BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Jarak
Minyak jarak yang sering disebut sebagai minyak ricinus adalah cairan kental berwarna kuning pucat yang diperoleh dari biji tanaman jarak. Tanaman jarak (Ricinus communis Linn) termasuk dalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman yang hidup di daerah tropik, dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-800 m di atas permukaan laut. Tanaman jarak telah lama dikenal di Indonesia.
Minyak jarak yang sering disebut castor oil merupakan suatu senyawa trigliserida yang dapat dibedakan dengan gliserida lainya dari komposisi asam lemaknya, viskositas, bilangan asetil dan kelarutanya dalam alkohol yang sangat tinggi. Biji mengandung 54% minyak yang disusun oleh beberapa jenis asam lemak sebagai trigliserida diantaranya asam risinoleat, oleat, linoleat, asam palmitat, asam stearat, dan asam linolenat.
Sebelum digunakan untuk berbagai macam keperluan, minyak jarak perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan ini meliputi dehidarasi, oksidasi hidrogenasi, sulfitasi, penyabuanan dan sebagainya. Pengolahan itu menyebabkan perubahan sifat fisika kimia minyak jarak (Ketaren, 2008). Sifat fisika dan kimia minyak jarak dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Minyak jarak dan turunannya digunakan dalam industri cat, varnish, lacquer, pelumas, tinta, linoleum, oil cloth, dan sebagai bahan baku dalam industri-industri
Universitas Sumatera Utara
plastik dan nilon. Dalam jumlah kecil minyak jarak dan turunannya juga digunakan sebagai kosmetik, semir dan lilin. Beberapa sifat fisika dan kimia minyak jarak adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jarak ( Bailey, 1950 ) Karakteristik
Nilai
Viskositas
u-v (6,3-8,8 st)
Bobot jenis 20/20oC
0,957-0,963
Bilangan asam
0,4-4,0
Bilangan tak tersabun
0,7
Bilangan penyabunan
176-181
Bilangan Iod (Wijs)
82-88
Warna (appearance)
Bening
Warna Gardner (max)
Tidak lebih gelap dari 3'
Indebias n2D5
1,477-1,478
Kelarutan dalam alcohol
Jernih (tidak keruh)
Bilangan asetil
145-154
Titik nyala (take close cup)
230oC
Titik nyala (cleveland oven cup
285oC
Antoignition temperature
449oC
Titik api
322oC
Koefisien muai per oC
0,00066
Pour point
-33 oC
Tegangan permukaanpda 20 oC
39,9 dyne/cm
Minyak jarak berwarna kuning pucat, tetapi setelah dilakukan proses refining dan bleaching warna tersebut hilang sehingga menjadi hampir tidak berwarna. Minyak jarak ini dapat disimpan dan tidak mudah menjadi tengik. Kelarutanya dalam alkohol relatif tinggi, begitu juga di dalam eter, kloroform, dan asam asetat glasial. Minyak jarak tidak larut dalam minyak mineral kecuali kalau dicampur dengan minyak tumbuhan lain. Minyak jarak hampir keseluruhan berada dalam bentuk
Universitas Sumatera Utara
trigliserida, terutama resinolein dengan asam risinoleat sebagai komponen asam lemaknya. Kandungan tokoferol yang relatif kecil (0,05%) serta kandungan asam lemak esensial yang sangat rendah menyebabkan minyak jarak ini berbeda dengan minyak nabati lainya (Weiss, 1983).
Minyak jarak mengandung asam lemak dengan komposisi dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini:
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Jarak (Bailey, 1950) Asam Lemak
Jumlah (%)
Asam Risinoleat
86
Asam Oleat
8,5
Asam Linoleat
3,5
Asam Stearat
0,5 – 2,0
Asam Dihidroksi Stearat
1–2
Asam risinoleat merupakan komposisi utama dari trigliserida minyak jarak yaitu asam lemak yang memiliki struktur yang unik dibandingkan dengan asam lemak lemak lainnya yaitu turunan asam oleat (C18:1) yang pada posisi ω-7 memiliki gugus hidroksil serta mengandung ikatan π pada posisi ω-9 (Miller, 1984). Asam risinoleat (Asam 12-hidroksi-9-oktadekanoat) memiliki 18 atom karbon dengan 1 gugus hidroksi pada atom karbon ke 12 dan ikatan rangkap Cis antara atom karbon 9 dan 10. Berat molekul asam risinoleat 298,46. Adanya asam lemak risinoleat pada castor oil memiliki sifat yang khusus. Castor oil memiliki bilangan hidroksi dan asetil yang tinggi dan bilangan iodin yang sebanding dengan minyak lain serta viskositas dan berat jenis yang tinggi (Naughton, 1973 ).
