(Palar, 2008) Bentuk-bentuk dari persenyawaan yang dibentuk oleh Pb dengan unsur kimia lainnya, serta fungsi dari bentuk persenyawaan tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut: Tabel 2.1
Bentuk Persenyawaan Pb dan Kegunaannya
Bentuk Persenyawaan Pb + Sb Pb + As + Sn + Bi Pb + N Pb + Cr + Mo + Cl Pb – asetat Pb + Te Tetrametil-Pb + Tetraetil-Pb
Kegunaan Kabel telepon Kabel listrik Senyawa azida untuk bahan peledak Untuk pewarnaan pada cat Pengilapan keramik dan bahan anti api Pembangkit listrik tenaga panas Aditif untuk bahan bakar kendaraan bermotor
(sumber: Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, 2008)
2.2.3 Timbal di Udara Jumlah timbal di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di benua Eropa. Asap yang berasal dari cerobong pabrik sampai pada knalpot kendaraan telah melepaskan Pb ke udara. Hal ini berlangsung terus-menerus sepanjang hari, sehingga kandungan Pb di udara naik secara drastis. Kenyataan ini secara dramatis dibuktikan dengan suatu hasil penelitian terhadap kandungan Pb yang terdapat pada lapisan es di Greenland pada tahun 1969. Emisi Pb dalam atmosfer bumi dapat berbentuk gas dan partikulat. Emisi Pb yang masuk dalam bentuk gas, terutama sekali berasal dari buangan gas Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
9
kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping dari pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan dan berasal dari senyawa tetrametil-Pb
dan tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor dan berfungsi sebagai anti ketuk (anti knocking) pada mesin-mesin kendaraan. Bahan aditif yang dimasukkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor
umumnya terdiri dari 62% tetraetil-Pb, 18% etilendikhlorida (C2H4Cl2), 18% etilenbromida (C2H4Br2) dan sekitar 2% campuran tambahan dari bahan-bahan
yang lain. Jumlah senyawa Pb yang jauh lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa lain dan tidak terbakar sempurna dalam mesin menyebabkan
jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi. Berdasarkan pada analisis yang pernah dilakukan, dapat diketahui kandungan bermacam-macam senyawa Pb yang ada dalam asap kendaraan bermotor. Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Pb dalam Gas Buang Kendaraan Bermotor
Jenis Senyawa PbBrCl PbBrCl.2PbO PbCl2 Pb(OH)Cl PbBr2 PbCl2.2PbO Pb(OH)Br PbOx PbCO3 PbBr2.2PbO PbCO3.2PbO
Kandungan Senyawa Pb (%) 0 Jam 18 Jam 32,0 12,0 31,4 1,6 10,7 8,3 7,7 7,2 5,5 0,5 5,2 5,6 2,2 0,1 2,2 21,2 1,2 13,8 1,1 0,1 1,0 29,6
(sumber: Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, 2008)
Pada tabel 2.2 dapat dilihat bahwa kandungan PbBrCl dan PbBrCl.2PbO merupakan kandungan senyawa Pb utama. Kedua senyawa tersebut telah dihasilkan pada saat pembakaran pada mesin kendaraan dimulai, yaitu saat t = 0 Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
10
jam. Selanjutnya jumlah dari kedua senyawa tersebut akan berkurang setelah waktu pembakaran berjalan lama t = 18 jam, di mana jumlah buangan atas kedua
senyawa tersebut menjadi berkurang jauh (50% untuk PbBrCl) dan menjadi sangat sedikit untuk PbBrCl.2PbO. Sedangkan kandungan oksida-oksida Pb
(PbOx) dan PbCO3.2PbO mengalami peningkatan yang sangat tinggi dan menggantikan posisi dua kandungan buangan pertama, setelah masa pembakaran berjalan sampai t = 18 jam.
Senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini
disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak.
