4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Bising Bising adalah bunyi yang tidak diinginkan atau tidak disukai dan sangat mengganggu. Secara objektif bising terjadi dari getaran yang kompleks dari berbagai frekuensi dan amplitude, baik yang getarannya bersifat periodik maupun non periodik (Bashiruddin, 2002). Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan. Saat ini kebisingan merupakan salah satu penyebab “penyakit lingkungan” yang penting. Pada tahun 1970-an di Amerika Serikat, tingkat kebisingan kota bertambah dengan 1 dB per tahun dan 10 dB per dekade. Penyebabnya adalah bertambahnya jalan bebas hambatan di perkotaan, peningkatan kepadatan lalu-lintas udara, bertambahnya aktivitas konstruksi, dan bertambahnya
mekanisasi
baik
di
daerah
pemukiman
maupun
daerah
perindustrian, seperti sepeda motor, pemotong rumput bermotor, mesin cuci, dan peralatan masak bermotor. Semakin cepat pergerakan peralatan semakin tinggi taraf kebisingan yang ditimbulkan. Di Indonesia yang masih terus membangun, taraf kebisingan akan terus naik, terutama dari jalan raya dan dari industri (Slamet, 2009). Bunyi atau suara yang masuk telinga akan diterima sebagai suatu rangsangan akibat adanya getaran-getaran yang terjadi melalui media elastik. Kuat atau lemahnya suatu bunyi atau suara akan dipersepsikan berbeda pada masingmasing individu yang mendengarnya, hal ini sangat bergantung pada subjektivitas frekuensi dan intensitas bunyi atau suara (Leksono, 2009).
2.2 Karakteristik Suara Karakteristik dasar suara secara garis besar terbagi atas 2, yaitu karakteristik fisik gelombang suara dan karakteristik mekanik gelombang suara. Karakteristik gelombang suara terdiri dari frekuensi, periode, amplitude dan panjang.
Universitas Sumatera Utara
5
Frekuensi merupakan jumlah perubahan tekanan dalam setiap detiknya atau frekuensi setiap detiknya dalam satuan cycles per second (cls) atau Hertz (Hz). Setiap orang relatif sedikit berbeda, tetapi respon pendengaran orang muda terletak pada 16-2.000 Hz. Kecepatan rambatan suara bervariasi tergantung pada medium dan suhu, tetapi untuk kecepatan perambatan suara pada medium udara pada suhu 200C berkisar 344 m/s, pada kondisi tersebut maka panjang gelombang suara berkisar 13 inch (0,344m) pada frekuensi 1000 Hz. Frekuensi bunyi yang terpenting adalah 250 Hz, 1.000 Hz, 2.000 Hz, 8.000 Hz (naik 1 oktaf). Frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia adalah 16 - 20.000 Hz. Bunyi yang kurang dari 16 Hz dinamakan bunyi infrasonik dan bunyi yang lebih dari 20.000 Hz dinamakan bunyi ultrasonik. Frekuensi bunyi antara 250 - 3000 Hz pada tekanan suara 1 x 10-3 dyne/cm2 sampai kurang dari 1,2 x 10-2 dyne/cm2 merupakan frekuensi dimana manusia dapat melakukan percakapan dengan baik, sehingga pada tekanan 1 x 10-3 dyne/cm2 merupakan suara yang sudah tidak nyaman. Frekuensi 4000 Hz merupakan frekuensi yang paling peka ditangkap oleh pendengaran kita, biasanya ketulian pemaparan bising atau adanya gangguan pendengaran terjadi pada frekuensi ini (Wardhana, 2001). Amplitudo sebuah gelombang suara adalah tingkat gerakan molekulmolekul udara dalam gelombang, yang sesuai terhadap perubahan dalam tekanan udara yang sesuai gelombang. Lebih besar amplitudo gelombang maka lebih keras molekul-molekul udara untuk menabrak gendang telinga dan lebih keras suara yang terdengar (Tambunan, 2005). Panjang gelombang merupakan jarak antara dua gelombang yang dekat dengan perpindahan dan kecepatan partikel yang sama dalam satu bidang bunyi datar, sehingga dengan mengetahui kecepatan dan frekuensi bunyi dapat ditentukan panjang gelombangnya. Panjang gelombang suara yang dapat didengar telinga manusia mulai dari beberapa centimeter sampai kurang dari 20 meter (Wahyu, 2003). Karakteristik mekanik gelombang suara terdiri dari pemantulan gelombang suara, penggabungan gelombang suara dan kualitas suara. Menurut Wardhana (2001), untuk menyatakan kualitas bunyi atau suara digunakan pengertian sebagai