O H3C
(CH2)5
H C
H2 C
C H
C H
(CH2)7
C OH
OH
Gambar 2.1. Struktur kimia asam risinoleat
Universitas Sumatera Utara
Adanya gugus hidroksil ini menyebabkan asam risinoleat bersifat lebih polar dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Minyak yang mengandung asam lemak hidroksil merupakan bahan yang sangat penting. Pada penggunaannya gugus hidroksil tidak jenuh ini sering diubah menjadi gugus fungsi reaktif lainnya.
Minyak jarak bersifat sedikit toksik yang ditunjukkan oleh aktivitas pencahar yang ditimbulkannya bila dikonsumsi. Selain itu mengandung asam lemak esensialnya sangat rendah. Hal ini menyebabkan minyak jarak tidak dapat digunakan sebagai minyak makan dan bahan pangan ( Ketaren, 2008 ).
2.2.Aldehida
Aldehida mempunyai paling sedikit satu atom hidrogen pada gugus karbonilnya. Sedangkan gugus lainnya boleh berupa atom hidrogen, gugus alkil ataupun gugus aril. O
R
C H
Aldehida Senyawa aldehida secara umum diberi nama dengan mengganti akhiran -na pada alkana dengan –al. Rantai utamanya harus mengandung gugus –CHO dan atom karbon pada CHO diberi prioritas dengan nomor terendah (Riswiyanto, 2010).
Aldehida yang paling sederhana adalah formaldehida yang dikenal dengan nama formalin. Formaldehida biasanya diperdagangkan dalam bentuk larutan 37 % yang digunakan sebagai disinfektan dan bahan pengawet serta sebagai bahan utama pembuatan plastik (Siregar, 1988).
Karena oksigen lebih bersifat elektronegatif daripada karbon pada struktur aldehida, elektron dari ikatan karbonil ditarik ke arah atom oksigen, dan gugus karbonil bersifat polar. Kepolaran dari gugus karbonil ditunjukkan melalui arah tanda
Universitas Sumatera Utara
panah yang menuju muatan negatif dari dipol. Aldehida tidak bisa mengalami reaksi substitusi karena tidak memiliki gugus pergi. Aldehida bereaksi dengan beberapa zat pengoksidasi yaitu pereaksi Tollens (Ag+ dalam larutan NH3), pereaksi Benedict (Cu2+ dalam larutan natrium sitrat) dan pereaksi Fehling (Cu2+ dalam larutan natrium tartat). Pereaksi ini mengoksidasi aldehida menjadi asam karboksilat dan ditandai dengan perubahan warna. Aldehida akan mereduksi pereaksi Fehling dan Benedict sedangkan ia sendiri akan teroksidasi dan ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata Cu2O (Gambar 2.2) (Sarker and Lutfun, 2007).
CuSO4(aq) + NaOH(aq)
Cu(OH)2(s) + Na2SO4(aq)
O C
O OK
H
C OK
OH
H
OH C
+ Cu(OH)2(s)
ONa
H
O
H
O
Cu +
2H2O(l)
C ONa
O
O Cu-Na-K-tartat
Na-K-tartat O C OK
O R
O
+ 2
C H
H H
O
O Cu + 2 H2O(l)
O C ONa
O Cu-Na-K-tartat
R
C OK H OH
C + 2 H OH
OH
+ Cu2O(s)
C ONa O Na-K-tartat
merah bata
Gambar 2.2. Reaksi Pembentukkan Endapan Merah Bata pada Uji Fehling terhadap Aldehida
Pereaksi Tollens adalah amonia perak yang kompleks. Ketika pereaksi Tollens ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi aldehida, maka aldehida tersebut akan teroksidasi dan logam perak akan membentuk seperti cermin perak pada dinding tabung reaksi (Gambar 2.3). Pereaksi Tollens tidak mengoksidasi keton karena tidak
Universitas Sumatera Utara
memiliki atom H pada karbonilnya. Oleh karena itu pereaksi-pereaksi ini adalah uji kualitatif yang sederhana yang istimewa untuk membedakan aldehida dari keton (Ouellette, 1994 ).