Sedangkan dalam lapisan udara tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut memiliki bau yang spesifik seperti bau bawang putih, sulit larut dalam minyak akan tetapi semua senyawa turunan ini dapat larut dengan baik dalam air. Senyawa-senyawa Pb dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara, sehingga kemudian terhirup pada saat bernafas, dan sebagian akan menumpuk di kulit dan/atau terserap oleh daun tumbuhan. Sumber-sumber lain yang menyebabkan Pb dapat masuk ke udara bermacam-macam. Di antara sumber alternatif ini yang tergolong besar adalah pembakaran batubara, asap dari pabrik-pabrik yang mengolah senyawa alkil-Pb, Pb-oksida, peleburan bijih Pb dan transfer bahan bakar kendaraan bermotor, karena senyawa alkil-Pb yang terdapat dalam bahan bakar tersebut dengan sangat mudah menguap. (Palar, 2008) 2.2.4 Toksisitas Timbal Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
11
Bentuk-bentuk kimia dari senyawa-senyawa Pb merupakan faktor penting yang memengaruhi tingkah laku Pb dalam tubuh manusia. Senyawa-senyawa Pb
organik relatif lebih mudah untuk diserap tubuh melalui selaput lendir atau melalui lapisan kulit, bila dibandingkan dengan senyawa-senyawa Pb anorganik.
Namun hal itu bukan berarti semua senyawa Pb dapat diserap oleh tubuh, melainkan hanya sekitar 5 – 10% dari jumlah Pb yang masuk melalui makanan dan atau sebesar 30% dari jumlah Pb yang terhirup yang akan diserap oleh tubuh.
Dari jumlah yang dapat terserap itu, hanya 15% yang akan mengendap pada jaringan tubuh, dan sisanya akan turut terbuang bersama bahan sisa metabolisme
seperti urin dan feses. Sebagian besar dari Pb yang terhirup pada saat bernapas akan masuk ke dalam pembuluh darah dan paru-paru. Tingkat penyerapan itu sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat peristiwa bernapas berlangsung. Semakin kecil ukuran partikel debu, serta semakin besarnya volume udara yang mampu terhirup, maka akan semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap oleh tubuh. Logam Pb yang masuk ke paru-paru melalui peristiwa pernapasan akan terserap dan berikatan dengan darah paru-paru untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Lebih dari 90% logam Pb yang terserap oleh darah berikatan dengan sel-sel darah merah (eritrosit). Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Namun demikian jumlah Pb yang masuk bersama makanan dan atau minuman ini masih mungkin ditolerir oleh lambung disebabkan asam lambung (HCl) mempunyai kemampuan untuk melarutkan logam Pb, sehingga pada kenyataannya Pb lebih banyak dikeluarkan oleh feses. Pada jaringan dan atau organ tubuh, logam Pb akan terakumulasi pada tulang, karena logam ini dalam bentuk ion Pb2+ mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Di samping itu, pada wanita hamil logam Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
12
dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu.
Senyawa Pb organik umumnya masuk ke dalam tubuh melalui jalur
pernapasan dan atau penetrasi melewati kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat
terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak. Senyawa seperti tetraetil-Pb dapat menyebabkan keracunan akut pada sistem saraf pusat, meskipun proses keracunan tersebut terjadi dalam waktu yang cukup
panjang dengan kecepatan penyerapan yang kecil. Pada pengamatan yang dilakukan terhadap para pekerja yang bekerja
menangani senyawa Pb, tidak ditemukan keracunan kronis yang berat. Gejala keracunan kronis ringan yang ditemukan berupa insomnia dan beberapa macam gangguan tidur lainnya. Sedangkan gejala pada kasus keracunan akut ringan adalah menurunnya tekanan darah dan berat badan. Keracunan akut yang cukup berat dapat mengakibatkan koma dan bahkan kematian. Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya karena dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat dalam tubuh. (Palar, 2008) 2.3
Profil Tanaman
2.3.1 Mirabilis jalapa L (Bunga Pukul Empat) Mirabilis jalapa L (Bunga Pukul Empat) adalah tanaman yang dapat tumbuh di mana saja. Tanaman ini banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias di pekarangan atau sebagai pagar pembatas rumah. Bunga pukul empat disebut pula bunga sore, disebut demikian karena bunganya mekar saat sore hari dan dapat bertahan hanya sekitar beberapa jam saja. Pada pangkal bunga saat dipetik, akan keluar setitik air yang mempunyai rasa manis. Selain nama di atas, tanaman ini memiliki nama lain, yaitu: kembang pagi sore, bunga waktu kecil (Sumatra); kederat, segerat, tegerat (Jawa); kupa oras, cako raha (Maluku); bunga-bunga paranggi, bunga-bunga parengki (Sulawesi); dan Zi Mo li (China).