Universitas Sumatera Utara
6
berikut: Frekuensi bunyi, yaitu jumlah getaran per detik. Satuan bunyi dinyatakan dalam Hertz (Hz). Intensitas bunyi, yaitu perbandingan tegangan suara yang datang dan tegangan suara standar yang dapat didengar oleh manusia normal pada frekuensi 1000 Hz dinyatakan dalam desibel (dB). Tingkat kebisingan dinyatakan dalam desibel (dB) yang membandingkan tingkat tekanan suara. Berikut beberapa contoh tingkat suara: 60-70 dB untuk pembicaraan biasa, 80-90 dB untuk lalu lintas ramai dan 140-150 dB untuk bunyi mesin jet. Tingkat maksimal yang dapat didengar telinga manusia adalah 130 dB, walaupun dianjurkan sebaiknya manusia jangan sampai dihadapkan pada tingkat suara setinggi itu. Intensitas suara 90-95 dB dapat merusak pendengaran (Irianto, 2004).
2.3 Sumber Suara Menurut Tambunan (2005), di lingkungan kerja, jenis dan jumlah sumber suara sangat beragam, beberapa diantaranya adalah: a.
Suara mesin Jenis mesin penghasil suara di tempat kerja sangat bervariasi, demikian pula karakteristik suara yang dihasilkan. Contohnya adalah mesin pembangkit tenaga listrik seperti genset, mesin diesel, dan sebagainya. Di tempat kerja, mesin pembangkit tenaga listrik umumnya menjadi sumber-sumber kebisingan berfrekuensi rendah adalah <400 Hz.
b.
Benturan antara alat kerja dan benda kerja Proses menggerinda permukaan metal dan umumnya pekerjaan penghalusan permukaan benda kerja, penyemprotan, pengupasan cat (sand blasting), pengelingan (riveting), memalu (hammering), dan pemotongan seperti proses penggergajian kayu dan metal cutting, merupakan sebagian contoh bentuk benturan antara alat kerja dan benda kerja (material-material solid, liquaid, atau kombinasi antara keduanya) yang menimbulkan kebisingan. Penggunaan gergaji bundar (circular blades) dapat menimbulkan tingkat kebisingan antara 80 dB-120 dB.
Universitas Sumatera Utara
7
c.
Aliran material Aliran gas, air atau material-material cair dalam pipa distribusi material di tempat kerja, apalagi yang berkaitan dengan proses penambahan tekanan (high pressure processes) dan pencampuran, sedikit banyak akan menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Pada proses-proses transportasi material-material padat seperti batu, kerikil, potongan-potongan metal yang melalui proses pencurahan (gravity based). d.
Manusia Tingkat kebisingan suara manusia memang tetap diperhitungkan sebagai sumber suara di tempat kerja.
2.4 Mengukur Tingkat Kebisingan Menurut Buchari (2007), untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja, digunakan Sound Level Meter dan untuk mengukur nilai ambang pendengaran digunakan Audiometer. Sound Level Meter adalah alat pengukur suara. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka aka menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggerakkan meter penunjuk. Audiometer adalah alat untuk mengukur nilai ambang pendengaran. Audiogram adalah chart hasil pemeriksaan audiometri. Nilai ambang pendengaran adalah suara yang paling lemah yang masih dapat didengar telinga. Noise Dose Meter digunakan untuk menilai tingkat pajanan pekerja karena pekerja umumnya tidak menetap pada suatu kerja selama 8 jam bekerja.
2.5 Zona Kebisingan Menurut Rahayu (2010), penentuan kebisingan terhadap efek kesehatan dibedakan beberapa zona di mana kebisingan akan memberikan efek pada kesehatan manusia sesuai dengan lokasi kebisingan. Empat jenis zona tersebut adalah sebagai berikut: a.
