BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur 2.1.1 Definisi Tidur Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Setiap orang memerlukan kebutuhan istirahat atau tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal. Pola tidur yang baik dan teratur memberikan efek yang
bagus
terhadap
kesehatan
(Guyton
&
Hall,
1997).
Tidur merupakan keadaan berulang, teratur, mudah reversible yang ditandai dengan keadaan relative tidak bergerak dan tingginya peningkatan ambang respon terhadap stimulus eksternal di bandingkan dengan keadaan terjaga (Sadock,2010). Menurut Lanywati (2001), kebutuhan tidur yang cukup, ditentukan selain oleh jumlah faktor jam tidur (kuantitas tidur), juga oleh kedalaman tidur (kualitas tidur). Kebutuhan waktu tidur bagi setiap orang adalah berlainan, tergantung pada kebiasaan yang dibawa selama perkembangannya menjelang dewasa, aktivitas pekerjaan, usia, kondisi kesehatan dan lain sebagainya. Kebutuhan tidur pada dewasa 6-9 jam untuk menjaga kesehatan, usia lanjut 5-8 jam untuk menjaga kondisi fisik karena usia yang semakin tua mengakibatkan sebagian anggota tubuh tidak dapat berfungsi optimal, maka untuk mencegah adanya penurunan kesehatan dibutuhkan energi yang cukup dengan pola tidur yang sesuai (Lumbantobing, 2004). 2.1.2 Fungsi Tidur Fungsi tidur adalah memberikan fungsi homeostatik yang bersifat menyegarkan dan tampak penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan energi (Sadock, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Fisiologi Tidur Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahaptahap tertentu tidur, berlaku penyerapan oksigen oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat normal sewaktu terjaga (Sherwood, 2011). Tidur biasanya dimulai dengan "dangkal" tahap 1 tidur NREM dan "memperdalam" untuk NREM tidur tahap 2, 3, dan 4, dan diikuti oleh episode singkat pertama dari tidur REM di sekitar 90 menit. Setelah siklus tidur pertama, NREM dan tidur REM terus mengikuti dalam bentuk yang diprediksi, dimana setiap siklus NREM-REM yang berlangsung sekitar 90 sampai 120 menit (Sinton, 2004). Pada waktu malam, siklus tidur berulang 3-7 kali. Tahap 1 tidur NREM, yang berlangsung hanya beberapa menit, berfungsi sebagai transisi dari terjaga menjadi tidur dan kemudian selama tidur berfungsi sebagai transisi antara REM-NREM siklus tidur. Biasanya, tahap 1 merupakan 2% sampai 5% dari total waktu tidur. Peningkatan jumlah atau persentase tahap 1 tidur mungkin menjadi tanda gangguan tidur. Periode pertama tahap 1 tidur NREM diikuti dengan tidur "lebih dalam" tahap 2, yang berlangsung sekitar 10 sampai 20 menit. Tahap 2 tidur biasanya merupakan 45% sampai 55% dari total waktu tidur. Tahap 2 tidur berkembang menjadi tahap 3 (berlangsung beberapa menit) dan 4 (berterusan 40 menit). Tahap 3 merupakan 5% sampai 8% dari total waktu, dan tahap 4 merupakan 10% sampai 15% dari total waktu tidur. Tahap 3 dan 4 tidur NREM mendominasi sepertiga malam. Episode tidur REM menjadi lebih lama selama pada waktu malam, dan periode REM terpanjang ditemukan di sepertiga terakhir malam (Carskadon, 2005). Tidur gelombang lambat terjadi dalam empat tahap, yang masing-masing memperlihatkan gelombang EEG yang semakin pelan dengan amplitude lebih besar. Oleh itu dinamai tidur gelombang lambat (Sherwood,2011).
a. Tahap 1: Gelombang otak anda menjadi kecil dan tidak beraturan, dan anda merasa bahawa anda berada dihujung kesadaran, dalam keadaan tidur ringan. Bila dibangunkan pada saat ini, anda dapat mengingat kembali fantasi-fantasi atau beberapa gambar visual yang anda lihat.
Universitas Sumatera Utara
b. Tahap 2: Otak anda terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang yang cepat dan memiliki puncak gelombang yang tinggi yang biasa disebut sebagai sleep spindle. Gangguan suara dalam kadar kecil mungkin tidak akan mengganggu tidur anda. c. Tahap 3: Sebagai tambahan gelombang yang menjadi karakteristik tahap 2, otak anda terkadang menghasilkan gelombang delta, yang sangat lambat dengan puncak yang cukup tinggi. Pernafasan dan detak jantung anda melambat, otot-otot anda melemas (rileks), dan dalam tahap ini anda mulai sulit dibangunkan. d. Tahap 4: Gelombang delta sekarang mengambil alih sebagian besar aktivitas, dan anda berada dalam tidur dalam. Pada saat ini, mungkin diperlukan guncangan yang kuat atau suara yang sangat keras untuk dapat membangunkan. Berjalan sambil tidur merupakan hal yang paling mungkin terjadi dalam periode ini (Carole wade, 2008). Pada permulaaan tidur, akan berpindah dari tidur ringan (“tidur ayam”) stadium satu menjadi dalam stadium empat dalam waktu 30 sampai 45 menit. Kemudian akan berbalik melalui stadium- stadium yang sama dalam periode waktu yang sama. Pada akhir masing-masing siklus tidur gelombang lambat terdapat episode tidur paradoksal selama 10 sampai 15 menit. Secara paradoks, pola EEG selama period ini mendadak seperti dalam keadaan terjaga, meskipun masih dalam tidur lelap iaitu serupa dengan EEG pada orang yang sadar penuh. Setelah episode paradoks tersebut, stadium-stadium gelombang lambat kembali berulang. Pada tidur non rapid eye movement (NREM) atau tidur gelombang lambat, sebagian besar fungsi fisiologis sangat berkurang dibandingkan dengan keadaan terjaga. Pada tidur jenis ini, yang bersangkutan masih memiliki tonus otot yang cukup dan sering mengubah posisi tidurnya. Hanya terjadi penurunan ringan kecepatan pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Selama waktu ini, yang bersangkutan mudah dibangunkan dan jarang bermimpi (Sherwood,2011).