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
13
Mirabilis jalapa L merupakan herba tahunan, tegak, tinggi 20 cm – 80 cm dan berasal dari Amerika Selatan. Tumbuh di dataran rendah yang cukup
mendapat sinar matahari maupun di daerah perbukitan. Termasuk suku kampah kampahan, berbatang basah, daunnya berbentuk jantung, warna hijau tua, panjang
2 cm – 11 cm, lebar 8 mm – 7 cm, pangkal daun membulat, ujung meruncing, tepi daun rata, letak berhadapan, mempunyai tangkai daun yang panjangnya 6 mm – 6 cm. Bunganya berbentuk terompet, dengan banyak macam warna, antara lain:
merah, putih, jingga, kuning, kombinasi/belang- belang. Mekar di waktu sore hari dan kuncup kembali pada pagi hari menjelang fajar. Buahnya keras, berwarna
hitam, berbentuk telur, dapat dibuat bedak. Kulit umbinya berwarna coklat kehitaman, bentuk bulat memanjang, panjang 7 cm – 9 cm dengan diameter 2 cm – 5 cm, isi umbi berwarna putih. Mirabilis jalapa L mengandung alkaloid trigonelia dan berkhasiat sebagai anti inflamasi dan diuretik. (Anonim, 2009)
Sumber : http://lenterahati.web.id/khasiat-bunga-pukul-empat.html
Gambar 2.1 Mirabilis jalapa L
2.3.2 Mahoni Mahoni termasuk pohon besar dengan tinggi pohon mencapai 35-40 m dan diameter mencapai 125 cm. Batang lurus berbentuk silindris dan tidak berbanir. Kulit luar berwarna cokelat kehitaman, beralur dangkal seperti sisik, sedangkan kulit batang berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
14
cokelat tua, beralur dan mengelupas setelah tua. Mahoni baru berbunga setelah berumur 7 tahun, mahkota bunganya silindris, kuning kecoklatan, benang sari
melekat pada mahkota, kepala sari putih, kuning kecoklatan. Buahnya buah kotak, telur, berlekuk lima, warnanya cokelat. Biji pipih, warnanya hitam atau bulat
cokelat. Mahoni dapat ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan tempat-ternpat lain yang dekat dengan pantai, atau ditanam di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Tanaman yang asalnya dari Hindia Barat ini, dapat tumbuh subur bila tumbuh di
pasir payau dekat dengan pantai.