AgNO3(aq) +
NaOH(aq)
AgOH(s) +
NaNO3(aq)
putih Ag2O(s)
2 AgOH(s)
+
H2O(l)
cokelat Ag2O(s)
+ 4NH3(aq) +
2Ag(NH3)2OH(aq)
H2O(l)
bening
O
O
R C OH + 2Ag(s) + 4NH3 + H2O
R C H + 2Ag(NH3)2OH(aq)
cermin perak
Gambar 2.3. Reaksi Pembentukkan Cermin Perak pada Uji Tollens terhadap Aldehida
Beberapa reaksi aldehida : 1.
Reaksi dengan air
Air dapat mengadisi suatu karbonil, untuk membentuk suatu 1, 1- iol, yang disebut gem-diol atau hidrat. Reaksi itu reversibel dan biasanya kesetimbangan terletak pada sisi karbonil. O R
C
OH
+
H
+
H2O
H
R
C
H
OH senyawa aldehida
2.
suatu hidrat (dua OH pada C)
Reaksi dengan alkohol
Produk adisi suatu molekul alkohol pada suatu aldehida disebut suatu hemiasetal.
Universitas Sumatera Utara
R'-OH H+
O R
C
OR' R
H
C
H
OH suatu hemiasetal
senyawa aldehida
(OH dan OR pada C) OR'
'
R -OH R
C
H
+ H2O
+
H
OR' suatu asetal ( dua OR pada C)
3.
Reaksi dengan hidrogen sianida
Hidrogen sianida dapat mengadisi ke gugus karbonil suatu aldehida menghasilkan sianohidrin. O R
C
H
CNH
+
HCN
R
C
H
CN aldehida
4.
sianohidrin
Reaksi dengan amonia dan amina primer
Amina adalah suatu nukleofilik yang dapat menyerang gugus karbonil dari suatu aldehida dalam reaksi (Fessenden, 1999). OH
O
+
H R
C
H + H
NH2
R
C
NH2
H
aldehida
H2O RCH
NH
imina (suatu basa Schiff)
Universitas Sumatera Utara
Dalam analisa spektroskopi infra merah kebanyakan aldehida menampakkan serapan C-H aldehida pada daerah bilangan gelombang 2830-2695 cm-1 (3,53-3,71 µm). Dua buah pita yang sedang kuatnya seringkali teramati di daerah itu. Adanya kedua buah pita itu merupakan hasil talunan Fermi antara getaran ulur dasar C-H aldehida dan nada lipat pertama getaran tekuk C-H-nya tergeser cukup jauh dari 1390 cm-1 (7,20 µm). Bagi aldehida-aldehida yang pita tekukkan C-H-nya tergeser cukup jauh dari 1390 cm-1 (7,20 µm), hanya akan teramati pita uluran C-H sebuah saja. Serapan yang menengah kuatnya di dekat 2720 cm-1 (3,68 µm) yang disertai sebuah pita serapan karbonil merupakan bukti kuat perihal adanya gugus aldehida ( Silverstain et al, 1981).
Salah satu jalan untuk membuat aldehida adalah dengan jalan ozonolisis alkena. Atom karbon yang terlibat dengan ikatan rangkap yang mempunyai atom hidrogen akan membentuk aldehida (Siregar, 1988).
2.3. Ozonolisis
Di dalam lapisan atmosfir yang rendah (troposfer), ozon dibentuk dengan adanya intraksi antara asap fotokimia (disusun dengan hidrokarbon, nitrogen, sulfur, dan karbondioksida) dan radiasi sinar UV (Kley et al, 1999).
Suatu molekul ozon terdiri dari tiga atom oksigen yang terikat dalam suatu rantai. Kedua ikatan O-O sama panjang (1,29Å) dengan sudut ikatan 116°. Struktur paling tepat digambarkan sebagai suatu hibrida resonansi (Fieser and Mary, 1961)
O O
O O
O O O
O
+ O
Gambar 2.4. Struktur Resonansi Ozon
Universitas Sumatera Utara
Ozon sangat luas penggunaannya untuk memutus ikatan rangkap karbonkarbon untuk menghasilkan senyawa karbonil atau alkohol dengan kondisi tertentu. Reaksi ini biasanya dengan melewatkan aliran ozon dalam udara atau oksigen dalam larutan substrat dengan pelarut yang bersifat inert pada temperatur yang rendah. Pelarut yang dapat digunakan adalah pentana, heksana, etil eter, karbon tetraklorida, kloroform, diklorometana, etil asetat, DMF (Dimetilfomamida), metanol, etanol, H2O, atau asam asetat. Pelarut yang paling sering digunakan adalah dikloromeana dan metanol atau campuran keduanya (Burke and Danheiser, 1999).