Universitas Sumatera Utara
Meskipun tidur gelombang lambat sering disebut "tidur tanpa mimpi," mimpi dan kadang-kadang mimpi buruk dapat terjadi selama tidur gelombang lambat. Perbedaan antara mimpi yang terjadi dalam tidur gelombang lambat dan yang terjadi di REM tidur adalah orang-orang dari tidur REM berhubungan dengan lebih banyak aktivitas otot tubuh, dan mimpi tidur gelombang lambat biasanya tidak dapat ingat. Artinya, selama tidur gelombang lambat, konsolidasi dari mimpi dalam memori tidak terjadi (Guyton & Hall,2005). Pada tidur rapid eye movement (REM) atau dinamakan tidur paradoksal ditandai oleh inhibisi mendadak tonus otot seluruh tubuh.Otot-otot mengalami relaksasi total tanpa gerakan dan ditandai dengan gerakan mata cepat sehingga dinamai tidur REM. Kecepatan jantung dan pernafasan menjadi ireguler dan tekanan darah mungkin berfluktuasi. Karakteristik lain tidur REM adalah mimpi. Gerakan-gerakan mata cepat tidak berkaitan dengan “mengamati” bayangan mimpi. Gerakan-gerakan mata ini berlangsung dalam pola osilatif tetap yang tidak dipengaruhi oleh isi mimpi. Pencitraan otak sewaktu tidur REM memperlihatkan peningkatan aktivitas di daerah-daerah pemprosesan visual tingkat tinggi dan sistem limbik (tempat emosi), disertai oleh penurunan aktivitas di korteks prafrontal (tempat akal). Bayangan visual yang diciptakan dari dalam diri mencerminkan “bank ingatan emosional” yang bersangkutan dengan hanya sedikit tuntutan atau interpretasi dari daerah berpikir kompleks. Akibatnya, mimpi sering memiliki muatan emosi yang besar, sensasi waktu yang kacau dan isi yang aneh yang diterima begitu saja sebagai kenyataan (Sherwood,2011). Gangguan pada pola dan periodisitas REM dan NREM sering ditemukan ketika orang mengalami gangguan tidur. Siklus tidur-bangun diatur oleh sekelompok
kompleks
proses
biologis
yang
berfungsi
sebagai
jam
internal.Suprachiasmatic nucleus, yang terletak di hipotalamus, dianggap pencatat waktu anatomi tubuh, yang bertanggung jawab untuk pelepasan melatonin pada siklus 25-jam. Kelenjar pineal mengeluarkan kadar melatonin yang rendah bila terkena cahaya terang, sehingga tingkat bahan kimia ini terendah selama siang hari terjaga. Beberapa neurotransmiter yang berpikir untuk memainkan peran dalam tidur. Ini termasuk serotonin dari raphe nucleus dorsal, norepinefrin yang
Universitas Sumatera Utara
terkandung dalam neuron dengan badan sel di lokus seruleus, dan asetilkolin dari formasi retikular pontine. Dopamin, di sisi lain, terkait dengan terjaga. Kelainan pada keseimbangan semua sistem utusan kimia dapat mengganggu berbagai fisiologis, biologis, perilaku, dan EEG parameter bertanggung jawab untuk REM yaitu, tidur aktif dan NREM (gelombang perlahan) tidur (Lubit,2012).
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya.Di antara faktor yang mempengaruhinya adalah : 1. Penyakit Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur seperti gangguan endokrin tiroid dan diabetes. Diabetes mempengaruhi cara tubuh menyimpan dan menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak. Orang yang tidak mengelola dan mengontrol kondisi diabetes mereka sering menderita sindrom kaki gelisah. Hormon yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid mengatur tingkat energi tubuh. Seseorang menderita hipertiroidisme berkeringat deras pada malam hari dan tidak mampu untuk menikmati istirahat pada malam. Penyakit Alzhiemer yang mengganggu fungsi intelektual otak dan menyebabkan demensia. Ini juga menyebabkan gangguan tidur yang disebut fragmentasi. Epilepsi mempengaruhi fungsi listrik normal otak dan menyebabkan perubahan mendadak di dalamnya yang berulang. Orang yang menderita epilepsi lebih mungkin menderita insomnia. Biasanya, stroke dikaitkan dengan apnea tidur obstruktif.
