BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bambu
Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini sudah menyebar diseluruh kawasan nusantara. Dalam pertumbuhannya tanaman ini tidak terlalu banyak menuntut persyaratan. Bambu dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai kering, dari dataran rendah hingga ke daerah pegununggan. Tak heran jika keberadaannya banyak dijumpai diberbagai tempat, baik sengaja ditumbuhkan maupun tumbuh secara alami. Tanaman ini termasuk dalam orde Graminales, famili gramineae, dan subfamili Bambusoideae (Berlian, 1995).
Tanaman bambu banyak ditemukan di daerah tropis dibenua Asia, Afrika, dan Amerika. Benua Asia merupakan daerah penyebaran bambu terbesar. Tanaman bambu yang kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Arah pertumbuhan biasanya tegak, kadangkadang memanjat, dan batangnya mengayu. Jika sudah tinggi, batang bambu ujungnya agak menjuntai dan daun-daunnya seakan melambai. Tinggi tanaman bambu pada umumnya sekitar 0,3 m sampai 30 m, diameter batangnya 0,25 – 25 cm dan ketebalan dindingnya sampai 25 mm. Tanaman ini dapat mencapai umur panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (McClure, 1966)
Secara biofisik, pohon bambu menghasilkan selulosa per ha 2 – 6 kali lebih besar dari pohon kayu pinus. Peningkatan biomassa bambu per hari 10 – 30% dibanding 2,5% untuk pohon kayu pinus. Bambu dapat dipanen dalam 4 tahun, lebih singkat dibanding 820 tahun untuk jenis pohon kayu pinus.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Persentase komponen-komponen yang terkandung dalam batang bambu Komponen
Kandungan %
Selulosa
42.4 – 53.6
Lignin
19.8 – 26.6
Pentosan
1.24 – 3.77
Zat ekstraktif
4.5 – 9.9
Air
15 – 20
Abu
1.24 – 3.77
SiO2
0.10 – 1.78
(Widya, 2006)
Bambu diduga memiliki kesesuaian sebagai bahan baku pembuatan papan partikel ditinjau dari segi anatomis dan komposisi kimianya karena mempunyai serat panjang (3 – 4 mm). kualitas bambu berada diantara kayu dan rumput-rumputan, tetapi rasio antara panjang dan lebar serat, bambu adalah yang tertinggi di antara ketiganya, sehingga bambu merupakan bahan baku yang baik untuk pembuatan papan partikel (Suranta, 2009).
Kandungan terbesar dalam batang bambu adalah selulosa. Selulosa adalah polisakarida yang tersusun dari monomer D-glukosa yang mempunyai tiga gugus hidroksil yang dapat disubstitusi. Ditinjau dari strukturnya, dapat saja diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hydrogen dengan air (interaksi yang tinggi antara pelarutterlarut). Akan tetapi kenyataannya tidak demikian dan selulosa bukan hanya tak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah kekuatan rantai dan tingginya gaya antar garis rantai akibat ikatan hidrogen antar gugus hidroksil pada rantai yang berikatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hydrogen berkurang, gaya antaraksi pun berkurang dan oleh karenanya gugus hidroksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya oleh pengesteran. Hal ini dapat dilakukan, dan ester yang dihasilkan larut dalam sejumlah pelarut (Widya, 2006).
Tanaman bambu sudah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia. Sebutan untuk tanaman ini berbeda-beda disetiap daerah. Di daerah Sunda bambu disebut awi dan di
Universitas Sumatera Utara
daerah Jawa disebut pring. Adapun secara internasional bambu dikenal dengan sebutan bamboo. Di Indonesia terdapat lebih kurang 125 jenis bambu. Ada yang masih tumbuh liar dan belum jelas kegunaannya. Salah satu jenis bambu yang banyak tersebar di wilayah Indonesia adalah bambu betung (Orina, 2010).