Sumber : http://www.bpdassolo.net/index.php/tanaman-kayukayuan/tanaman-mahoni
Gambar 2.2 Mahoni
Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69% (Anonim II, 2011), sehingga disebut sebagai pohon pelindung sekaligus filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya bertugas menyerap polutan-polutan di sekitarnya. Sebaliknya, dedaunan itu akan melepaskan oksigen (O2) yang membuat udara di sekitarnya menjadi segar. Ketika hujan turun, tanah dan akar-akar pepohonan itu akan mengikat air yang jatuh, sehingga menjadi cadangan air. Buah mahoni memiliki zat bernama flavonolds dan saponins. Flavonolds sendiri dikenal Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
15
berguna untuk melancarkan peredaran darah sehingga para penderita penyakit yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah disarankan memakai buah ini
sebagai obat. Khasiat flavonolds ini juga bisa untuk mengurangi kolesterol, penimbunan lemak pada saluran darah, mengurangi rasa sakit, pendarahan dan
lebam, serta bertindak sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas. Sementara itu, saponins memiliki khasiat sebagai pencegah penyakit sampar, bisa juga untuk mengurangi lemak di badan, membantu meningkatkan sistem
kekebalan, mencegah pembekuan darah, serta menguatkan fungsi hati dan memperlambat proses pembekuan darah. Sifat Mahoni yang dapat bertahan hidup
di tanah gersang menjadikan pohon ini sesuai ditanam di tepi jalan. Bagi penduduk Indonesia khususnya Jawa, tanaman ini bukanlah tanaman yang baru, karena sejak jaman penjajahan Belanda mahoni dan rekannya, Pohon Asam, sudah banyak ditanam di pinggir jalan sebagai peneduh terutama di sepanjang jalan yang dibangun oleh Daendels antara Anyer sampai Panarukan. Sejak 20 tahun terakhir ini, tanaman mahoni mulai dibudidayakan karena kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk meubel, furnitur, barang-barang ukiran dan kerajinan tangan. Sering juga dibuat penggaris karena sifatnya yang tidak mudah berubah. Kualitas kayu mahoni berada sedikit dibawah kayu jati sehingga sering dijuluki sebagai primadona kedua dalam pasar kayu. Pemanfaatan lain dari tanaman mahoni adalah kulitnya dipergunakan untuk mewarnai pakaian. Kain yang direbus bersama kulit mahoni akan menjadi kuning dan tidak mudah luntur. Sedangkan getah mahoni yang disebut juga blendok dapat dipergunakan sebagai bahan baku lem, dan daun mahoni untuk pakan ternak. Mahoni dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai dan menyukai tempat yang cukup sinar matahari langsung. Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang mampu bertahan hidup di tanah gersang sekalipun. Walaupun tidak disirami selama berbulan-bulan, mahoni masih mampu untuk bertahan hidup. Syarat lokasi untuk budi daya mahoni diantaranya adalah ketinggian lahan maksimum 1.500 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1.524-5.085 mm/tahun, dan suhu udara 11-36oC. (Anonim II, 2011) Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
16
2.3.3 Cemara (Casuarinaceae)
Suku cemara-cemaraan atau Casuarinaceae meliputi sekitar 70 jenis
tumbuhan. Sebagian besar suku ini terdapat di belahan bumi selatan, terutama di
wilayah Indo-Malaysia, Australia dan Kepulauan Pasifik. (Anonim II, 2012)
Pohon cemara mempunyai bentuk daun yang runcing. Daunnya yang
runcing berguna untuk mengurangi penguapan. Bentuk daun tersebut merupakan adaptasi pohon cemara terhadap lingkungan yang panas. (Denmasgio, 2011)
(Sumber : http://id.wikipedia.org)
Gambar 2.3 Cemara
2.4
Adaptasi Tanaman Terhadap Udara Pencemar Kondisi udara yang terpolusi akan mempengaruhi lingkungan, termasuk
vegetasi pada lanskap yang ditanam untuk menjerap polutan. Menurut Mansfield (1976 dalam Tosari, 2012), sebagian besar bahan-bahan pencemar udara mempengaruhi tanaman melalui daun. Mekanisme tanaman untuk bertahan dari zat pencemar udara adalah melalui pergerakan membuka dan menutup stomata serta proses detoksifikasi. Partikel yang menempel pada permukaan daun berasal dari tiga proses, yaitu: sedimentasi akibat gaya gravitasi, tumbukan akibat turbulensi angin dan pengendapan yang berhubungan Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
17
dengan hujan. Masuknya partikel Pb ke dalam jaringan daun karena ukuran stomata
daun yang cukup besar dan ukuran partikel Pb yang lebih kecil dari pada ukuran stomata. Celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 μm dan lebar antara 2 –7
μm. Karena ukuran Pb yang demikian kecil, yaitu kurang dari 4 μm dengan ukuran rata-rata 0,2 μm maka partikel akan masuk ke dalam daun lewat celah stomata serta menetap dalam jaringan daun dan menumpuk di antara celah sel
jaringan pagar/polisade dan atau jaringan bunga karang/spongi tissue (Smith, dalam Tosari 2012). Hal tersebut menyebabkan akumulasi Pb di dalam 1981
jaringan daun akan lebih besar daripada bagian lainnya.