2. Kelelahan Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka,
Universitas Sumatera Utara
orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek. 3. Stres psikologis Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur. 4. Obat Obat dapat juga mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang mempengaruhi proses tidur iaitu jenis golongan obat diuretik dapat menyebabkan insomnia, antidepressan dapat menekan, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk. 5. Nutrisi Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepatkan proses tidur. Konsumsi protein yang tinggi maka seseorang tersebut akan mempercepat proses terjadinya tidur karena dihasilkan triptofan yang merupakan asam amino hasil pencernaan protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat terkadang sulit untuk tidur. 6. Ligkungan Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepatkan proses terjadinya tidur. Sebaliknya lingkungan yang tidak aman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur. 7. Motivasi Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur,dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Klasifikasi Tidur Tiga kategori utama gangguan tidur dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders( DSM-1V-TR) : 1. Gangguan tidur primer a. Insomnia primer. b. Hipersomnia primer. c. Narkolepsi. d. Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan. e. Gangguan tidur irama sirkadian. f. Gangguan teror tidur. g. Gangguan tidur berjalan. h. Parasomnia(gangguan mimpi buruk). 2. Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain. 3. Gangguan tidur lain yang dicetuskan oleh zat. 1. Gangguan Tidur Primer a. Insomnia primer Insomnia adalah masalah kesehatan umum. Hal ini dapat menyebabkan kantuk di siang hari yang berlebihan dan kekurangan energi. Insomnia jangka panjang dapat menyebabkan anda merasa tertekan atau marah, mengalami kesulitan member perhatian, belajar, dan mengingat, dan tidak melakukan yang terbaik pada pekerjaan atau di sekolah. Insomnia juga dapat membatasi energi yang anda miliki untuk menghabiskan waktu dengan teman-teman atau keluarga. Insomnia dapat ringan sampai berat tergantung pada seberapa sering terjadi dan untuk berapa lama. Insomnia kronis berarti memiliki gejala minimal 3 malam per minggu selama lebih dari sebulan (American sleep association,2007). Insomnia primer didiagnosis jika keluhan utama adalah tidur yang tidak bersifat menyegarkan atau kesulitan memulai atau mempertahankan tidur. Istilah primer menunjukkan bahawa insomnia bebas dari adanya gangguan fisik atau psikologis (Sadock,2010). Insomnia primer adalah sulit tidur yang tidak disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
penyebab medis, kejiwaan, maupun lingkungan (McVearry,2013). Insomnia primer bukanlah efek samping dari obat-obatan atau masalah medis lainnya. Ini adalah gangguan sendiri,dan umumnya berlangsung selama minimal 1 bulan atau lebih (Sadock,2010). b. Hipersomnia primer Hipersomnia primer didiagnosis dengan rasa mengantuk berlebihan untuk waktu sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berulang) yang tampak baik dengan episode tidur lama atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap hari. Gangguan ini harus diberi kode sebagai berulang jika pasien memiliki periode rasa mengantuk berlebihan yang berlangsung selama 3 hari dan terjadi beberapa kali dalam satu tahun selama sedikitnya 2 tahun. Gangguan ini tidak disebabkan oleh suatu zat atau keadaan medis umum (Sadock,2010). Pasien dengan hipersomnia primer tidur selama 10-12 jam pada malam hari dan tampak mengantuk dan tidur pada siang hari (David,2000). c. Narkolepsi Narkolepsi terdisi atas rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari serta manifestasi abnormal tidur rapid eye movement (REM) berulang ke dalam transisi antara tidur dan bangun mencakup hipnagogik atau hipnopompik atau paralisis tidur di awal atau akhir episode tidur yang terjadi setiap hari selama sedikitnya 3 bulan. Serangan tidur ini khasnya terjadi dua sampai enam kali sehari dan berlangsung 10 hingga 20 menit. Serangan ini dapat terjadi pada saat yang tidak tepat misalnya saat makan,berbicara,dan saat berhubungan seksual. Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat atau keadaan medis umum (Sadock,2010). Pada pasien dengan kantuk yang berlebihan di siang hari, kehadiran katapleksi adalah patognomonik narkolepsi. Katapleksi terdiri dari episode singkat kelumpuhan atau kelemahan otot volunter tanpa perubahan kesadaran, dan dipicu oleh emosi yang kuat tapi normal. Permulaan narkolepsi biasanya terjadi antara usia 15 dan 30 tahun, meskipun kasus telah dilaporkan dengan onset sejak usia 5 tahun dan hingga akhir 63 tahun. Pria dan wanita sama-
Universitas Sumatera Utara
sama terpengaruh. Kantuk di siang hari biasanya merupakan gejala pertama muncul (Williams,2000). d. Gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan Merupakan gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan ditandai dengan penghentian tidur yang menyebabkan rasa mengantuk berlebihan atau insomnia yang disebabkan gangguan pernapasan terkait-tidur misalnya sindrom apnea tidur sentral atau obstruktif maupun sindrom hipoventilasi alveolar sentral. Gangguan pernapasan yang dapat terjadi selama tidur mencakup apnea, hipopnea, dan denaturasi oksigen. Pada apnea tidur sentral murni, upaya aliran udara dan pernafasan (abdomen dan dada) berhenti saat episode apnea dan mulai kembali saat bangun. Pada apnea tidur obstruktif murni, aliran udara berhenti tetapi upaya pernafasan meningkat selama period apnea. Pola ini menunjukkan adanya suatu obstruksi pada jalan nafas dan upaya yang bertambah oleh otot-otot abdomen dan toraks untuk mendorong udara melewati obstruksi ini. Episode ini juga berhenti saat bangun. Gangguan ini tidak disebabkan gangguan jiwa lain dan tidak disebabkan langsung suatu zat (Sadock,2010). Sindrom apnea tidur obstruktif jauh lebih umum. Apnea tidur sentral terlihat pada pasien dengan gangguan neurologis dan juga pada gagal jantung kongestif. Apnea tidur obstruktif disebabkan oleh gangguan di saluran udara dari mulut ke trakea. Ada beberapa daerah yang mungkin akan terpengaruh. Daerah ini termasuk langit-langit lunak, amandel, uvula dan lidah. Biasanya, mendengkur merupakan gejala peningkatan resistensi saluran napas pada lokasi anatomi. Sindrom apnea tidur obstruktif sering diperburuk oleh tindakan yang mengendurkan saluran napas bagian atas atau mengurangi ukuran jalan napas, termasuk minum alkohol, tidur di punggung seseorang, tidur REM dan berat badan (American Sleep Association,2001). e. Gangguan irama tidur sirkadian Gangguan dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki, walaupun jumlah tidurnya tetap. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian antara lain temperatur badan, plasma darah, urine,
Universitas Sumatera Utara
fungsi ginjal dan psikologi. Dalam keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidur bangun, dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami pergeseran. Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua bagian yaitu sementara (acute work shift, Jet lag) dan Menetap (shift worker). Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut :
1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type)
Ditandai oleh waktu tidur dan terjaga lebih lambat yang diinginkan. Gangguan ini sering ditemukan dewasa muda, anak sekolah atau pekerja sosial. Keluhan utama pasien adalah kesulitan jatuh tertidur pada waktu yang diinginkan seperti biasa,dan gangguan pasien mungkin tampak menyerupai onset tidur insomnia. Rasa mengantuk di siang hari sering terjadi akibat tidak tidur (Sadock,2010).