2.2. Bambu Betung
Bambu betung (dendrocalammus) memiliki sifat yang keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar dan ruasnya panjang. Jenis bambu ini mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat. Warna batang hijau kekuning-kuningan. Ukurannya lebih besar dan lebih tinggi dari pada jenis bambu lain. Perbanyakan bambu betung dilakukan dengan potongan batang atau cabangnya. Jenis bambu ini mempunyai pertumbuhan yang cepat, mudah diperbanyak, dan dapat tumbuh baik ditempat yang cukup kering. Tanaman ini dapat ditemui di dataran rendah sampai ketinggian 2.000 m dpl (Berlian, 1995).
Bambu betung adalah bambu yang kuat, tingginya bisa mencapai 20 – 30 m dan diameter batang 8 – 20 cm. Ruas bambu betung cukup panjang dan tebal, panjangnya antara 40 – 60 cm dan ketebalan dindingnya 1 – 1,5 cm. Bambu betung bisa dipanen pada umur 3 – 4 tahun dengan produksi sekitar 8 ton/ha. Kerapatan serat bambu betung adalah 0,8 g/cm3 . Pada bambu betung, kecepatan munculnya tunas baru dan pertumbuhan akar serta tajuk relative lebih cepat pada penanaman horizontal. Namun demikian pertumbuhan akar dan tajuk dari penanaman vertikal jauh lebih baik dari penanaman horizontal (Orina, 2010).
Bambu betung memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan jenis bambu lain. Hal ini dapat dilihat dari kandungan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) yang terdapat didalamnya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. kandungan holoselulosa yang terdapat pada beberapa jenis bambu Jenis Bambu
Holoselulosa (%)
Tali
73.3
Hitam
76.2
Kuning
83.8
Andong
76.00
Betung
83.9
Ampel
73.7
(Widya, 2006)
Kadar holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) pada keenam jenis bambu pada table di atas relatif tinggi (> 65%), sehingga diduga akan menghasilkan papan partikel dengan kualitas baik. Dari keenam jenis bambu, bambu betung memiliki kadar holoselulosa tertinggi atau terbaik. Dengan demikian bambu betung diperkirakan dapat menghasilkan papan partikel dengan kualitas yang relatif lebih baik dan rendemen yang relatif lebih tinggi dibandingkan lima jenis bambu lainnya (Widya, 2006).
2.3. Polipropilena
Polipropilena adalah sebuah polimer termoplastik yang transparan berwarna putih. Polipropilena merupakan polimer Kristal yang dihasilkan dari proses polimerisasi, mempunyai titik leleh 165 – 170oC, berat jenis 0,90 – 0,91 g/cm3, memiliki ketahanan terhadap bahan kimia yang tinggi tetapi ketahanan pukul yang rendah. Pada temperatur tinggi polipropilena larut dalam senyawa aromatik dan hidrokarbon yang diklorinasi, tetralin, dan tidak larut dalam alkohol, ester dan sikloheksanon (Bark, 1982).
Polipropilena (PP) adalah polimer sintesis yang penggunaannya sangat luas, merupakan polimer termoplastik yang diproduksi secara polimerisasi addisi dengan katalis Zeigler-Natta, menghasilkan polipropilena yang isotaktis. Selain mempunyai massa yang
Universitas Sumatera Utara
ringan, PP mempunyai kekuatan tarik, tegangan dan kekerasan yang tinggi. Sifat elektriknya baik, tahan terhadap kelembaban karena PP bersifat hidrofobik. Stabil dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi kurang stabil terhadap panas, serangan oksidatif dan sinar ultra violet karena adanya hidrogen tersier (Sukatik, 2011).
Polipropilena merupakan salah satu polimer yang paling banyak digunakan dalam industry, tetapi karena sifatnya yang non polar, maka penggunaannya terbatas dengan teknologi yang ada. Untuk mengatasi keterbatasan ini, PP umumnya difungsionalisasi dengan berbagai monomer termasuk maleat anhidrida (Al Malaika, 1997).
Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki kristalinitas tingkat menengah diantara polietilena berdensitas rendah dengan polietilena berdensitas tinggi, modulus young PP juga menengah. Polipropilena memiliki permukaan yang tidak rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, cukup ekonomis, transparan tetapi tidak setransparan polistirena, akrilik maupun plastik tertentu lainnya. Polipropilena memiliki resistensi yang sangat bagus terhadap kelelahan (bahan) (Sukatik, 2011).