(Sumber : http://id. wikipedia.org/ wi ki/Daun)
G a mb a r 2 . 4 A n a t o mi B a g i a n D a l a m D a u n
Tiap pohon mempunyai respon yang berbeda terhadap pencemarpencemar udara yang berbentuk gas atau partikel. Perbedaan tersebut tergantung jenis pohon dan susunan genetiknya. Faktor lain yang ikut berperan adalah tingkat pertumbuhan pohon, jarak terhadap sumber pencemar, konsentrasi bahan pencemar, dan lama terpapar (USDA Forest 2012).
Beberapa
penelitian
menunjukkan
Service, bahwa
1973
dalam Tosari,
pencemaran
udara
mengakibatkan menurunnya pertumbuhan dan produksi tanaman serta diikuti dengan gejala yang tampak (visible symptoms). Kerusakan tanaman karena Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
18
pencemaran udara berawal dari tingkat biokimia (gangguan proses fotosintesis, respirasi, serta biosintesis protein dan lemak), selanjutnya tingkat ultrastruktural
(disorganisasi sel membran), kemudian tingkat sel (dinding sel, mesofil, pecahnya inti sel) dan diakhiri dengan terlihatnya gejala pada jaringan daun
seperti klorosis dan nekrosis (Malhotra dan Khan, 1984 dalam Tosari, 2012). Smith
(1981 dalam Tosari, 2012)
menyebutkan
bahwa
mekanisme
pencemaran logam secara biokimia pada tumbuhan yang terbagi ke dalam
enam proses yaitu: (1) logam mengganggu fungsi enzim, (2) logam sebagai anti metabolit, (3) logam membentuk lapisan endapan yang stabil (kelat) dengan
metabolit esensial, (4) logam sebagai katalis dekomposisi pada metabolit esensial,
(5)
logam
mengubah
permeabilitas membran sel, (6) logam
menggantikan struktur dan elektrokimia unsur yang paling penting dalam sel. Kadar Pb normal dalam tumbuhan berkisar antara 2-3 ppm. Vegetasi di sekitar jalan raya dapat menjerap Pb sampai 50 ppm dimana Pb yang dijerap diakumulasikan dalam dinding sel. Nilai kisaran normal kandungan logam Pb pada tanaman kehutanan di Amerika Serikat berkisar antara 10-300 ppm (Smith, 1981 dalam Tosari, 2012). Menurut Treshow et al. (1989 dalam Tosari, 2012), pertumbuhan tanaman terhambat karena tergganggunya proses fotosintesis akibat kerusakan jaringan daun. Hal tersebut ditunjang oleh penelitian Warsita (1994 dalam Tosari, 2012) yang menjukkan bahwa pencemaran udara menyebabkan penurunan kandungan klorofil-a dan klorofil-b tanaman. Penurunan tersebut disebabkan zat pencemar merusak jaringan polisade dan bunga karang yang merupakan jaringan yang banyak mengandung klorofil-a dan kolorofil-b. 2.5
Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Spektrometer optis adalah sebuah alat yang mempunyai sistem optis yang
dapat menghasilkan sebaran (dispersi) radiasi elektromagnetik yang masuk, dan dapat dilakukan pengukuran kuantitas radiasi yang diteruskan pada panjang gelombang tertentu. Sedangkan fotometer adalah alat untuk mengukur intensitas Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
19
radiasi yang diteruskan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi relatif jika energi tersebut diteruskan atau
ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Spektrofotometer serapan atom (SSA) adalah salah satu alat ukur yang
dapat digunakan untuk menentukan unsur-unsur di dalam suatu bahan dengan kepekaan, ketelitian dan selektivitas yang sangat tinggi. Pada perkembangan
terakhir cara analisis spektrofotometer serapan atom selain atomisasi dengan nyala (AAFS = Atomic Absorption Flame Spectrophotometry), dapat juga dilakukan