2. Tipe Jet lag
Ialah mengantuk dan terjaga pada waktu yang tidak tepat menurut jam setempat, hal ini terjadi setelah berpergian melewati lebih dari satu zone waktu. Gambaran tidur menunjukkan latensi tidur yang panjang dengan tidur yang terputus-putus. Tipe jet lag biasanya hilang spontan dalam 2 hingga 7 hari (Sadock,2010).
3. Pergeseran kerja (shift work type)
Pergeseran kerja terjadi pada orang yang secara teratur dan cepat mengubah jadwal kerja sehingga akan mempengaruhi jadwal tidur. Gejala ini sering timbul bersama-sama dengan gangguan somatik seperti ulkus peptikum.
Universitas Sumatera Utara
Gambarannya berupa pola irreguler atau mungkin pola tidur normal dengan onset tidur fase REM (Sadock,2010).
4. Sindrom memajukan fase tidur
Ditandai dengan onset tidur dan waktu bangun yang lebih awal dari yang diinginkan. Keluhan utamanya adalah ketidakmampuan untuk tetap terjaga di sore hari dan tidur di pagi hari sampai waktu biasa yang diinginkan (Sadock,2010).
5. Tipe pola tidur-bangun kacau
Tipe ini didefinisikan sebagai perilaku tidur dan bangun yang tidak teratur dan beragam serta yang mengganggu pola tidur-bangun biasa. Keadaan ini dikaitkan dengan seringnya tidur siang pada waktu yang tidak teratur dan istirahat di tempat tidur yang berlebihan. Tidur di malam hari lamanya tidak adekuat dan keadaan ini dapat tampak seperti insomnia, meskipun jumlah total tidur dalam 24 jam normal untuk usia pasien (Sadock,2010). f. Gangguan teror tidur Teror malam adalah episode berulang kebangkitan mendadak dari tidur yang ditandai dengan jeritan panik, rasa takut yang intens dan gairah otonom. Individu biasanya tidak ingat tentang rincian acara dan tidak responsif selama episode. Teror malam terjadi selama sepertiga pertama malam, selama tahap-tahap 3 dan 4 tidur NREM (Lubit,2012). g. Gangguan berjalan sambil tidur Gangguan tidur berjalan (sleep walking) merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks yang diawali pada sepertiga pertama malam selama tidur NREM yang dalam tahap 3 dan 4, dan sering dilanjutkan tanpa kesadaran penuh
Universitas Sumatera Utara
atau ingatan mengenai episode tersebut untuk meninggalkan tempat tidur dan berjalan berkeliling (Sadock,2010). h. Parasomnia Parasomnia adalah gangguan mimpi buruk dimana mimpi buruk adalah mimpi yang lama dan menakutkan yang membuat orang terbangun dengan rasa ketakutan. Seperti mimpi lain, mimpi buruk hampir selalu terjadi selama tidur REM dan biasanya setelah periode REM yang panjang di akhir malam. Beberapa orang sering mengalami mimpi buruk sebagai keadaan yang berlangsung seumur hidup, yang lainnya mengalami mimpi buruk terutama saat stress dan sakit (Sadock,2010). 2. Gangguan tidur akibat gangguan jiwa lain Merupakan gangguan tidur yang berkaitan dengan gangguan jiwa lain sebagai keluhan gangguan tidur yang disebabkan oleh gangguan jiwa yang dapat didiagnosis tetapi cukup berat untuk memperoleh perhatian klinis. Insomnia yang terkait dengan gangguan depresif berat melibatkan onset tidur yang relatif normal tetapi disertai bangun berulang pada paruh kedua malam dan bangun sangat dini di pagi hari, biasanya dengan mood yang tidak nyaman di pagi hari. Polisomnografi menunjukkan berkurangnya tidur tahap 3 dan 4, sering disertai latensi REM singkat, dan periode REM pertama yang lama. Hipersomnia yang terjadi untuk selama sedikitnya 1 bulan dan terkait dengan gangguan jiwa ditemukan di dalam berbagai keadaan, termasuk gangguan mood. Rasa mengantuk di siang hari yang berlebihan mungkin dilaporkan pada tahap awal banyak gangguan depresi ringan iaitu pada fase depresi gangguan bipolar 1. Gangguan jiwa yang lain seperti gangguan keperibadian, gangguan disosiatif, gangguan somatoform, gangguan amnestik dapat menyebabkan hipersomnia (Sadock,2010).