Ozonolisis (pemaksapisahan oleh ozon) telah digunakan untuk menetapkan struktur senyawa tak jenuh karena reaksi ini menyebabkan degredasi molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil, yang dapat diidentifikasi.
Alkena memberi reaksi yang sangat cepat dengan ozon (O3). Ozonolisis terdiri dari dua reaksi yang terpisah: (1) oksidasi alkena oleh ozon menjadi suatu ozonida, dan (2) oksidasi atau reduksi ozonida itu menjadi produk-produk final.Oksidasi awal biasanya dilakukan dengan mengalirkan ozon kedalam larutan alkena dalam suatu pelarut lamban (inert) seperti karbon tetraklorida. Ozon menyerang ikatan pi untuk menghasilkan suatu zat antara tak stabil yang disebut 1,2,3-triosolana. Zat antara ini kemudian mengalami sederetan transformasi (Fessenden, 1999). Produknya adalah suatu ozonida (1,2,4-trioksolana) (Gambar 2.5) yang jarang diisolasi karena mudah meledak sehingga diteruskan ke tahap kedua ( Siregar, 1988).
Reaksi kedua dalam ozonolisis adalah oksidasi atau reduksi dari ozonida itu (Gambar 2.6). Jika ozonida itu diselesaikan secara reduktif, maka karbon monosubstitusi dari
alkena asli akan menghasilkan suatu aldehida. Jika diikuti
penyelesaian oksidatif, maka karbon monosubstitusi akan menghasilkan asam karboksilat. Dalam kedua kasus itu, karbon disubstitusi alkena akan menghasilkan keton (Fessenden, 1999).
Reduksi dari ozonida dilakukan dengan hidrogenasi dengan menggunakan katalis palladium atau nikel, atau dengan menambahkan seng dengan asam asetat, trimetil posfit atau dengan dimetil sulfida ( Hudlicky, 1990).
Universitas Sumatera Utara
O H3C
CH3 C
O
C
H
O3
H3C
CH3 ozon
2-metil-2-butena
O
C
C CH3
H
CH3
suatu 1,2,3-trioksolana
O
H3C banyak tahap
O
C H
CH3 C
O
CH3
suatu ozonida (suatu 1,2,4-trioksolana) Gambar 2.5. Reaksi Oksidasi Alkena oleh Ozon
O
H3C
CH3
O
Zn H3C
C
C H
O
O
C
+
CH3
H , H2O
H asetaldehida
suatu ozonida
Gambar 2.6. Reaksi Reduksi Ozonida menjadi Aldehida
Reaksi ozonolis minyak kedelai menghasilkan aldehida minyak kedelai yang dilakukan Gravier et al (2012) dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Meskipun kurang umum digunakan, ozonolisis juga dapat memecah ikatan alkuna. Asam karboksilat dihasilkan dari alkuna internal. Alkuna membentuk satu molar ekivalen CO2 (Gambar 2.8) (Ouellette, 1994).
Universitas Sumatera Utara
O O
C O
O
O3
C
Zn, CH3COOH O O
C
Minyak kedelai O O
O
C
+
O Pelargonaldehida
O O
O
C O
O
+
O + O Malonaldehida
O Kaproaldehida
C Aldehida turunan minyak kedelai
Gambar 2.7. Reaksi Ozonolisis Minyak Kedelai
R C
C R'
1. O3
RCO2H
+ R'CO2H
RCO2H
+ CO2
+
2. Zn / H3O
R C
C H
1. O3 2. Zn / H3O+
Gambar 2.8. Reaksi Ozonolisis Alkena
Universitas Sumatera Utara
2.4.Etilendiamina
Etilendiamina (1,2- diamino etana) dibuat dari etilen diklorida dan amonia, sifatnya adalah tidak berwarna, jernih, mempunyai bau amonia, densitasnya 0,898 g/cm-3, titik didihnya 116-117°C, titik lebur 8,5, sedikit larut dalam eter, tidak larut dalam benzena, bersifat sangat basa sehingga mudah mengadsorbsi CO2 dari udara membentuk karbonat yang tak mudah menguap. Etilendiamina digunakan sebagai pelarut untuk kasein, albumin dan sulfur, juga digunakan sebagai emulsifier, penstabil lateks serta sebagai penghambat
atau inhibitor dalam larutan anti beku
(Anonimous, 1976).
H2N
H
H
C
C
H
H
NH2
Gambar 2.9. Struktur Kimia Etilendiamina
Etilendiamina merupakan poliamina primer yang larut dalam air dan sangat higroskopis. Etilendiamina harus dilindungi dari kelembaban atmosfer dan CO2 selama pemurnian dan pemakaianya karena akan menyebabkan banyak kesalahan dalam hasil yang diperoleh.