Zona A, adalah zona tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatankesehatan atau sosial dan sejenisnya.
Universitas Sumatera Utara
8
b.
Zona B, adalah zona bagi tempat perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya.
c.
Zona C, adalah zona bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan sejenisnya.
d.
Zona D, adalah bagian industry, pabrik, stasium kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.
Tabel 1. Syarat-syarat Zona Kebisingan No.
Zona
Tingkat kebisingan maksimum yang dianjurkan
1 A 2 B 3 C 4 D Sumber: Mukono (1999).
35 45 50 60
Tingkat kebisingan maksimum yang dibolehkan 45 55 60 70
2.6 Kemampuan Dengar Telinga manusia dapat mendengar frekuensi 20-20.000 Hz. Ambang dengar suara (kepekaan) tidak sama dengan frekuensi. Kepekaan tertinggi adalah 1-4 Khz. Kekerasan suara ditentukan oleh sistem pendengaran yang sekurang-kurangnya melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut: a.
Ketika suara menjadi keras, amplitudo getaran membran basilaris dan sel rambut juga meningkat sehingga sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat.
b.
Ketika getaran amplitudo meningkat, peningkatan ini menyebabkan semakin banyaknya sel rambut di atas lingkaran pinggir dan bagian membran basilaris menjadi terangsang bukan melalui beberapa serat saraf.
c.
Sel rambut sebelah luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran basilaris mencapai intensitas yang tinggi kemudian stimulasi sel-sel ini menggambarkan pada sistem syaraf bahwa suara itu sangat keras (Syaifuddin, 2001).
2.7 Nilai Ambang Batas (NAB)
Universitas Sumatera Utara
9
Menurut ACGIH (1996) dalam Leksono (2009), nilai ambang batas untuk pemajanan kebisingan adalah seperti yang terdapat pada tabel yang memiliki kesamaan dengan NAB surat keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 sebagai berikut:
Tabel 2. NAB Menurut ACGIH dan Surat Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 Satuan Waktu Lama Pajanan per hari dB 24 80 16 82 Jam 8 85 4 88 2 91 1 94 30 97 15 100 Menit 7.5 103 3.75 106 1.88 109 0.94 112 28.12 115 14.06 118 7.03 121 3.75 124 Detik 1.78 127 0.88 130 0.44 133 0.22 136 0.11 139 Sumber: American Conference Of Industrial Hygienist (ACGIH), Treshold Limit Valie, 1996 dan NAB berdasarkan Kepmenaker No. 51/Men/1999.
2.8 Organ dan Mekanisme Pendengaran Telinga adalah organ pendengaran yang terdiri dari tiga bagian, yaitu: telinga luar, telinga tengah, dan rongga telinga dalam . Saraf yang melayani indera ini adalah saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius. Telinga berjumlah sepasang, yaitu telinga kiri dan kanan. Organ keseimbangan pada manusia diasosiasikan dengan organ pendengaran, keduanya terletak dalam rongga telinga dalam (Irianto, 2004). Menurut Buchari (2007), telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
10
a.
Telinga bagian luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi oleh membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula membran tersebut bergetar begitu juga pula sebaliknya.
b.
Telinga bagian tengah terdiri dari osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang halus) martil-landasan-sanggurdi yang berfungsi memperbesar getaran dari membran timpani dan meneruskan getaran yang telah diperbesar ke oval window yang bersifat fleksibel. Oval window ini terdapat pada ujung dari koklea.
c.
Telinga bagian dalam disebut juga koklea dan berbentuk rumah siput. Koklea mengandung cairan, di dalamnya terdapat membran basiler dan organ korti yang terdiri dari sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Getaran dari oval window akan diteruskan oleh cairan dalam koklea, mengantarkan membran basiler. Getaran ini merupakan impuls bagi organ korti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui saraf pendengar (nervus cochlearis).