Universitas Sumatera Utara
3. Gangguan tidur lain yang dicetuskan oleh zat Somnolen yang berkaitan dengan toleransi atau putus zat akibat stimulan sistem saraf pusat lazim terjadi pada orang-oarng dengan putus zat amfetamin, kokain, kafein, dan zat terkait.Somnolen dapat dikaitkan dengan depresi berat, yang kadang-kadang mencapai proporsi bunuh diri. Penggunaan depressan sistem saraf pusat yang berlangsung lama seperti alkohol, dapat menyebabkan somnolen (Sadock,2010).
2.1.6 Kualitas tidur Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepuasan tidur (Buysse et al, 1998). Dewasa muda merupakan salah satu tahapan dalam perkembangan kehidupan manusia. Masa dewasa muda diawali dengan masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa yang melibatkan eksperimentasi dan eksplorasi yang disebut sebagai emerging adulthood (Papalia, 2009). Komponen yang diukur dalam kualitas tidur adalah subyektif kualitas tidur, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi kebiasaan tidur dan gangguan tidur ketika tidur malam.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kafein 2.2.1. Farmakologi Kafein Kafein (1,3,7-trimethylxanthine) adalah alkaloid tanaman dengan bahan kimia yang struktur C8H10N4O2 (lihat Gambar 2-1) dan berat molekul 194,19. Dalam bentuk murni, itu adalah bubuk putih pahit. Secara struktural, kafein (dan yang lainnya methylxanthines) menyerupai purin. Waktu paruh kafein rata-rata dalam plasma orang sehat adalah sekitar 5 jam. Namun, penghapusan kafein paruh bisa berkisar antara 1,5 dan 9,5 jam, sedangkan kadar total plasma clearance untuk kafein diperkirakan 0.078 L / h / kg (Brachtel D,1992).Interval waktu paruh kafein rata-rata besar di dalam plasma adalah disebabkan karena kedua variasi individu bawaan, dan berbagai fisiologis dan karakteristik lingkungan yang mempengaruhi metabolisme kafein (misalnya, kehamilan, obesitas, penggunaan kontrasepsi oral, merokok, ketinggian). Efek farmakologis dari kafein adalah serupa dengan lainnya methylxantin (termasuk yang ditemukan di berbagai teh dan cokelat).
Gambar 2.1. Struktur kimia metilxantin
Efek ini termasuk stimulasi sistem saraf pusat yang ringan dan terjaga, kemampuan untuk mempertahankan aktivitas intelektual, dan penurunan waktu reaksi. Dosis fatal oral akut kafein pada manusia diperkirakan 10-14 g (150-200
Universitas Sumatera Utara
mg / kg berat badan) (Hodgman, 1998). Penggunaan kafein dalam dosis hingga 10 g telah menyebabkan kejang-kejang dan muntah dengan pemulihan lengkap dalam 6 jam (Dreisbach, 1974). Efek samping yang ekstrim yang diamati pada manusia konsumsi kafein dari 1 g (15 mg / kg) (Gilman et al., 1990), termasuk kegelisahan, gugup, dan lekas marah, dan maju ke delirium, emesis, tremor neuromuskuler, dan kejang-kejang. Gejala lain termasuk takikardia dan peningkatan respirasi. 2.2.2. Sumber Kafein Kafein adalah senyawa bersifat yang stimulan terhadap sistem saraf pusat dan juga otak,merupakan bagian dari famili methylxanthine yang secara alami banyak terkandung pada berbagai produk hasil bumi seperti dalam biji kopi, coklat, daun teh serta kacang cola. Karena secara alami banyak terkandung di dalam
produk
hasil
bumi,
maka
kafein
menjadi
jenis
stimulan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat umum. Di dalam berbagai produk komersial, kafein selain terkandung di dalam kopi, teh, produk coklat atau juga susu coklat, juga banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam produk- produk minuman seperti dalam minuman cola (soft drink) ataupun juga minuman berenergi (energy drink).