Etilendiamina anhidrat dapat dimurnikan untuk menghilangkan air dan CO2 dengan pengadukan amin tersebut dengan NaOH ataupun KOH pelet selama beberapa jam, kemudian airnya didestilasi. Jumlah air dapat dikurangi dengan menambahkan suatu bahan pengering berupa molekular sieves maupun alumina.
Air yang diperoleh dapat dipindahkan dengan destilasi azeotrop. Etilendiamina dan air membentuk azeotrop yang negatif yang mempunyai titik didih 2°C diatas amina. Etilendiamina sebagai salah satu golongan kimia, merupakan antihistamin tertua yang bermanfaat dengan efek samping depresan sistem saraf pusat dan gastrointestinal yang kejadiannya relatif tinggi (Roberts, 1982).
Universitas Sumatera Utara
2.5. Basa Schiff
Imina atau basa Schiff adalah senyawa yang dapat diperoleh dengan mereaksikan amina dengan keton atau aldehida. Senyawa ini menunjukkan gugus fungsi dari C=N (Streitwieser et al, 1992). Basa Schiff telah dikenal sejak tahun 1964 oleh Hugo Schiff yang mengenalkan reaksi kondensasi antara amina primer dengan senyawa karbonil (Cimerman, 2000).
RCHO
+
Aldehida
R'NH2
RCH
Amina primer
NR'
+
H2O
Basa Schiff
Gambar 2.10. Reaksi Pembentukkan Basa Schiff
Ammonia adalah nukleofil yang dapat menyerang gugus karbonil dari suatu aldehida atau keton dalam suatu reaksi adisi-eliminasi. Reaksi ini reversible dan biasanya dikatalis oleh runutan asam. Produknya adalah imina tak tersubstitusi yang relatif tidak stabil dan berpolimerisasi bila didiamkan (Fessenden, 1999). Dalam larutan asam, imina dapat terhidrolisis menjadi aldehida kembali (Sarker and Lutfun, 2005).
Turunan amonia sederhana seperti amonia (NH3) dan amina primer (R-NH2) bila ditambahkan aldehida akan menghasilkan basa Schiff atau imina (Wingrove et al, 1981).
Sebagai contoh: O H3C
C
H +
H3C
NH2
etanal
aminometana
(asetaldehida)
(metilamina)
H+ eter
H3C
N
CH3
C
H
CaCl2 asetaldehin
Benzaldeanilina adalah salah satu contoh basa Schiff yang diperoleh dengan reaksi kondensasi anilin dengan bezaldehida (Gambar 2.11) (Bahl, 2004).
Universitas Sumatera Utara
O +
NH2
C H
anilina
benzildehida H N
+ H2O
C
N-benzylidenebenzenamine
Gambar 2.11. Reaksi Anilina dengan Benzaldehida
Beberapa peneliti yang telah mensintesis basa Schiff adalah sebagai berikut : 1) Ummathur et al (2009) mereaksikan senyawa diamina alifatik (1,2-diaminoetana, 1,3-diaminopropana and 1,6-diaminoheksana) dengan 3-[2-(1,3-benzothiazol-2yl) hydrazinylidene] pentane-2,4-dione dalam kondisi yang spesifik (Gambar 2.12). R1
H
N + O
R1 H MeOH , KOH
N
CH3COOH R2
H
R2
H
Gambar 2.12. Reaksi cefixime dengan aldehida
2) Essa et al (2012) telah mensintesis beberapa basa Schiff melalui kondensasi antara 4-(4-aminobenzyl) benzanamine dengan 2-hydroxybenzaldehide, 4-(4aminophenylthio) benzanamine dengan 2-hydroxybenzaldehide serta kondensasi antara terephtalohydrazide dengan 2-hydoxy-3-methoxybenzaldehyde (Gambar 2.13). 3) Aslam et al (2012) mereaksikan cefixime dengan aldehydes menghasilkan basa Schiff dengan gambaran reaksi sebagai berikut (Gambar 2.14).