2.9 Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan Menurut Fahmi (1997), kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan yang dapat dikelompokkan secara bertingkat sebagai berikut:
2.9.1.1.Gangguan Fisiologis Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising, dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu. Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas, sehingga dapat menimbulkan gangguan lain, seperti kecelakaan. Kebisingan dapat juga mengganggu Cardiac Out Put dan tekanan darah (Wahyu, 2003). Menurut Rosidah (2003), pemaparan bunyi terutama yang mendadak menimbulkan reaksi fisiologis seperti: denyut nadi, tekanan darah, metabolisme, gangguan tidur dan penyempitan pembuluh darah. Reaksi ini terutama terjadi pada permulaan pemaparan terhadap bunyi kemudian akan kembali pada keadaan semula. Bila terus-menerus terpapar maka akan terjadi adaptasi sehingga
Universitas Sumatera Utara
11
perubahan itu tidak tampak lagi. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis melalui tiga cara yaitu: a.
Sistem internal tubuh Sistem internal tubuh adalah sistem fisiologis yang penting untuk kehidupan yang terdiri dari: kardiovaskuler (jantung, paru-paru, pembuluh darah), gastrointestinal (perut, usus), saraf (urat saraf), musculoskeletal (otot, tulang) dan endokrin (kelenjar)
b.
Ambang pendengaran Ambang pendengaran adalah suara terlemah yang masih bisa didengar. Makin rendah level suara terlemah yang didengar berarti makin rendah nilai ambang pendengaran, berarti makin baik pendengarannya. Kebisingan dapat mempengaruhi nilai ambang batas pendengaran baik secara sementara (fisiologis) atau menetap (patofisiologis) (Rosidah, 2003).
c.
Gangguan pola tidur Pola tidur sudah merupakan pola alamiah, kondisi istirahat yang berulang secara teratur, dan penting untuk tubuh normal dan pemeliharaan mental secara kesembuhan. Kebisingan dapat mengganggu tidur dalam hal kegelapan, kontinuitas, dan lama tidur (Fahmi, 1997). Berdasarkan penelitian yang menemukan bahwa persentase seseorang bisa terbangun dari tidurnya sebesar 5% pada tingkat intensitas suara 40 dB dan meningkat sampai 30% pada tingkat 70 dB. Pada tingkat intensitas suara 100 dB sampai 120 dB, hampir setiap orang terbangun dari tidurnya (Jain, 1981).
2.9.1.2.Gangguan psikologis Gangguan fisiologis lama kelamaan
bisa menimbulkan gangguan
psikologis. Kebisingan dapat mempengaruhi stabilitas mental dan reaksi psikologis, seperti rasa khawatir, takut dan sebagainya. Stabilitas mental adalah kemampuan seseorang untuk berfungsi atau bertindak normal. Suara yang tidak dikehendaki dapat memperberat problem mental dan perilaku yang sudah ada (Jain, 1981).
Universitas Sumatera Utara
12
Reaksi terhadap gangguan ini sering menimbulkan keluhan terhadap kebisingan yang berasal dari pabrik, lapangan udara dan lalu lintas. Umumnya kebisingan pada lingkungan melebihi 50-55 dB pada siang hari dan 45-55 dB akan mengganggu kebanyakan orang. Apabila kenyaringan kebisingan meningkat, maka dampak terhadap psikologis juga akan meningkat. Kebisingan dikatakan mengganggu apabila pemaparannya menyebabkan orang tersebut berusaha untuk mengurangi, menolak suara tersebut atau meninggalkan tempat yang bisa menimbulkan suara yang tidak dikehendakinya (Rosidah, 2003).
2.9.1.3.Gangguan patologis organ Gangguan kebisingan yang paling menonjol adalah pengaruhnya terhadap alat pendengaran atau telinga, yang dapat menimbulkan ketulian yang bersifat sementara hingga permanen. Kelainan yang timbul pada telinga akibat bising terjadi tahap demi tahap sebagai berikut: stadium adaptasi, merupakan suatu daya proteksi alamiah dan keadaan yang dapat pulih kembali, atau kata lain sifatnya reversible. Stadium temporary threshold shiff disebut juga auditory fatigue yang merupakan kehilangan pendengaran reversible sesudah 48 jam terhindar dari bising itu. Batas waktu yang diperlukan untuk pulih kembali sesudah terpapar bising adalah 16 jam. Stadium persistem trehold shiff, dalam stadium ini ambang pendengaran meninggi lebih lama, sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising, pendengaran masih terganggu. Stadium permanent trehold shiff, pada stadium ini meningginya ambang pendengaran menetap sifatnya, gangguan ini banyak ditemukan dan tidak dapat disembuhkan. Tuli akibat bising ini merupakan tuli persepsi yang kerusakannya terdapat dalam koklea berupa rusaknya saraf pendengaran (Wahyu, 2003).