Tabel 2.1 Kopi dan minuman kopi
Takaran saji
Kafein (mg)
Kopi( Brewed )
250 ml ( 1 cup or 8 oz )
80-180
Kopi instan
250 ml ( 1 cup or 8 oz )
76-106
Espresso ( Brewed )
30 ml ( 1 oz )
64-90
Cappucino or latte
250 ml ( 1 cup or 8 oz )
45-75
Kopi dekafein
250 ml ( 1 cup or 8 oz )
3-15
Kopi dekafein instan
250 ml ( 1 cup or 8 oz )
3-5
1 can ( 341-355 ml )
15-67
Tea Iced tea,sweetened
Universitas Sumatera Utara
Teh dekafein
250 ml ( 1 cup )
0-5
The herbal
250 ml ( 1 cup )
0
Minuman berenergi
250 ml ( 1 cup )
80-125
Root beer
355 ml (1 can )
23
Kola
355 ml ( 1 can )
30
60 ml ( ¼ cup )
338-355
Hot chocolate
250 ml ( 1 cup )
5-12
Chocolate milk
250 ml ( 1 cup )
3-5
Soft drinks and energy drinks
Cocoa Products Chocolate covered coffee,dark or milk chocolate
2.2.3. Farmakokinetik Kafein cepat diserap pada manusia dengan 99 persen diserap dalam waktu 45 menit dari konsumsi (Bonati et al, 1982;. Liguori et al., 1997). Ketika dikonsumsi dari minuman (paling sering kopi, teh, atau minuman ringan) kafein diserap dengan cepat dari saluran pencernaan dan didistribusikan ke seluruh cairan tubuh. Penyerapan lebih cepat dapat dicapai dengan mengunyah permen karet yang mengandung kafein atau olahan lain yang memungkinkan penyerapan melalui mukosa mulut. Konsentrasi plasma memuncak di antara 15 dan 120 menit setelah konsumsi oral. Variasi luas dalam waktu mungkin karena variasi dalam waktu pengosongan lambung dan adanya konstituen diet lainnya, seperti serat (Arnaud, 1987). Kafein mengikat reversibel dengan protein plasma, dan protein terikat pada kafein selama sekitar 10 sampai 30 persen dari jumlah plasma. Volume distribusi dalam tubuh adalah 0,7 L / kg, nilai menunjukkan bahwa itu adalah hidrofilik dan mendistribusikan secara bebas ke dalam jaringan air intraseluler (Arnaud,1993). Namun, kafein juga cukup lipofilik untuk melewati semua membran biologis dan mudah melintasi penghalang sawar darah-otak (Bonati et al., 1982). Metabolisme kafein terjadi terutama di hati, dikatalisasi oleh enzim mikrosomal hati sistem (Grant et al., 1987). Kafein dimetabolisme di hati
Universitas Sumatera Utara
oleh sitokrom P450 sistem enzim oksidase (untuk lebih spesifik, yang isozim 1A2) menjadi tiga dimethylxanthines metabolik, yang masing-masing memiliki efek sendiri pada tubuh:
Paraxanthine (84%): Memiliki efek meningkatkan lipolisis, menyebabkan gliserol tinggi dan kadar asam lemak bebas dalam plasma darah. Theobromine (12%): Dilatasi pembuluh darah dan volume urin meningkat. Theobromine juga merupakan alkaloid utama dalam biji kakao, dan karena itu cokelat. Teofilin (4%): melemaskan otot polos bronkus, dan digunakan untuk mengobati asma. Terapi dosis teofilin, bagaimanapun, adalah berkali-kali lebih besar dari tingkat diperoleh dari metabolisme kafein (News medical net,2013).
Hati merupakan tempat utama dalam proses metabolism kafein. Masingmasing dari hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan dikeluarkan melalui urin .Waktu paruh eliminasi berkisar antara 3-7 jam dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, meliputi jenis kelamin, usia, penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan dan merokok.Telah dilaporkan bahwa waktu paruh kafein pada wanita lebih singkat dibandingkan dengan laki-laki. 2.2.4 Farmakodinamik Kafein bekerja sebagai stimulan sistem saraf pusat, sistem kardiovaskular, dan pernapasan . Kafein merupakan antagonis kompetitif reseptor adenosin di otak. Telah diketahui bahwa adenosin jika terikat ke reseptor sel saraf akan menurunkan aktivitas sel saraf. Akibat kemiripan struktur molekul kafein dengan struktur adenosin maka kafein dapat terikat pada reseptor tersebut tetapi tidak memberi efek penurunan aktivitas sel saraf justru sebaliknya, aktivitas sel saraf ditingkatkan. Kafein meningkatkan konsentrasi monoamin di otak, termasuk dopamin dan serotonin pada striatum, serta peningkatan norepinefrin di korteks frontal. Jika kondisi ini terus berlangsung, akan terjadi beberapa efek, seperti denyut jantung, tekanan darah, dan aliran darah ke otot meningkat, sementara itu
Universitas Sumatera Utara
aliran darah ke kulit dan organ dalaman akan menurun,tetapi pelepasan glukosa oleh hati meningkat (Nurachman, 2004).Kafein mempunyai efek kronotropik dan inotropik positif di jantung dengan cara mengaktivasi reseptor ryanodine yang meningkatkan pembukaan kanal rilis Ca2+, sehingga semakin banyak Ca2+ yang dilepaskan maka kontraktilitas jantung semakin meningkat (White, 1990). Secara tidak langsung kafein meningkatkan pelepasan epinefrin yang akan berikatan dengan
β-adrenoseptor di jantung sehingga meningkatkan kontraktilitas dan
denyut
jantung. Kafein merangsang diuresis dengan cara meningkatkan laju
filtrasi glomerulus (LFG) dan menghambat reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal (Katzung, 1997). 2.2.5. Mekanisme Kerja Kafein Kafein mudah melintasi sawar darah-otak dan memisahkan aliran darah dari bagian dalam otak. Setelah di otak, modus utama kerja adalah sebagai non selektif antagonis reseptor adenosin. Molekul kafein secara struktural mirip dengan adenosin, dan mengikat reseptor adenosin pada permukaan sel tanpa mengaktifkan mereka (sebuah "antagonis" mekanisme tindakan). Oleh sebab itu, kafein bertindak sebagai inhibitor kompetitif. Beberapa efek sekunder dari kafein mungkin disebabkan oleh tindakan yang tidak berhubungan dengan adenosin. Seperti xanthines alkohol lainnya, kafein adalah : a) Kompetitif non selektif inhibitor phosphodiesterase yang meningkatkan cAMP intrasel, mengaktifkan PKA, menghambat TNF-alpha dan leukotrien sintesis, dan mengurangi peradangan dan kekebalan bawaan. Kafein juga ditambahkan ke agar,
yang sebagian menghambat
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dengan menghambat siklik AMP phosphodiesterase.