CH3
H
C
CH3
C
H
H (a)
n (b) (Al Malaika, 1997)
Gambar 2.1. (a) Struktur propilena. (b) Polipropilena
2.4. Grafting Polipropilena
Fungsionalisasi terhadap polipropilena oleh monomer-monomer polar yang merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kepolaran dari polipropilena tersebut, dengan cara mengrafting maleat anhidrida pada polipropilena. Dan kenyataannya berbagai jenis dari polimer-polimer yang tergrafting telah digunakan secara luas untuk memperbaiki
Universitas Sumatera Utara
adhesi permukaan antara komponen pada campuran polimer. Modifikasi dari polipropilena juga digunakan secara luas untuk meningkatkan penggunaan dari bahan-bahan mekanik dari komposit yang berbahan dasar polipropilena dan juga meningkatkan kekuatan dari komposit tersebut (Collar, 1996). Proses grafting PP dengan MA dilakukan pada sistem tertutup dalam internal mixer menggunakan berbagai komposisi kimia dan pada suhu leleh. Pengolahan reaktif polipropilena isotaktis digrafting dengan maleat anhidrida menggunakan inisiator benzoil peroksida (BPO). Pada proses reaksi, terjadi pemutusan rantai polimer atau polipropilena karena adanya BPO yang menyebabkan rantai polipropilena menjadi lebih pendek dan membentuk radikal, sehingga dengan adanya senyawa maleat anhidrida yang memiliki ikatan rangkap akan terbentuk reaksi kimia atau tergrafting (Sukatik, 2011).
Mekanisme penempelan gugus fungsi pada polipropilena diawali dengan hilangnya satu atom H dari atom C tersier dengan adanya inisiator benzoil peroksida menghasilkan radikal polipropilena, selanjutnya akan berinteraksi dengan gugus maleat anhidrat. Tahapan reaksinya adalah sebagai berikut : Dekomposisi Peroksida
Inisiasi
Propagasi
Universitas Sumatera Utara
Transfer Rantai
PP radikal
Terminasi
disproporsionasi
Universitas Sumatera Utara
(Nasution, 2009) Gambar 2.2. Tahapan Reaksi PP-g-MA
2.5. Interaksi PP-g-MA dengan Serbuk Kayu
Agen pengikat maleat anhidrat banyak digunakan untuk meningkatkan kekuatan komposit yang mengandung pengisi dimana seratnya diperkuat. Penguatan kimia maleat anhidrat tidak hanya dipakai untuk modifikasi serat tetapi juga membuat permukaan komposit matriks PP dengan serat dapat lebih baik sehingga meningkatkan kekuatan tarik komposit. Rantai PP dan maleat anhidrat menjadi terikat dan menghasilkan grafting maleat anhidrat polipropilena. Kemudian penguatan serat selulosa dengan grafting maleat anhidrat polipropilena menghasilkan permukaan dengan ikatan kovalen (Bledzki, 1996).
O
F I B E R
O
C
CH2 + H2O
O
C
C
O
H
C
O
F I B E R
OH + OH
C
CH2
C
C
O
H
O C
O
Universitas Sumatera Utara
Selulosa
PP-g-MA
O
F I B E R
C
CH2
O
O
C
C
H
H
O
H
C
(Caulfield, 2005) Gambar 2.3. Mekanisme reaksi serbuk kayu dengan PP-g-MA
CH3 O
F
O
C
C CH2 CH2
CH2 CH2 C CH3
CH2
CH2
CH2
CH2
H2C
O
H2C
C
O
I
I B
F
O
C
C
C
CH3
CH3
C
C
C
O
B E
E
O
H
CH2
CH3 C CH2 CH2
CH2 CH2 CH2
H
O
C CH3
Gambar 2.4. Reaksi DVB dengan Selulosa – PP-g-MA
2.6. Maleat Anhidridra (MA)
Universitas Sumatera Utara
Maleat anhidrida adalah senyawa vinil tidak jenuh yang merupakan bahan mentah dalam sintesa resin poliester, bahan aditif dan minyak pelumas. Maleat anhidrida masih digunakan dalam penelitian polimer. Maleat anhidrida dengan berat molekul 98,06, larut dalam air, meleleh pada temperatur 57-60oC, mendidih pada 202oC (Al-Malaika, 1997).