Universitas Sumatera Utara
H2 C H2 C
CHO OH
NH2
H 2N
N
N
2
+
CH
HC
OH
HO
2-hydroxybenzaldehyde
4-(4-aminobenzyl)benzenamine
+
2H2O
basa Schiff I
S S
CHO + NH2
H2N
OH
C
C
+ NH
NH2
HC
OH
HO
O
O
C
C
HN
NH
N
2
+
N
HC
2H2O
CH
HO
NH2
OH
H3CO
HO H3CO
OCH3
terephthalohydrazide
2H2O
+
basa Schiff II
OHC
O
HN
CH
2-hydroxybenzaldehyde
4-(4-aminophenylthio)benzenamine
O
N
N
2
basa Schiff III
2-hydroxy-3-methoxybenzaldehyde
Gambar 2.13. Beberapa Reaksi Kondensasi Pembentukan Basa Schiff H3C O N
S 2
N N
+
CH3 H
H2N
(CH2)n
NH2
O
3-[2-(1,3-benzothiazol-2-yl) hydrazinylidene] pentane-2,4-dione
-2 H2O
H3C O N
S N N
CH3 H
N (CH2)n
H
S
N
N N
CH3 N O H3C
Gambar 2.14. Reaksi diamina alifatik dengan 3-[2-(1,3-benzothiazol-2-yl) hydrazinylidene]pentane-2,4-dione
Universitas Sumatera Utara
4) Gravier et al (2012) melakukan reaksi kondensasi antara aldehida turunan minyak kedelai dengan benzilamina membentuk basa Schiff, dimana reaksinya dapat dilihat pada Gambar 2.15.
O O C
O
+
O O
O C O
+
O Pelargonaldehida O + H2N O + O Malonaldehida Kaproaldehida
H2 C
O C benzilamina
campuran aldehida turunan minyak kedelai
O
H2 N C
O C H2 C N
O C
+
H2 N C
O O C
+
H2 N C
Basa Schiff Gambar.2.15. Reaksi Campuran Aldehida Turunan Minyak Kedelai dengan Benzilamina
Dalam analisa spektroskopi infra merah senyawa basa Schiff (RCH=NR) memperlihatkan serapan C=N basa Schiff pada daerah bilangan gelombang 16891471 cm-1 (5,92-6,80µm). Walaupun intensitas dari uluran C=N bervariasi, biasanya lebih kuat daripada uluran C=C (Silverstein, 1981).
Universitas Sumatera Utara
2.6. Korosi
Korosi atau yang sering disebut karat adalah suatu proses pembusukkan suatu bahan atau perubahan sifat suatu bahan akibat pengaruh atau reaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Hampir tidak ada benda padat yang tidak dapat berkarat atau kebal terhadap serangan karat, masing-masing bahan memiliki kelebihan dan kelemahan terhadap jenis-jenis karat tertentu (Widharto, 2004).
Fontana (1986) mendefenisikan korosi sebagai fenomena kerusakan material yang diakibatkan oleh adanya reaksi kimia antara material tersebut dengan lingkungan yang tidak mendukung. Reaksi elektrokimia korosi dapat dilihat pada kerusakan zinc (seng) akibat asam klorida (HCl). Ketika zinc ditaruh dalam larutan HCl, maka akan terjadi reaksi dimana gas hidrogen akan terbentuk dan zinc akan terlarut, membentuk zinc klorida.
Persamaannya adalah :
Zn(s) + 2HCl(aq)
ZnCl2(aq) + H2(g)
Ion klorida bukan merupakan unsur yang ikut bereaksi maka persamaannya dapat dituliskan :
Zn(s)
+ 2H+(aq)
Zn2+(aq) +
H2(g)
Dengan melihat persamaan reaksi kimia di atas maka dapat disimpulkan bahwa zinc dioksidasi menjadi menjadi ion zinc dan ion hidrogen. Oleh sebab itu maka reaksi kimia di atas dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
2H+(aq)+
Zn(s)
Zn2+(aq) +
2e
H2(g)
2e
(Reaksi Anoda) (Reaksi Katoda)
Universitas Sumatera Utara
Reaksi anoda diindikasikan dengan naiknya bilangan valensi dan terjadinya produksi elektron. Reaksi katoda diindikasikan dengan terjadinya konsumsi elektron sehingga menyebabkan penurunan jumlah elektron. Hal ini merupakan prinsip utama korosi yang dapat dituliskan “ Ketika dalam suatu logam terjadi korosi maka laju oksidasi akan sama dengan laju reduksi” (Fontana, 1986).
2.6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Korosi
Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses korosi, yaitu : 1. Suhu Kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya laju korosi. Hal ini terjadi karena makin tinggi suhu maka energi kinetik dari partikel-partikel yang bereaksi akan meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi aktivasi dan akibatnya laju korosi juga akan makin cepat, begitu juga sebaliknya (Fogler, 1992).