atomisasi tanpa nyala (Flameless Atomization), yang menggunakan energi listrik pada batang karbon (CRA = Carbon Rod Atomizer) atau bahkan hanya dengan penguapan. Cara analisis spektrofotometer serapan atom baik atomisasi dengan nyala yang menggunakan berbagai bahan bakar maupun atomisasi tanpa nyala keduanya dapat menentukan secara kualitatif dan kuantitatif hampir semua unsur logam dengan kepekaan mulai dari beberapa ppm sampai ppb, kecuali beberapa unsur berat seperti uranium dan zirkonium yang baru ditentukan pada konsentrasi relatif tinggi di atas 100 ppm. (Djenar dkk, 2001) 2.5.1 Hukum Dasar Spektrofotometri Absorbsi Hukum dasar yang digunakan untuk mempelajari serapan atau absorbsi secara kuantitatif adalah : jika suatu berkas sinar dengan intensitas Io melewati suatu medium yang homogen, maka sebagian dari sinar tersebut akan diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir) dan sisanya diteruskan atau ditransmisikan (It). Tetapi pada praktiknya, sinar yang dipantulkan (Ir) sekitar 4%, dan ini biasanya terhapus dengan penggunaan suatu kontrol, misalnya dengan penggunaan sel pembanding, sehingga: Io = Ia + It..................(2.1) Hukum Lambert Beer yang dijadikan dasar dalam analisis spektrofotometri dapat dituliskan sebagai berikut : Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
20
log
= Kbc...............(2.2)
Log (Io/It) disebut absorbansi dan biasanya diberi lambang A, lambang b
sebagai panjang jalan yang dilewati atau medium penyerap dengan satuan cm.
Untuk konsentrasi zat pelarut yang menyerap seringkali digunakan dua satuan
yang berbeda, yaitu gram/L atau mol/L. Hal ini berkaitan dengan nilai tetapan
(yaitu K) yang bergantung pada sistem konsentrasi mana yang akan digunakan. Jika satuan konsentrasi dalam gram/L, tetapan K disebut abroptivitas yang dilambangkan a, sedangkan jika konsentrasi dalam mol/L maka tetapan K disebut
absorptivitas molar dengan lambang ε.
A = abc gram/L atau A = εbc mol/L...........(2.3) Transmitan, T = It/Io adalah fraksi intensitas radiasi yang diteruskan oleh zat penyerap sedangkan persen transmitans (%T) adalah It/Io x 100 jika A = log (Io/It) dan T = It/Io, maka : A = log (1/T)...................(2.4) Dari hukum Lambert-Beer, terlihat bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi, sedangkan transmitan tidak. Jika suatu sistem mengikuti Hukum Lambert-Beer, grafik antara absorbansi terhadap konsentrasi akan menghasilkan garis lurus, sehingga grafik tersebut dapat disebut sebagai kurva kalibrasi. Dengan kurva kalibrasi, konsentrasi larutan contoh dapat dengan mudah diketahui atau dihitung yaitu dari pembacaan absorbansi contoh. Ketelitian pembacaan yang baik umumnya terbaca pada skala transmitans 20% - 85% atau pada skala absorbansi 0,1 - 0,8. Hukum Lambert-Beer berlaku hanya jika radiasi elektromagnetik yang dilewatkan pada medium homogen adalah radiasi monokromatis (radiasi yang mempunyai panjang gelombang tunggal) dengan mekanisme interaksi hanya absorbansi radiasi saja. Penyimpangan dari hukum Lambert-Beer sering terjadi jika zat terlarut berwarna mengalami ionisasi, disosiasi atau asosiasi dalam larutan, karena sifat dasarnya dapat berubah-ubah dengan berubahnya konsentrasi. Selain itu penyimpangan hukum Lambert-Beer dapat disebabkan oleh temperatur dan Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
21
karakteristik instrumen yang digunakan dalam pengukuran nilai absorbansi, misalnya kelelahan detektor, tidak stabilnya sumber radiasi atau adanya debu
yang dapat mengganggu kerja sistem optiknya. (Djenar dkk, 2001)
2.5.2 Prinsip Analisis Serapan Atom Spektofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis yang didasarkan
pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan energi radiasi tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi
(excited state). Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan (transmitansi) atau mengukur intensitas radiasi yang diserap (absorbansi), maka konsentrasi unsur di dalam larutan contoh dapat ditentukan. Pada spektrofotometer serapan atom, lampu katoda rongga (hollow cathode lamp) digunakan sebagai sumber radiasi resonansi yang diberikan. Lampu ini sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Radiasi resonansi tersebut mempunyai panjang gelombang atau frekuensi yang khas untuk setiap unsur atau atom. (Djenar dkk, 2001) 2.5.3 Atomisasi Pada spektrofotometri nyala serapan atom (AAFS = Atomic Absorption Flame Spectrophotometry), contoh disediakan dalam bentuk larutan (cairan) dan atomisasi dilakukan dengan memasukan larutan contoh ke dalam nyala gas bakar. Syarat-syarat gas yang digunakan dalam AAFS adalah sebagai berikut: 1. campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang akan dianalisis sehingga diperoleh efisiensi atomisasi yang tinggi 2. tidak berbahaya, disarankan untuk tidak menggunakan oksigen murni karena mudah terjadi ledakan Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
22
3. gas cukup murni dan bersih, ketidakmurnian gas dan atau adanya debu dapat menyebabkan gangguan spektrum dan nyala tidak stabil.
Atomisasi dengan tanpa nyala disebut juga dengan atomisasi dengan
furnace, yaitu melakukan atomisasi dengan menggunakan energi listrik pada
batang karbon (CRA = Carbon Rod Atomizer) atau pada tabung karbon (CTA = Carbon Tube Atomizer). CRA biasanya digunakan untuk contoh-contoh yang berbentuk cairan, sedang CTA biasanya digunakan untuk contoh-contoh yang
berbentuk padatan. Contoh diletakan dalam CTA/CRA dan dialiri dengan arus listrik, sehingga
batang atau karbon tersebut menjadi panas dan pada akhirnya contoh akan teratomisasi. Temperatur batang atau tabung karbon dapat diatur dengan mengubah arus listrik yang dilewatkan, sehingga kondisi temperatur optimum untuk setiap jenis contoh dan unsur yang ditentukan dapat dicapai dengan mudah. (Djenar dkk, 2001) 2.5.4 Instrumentasi Bagian-bagian yang penting dari spektrofotometer serapan atom adalah sumber radiasi resonansi, atomizer, monokromator dan detektor.
(sumber : gusnil45mind.wordpress.com) sumber : gusnil45mind.wordpress.com
Gambar 2.5
Komponen Dalam Instrumen AAS Dengan Nyala
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
23
(Sumber : http://toolboxes.flexiblelearning.net.au/demosites/series5/508/laboratory/studynotes/ snGrapFurnAtom.htm)
Gambar 2.6
Komponen Dalam Instrumen AAS Graphite Furnace
Sumber radiasi resonansi Sebagai sumber radiasi resonansi digunakan lampu katoda rongga (hollow cathode lamp) yang dapat mengeluarkan radiasi resonansi dari unsur yang dianalisis. Pada umumnya elektroda terdiri dari wolfram atau tungsten (bermuatan positif) dan katoda rongga bermuatan negatif yang mana kedua elektroda tersebut berada di dalam sebuah tabung gelas yang diisi gas neon (Ne) atau gas argon (Ar) dengan tekanan 1-5 torr dan dapat menghasilkan proses ionisasi. Katoda terbuat dari logam atau dilapisi logam dari unsur murni atau campuran unsur murni dari unsur yang akan dianalisis. Prinsip kerja lampu katoda rongga adalah sebagai berikut: a. bila terdapat perbedaan potensial antara kedua elektroda tersebut maka akan terjadi ionisasi gas pengisi b. ion-ion gas yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat dalam katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut ke tingkat energi yang lebih tinggi c. keadaan atom-atom yang tereksitasi tersebut tidak stabil, sehingga akan kembali ke tingkat energi dasar dengan melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi pada panjang gelombang tertentu d. radiasi ini dilewatkan pada populasi atom yang berada di dalam nyala, CRA/CTA atau di dalam sel absorpsinya.