2.9.1.4.Komunikasi Kebisingan dapat mengganggu pembicaraan. Paling penting disini bahwa kebisingan mengganggu kita dalam menangkap dan mengerti apa yang
Universitas Sumatera Utara
13
dibicarakan oleh orang lain, apakah itu berupa percakapan langsung, percakapan telepon, melalui alat komunikasi lain, misalnya radio, televisi dan pidato (Rosidah, 2003). Tabel 3. Intensitas dan Lama Kebisingan Terhadap Tubuh No. 1 2
Gangguan Sistem internal tubuh Ambang pendengaran A. Continuous
Intensitas (dB) 85
Lama Waktu Sewaktu-waktu
80 85 90 95 100 105 110 115 >115 140
16 jam 8 jam 4 jam 2 jam 1 jam 30 menit 15 menit 7,5 menit Tidak pernah 10000 microsec
B. Impulsif 3 Pola tidur A. Terbangun 55-60 Sewaktu-waktu B. Pergantian jam tidur 35-45 Sewaktu-waktu Sumber: Jain, R.K. et al: Enviromental impact Analysis, 1981: 280.
2.10 Lambung 2.10.1 Anatomi umum Lambung adalah ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak diantara esophagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan anatomis, histologist dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di bagian atas lubang esophagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus (badan). Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot yang lebih tebal. Diantara regionregio tersebut terdapat perbedaan kelenjar di mukosa. Bagian akhir lambung adalah stingfer pylorus, yang berfungsi sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus, duodenum (Sherwood, 1996). Kardia dan pylorus letaknya cukup dekat satu sama lain, sehingga secara keseluruhan mengesankan berbentuk seperti buah besar yang membengkak. Hal
Universitas Sumatera Utara
14
ini menghasilkan suatu sisi yang berbentuk sangat konkaf antara kardia dan pilorus yang disebut lengkungan pendek (lesser curvature), serta sisi lainnya yang konveks disebut lengkungan besar (greater curvature). Ada suatu tonjolan besar yang terletak di dekat kardia yang disebut fundus (Frandson, 1992).
Gambar 1. Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia Lambung tikus terbagi menjadi 2 bagian, sisi glandular dan sisi lambung depan non-glandular yang berdinding tipis. Kedua bagian tersebut dibatasi oleh sebuah jembatan (ridge) yang sekaligus melapisi pintu masuknya esophagus. Struktur lambung ini mencegah terjadinya muntah pada tikus. Sisi lambung depan non-glandular memiliki lapisan mukosa yang menyerupai mukosa lumen dan dilapisi oleh sel epitel skuamosa bertingkat dan berperan sebagai reservoir. Sisi glandular lambung (korpus) memilki karakteristik adanya sumur lambung yang dilapisi oleh epitel kolumnar selapis. Kelenjar lambung terdiri dari sel parietal dan chief cell/ sel zimogen. Bagian pislorus lambung tikus dilapisi oleh epitel kolumnar selapis yang juga melapisi perpanjangan sumur lambung. Dibawah lapisan tersebut terdapat kelenjar pilorus (Harris, 2009).
2.10.2 Fungsi Lambung Fungsi lambung adalah sebagai berikut: a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik
lambung
dan
getah
lambung.
Kapasitas
lambung
normal
Universitas Sumatera Utara
15
memungkinkan adanya interval waktu yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran. b. Produksi kimus, aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair, berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum. c. Digesti protein, lambung memulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida. d. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barier setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri. e. Produksi faktor intrinsik, yaitu glikoprotein yang disekresi sel parietal dan vitamin B12 yang didapat dari makanan yang dicerna di lambung yang terikat pada faktor intrinsik. Komplek faktor intrinsik vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, dimana tempat vitamin B12 diabsorbsi. f. Absorbsi. Di lambung hanya terjadi sedikit absorbsi nutrien. Beberapa zat yang diabsorbsi antara lain adalah beberapa obat yang larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding (Setiadi, 2007).