2. Kecepatan alir fluida Laju korosi cenderung bertambah jika laju atau kecepatan aliran fluida bertambah besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan logam akan semakin besar sehingga ion-ion logam akan makin banyak yang lepas sehingga logam akan mengalami kerapuhan.
3. pH Larutan pH rendah (kondisi asam) merupakan penyebab utama terjadinya korosi. Hal ini berhubungan dengan keasaman atau kebasaan suatu larutan.
4. Gas dan Padatan terlarut Adanya gas yang terdapat di dalam media korosif dapat bereaksi dengan permukaan logam sehingga meyebabkan terjadinya korosi. Demikian juga pada padatan terlarut yang berpotensi untuk menyerang lapisan logam dan membentuk kerak.
Universitas Sumatera Utara
5. Waktu kontak Besarnya laju korosi tergantung pada lamanya waktu kontak antara logam dengan media korosif. Semakin lama waktu kontak antara logam dengan media korosif, maka laju korosi pun semakin kecil, begitu juga sebaliknya (Setiadi, 2007).
2.6.2. Pencegahan Korosi
Korosi tidak dapat dicegah tetapi lajunya dapat dikurangi (Hermawan, 2007). Cara terbaik untuk mencegah terjadinya serangan karat adalah dengan menciptakan suatu situasi atau suasana lingkungan yang menetralisir terjadinya proses pengkaratan, mempergunakan bahan pelapis permukaan yang anti terhadap suatu jenis karat tertentu, atau menggunakan bahan yang tahan terhadap jenis karat tertentu (Widharto, 2004). Pencegahan korosi dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Pelapisan / Coating Proses pelapisan dilakukan dengan memberikan suatu lapisan yang dapat mengurangi kontak antara logam dengan lingkungannya. Lapisan pelindung yang sering dipakai adalah bahan metalik, anoganik ataupun organik yang relatif tipis.
2. Aliasi logam Aliasi logam dibuat dengan cara mencampurkan suatu logam dengan logam yang lain. Unsur yang biasa ditambahkan dalam pencampuran logam adalah krom (Cr). Aliasi logam ini bertujuan agar mutu suatu logam akan meningkat (Djaprie, 1995).
3. Proteksi katodik Proteksi katodik dilakukan dengan membuat suatu sel elektrokimia yang bersifat katodik dengan cara menghubungkan logam yang mempunyai potensial tinggi sebagai katoda (logam yang ingin diproteksi) ke struktur logam yang berpotensial rendah sebagai anoda (terkorosi) (Fahrurrozie, 2009).
Universitas Sumatera Utara
4. Penambahan inhibitor Inhibitor adalah senyawa tertentu yang ditambahkan pada larutan elektrolit untuk mengurangi korosi logam. Inhibitor terdiri dari anion atom-ganda yang dapat masuk ke permukaan logam, dengan demikian dapat menghasilkan selaput lapisan tunggal yang kaya oksigen (Djaprie, 1995).
2.6.3. Inhibitor Korosi
Inhibitor korosi adalah zat kimia, baik senyawa anorganik maupun organik, yang bereaksi dengan permukaan logam, atau dengan lingkungan tempat permukaan logam berinteraksi, dan kemudian memberikan perlindungan yang cukup pada permukaan logam terhadap proses korosi (Bentiss et al, 2004; Lopez et al, 2004). Apabila inhibitor ditambahkan kedalam lingkungan korosif, maka laju serangan zat agresif akan berlangsung sampai tingkat tertentu (Trethewey, 1991). Prinsip intraksi antara inhibitor dengan permukaan logam adalah adsorpsi kimia (Ashraf et al, 2011). Inhibitor akan membentuk lapisan pelindung yang terbentuk akibat reaksi dari larutan dengan permukaan yang mengalami korosi (Jones, 1996).
Secara kualitatif inhibitor terdiri dari : 1.
Inhibitor Anodik Inhibitor anodik adalah inhibitor yang menurunkan laju reaksi di anodik dengan cara meningkatkan polarisasi anoda melalui reaksi dengan ion-ion logam untuk menghasilkan selaput-selaput pasif tipis berupa lapisan-lapisan garam yang kemudian menyelimuti permukaan logam
2.
Inhibitor katodik Inhibitor katodik adalah inhibitor yang berpengaruh terhadap reaksi di katoda. Pembentukan hidrogen di katoda akan dikendalikan melalui peningkatan polarisasi sistem. Garam-garam logam seperti arsen, bismut,
dan
antimon
ditambahkan dalam kebutuhan ini, untuk membentuk selaput tipis hidrogen yang teradsorpsi pada permukaan katoda.