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
24
Di depan lampu katoda rongga terdapat komponen chopper atau balingbaling yang berfungsi untuk mengatur frekuensi radiasi resonansi yang
dipancarkan dari lampu katoda rongga sehingga energi radiasi ini oleh photomultiplier diubah menjadi energi listrik.
Unit atomisasi (atomizer) Atomisasi dengan nyala
Pada spektrofotometer nyala serapan atom, atomizer terdiri dari: nebulizer (sistem pengabut) dan burner (sistem pembakar), sehingga sistem
atomizer biasa disebut dengan sistem pengabut-pembakar (burner nebulizer
system). - Nebulizer, sistem ini berguna untuk mengubah larutan menjadi butir-butir kabut (15-20 µm), dengan cara menarik larutan melalui kapiler dengan pengisapan pancaran gas bahan bakar dan gas oksidan, disemprotkan ke dalam ruang pengabut. Partikel-pertikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran gas bahan bakar masuk ke dalam nyala, sedangkan titik-titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan. - Burner, merupakan suatu sistem tempat terjadinya atomisasi, yaitu pengubahan kabut atau uap dalam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal di dalam nyala. (Djenar dkk, 2001) Atomisasi tanpa nyala Pemakaian nyala api sebagai alat atomisasi merupakan model yang paling banyak dipakai. Sebenarnya pemakaian nyala api mempunyai beberapa kekurangan, yaitu: - efisiensi pengatoman di dalam nyala adalah rendah sehingga membatasi tingkat kepekaan analisis yang dapat dicapai - penggunaan gas yang banyak, bahaya ledakan - jumlah contoh yang diperlukan relatif banyak. Untuk menutupi kekurangan tersebut, sekarang mulai digunakan tungku grafit
yang
dipanaskan
dengan
listrik
(electrical
thermal).
Terjadi beberapa tahapan pada proses atomisasi secara graphite furnace, yaitu: Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung
25
- Pengeringan (Drying)
Dilakukan pemanasan pada suhu rendah (± 100°C) untuk menghilangan
pelarut.
- Pirolisis
Suhu dinaikkan pada 300 – 800°C, sehingga molekul-molekul senyawa
organik dan senyawa anorganik mengalami pirolisis (pemecahan tanpa
oksigen). Uap/gas hasil pirolisis keluar dari alat atomisasi dan yang
tertinggal adalah senyawa anorganik yang stabil dan atom logam bebas.
- Atomisasi
Pada tahap ini, tungku grafit dipanaskan sampai 2500°C (tergantung unsur yang sedang dianalisis) untuk menguraikan senyawa yang tersisa menjadi atom bebas sehingga dapat mengabsorpsi berkas sinar katoda yang dilewatkan. Waktu tahapan atomisasi tidak boleh terlalu lama, karena akan mempengaruhi waktu hidup tungku grafit. - Pembersihan Suhu dinaikkan hingga 2700°C, sehingga contoh maupun kotoran menjadi bentuk gas yang bisa dibawa oleh aliran gas argon. Dengan demikian pada permukaan tungku grafit tidak lagi tersisa pengotor. (Saputra, 2012) Sistem monokromator dan detektor Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda rongga melalui atom di dalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator yang terdiri dari sistem optik, yaitu celah, cermin dan gratting. Intensitas radiasi yang diteruskan
ini
kemudian
diubah
menjadi
energi/sinyal
listrik
oleh
photomultiplier dan selanjutnya diukur dengan detektor dan dicatat oleh alat pencatat yang bias berupa rekorder, perekam grafik, printer atau pengamatan angka (digital). (Djenar dkk, 2001)
Analisis Cemaran Timbal Pada Daun Tanaman di Terminal Cicaheum Bandung