2.10.3 Histologi Lambung Dinding lambung disusun oleh beberapa lapisan yaitu lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna atau muskularis propia, dan serosa a.
Mukosa Mukosa lambung
terdiri dari epitel permukaan
yang berlekuk,
mengandung kelenjar dan sumur lambung (faveolae/ gastric pits) dengan sedikit lamina propia. Mukosa lambung menghasilkan asam dan enzim pencernaan, dan mangabsorbsi sejumlah air. Sel yang terdapat di permukaan mukosa lambung dan sumur lambung disusun oleh epitel silindris sebaris yang dinamakan sel mukus permukaan, menghasilkan mukus yang membentuk lapisan tebal yang melindungi sel-sel ini terhadap pengaruh asam kuat yang dihasilkan lambung dan mencegah otodigestion mukosa lambung. Bentuk dan kedalaman proporsional lubang dan sifat-sifat kelenjarnya berbeda pada bagian dari lambung (Junqueira, 2003).
Universitas Sumatera Utara
16
b.
Submukosa Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfa. Lapisan mukosa yang terdapat di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau rugae yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan (Hirlan, 2001).
c.
Muskularis Propia Muskularis mukosa tersusun dari 3 lapisan otot polos, yaitu lapis longitudinal di bagian luar, lapis serkuler di bagian tengah, dan lapis oblique di bagian dalam. Susunan serat otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikelpartikel kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung ke arah duodenum (Bevelander & Ramaley, 1998).
d.
Serosa Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas jaringan ikat longgar, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adipose dan mesotel (Junqueira. 1983). Pada lapis serosa terlihat suatu selaput dan jaringan areolar yang mengandung pembuluh darah, jaringan lemak dan batang saraf (Bevelander & Ramaley, 1998).
2.10.4 Kerusakan yang Terjadi pada Lambung 2.10.4.1 Gastritis Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Keadaan ini dapat diakibatkan dari makanan yang mengiritasi mukosa lambung, ekskoriasi mukosa lambung yang berlebihan oleh secret peptik lambung sendiri atau peradangan bakteri. Mukosa yang meradang pada gastritis sering menimbulkan rasa nyeri, menyebabkan perasaan nyeri terbakar difus yang dialihkan ke epigastrium bagian atas. Refleks-refleks yang dimulai pada mukosa lambung menyebabkan kelenjar saliva mengeluarkan saliva dalam jumlah besar (Guyton, 1990).
2.10.4.2 Ulkus Peptikum Ulkus merupakan hilangnya sel epitel yang mencatat atau menembus muskularis mukosa, dengan diameter kedalaman > 5mm. Ulkus dibedakan dengan erosi,
Universitas Sumatera Utara
17
dimana erosi berukuran lebih kecil (< 5mm) dan lebih superficial. Mukosa superficial hanya memilki pembuluh kapiler, sehingga erosi hanya dapat menyebabkan
pendarahan
ringan,
tidak
mungkin
sampai
menyebabkan
pendarahan yang signifikan. Bila ulkus mengenai otot dan menyebabkan kerusakan otot, maka akan terbentuk jaringan fibrosis, dan akan menimbulkan lekukan. Pada ulkus yang aktif dan terbentuk sempurna terdapat lapisan pada permukaannya berupa eksudat purulen, bakteri atau debris nekrosis (Harris, 2009). Ulkus peptikum merupakan daerah ekskoriasi mukosa yang disebabkan kerja pencernaan getah lambung. Penyebab ulkus peptikum yang biasa adalah terlalu banyak sekret getah lambung dalam hubungannya dengan derajat perlindungan yang diberikan oleh lapisan mukus lambung dan duodenum serta netralisasi asam lambung oleh getah duodenum. Semua daerah yang dalam keadaan normal terpapar getah lambung disuplai banyak kelenjar mukosa, mulai dengan kelenjar mukosa komposita pada bagian bawah esophagus, kemudian sel mukosa yang meliputi mukosa lambung, sel leher mukosa glandula gastrika, glandula pilorika dalam yang terutama menyekresi mukus, dan akhirnya kelenjar brunner pada duodenum yang menyeksresi mukus yang sangat alkali (Guyton, 1990).
Universitas Sumatera Utara