2CH2CH2CH2CH3 + 7O2
2C2H2(CO)2O + 8H2O
Gambar 2.5. Reaksi Pembuatan Maleat Anhidrida
O
CH
CH
C
C
O
O
(Al-Malaika, 1997) Gambar 2.6. Struktur Maleat Anhidrida (C4H2O3)
2.7. Benzoil Perosida (BPO)
Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerasi dan bahan pembentukan ikatan silang dari berbagai polimer dan material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Benzoil peroksida mempunyai waktu paruh yang dipengaruhi tekanan dan temperatur, waktu paruh relatif kecil 0,37 jam pada temperatur 100oC. Inisiator diperlukan dalam pembuatan papan partikel berbahan baku limbah serbuk kayu dan limbah plastis polipropilena, karana tanpa adanya inisiator maka kinerja dari compatibilizer dalam hal ini maleat anhidrat hanya bisa terjadi reaksi esterifikasi dengan gugus OH dari bahan baku sedangkan reaksi gabungan dengan polipropilena tidak terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Benzoil Peroksida
Radikal Bebas Benzoil
Karbon Dioksida Radikal bebas
(Al-Malaika, 1997) Gambar 2.7. Penguraian Benzoil Peroksida
2.8. Divinilbenzena (DVB) Rumus molekul divinilbenzena C10H10, titik didihnya 195oC, tidak larut dalam air dan larut dalam etanol dan eter dan memiliki titik nyala 76oC. Divinilbenzena merupakan zat pengikat silang yang juga meningkatkan sifat polimer. Divinilbenzena telah digunakan dalam pabrik perekat, plastik, elastomer, keramik, pelapis, katalis, membran, farmasi, polimer khusus dan resin penukar ion. Pada pabrik plastik, divinilbenzena digunakan dalam industri plastik untuk mengikat silang dan memodifikasi material-material dan untuk membantu proses kopolimerisasi. Dapat juga meningkatkan resistansi terhadap tekanan retak, bahan kimia, panas distorsi, kekerasan dan kekuatan. Divinilbenzena membantu meningkatkan stabilitas termal dari komposisi resin epoksi. Pada pabrik karet sintesis, dimana karet sintesis merupakan golongan elastomer buatan yang mendekati satu atau lebih sifat dari karet alam. Divinilbenzena telah digunakan dalam kopolimer stirenabutadiena sebagai adesif dan membantu dalam proses ekstrusi karet.
Adapun struktur dari divinilbenzena adalah : CH
CH2
CH
CH2 (Blackley, 1983)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Struktur divinilbenzena (p-1,4-divinilbenzena)
2.9. Papan Partikel
Papan partikel ialah produk panil yang dihasilkan dengan memanpatkan partikel-partikel kayu dan sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Tipe-tipe papan partikel yang banyak itu sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang digunakan, dan kerapatan panil yang dihasilkan (Haygreen, 1996).
Papan partikel adalah salah satu jenis kayu pabrikan. Papan partikel terbuat dari campuran keping kayu (wood chips) yang dicampur dengan lem resin sintetis dan dipres atau ditekan menjadi lembaran-lembaran keras dalam ketebalan tertentu. Papan partikel cenderung stabil dan tidak mudah berubah bentuknya (menyusut, membelok, dan lain lain). Papan partikel juga dapat dipotong, dibentuk, dan dibor dengan mudah menggunakan peralatan standar. Papan partikel tidak dapat digunakan untuk bagian eksterior karena ujung-ujngnya mudah menyerap embun dan mudah lembab. Meskipun demikian, beberapa produsen kini menyertakan emulsi lilin di lemnya untuk melindungi papan dari kelembaban pada tingkat tertentu. Papan partikel lebih banyak digunakan untuk peti mati, laci, panel, partisi, dan lain-lain (Haygreen, 1996).