b) Non selektif antagonis reseptor adenosin.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Struktur kimia kafein dan adenosin
Phosphodiesterase
inhibitor
menghambat
cAMP-phosphodiesterase
(cAMP-PDE) enzim, yang mengkonversi siklik AMP (cAMP) dalam sel untuk membentuk nonsiklik nya, sehingga memungkinkan untuk membangkitkan cAMP dalam sel. Siklik AMP berpartisipasi dalam aktivasi protein kinase A (PKA) untuk memulai fosforilasi enzim khusus yang digunakan dalam sintesis glukosa. Dengan memblok pengeluarannya, kafein mengintensifkan dan memperpanjang efek dari epinefrin dan epinefrin seperti obat-obatan seperti amfetamin, metamfetamin, dan methylphenidate. Peningkatan konsentrasi cAMP dalam sel parietal menyebabkan aktivasi peningkatan protein kinase A (PKA), yang pada gilirannya meningkatkan aktivasi H + / K + ATPase, sehingga akhirnya terdapat peningkatan sekresi asam lambung oleh sel. Siklik AMP juga secara langsung dapat meningkatkan denyut jantung. Kafein juga merupakan analog struktural strychnine dan suatu antagonis kompetitif pada reseptor glisin ionotropic.
Metabolit kafein juga berkontribusi terhadap efek kafein. Paraxanthine bertanggung jawab untuk peningkatan proses lipolisis, yang melepaskan gliserol dan asam lemak ke dalam darah untuk digunakan sebagai sumber bahan bakar otot. Theobromine merupakan vasodilator yang meningkatkan jumlah oksigen dan aliran nutrisi ke otak dan otot. Teofilin bertindak sebagai relaksan otot polos yang terutama mempengaruhi bronkiolus dan bertindak sebagai chronotrope dan
Universitas Sumatera Utara
inotrope yang meningkatkan denyut jantung dan efisiensi (News medical net,2013).
Reaksi utama diduga terkait dengan penghambatan phosphodieterase enzim, yang menyebabkan peningkatan siklus AMP.Pelepasan epinefrin dan norepinefrine dari medula adrenal, memproduksi stimulasi CNS. Dosis kecil dapat meningkatkan psikis dan kesadaran sensorik dan mengurangi perasaan mengantuk dan kelelahan dengan merangsang korteks serebral. Dosis yang tinggi dapat menstimulasi medula, pernapasan, vasomotor, dan vagal senter. Produksi relaksasi otot polos (terutama bronkus) dan dilatasi koroner, pulmoner, dan pembuluh darah sistemik oleh aksi langsung pada pembuluh darah muskular. Aksi diuretik yang ringan bisa terjadi akibat peningkatan aliran darah
ginjal dan laju filtrasi
glomerulus darah dan penurunan reabsorpsi tubulus ginjal natrium dan air. Peningkatan kontraksi
jantung dan cardiac output adalah dengan stimulasi
langsung myocardium, juga merangsang sekresi asam lambung dan enzim pencernaan. Stimulasi sistem saraf pusat yang ringan untuk membantu tetap terjaga dan memulihkan kewaspadaan mental, dan sebagai tambahan dalam narkotika dan non narkotika analgesia. Penggunaan kafein dalam jumlah yang besar dapat mengganggu toleransi glukosa pada diabetes.Sebagai edukasi, haruslah tidak mengkonsumsi kafein dalam jumlah yang besar yang boleh menyebabkan sakit kepala, pusing, gelisah, lekas marah, gugup, dan ketegangan otot akibat penggunaan yang berlebihan, serta gejala penarikan secara mendadak akibat kopi (atau oral kafein). Gejala Penarikan biasanya terjadi 12-18 jam setelah terakhir asupan kopi (Trigoboff,2005). 2.2.6. Intoksikasi Keracunan kafein dapat memanifestasikan dirinya dalam banyak cara dan seringkali sulit untuk membedakan dengan adanya riwayat pasien samar-samar atau keluhan utama. Hampir semua sistem organ yang terpengaruh ketika kafein dikonsumsi secara berlebihan. Pasien dengan keracunan kafein sering hadir dengan mual dan muntah yang dapat sulit untuk mengontrol. Selain itu, gejala
Universitas Sumatera Utara
khas kurang parah konsumsi kafein yang tinggi berasal dari stimulasi dan sifat psikoaktif obat. Pasien mungkin mengeluh agitasi, gugup, sakit kepala, tremor, dan gangguan tidur. Lebih manifestasi yang mengancam jiwa yang membutuhkan pengujian tambahan dan pengobatan termasuk takidisaritmia dan gangguan elektrolit, termasuk hipokalemia, hipomagnesemia, dan hypophosphatemia. Hiperglikemia, asidosis metabolik dengan peningkatan laktat serum, dan kejang juga dapat terjadi. Presentasi klinis biasanya menyelesaikan antara 4 sampai 6 jam setelah dikonsumsi (Pohler,2010).