Universitas Sumatera Utara
3.
Inhibitor Adsorpsi Inhibitor adsorbsi adalah molekul-molekul organik rantai panjang dengan rantai samping teradsorpsi dan terdesorpsi dari permukaan logam. Molekul-molekul berukuran besar ini dapat membatasi difusi O2 kepermukaan logam atau memerangkap ion-ion logam dipermukaan, memantapakan lapisan ganda dan mereduksi laju pelarutan.
4.
Inhibitor Amina Inhibitor amina adalah suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen trivalen, yang terikat pada satuatom karbon atau lebih, seperti : RNH2, R2NH, dan R3N. Amina dapat dikelompokan dalam tiga jenis yaitu amina primer, sekunder, dan tersier. Pengelompokan ini berdasarkan banyaknya substituen alkil atau aril yang terikat pada nitrogen. Produksi senyawa amino alipatik di dunia adalah 100.000 ton per tahun yang merupakan senyawa organik perantara yang terpenting dalam industri kimia. Penggunaan senyawa ini cukup luas, seperti : obat-obatan, bahan celup, surfaktan, danplastik. Selain itu senyawa amino alipatik ini juga dikenal sebagai zat anti korosi (Ulmann, 1985).
Adapun mekanisme kerja inhibitor dapat dibedakan sebagai berikut: 1.
Inhibitor teradsorpsi pada permukaan logam, dan membentuk suatu lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan ini tidak dapat dilihat oleh mata biasa, namun dapat menghambat penyerangan lingkungan terhadap logamnya.
2.
Melalui pengaruh lingkungan (misalnya pH) menyebabkan inhibitor dapat mengendap dan selanjutnya teradsorpsi pada permukaan logam serta melindunginya terhadap korosi. Endapan yang terjadi cukup banyak, sehingga lapisan yang terjadi dapat terlihat oleh mata.
3.
Inhibitor terlebih dahulu mengkorosi logamnya, dan menghasilkan suatu zat kimia yang kemudian melalui peristiwa adsorpsi dari produk korosi tersebut membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam.
4.
Inhibitor menghilangkan konstituen yang agresif dari lingkungannya ( Dalimunthe, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Teknik Penentuan Efisiensi Inhibitor
Ada beberapa cara untuk menguji atau mengevaluasi efisiensi suatu inhibitor dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu teknik kehilangan berat, teknik gasometrik, teknik elektrokimia, spektroskopi impedansi elektrokimia, dan pengukuran polarisasi.
1. Teknik Kehilangan Berat Penentuan dengan teknik kehilangan berat, persentasi efisiensi inhibitor dapat dihitung dengan variasi konsentrasi inhibitor menggunakan rumus berikut ini:
EI (%) =
W0 - W1 W0
x 100 %
dimana: EI
: Efisiensi Inhibitor
W0
: Berat kehilangan tanpa inhibitor
W1
: Berat kehilangan dengan inhibitor
2. Teknik Gasometri Penentuan efisiensi inhibitor dengan teknik gasometri didasarkan pada volume gas hidrogen yang dibebaskan dengan variasi konsentrasi larutan inhibitor dalam kondisi yang sama. Rumus efisiensi inhibitor dengan teknik ini adalah sebagai berikut :
EI (%) =
VB - VI VB
x 100
Dimana, VB
: Volume gas hidrogen yang bertambah tanpa inhibitor
VI
: Volume gas hidrogen yang bertambah dengan inhibitor
3. Teknik Elektrokimia
Universitas Sumatera Utara
Pengukuran efisiensi inhibitor dengan teknik ini menggunakan suatu anoda dan katoda pada permukaan suatu logam, dimana pengaruh inhibitor akan mereduksi arus. 4. Spektroskopi impedansi elektrokimia Pada teknik ini dilakukan dengan bantuan komputer dengan mengukur perpindahan muatan resistansi pada logam.
EI (%) =
Rt(inh) - Rt(blank)
x 100
Rt(inh)
Dimana, Rt(inh)
: Perpindahan muatan resistansi dengan adanya inhibitor
Rt(blank)
: Perpindahan muatan resistansi tanpa adanya inhibitor (Chitra et al,
2010).
Dalam penelitian ini peneliti memlilih menggunakan teknik kehilangan berat untuk menentukan efisiensi inhibitor korosi, dimana lempengan seng ditimbang sebelum dan sesudah dilakukan perendaman dalam larutan inhibitor untuk menentukan kehilangan beratnya sehingga dapat ditentukan efisiensi inhibitor korosinya.
Universitas Sumatera Utara