2.9.1. Macam dan Mutu Papan Partikel Papan partikel dapat dibedakan berdasarkan
beberapa hal seperti cara
pengempaan, kerapatan, kekuatan, macam perekat, susunan partikel dan pengolahan. Dan mutu papan partikel meliputi beberapa hal seperti cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis, sifat kimia. Ketentuan mengenai mutu papan partikel tidak selalu sama pada setiap standar dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan teknologi dan penggunaan papan partikel (Arbintarso, 2008)
2.9.2. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Papan Partikel 1. Berat Jenis Kayu
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partikel dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan partikelnya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel baik. 2. Zat Ekstraktif Kayu Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partikel yang kurang baik dibandingkan dengan papan partikel dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan. 3.
Jenis Kayu Jenis kayu (misalnya meranti kuning) yang kalau dibuat papan partikel emisi formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya meranti merah). Masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau pengaruh zat ekstraktif atau pengaruh keduanya.
4. Campuran Jenis Kayu Keteguhan lentur papan partikel dari campuran jenis kayu ada diantara keteguhan lentur papan partikel dari jenis tunggalnya, karena itu papan partikel structural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu dari pada dari campuran jenis kayu. 5. Ukuran Partikel Papan partikel yang dibuat dari tatal akan lebih baik daripada yang dibuat dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar daripada serbuk. Karena itu, papan partikel structural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif besar. 6. Kulit Kayu Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu, maka sifat papan partikelnya makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10%. 7. Perekat Macam perekat yang dipakai mempengaruhi sifat papan partikel. Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partikel eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partikel interior. 8. Pengolahan Proses produksi papan partikel berlangsung secara otomatis. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan yang dapat mengurangi mutu papan partikel. Sebagai contoh, kadar air hamparan (campuran partikel dengan
Universitas Sumatera Utara
perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partikel akan menurun (Sutigno, 1994)
2.9.3. Sifat-sifat Papan Partikel 1. Penyusutan dianggap tidak ada 2. Keawetan terhadap jamur tinggi, karena adanya bahan pengawet 3. Merupakan isolasi bahan panas yang baik 4. Merupakan bahan akustik yang baik
2.9.4. Penggunaan papan partikel 1. Untuk prabot 2. Dinding dalam rumah, dinding antara 3. Flavon dan lantai 4. Dan macam-macam kegunaannya dalam permebelan
2.9.5. Keuntungan papan partikel 1. Papan partikel merupakan bahan konstruksi yang baik 2. Bahan isolasi dan akustik yang baik 3. Dapat menghasilkan bidang yang luas 4. Pengerjaan mudah dan cepat 5. Tahan api 6. Mudah di finishing, dilapisi kertas dekor, dilapisi finir 7. Memiliki kestabilan dimensi
(Dumanauw, 1990)
2.10. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron
Universitas Sumatera Utara
ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya (Qiu, 2005).
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan. Dari gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan electron sekunder yang dipancarkan oleh specimen. Sinyal elektron skunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan suatu struktur permukaan specimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket (Negulescu, 2004).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Batang bambu betung, diperoleh dari daerah Sunggal di belakang PDAM TIRTANADI, bambu berumur 2 tahun dengan ketinggian 10-15 meter dari permukaan tanah. 2. Poli propilena, Yuhwa Polypro, diperoleh dari Korea Petrochemical Ltd 3. Maleat Anhidrida 3. Benzoil Peroksida 97%, p.a Merck diperoleh dari CV. Pison Lintas Artha 4. Methanol 99,9%, p.a Merck diperoleh dari CV. Karya Graha Agung 5. Xilena 99,8%, p.a Merck diperoleh dari CV. Pison Lintas Artha 6. Aseton 99,8%, p.a Merck diperoleh dari CV. Pison Lintas Artha 7. Divinilbenzen 80%, Aldrich diperoleh dari CV. Pison Lintas Artha
Universitas Sumatera Utara