2.3. Mekanisme Kafein Mempengaruhi Tidur Kafein dapat mempercepat tindakan otak agar tetap lebih waspada. Kafein berikatan dengan reseptor adenosin di otak. Adenosin ialah senyawa nukleotida yang berfungsi mengurangi aktifitas sel saraf. Seperti adenosin, molekul kafein juga menghambat pada reseptor yang sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafein tidak akan memperlambat aktivitas sel saraf/otak sebaliknya menghalang adenosin untuk berfungsi. Dampaknya aktivitas otak meningkat dan mengakibatkan hormone epinefrin dirembes. Hormon tersebut akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati.Tambahan, kafein juga menaikkan permukaan neurotransmitter dopamine di otak (Jasvinder Chawla,2011). Ketika seseorang membutuhkan tidur, adenosin mengirimkan sinyal kelelahan pada reseptor sel tubuh yang hasil dalam peningkatan dorongan untuk tidur (J. Snell,2011). Kafein mengikat reseptor sel di otak dan mencegah mereka dari menerima kelelahan sinyal yang diproduksi oleh adenosin, untuk menjaga individu
tetap terjaga dan waspada.Penggunaan
stimulant ini (misalnya, kafein dan khat) mengganggu pola tidur dan dengan penggunaan kronis dapat menyebabkan kurang kualitas tidur dan efek kesehatan jangka panjang yang merugikan (J.E James,1998). Sebagian besar efek farmakologis dari adenosin di otak hewan dapat ditekan dengan konsentrasi kafein yang relatif rendah (kurang dari 100 umol,
Universitas Sumatera Utara
yang setara dengan 1-3 cangkir kopi). Adenosin menurunkan tingkat pelepasan neuron dan menghambat kedua transmisi sinaptik dan pelepasan neurotransmiter. Kafein juga meningkatkan turnover pada banyak neurotransmiter, termasuk monoamina dan asetilkolin.Reseptor A1 dan A2A adenosin adalah subtipe utama yang terlibat dalam efek kafein, sedangkan A2b dan A3 reseptor hanya memainkan peran kecil. Reseptor A1 dihubungkan negatif terhadap adenyl cyclase, sedangkan reseptor A2A positif terhadap enzim ini. Reseptor adenosin A1 didistribusikan secara luas di seluruh otak, di hipokampus,korteks serebral,serebelar dan thalamus. Sebaliknya, reseptor A2A terletak hampir secara eksklusif di striatum, inti accumbens, dan tuberkel olfaktorius. Di daerah terakhir, reseptor A2A yang coexpressed dengan enkephalin dan reseptor D2 dopamin di neuron striatal. Telah terbukti bahwa terdapat interaksi fungsional antara pusat A2A adenosin dan reseptor dopamin D2. Pemberian agonis reseptor adenosin A2A reseptor menurunkan afinitas dopamin berikatan reseptor D2 di membran striatal. Interaksi antara reseptor adenosin A2A dan reseptor D2 dopamin di striatum mungkin mendasari beberapa efek perilaku methylxantin. Dengan pertentangan efek modulatory negatif dari reseptor adenosin pada reseptor dopamin, kafein menyebabkan hambatan dan blokade reseptor adenosin A2, menyebabkan potensiasi neurotransmisi dopaminergik. Interaksi yang terakhir mungkin menjelaskan peningkatan reseptor antagonis di induksi adenosine dalam perilaku yang berkaitan dengan dopamin (misalnya, kafein-mengaruhkan perilaku rotasi) (Jasvinder Chawla,2011). Konsumsi Kafein telah ditemukan untuk mengganggu tidur dengan mengurangi waktu tidur dan kualitas tidur. Dalam penelitian Brezinova (1974) telah menemukan bahawa konsumsi kafein sebelum tidur memberi efek penurunan total waktu tidur rata-rata, peningkatan onset tidur dan meningkatkan jumlah bangun. Dalam penelitian itu, menunjukkan bahawa penggunaan kafein, subjek tidur rata-rata kurang 2 jam dari tanpa yang minum kafein. Mereka juga memiliki onset latensi tidur rata-rata dari 66 menit dengan kafein di bandingkan dengan 18 menit tanpa minum kafein dan 21 menit dengan kopi tanpa kafein (Goldstein, 1963; James, 1998; Smith et al., 1993; Wright et al.,
Universitas Sumatera Utara
1996). Mereka yang mengkonsumsi kafein dalam jumlah yang sedikit dapat merasakan efeknya pada waktu tidur dan kualitas tidurnya (Smith et al., 1993). Mengkonsumsi rata-rata dua cangkir kopi per hari dapat menyebabkan orang untuk mengambil lebih lama untuk tertidur, tidur untuk jangka waktu yang lebih singkat, dan mempunyai kualitas tidur yang buruk (Smith et al., 1993). Menurut penelitian lain, placebo atau pil kafein telah diberikan sebelum tidur dan hasilnya kadar melatonin telah ditekan secara efektif yang merupakan sistem ketepatan waktu neurobiologis yang terlibat dalam proses tidur-bangun (Wright et al.,1996). Gejala Kafein tampaknya berhubungan dengan dosis. Kebanyakan orang tidak mengalami efek perilaku dengan dosis kurang dari 300 mg kafein. Tidur lebih sensitif dan dapat terganggu dengan 200 mg kafein. Pada dosis melebihi 1 g per hari, individu yang rentan mengalami efek toksik (Lande,2011).
Universitas Sumatera Utara